Ayas bingung mengapa Tira tiba-tiba menepikan mobilnya. “Kamu mau ngapain, Pi?” tanya Ayas.
Kemudian ia memindai ke sekeliling dan ternyata tempat itu sangat sepi.
“Pi, kamu jangan macam-macam, ya! Aku gak mau aneh-aneh lagi, ah,” keluh Ayas. Ia khawatir Tira ingin menyerangnya di mobil.
Tira tersenyum. “Aku mau minta bekal sedikit saja, Sayang,” ucapnya dengan tampang memelas.
“Tadi siang kan udah di restoran,” sahut Ayas sambil mengerungkan wajahnya.
Tira pun terkekeh mendengar ucapan Ayas. Ia paham betul apa yang sedang Ayas pikirkan. “Ya Tuhan … ternyata kamu pikirannya nakal juga, ya,” gumam Tira sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala.
Ayas bingung. “Maksud kamu apa?” tanyanya.
“Emang kamu pikir aku mau ngapain, hem?” Tira balik berta
“Papi!” keluh Ayas setelah Tira melepaskan tautannya.Tira tersenyum sambil mengusap bibirnya.“Aku yakin yang terakhir itu pasti hasil fotonya paling bagus,” gumam Tira. Kemudian ia melihat hasil foto di ponselnya tersebut.“Nah, benar kan apa kataku. Ini hasilnya paling bagus,” ucap Tira sambil tersenyum. Lalu ia merubah walpaper ponselnya dengan foto tersebut.“Mana?” tanya Ayas. Ia penasaran seperti apa fotonya.“Ini, bagus kan?” tanya Tira sambil menunjukan fotonya pada Ayas.Ayas mengerutkan keningnya. “Hah? Bagus apanya, sih? Ini terlalu vulgar, Pi. Masa kamu jadiin walpaper, sih? Apa kata orang yang lihat nanti?” keluh Ayas.Di foto tersebut hanya terlihat sebelah wajah mereka dengan bibir yang saling bertautan. Bahkan mata mereka sama-sama terpejam. Terlihat
Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan. Hati Ayas berdebar-debar ditatap seperti itu oleh Tira. Ia mulai tergoda oleh rayuan pria tersebut.“Boleh, ya?” tanya Tira, memelas.Ayas tersenyum ke arahnya. Hal itu membuat Tira yakin bahwa Ayas akan mengizinkannya.“Boleh, kan?” tanya Tira lagi.Ayas pun mengangguk. “Boleh,” jawabnya.Tira langsung sumeringah. Ia sangat senang karena diizinkan oleh Ayas. Namun, kemudian Ayas menghancurkan harapannya.“Kamu boleh keluar dari rumah ini sekarang juga,” skak Ayas.Tira yang sedang tersenyum itu seketika kaku. “Kamu kok malah ngusir aku?” keluh Tira.“Kamu tadi janjinya apa? Udah aku duga pasti kamu tuh niat macem-macem. Makanya dari pada nanti kamu makin menjadi-jadi, lebih baik keluar sekarang!” ucap
Beberapa saat kemudian, asisten rumah tangga di rumah orang tua Ayas keluar dan membukakan pagar untuk Vano dan Tira.“Maaf, cari siapa, ya?” tanya ART.“Ibu dan Bapak ada?” tanya Tira.Asisten rumah tangga pun mengangguk. “Ada, kalau boleh tahu, ada perlu apa Bapak datang ke sini?” tanyanya lagi.“Saya datang untuk menyampaikan informasi tentang Laras,” jawab Tira.ART terkesiap setelah mendengar nama Ayas. “Mbak Ayas?” tanyanya lagi.Tira mengangguk.“T-tunggu sebentar ya, Pak,” ucap ART itu. Kemudian ia berlari ke dalam dan melapor ke orang tua Ayas.“Bu,” ucapnya.“Siapa, Mbak?” tanya mamah Ayas, santai.“Itu … ada tamu, katanya mau menyampaikan informasi tenang Non
“Kenapa Ayas gak ikut? Dia baik-baik aja, kan?” tanya mamah Ayas. Ia mengkhawatirkan kondisi anaknya yang sampai saat ini belum ia temui itu.“Sejujurnya Laras masih belum berani menemui Ibu dan Bapak. Dia takut jika kalian menolaknya,” jawab Tira.Mamah Ayas langsung menoleh ke arah suaminya. “Pah, Papah sudah memaafkan anak kita, kan?” tanya mamah Ayas sambil berurai air mata.Ridu yang ia pendam sudah menggunung. Sehingga rasanya ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Ayas.“Tentu, Mah. Papah menyesal atas apa yang telah papah katakan dulu. Sebenarnya dulu papah hanya emosi. Mana mungkin papah sungguh-sungguh ingin membuang anak sendiri, Mah?” sahut papah Ayas.Sebenarnya papah Ayas pun selama ini diam-diam mencari keberadaan Ayas. Bahkan ia meminta bantuan sahabatnya yang memiliki chanel di banyak daerah. Namun sayang,
Beberapa saat kemudian, Tira sudah tiba di sebuah restoran. Sebelumnya ia sudah membuat janji dengan orang tua Helen.“Selamat siang, Om. Apa kabar?” sapa Tira, saat tiba di restoran.Orang tua Helen datang lebih dulu karena mereka sangat antusias ketika Tira mengajak mereka bertemu. Sebab, sejak anak mereka bertunangan dengan Tira, pria itu tidak pernah menemui mereka secara khusus seperti ini.Saat Tira datang bersama Vano, mereka sempat bingung dan bertanya-tanya. Namun mereka tidak ingin berprasangka dan berharap bahwa itu hanya keponakan Tira.Setelah Tira dan Vano duduk, mereka pun mulai basa-basi untuk mencairkan suasana. Sebab, meski Tira adalah calon menantu mereka, tetapi justru merekalah yang nervous saat menemui pengusaha paling kaya itu.“Oke, aku tidak punya banyak waktu, kita langsung saja,” ucap Tira.Mereka berdua pun
Mamah Ayas langsung memberi kode pada Tira untuk tidak memberi tahu bahwa saat ini ia sedang berada di depan Tira. “Orang tuamu lagi gak ada di rumah, Sayang,” jawab Tira, lesu. Saat itu Vano sedang asik merakit Lego yang dibelikan oleh opa-nya sebelum berangkat ke bandara tadi. Baru bertemu dengan cucunya setelah sekian lama, papah Ayas pun ingin menyenangkannya dengan membelikan mainan. Sehingga Tira tidak perlu khawatir Vano membongkar kebohongannya. Wajah Ayas pun langsung lesu. Padahal ia berharap Tira dapat membawa orang tuanya ke Solo. Namun ternyata saat ini Tira sudah berada di pesawat dan orang tuanya tidak ada di sana. “Maaf, ya. Lain kali aku pasti akan berusaha untuk menemui mereka lagi,” ucap Tira dengan tampang memelas. “Kamu gak coba nunggu?” tanya Ayas. Ia berharap Tira mau menunggu, barang kali orang tuanya akan pulang ke rumah b
“Iya, Sayang. Maaf, ya. Tadi aku sudah berbohong,” jawab Tira. Ia tahu bahwa Ayas sedang terkejut melihat orang tuanya ada di sana.“Terima kasih, Pi,” ucap Ayas. Ia sudah tidak dapat membendung air matanya lagi. Ayas pun langsung memeluk Tira sebagai tanda terima kasih.Lama tidak bertemu orang tuanya dan terakhir kali mereka bertemu, ia diusir oleh orang tuanya. Sehingga Ayas sedikit canggung dan tidak berani menghampiri mereka lebih dulu.“Jika bukan karena kamu, mungkin sampai saat ini aku tidak akan bertemu dengan orangtuaku, Pi. Huhuhu,” lirih Ayas. Tangisannya terdengar begitu menyayat hati.Mamah dan papah Ayas pun ikut terharu. Kemudian mamah Ayas menghampiri anaknya.“Kamu ke mana saja, Yas. Selama ini mamah mencari kamu,” ucapnya.Ayas melepaskan pelukannya, kemudian ia menoleh ke arah mamahnya. &ldqu
Papah dan Mamah Ayas tidak tega melihat anaknya seperti itu. Namun, mereka ingin melihat sedikit usaha dari Tira.“Maaf ya, Sayang. Bukan kami ingin menyusahkan kamu. Tapi ini semua demi kebaikanmu,” ucap papah Ayas.Tira dan Ayas pun langsung lemas.“Begini saja. Jika kalian ingin menikah besok, papah akan mengizinkan apabila orang tua Nak Tira hadir. Namun, jika mereka tidak bisa hadir, papah tidak mengizinkan kalian untuk menikah,” tantang papah Ayas.Tira menelan saliva. Jika hanya mamahnya, mungkin Tira masih bisa memaksa. Namun, ia tidak yakin papahnya bisa hadir. Sebab, saat ini saja papah Tira sedang tidak ada di Solo.“Begini, Pak. Mamah saya mungkin bisa hadir, tapi saat ini papah saya sedang di luar negeri. Bagaimana jika saya mengundang beliau untuk menyaksikan pernikahan kami secara daring?” tanya Tira.Papah d
Saat ini Atas sedang di rumah dan ditemani oleh Gita.“Gimana ya, kok belum ada kabar?” gumam Ayas, khawatir.Ayas ingin menghubungi Tira tapi ia khawatir akan menggangu, sedangkan Tira sengaja tidak menghubungi Ayas karena ingin memberi dia kejutan.“Sabar, Yas. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan pulang,” ucap Gita. Ia berusaha menenangkan Ayas.“Semoga aja bener begitu.”Ayas senang di saat seperti ini ada Gita yang menemani, awalnya Yoga juga ada di sana. Tapi ia harus pergi karena ada urusan lain.“Oh, iya. Kamu jadi nikah dengan Mas Yoga?” tanya Ayas, pada Gita. Ia berpikir lebih baik mengobrol dengan Gita daripada terus seperti tadi.“Katanya sih, jadi!” jawab Gita.Ayas mengerutkan kening, “Lho, kok gitu?” tanyanya.“Ya emang begitu, hehehe!” sahut Gita, cengengesan.Ayas berpikir Gita itu seperti tidak niat menikah dengan Yoga, “Kalau kamu gak suka mendingan gak usah, Git!” ucapnya.“Enak aja! Siapa bilang aku gak suka? Oops!” Gita kelepasan.Melihat respon Gita yang seper
Dengan raut wajahnya yang datar Tira menatap James dan Ady, “Kalian berdua memang sepertinya sudah bosan hidup,” ucap Tira.James dan Ady saling bertukar pandang, lalu mereka berdua tertawa.Hahaha!“Sepertinya kepala kamu habis terbentur benda keras, ya?” ledek Ady.“Atau mungkin orang yang sudah mau mati kelakuannya memang aneh?” timpal James.Hahaha!James dan Ady kembali menertawai Tira yang hanya diam dan tidak membalas.“Maaf ya, kalau kamu ingin menyalahkan seseorang. Salahkan Ayahmu dan orang ini,” ucap James.Ady hanya tertawa karena ia pikir itu memang benar, “Awalnya aku pikir Anda hanya bekerja untukku, tapi ternyata Anda juga bekerja untuk orang lain,” sahut Ady.“Tuan Ady, kita itu hidup harus bisa memanfaatkan semua kesempatan yang ada. Lagipula hal tersebut tidak melanggar kontrak kerja sama kita,” balas James.Awalnya saat Ady tahun kalau James juga bekerja untuk orang lain, ia sempat marah pada James dan menuding James memanfaatkan dirinya.Namun, setelah James memb
“Apa itu, Tuan James?” tanya Ady.James menyeringai, “Mereka sudah datang,” jawab James.“Hah? Mereka? Siapa?”“Tentu saja tamu yang kita undang, mereka datang sesuai dengan rencanaku,” ucap James. Ia merasa bangga karena Tira dan rombongannya telah terjebak.“Tapi Tuan, kalau mereka mati. Rasanya kurang puas,” balas Ady.“Aku yakin dia tidak akan mati semudah itu, tapi kalau memang dia mati. Mau bagaimana lagi, kan?” sahut James.Ady pun berpikir tidak masalah kalau memang Tira mati sebelum berhasil menemukan putranya, bagi Ady itu sudah cukup memuaskan karena telah memberikan Tira balasan yang setimpal.Sementara itu di mobil yang Tiran dan Daren tumpangi.“Suara ledakan apa itu?” tanya Tira.“Baru saja aku menerima laporan, kalau ternyata akses menuju ke tempat James berada sudah dipasangi jebakan. Anak buah James juga lumayan banyak,” sahut Daren.“Jadi, bagaimana caranya kita ke sana?” tanya Tira.Daren menyeringai, “Jangan khawatir, Tuan. Tentara dan Polisi berpihak pada kita, j
Setelah Tira mengantar Ayas pulang, ia langsung pergi menemui Daren di bandara, Daren bergegas menghubungi Tira saat ia menerima tugas.Tidak butuh waktu lama Tira telah sampai di bandara, mobil yang ia tumpangi berhenti di dekat sebuah pesawat jet pribadi.Seorang pria berpakaian serba hitam dengan sebuah kacamata hitam, berdiri di dekat tangga pesawat dan langsung membungkuk saat Tira berjalan ke arahnya.“Tuan, ayo kita selamatkan Putra Anda!” ucap pria itu, yang tidak lain adalah Daren.“Maaf sudah merepotkan, terima kasih karena kamu sudah mau datang dari jauh untuk membantu,” balas Tira.“Tuan dan Nyonya besar sudah sangat berjasa padaku, mana mungkin aku tidak mau membantu.”“Bagaimana dengan Ayah?” tanya Tira. Bagaimanapun juga Daren adalah kepala pengawal Ayahnya Tira.“Lebih baik kita bergegas, Tuan. Aku khawatir pada Putra Anda,” ucap Daren.Sudah lama tidak bertemu dengan Daren membuat Tira banyak mengajukan pertanyaan, akhirnya Tira dan Daren masuk ke dalam pesawat.Setel
“Sayang, tunggu!” Sontak Tira langsung mengejar Ayas.Tap!Tira meraih tangan Ayas dan menariknya.“Kalau gak ada yang peduli, biar aku sendiri yang nolong Vano!” ucap Ayas, agak berteriak.Tira menghela napas kasar, “Kamu tenang dulu, sayang. Kita serahkan pada Mama, tapi aku juga gak bisa tinggal diam. Aku juga akan ikut mencari Vano,” ucap Tira.Saat itu Atas yang sedang kesal merasa bodoh, “Sebentar, tadi Papi bilang apa?” tanyanya.“Hem, yang mana?” Tira bertanya balik.“Yang tadi, yang Papi bilang serahkan pada Mama. Apa maksud Papi?”“Oh, itu. Jadi sebenarnya Mamah marah karena Vano hilang, dia bilang menjaga anak satu aja gak bisa,” jelas Tira.Ayas tercenung, “Hah? Mamah marah karena itu?” tanyanya.“Iya, jadi kamu cuman salah paham aja. Justru Mamah malah marah sama kita karena kita gak bisa jagain Vano dengan benar.”Mendengar penjelasan Tira, membuat Ayas merasa menjadi seorang Ibu yang buruk. Ia tidak menyangka kalau Ibu mertuanya justru sangat peduli.“Terus aku harus gi
“Tira, sini kamu!” panggil Sisca, dengan mata melotot.“Iya, Mah!” jawab Tira. Ia lalu menghampiri mamahnya.“Laras, kamu tunggu di sini!” ucap Sisca.“I-iya, Mah!” jawab Ayas, kikuk.Sementara Tira di ajak pergi oleh mamahnya, Ayas duduk di sofa seorang diri. Ia masih agak canggung dengan Ibu mertuanya itu, Ayas juga tidak tahu harus berbuat apa saat ini.Tira diajak oleh mamahnya ke sebuah ruangan, “Duduk!” ucap Sisca, dengan sikap yang dingin.“Iya, mah.” Tira pun duduk di sebuah sofa.Sudah lama Tira dan Mamahnya tidak bicara seserius ini, terakhir kali mereka berbicara serius adalah saat Tira memutuskan untuk menikahi Ayas.“Tira, kamu tau kenapa mamah memanggil kamu ke sini?” tanya Sisca, serius.Tira hanya menggeleng dan tidak menjawab.“Kamu ini sudah punya anak, seharusnya kamu tidak lagi mementingkan diri kamu sendiri!” ucap Sisca. Ia memarahi putranya itu.“Jadi mamah memang sudah tahu kalau—“ Belum selesai Tira berbicara, Sisca sudah tampak emosi.Brakk!“Tau kalau Vano di
Di tempat Vano disandera yang merupakan tempat persembunyian James, seorang pria datang menemui James.“Sepertinya semua berjalan dengan lancar, Tuan James!” ucap pria itu.James tampak tersenyum tipis sambil duduk di sofa besar, “Silakan Tuan Ady, anggap saja rumah sendiri,” sahut James.Pria yang baru saja datang itu tidak lain adalah Ady, ia tampak sangat puas dengan kinerja James. “Profesional memang selalu bisa diandalkan,” puji Ady.“Anda terlalu memuji Tuan, aku hanya melaksanakan semuanya sesuai dengan rencana saja,” ucap James.Ady tampak tersenyum tipis, ia lalu menghampiri Vano yang saat ini sedang berada di sebuah kamar.Ceklek!Saat melihat ada orang yang datang dan membuka pintu kamar, Vano sempat berpikir kalau itu adalah Papi atau Maminya.Namun, orang yang muncul ternyata tidak seperti yang Vano harapkan.“Haloo, adik kecil,” sapa Ady, sambil te
Tira kaget bukan main saat tiba-tiba saja Mamahnya menelepon, ia tidak menyangka kalau Mamahnya akan tahu dan akan memarahinya karena Vano hilang.“Mah—“ Belum selesai Tira berbicara, Mamah Tira terus memarahi Tira.“Kalau kamu gak bisa jagain Vano, harusnya kamu bilang! Jangan diem aja!” Mamah Tira terus saja mengomel, sampai-sampai Tira saja tidak diberi kesempatan untuk berbicara.“Sekarang juga, kamu datang ke sini! Biar semua mamah dan papah yang urus!” ucap Mamah Tira dengan sangat tegas.“Tapi, Mah—“ Belum selesai Tira berbicara, mamahnya sudah mengakhiri panggilan tersebut.Panggilan terputus.Ayas yang melihat Tira tampak kebingungan langsung menghampiri, “Pi, ada apa?” tanyanya.“Ini, Mi. Mamah aku marah-marah,” sahut Tira.Sontak Ayas pun tercekat, “Hah? Marah-marah? Emangnya kenapa?” tanya Ayas.&ldqu
“Kamu yakin?” tanya Tira pada Panji.“Iya, Tuan. Saya sangat yakin, karena mereka benar-benar meninggalkan jejak mereka di CCTV yang ada di rumah. Seolah-olah mereka memang sengaja dan memang ingin menantang kita,” jawab Panji. Ia berani berkata seperti itu karena memang hal tersebut sangat tidak masuk akal.Dan satu-satunya kemungkinan yang terjadi mereka memang benar-benar sengaja, semua sudah dapat Panji tebak dengan baik.“Jadi siapa mereka?” tanya Tira. Ia sudah tidak sabar mengetahui siapa orang yang berani melakukan ini pada keluarganya.Akhirnya Panji pun memberi tahu siapa orang yang sudah membawa Vano pergi, ia adalah seorang pembunuh bayaran yang bernama James.“James?” tanya Tira.“Iya, Tuan. James S adalah seorang pembunuh bayaran, ia tidak segan membunuh targetnya dengan sadis. Dan itu semua tergantung dari permintaan kliennya,” ujar Panji.“Yang paling pe