Papah dan Mamah Ayas tidak tega melihat anaknya seperti itu. Namun, mereka ingin melihat sedikit usaha dari Tira.
“Maaf ya, Sayang. Bukan kami ingin menyusahkan kamu. Tapi ini semua demi kebaikanmu,” ucap papah Ayas.
Tira dan Ayas pun langsung lemas.
“Begini saja. Jika kalian ingin menikah besok, papah akan mengizinkan apabila orang tua Nak Tira hadir. Namun, jika mereka tidak bisa hadir, papah tidak mengizinkan kalian untuk menikah,” tantang papah Ayas.
Tira menelan saliva. Jika hanya mamahnya, mungkin Tira masih bisa memaksa. Namun, ia tidak yakin papahnya bisa hadir. Sebab, saat ini saja papah Tira sedang tidak ada di Solo.
“Begini, Pak. Mamah saya mungkin bisa hadir, tapi saat ini papah saya sedang di luar negeri. Bagaimana jika saya mengundang beliau untuk menyaksikan pernikahan kami secara daring?” tanya Tira.
Papah d
Sisca terperanjat saat diancam seperti itu oleh anaknya. “Kamu berani mengancam mamah, Tir?” tanyanya. Ia sangat kesal karena Tira begitu berani mengancamnya.“Kenapa tidak? Mamah tahu kan aku bukan orang yang suka memohon? Jadi pilihannya hanya ada dua. Datang ke pernikahan aku atau aku akan mengatakan pada papah bahwa mamah telah ditipu menghilangkan uang sebanyak 30M. Aku yakin papah pasti akan marah,” jawab Tira.Kala itu Sisca pernah datang menemui Tira untuk meminta bantuan. Sebab, ia tertipu oleh temannya sendiri. Awalnya Sisca mengikuti investasi yang dijanjikan oleh temannya akan mendapat keuntungan besar. Namun sayang, ternyata uang itu justru dibawa kabur.Akhirnya, Sisca yang takut suaminya marah itu pun meminta bantuan anaknya. Ia tidak nyangka, hal itu justru dijadikan senjata oleh Tira.“Jadi kamu gak ikhlas nolongin mamah, Tir?” tanya Sisca, kesal.
Berulang kali Tira menghubungi Panji. Namun teleponnya masih belum dijawab juga.“Ke mana sih mereka, nih?” gumamnya, kesal.Panji sengaja tidak menjawab panggilan Tira. Baginya, lebih baik dimarahi karena terlambat dari pada dimarahi karena kecelakaan. Membawa Ayas sudah seperti mempertaruhkan nyawanya. Sebab, jika sampai terjadi sesuatu terhadap Ayas dan Vano, Tira pasti akan marah besar.Beberapa saat kemudian, mereka pun sudah sampai di rumah Tira.“Akhirnya mereka datang juga,” gumam Tira. Hatinya sangat lega karena Ayas dan Vano sudah tiba di sana. Ia langsung menghampiri mobil yang ditumpangi Ayas dan membukakan pintunya.“Silakan!” ucapnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangan.Vano turun lebih dulu, kemudian disusul dengan Ayas yang terlihat begitu cantik dan anggun.“Kamu sangat cantik
“Pak, tolong jangan seperti ini!” ucap Tira sambil membuntuti papah Ayas.“Sudahlah … saya sudah memberi kesempatan padamu untuk membuktikan kesungguhanmu. Tapi mana buktinya? Dengan ketidak hadiran orang tua kamu, itu artinya kamu tidak serius. Kenapa saya bicara seperti itu? Sebab, saya sudah sangat paham bagaimana sikap orang-orang seperti kalian,” ucap papah Ayas.“Meski menikah secara negara, tetapi status anak saya tidak akan kuat karena keluarga kamu tak menyetujuinya. Saya tidak ingin jika nantinya dia diperlakukan selayaknya istri simpanan dan kamu tetap menikah dengan wanita pilihan orang tuamu karena alasan bisnin!” skak papah Ayas.Ia sudah hafal betul bagaimana kelakuan keluarga orang kaya jika sudah tidak menyetujui pernikahan anaknya. Ia tidak ingin Ayas hidup menderita karena menikah pun tidak dihadiri oleh orang tua Tira. Apalagi jika sudah berumah tangga nanti.
“Saya tidak pernah menyuruh anak Ibu untuk melakukan hal itu. Sejak awal saya sudah mengatakan bahwa saya tidak akan mengizinkan Laras menikah jika tidak ada persetujuan dari orang tuanya,” ucap papah Ayas.Sejak tadi ia sudah risih karena tatapan mamah Tira yang seolah merendahkannya. Sehingga ia menjelaskan agar pikiran wanita itu bisa terbuka.Mamah Tira sama sekali tak mengindahkan ucapan papah Ayas. Ia malah berbicara dengan anaknya, seolah orang tua Ayas tidak ada di sana.“Sudahlah, Tir! Mamah harap kamu bisa membatalkan pernikahan ini. Pernikahan macam apa yang dilakukan tergesa-gesa, dan hanya karena sudah ada seorang anak? Lagi pula kamu tidak sepenuhnya berdosa. Toh, waktu itu kamu sudah ingin bertanggung jawab, kan? Tapi wanita ini saja yang sok jual mahal,” cibir mamah Tira.Orang tua Ayas pun terkesiap. Mereka merasa harga diri mereka direndahkan. “Oh, bagu
“Uncle!” ucap Vano.Papah Ayas ingat siapa pria yang dimaksud ‘uncel’ oleh Vano.“Ayo, Yas!” ajak papah Ayas.“Tapi, Pah!” sahut Ayas. Ia masih belum rela meninggalkan tempat itu.“MASUK!” bentak papah Ayas.Akhirnya Ayas pun terpaksa masuk ke mobil Yoga.Tira terbelalak saat melihat mereka naik ke mobil Yoga. Ia pun berlari secepat mungkin dan menghampiri salah seorang pengawalnya yang berdiri di dekat pintu gerbang.Ayas sempat bingung mengapa Tira tidak mencegahnya. Namun, kemudian ia terkejut karena tira langsung merampas senjata api milik pengawalnya dan mengarahkan ke kepalanya sendiri.“Sampai kalian pergi dari sini, aku mati!” ancam Tira. Ia sudah tidak tahu harus berbuat apa. Dengan begitu, Tira yakin Ayas dan mamahnya tidak mungkin membi
Ayas dan Tira pun menoleh. “Pah, aku mohon,” ucap Ayas, memelas. Air matanya pun mengalir karena takut papahnya memaksa Ayas untuk pergi dari tempat itu.“Ayo masuk! Papah akan menikahkan kalian,” ucap papah Ayas.Wajah Ayas dan Tira pun kembali berbinar. “Serius, Pah?” tanya Ayas dengan suara gemetar.Papah Ayas menjawabnya dengan anggukkan kepala. Ia turut senang melihat anaknya bahagia sampai seperti itu.Ayas menoleh ke arah Tira dengan tatapan nanar. Kemudian mereka berjalan ke arah papah Ayas.“Terima kasih banyak, Pak. Saya sangat bersyukur karena Bapak mau menikahkan kami,” ucap Tira sambil memeluk papah Ayas.“Sudahlah! Yang terpenting, jangan pernah sakiti Ayas!” sahut papah Ayas sambil mengusap punggung Tira.“Pasti, Pak. Aku berjanji akan menjaga Laras dengan ny
Ayas mengerutkan keningnya saat ditanya seperti itu oleh Tira.“Kamu enggak percaya sama aku?” tanya Ayas, kesal.“Bukan enggak percaya, Sayang. Aaku kan cuma nanya. Ya, siapa tahu sekarang udah bisa,” sahut Tira, salah tingkah. Ia khawatir Ayas akan marah karena pertanyaannya itu.“Ya enggaklah. Kan baru kemarin aku dapatnya. Ini tuh paling enggak, selesainya sekitar 1 minggu lagi,” jawab Ayas, apa adanya.Wajah Tira langsung pucat. “Satu minggu? Lama banget, Sayang,” lirih Tira, lemas.Ia pusing membayangkan harus menunggu satu minggu hanya untuk bisa melewati malam pengantinnya.“Ya emang segitu. Biasanya aku kalau haid sekitar 7 sampai 10 hari,” jawab Ayas, santai.“SEPULUH HARI? Yang bener aja, masa sepuluh hari? Bisa meledak kepala aku kalau nunggu selama itu,”
Saat Ayas membukakan pintu, Vanopun langsung protes.“Mami sama Papi abis ngapain,sih?”kenapa dari tadi aku manggil enggak ada yang bukain pintu?”keluhVano, kesal.“Maaf,Sayang.Tadi kan Mamilagi ganti baju.Kalau pintunya enggak dikunci,takut ada yang buka.Kan malu jadinyakalau kelihatan orang lain,”jelas Ayas.“Oh,begitu.Kirain aku ditinggal sendirian.Masa pergi enggak bilang,”ucapVano. Sebenarnya yang membuat ia teriak adalah takut orang tuanya menghilang tanpa kabar.“Ya enggak,dong.Kalau pun mau pergi,mami pasti bilang sama kamu, Sayang,” sahut Ayas. Ia selalu berusaha sabar menghadapi anaknya yang cerewet itu.“Harus! Kalau enggak bilang,nanti aku nangis.Aku mau marah-marah sama semua orang,&rdquo
Saat ini Atas sedang di rumah dan ditemani oleh Gita.“Gimana ya, kok belum ada kabar?” gumam Ayas, khawatir.Ayas ingin menghubungi Tira tapi ia khawatir akan menggangu, sedangkan Tira sengaja tidak menghubungi Ayas karena ingin memberi dia kejutan.“Sabar, Yas. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan pulang,” ucap Gita. Ia berusaha menenangkan Ayas.“Semoga aja bener begitu.”Ayas senang di saat seperti ini ada Gita yang menemani, awalnya Yoga juga ada di sana. Tapi ia harus pergi karena ada urusan lain.“Oh, iya. Kamu jadi nikah dengan Mas Yoga?” tanya Ayas, pada Gita. Ia berpikir lebih baik mengobrol dengan Gita daripada terus seperti tadi.“Katanya sih, jadi!” jawab Gita.Ayas mengerutkan kening, “Lho, kok gitu?” tanyanya.“Ya emang begitu, hehehe!” sahut Gita, cengengesan.Ayas berpikir Gita itu seperti tidak niat menikah dengan Yoga, “Kalau kamu gak suka mendingan gak usah, Git!” ucapnya.“Enak aja! Siapa bilang aku gak suka? Oops!” Gita kelepasan.Melihat respon Gita yang seper
Dengan raut wajahnya yang datar Tira menatap James dan Ady, “Kalian berdua memang sepertinya sudah bosan hidup,” ucap Tira.James dan Ady saling bertukar pandang, lalu mereka berdua tertawa.Hahaha!“Sepertinya kepala kamu habis terbentur benda keras, ya?” ledek Ady.“Atau mungkin orang yang sudah mau mati kelakuannya memang aneh?” timpal James.Hahaha!James dan Ady kembali menertawai Tira yang hanya diam dan tidak membalas.“Maaf ya, kalau kamu ingin menyalahkan seseorang. Salahkan Ayahmu dan orang ini,” ucap James.Ady hanya tertawa karena ia pikir itu memang benar, “Awalnya aku pikir Anda hanya bekerja untukku, tapi ternyata Anda juga bekerja untuk orang lain,” sahut Ady.“Tuan Ady, kita itu hidup harus bisa memanfaatkan semua kesempatan yang ada. Lagipula hal tersebut tidak melanggar kontrak kerja sama kita,” balas James.Awalnya saat Ady tahun kalau James juga bekerja untuk orang lain, ia sempat marah pada James dan menuding James memanfaatkan dirinya.Namun, setelah James memb
“Apa itu, Tuan James?” tanya Ady.James menyeringai, “Mereka sudah datang,” jawab James.“Hah? Mereka? Siapa?”“Tentu saja tamu yang kita undang, mereka datang sesuai dengan rencanaku,” ucap James. Ia merasa bangga karena Tira dan rombongannya telah terjebak.“Tapi Tuan, kalau mereka mati. Rasanya kurang puas,” balas Ady.“Aku yakin dia tidak akan mati semudah itu, tapi kalau memang dia mati. Mau bagaimana lagi, kan?” sahut James.Ady pun berpikir tidak masalah kalau memang Tira mati sebelum berhasil menemukan putranya, bagi Ady itu sudah cukup memuaskan karena telah memberikan Tira balasan yang setimpal.Sementara itu di mobil yang Tiran dan Daren tumpangi.“Suara ledakan apa itu?” tanya Tira.“Baru saja aku menerima laporan, kalau ternyata akses menuju ke tempat James berada sudah dipasangi jebakan. Anak buah James juga lumayan banyak,” sahut Daren.“Jadi, bagaimana caranya kita ke sana?” tanya Tira.Daren menyeringai, “Jangan khawatir, Tuan. Tentara dan Polisi berpihak pada kita, j
Setelah Tira mengantar Ayas pulang, ia langsung pergi menemui Daren di bandara, Daren bergegas menghubungi Tira saat ia menerima tugas.Tidak butuh waktu lama Tira telah sampai di bandara, mobil yang ia tumpangi berhenti di dekat sebuah pesawat jet pribadi.Seorang pria berpakaian serba hitam dengan sebuah kacamata hitam, berdiri di dekat tangga pesawat dan langsung membungkuk saat Tira berjalan ke arahnya.“Tuan, ayo kita selamatkan Putra Anda!” ucap pria itu, yang tidak lain adalah Daren.“Maaf sudah merepotkan, terima kasih karena kamu sudah mau datang dari jauh untuk membantu,” balas Tira.“Tuan dan Nyonya besar sudah sangat berjasa padaku, mana mungkin aku tidak mau membantu.”“Bagaimana dengan Ayah?” tanya Tira. Bagaimanapun juga Daren adalah kepala pengawal Ayahnya Tira.“Lebih baik kita bergegas, Tuan. Aku khawatir pada Putra Anda,” ucap Daren.Sudah lama tidak bertemu dengan Daren membuat Tira banyak mengajukan pertanyaan, akhirnya Tira dan Daren masuk ke dalam pesawat.Setel
“Sayang, tunggu!” Sontak Tira langsung mengejar Ayas.Tap!Tira meraih tangan Ayas dan menariknya.“Kalau gak ada yang peduli, biar aku sendiri yang nolong Vano!” ucap Ayas, agak berteriak.Tira menghela napas kasar, “Kamu tenang dulu, sayang. Kita serahkan pada Mama, tapi aku juga gak bisa tinggal diam. Aku juga akan ikut mencari Vano,” ucap Tira.Saat itu Atas yang sedang kesal merasa bodoh, “Sebentar, tadi Papi bilang apa?” tanyanya.“Hem, yang mana?” Tira bertanya balik.“Yang tadi, yang Papi bilang serahkan pada Mama. Apa maksud Papi?”“Oh, itu. Jadi sebenarnya Mamah marah karena Vano hilang, dia bilang menjaga anak satu aja gak bisa,” jelas Tira.Ayas tercenung, “Hah? Mamah marah karena itu?” tanyanya.“Iya, jadi kamu cuman salah paham aja. Justru Mamah malah marah sama kita karena kita gak bisa jagain Vano dengan benar.”Mendengar penjelasan Tira, membuat Ayas merasa menjadi seorang Ibu yang buruk. Ia tidak menyangka kalau Ibu mertuanya justru sangat peduli.“Terus aku harus gi
“Tira, sini kamu!” panggil Sisca, dengan mata melotot.“Iya, Mah!” jawab Tira. Ia lalu menghampiri mamahnya.“Laras, kamu tunggu di sini!” ucap Sisca.“I-iya, Mah!” jawab Ayas, kikuk.Sementara Tira di ajak pergi oleh mamahnya, Ayas duduk di sofa seorang diri. Ia masih agak canggung dengan Ibu mertuanya itu, Ayas juga tidak tahu harus berbuat apa saat ini.Tira diajak oleh mamahnya ke sebuah ruangan, “Duduk!” ucap Sisca, dengan sikap yang dingin.“Iya, mah.” Tira pun duduk di sebuah sofa.Sudah lama Tira dan Mamahnya tidak bicara seserius ini, terakhir kali mereka berbicara serius adalah saat Tira memutuskan untuk menikahi Ayas.“Tira, kamu tau kenapa mamah memanggil kamu ke sini?” tanya Sisca, serius.Tira hanya menggeleng dan tidak menjawab.“Kamu ini sudah punya anak, seharusnya kamu tidak lagi mementingkan diri kamu sendiri!” ucap Sisca. Ia memarahi putranya itu.“Jadi mamah memang sudah tahu kalau—“ Belum selesai Tira berbicara, Sisca sudah tampak emosi.Brakk!“Tau kalau Vano di
Di tempat Vano disandera yang merupakan tempat persembunyian James, seorang pria datang menemui James.“Sepertinya semua berjalan dengan lancar, Tuan James!” ucap pria itu.James tampak tersenyum tipis sambil duduk di sofa besar, “Silakan Tuan Ady, anggap saja rumah sendiri,” sahut James.Pria yang baru saja datang itu tidak lain adalah Ady, ia tampak sangat puas dengan kinerja James. “Profesional memang selalu bisa diandalkan,” puji Ady.“Anda terlalu memuji Tuan, aku hanya melaksanakan semuanya sesuai dengan rencana saja,” ucap James.Ady tampak tersenyum tipis, ia lalu menghampiri Vano yang saat ini sedang berada di sebuah kamar.Ceklek!Saat melihat ada orang yang datang dan membuka pintu kamar, Vano sempat berpikir kalau itu adalah Papi atau Maminya.Namun, orang yang muncul ternyata tidak seperti yang Vano harapkan.“Haloo, adik kecil,” sapa Ady, sambil te
Tira kaget bukan main saat tiba-tiba saja Mamahnya menelepon, ia tidak menyangka kalau Mamahnya akan tahu dan akan memarahinya karena Vano hilang.“Mah—“ Belum selesai Tira berbicara, Mamah Tira terus memarahi Tira.“Kalau kamu gak bisa jagain Vano, harusnya kamu bilang! Jangan diem aja!” Mamah Tira terus saja mengomel, sampai-sampai Tira saja tidak diberi kesempatan untuk berbicara.“Sekarang juga, kamu datang ke sini! Biar semua mamah dan papah yang urus!” ucap Mamah Tira dengan sangat tegas.“Tapi, Mah—“ Belum selesai Tira berbicara, mamahnya sudah mengakhiri panggilan tersebut.Panggilan terputus.Ayas yang melihat Tira tampak kebingungan langsung menghampiri, “Pi, ada apa?” tanyanya.“Ini, Mi. Mamah aku marah-marah,” sahut Tira.Sontak Ayas pun tercekat, “Hah? Marah-marah? Emangnya kenapa?” tanya Ayas.&ldqu
“Kamu yakin?” tanya Tira pada Panji.“Iya, Tuan. Saya sangat yakin, karena mereka benar-benar meninggalkan jejak mereka di CCTV yang ada di rumah. Seolah-olah mereka memang sengaja dan memang ingin menantang kita,” jawab Panji. Ia berani berkata seperti itu karena memang hal tersebut sangat tidak masuk akal.Dan satu-satunya kemungkinan yang terjadi mereka memang benar-benar sengaja, semua sudah dapat Panji tebak dengan baik.“Jadi siapa mereka?” tanya Tira. Ia sudah tidak sabar mengetahui siapa orang yang berani melakukan ini pada keluarganya.Akhirnya Panji pun memberi tahu siapa orang yang sudah membawa Vano pergi, ia adalah seorang pembunuh bayaran yang bernama James.“James?” tanya Tira.“Iya, Tuan. James S adalah seorang pembunuh bayaran, ia tidak segan membunuh targetnya dengan sadis. Dan itu semua tergantung dari permintaan kliennya,” ujar Panji.“Yang paling pe