“Uncle!” ucap Vano.
Papah Ayas ingat siapa pria yang dimaksud ‘uncel’ oleh Vano.
“Ayo, Yas!” ajak papah Ayas.
“Tapi, Pah!” sahut Ayas. Ia masih belum rela meninggalkan tempat itu.
“MASUK!” bentak papah Ayas.
Akhirnya Ayas pun terpaksa masuk ke mobil Yoga.
Tira terbelalak saat melihat mereka naik ke mobil Yoga. Ia pun berlari secepat mungkin dan menghampiri salah seorang pengawalnya yang berdiri di dekat pintu gerbang.
Ayas sempat bingung mengapa Tira tidak mencegahnya. Namun, kemudian ia terkejut karena tira langsung merampas senjata api milik pengawalnya dan mengarahkan ke kepalanya sendiri.
“Sampai kalian pergi dari sini, aku mati!” ancam Tira. Ia sudah tidak tahu harus berbuat apa. Dengan begitu, Tira yakin Ayas dan mamahnya tidak mungkin membi
Ayas dan Tira pun menoleh. “Pah, aku mohon,” ucap Ayas, memelas. Air matanya pun mengalir karena takut papahnya memaksa Ayas untuk pergi dari tempat itu.“Ayo masuk! Papah akan menikahkan kalian,” ucap papah Ayas.Wajah Ayas dan Tira pun kembali berbinar. “Serius, Pah?” tanya Ayas dengan suara gemetar.Papah Ayas menjawabnya dengan anggukkan kepala. Ia turut senang melihat anaknya bahagia sampai seperti itu.Ayas menoleh ke arah Tira dengan tatapan nanar. Kemudian mereka berjalan ke arah papah Ayas.“Terima kasih banyak, Pak. Saya sangat bersyukur karena Bapak mau menikahkan kami,” ucap Tira sambil memeluk papah Ayas.“Sudahlah! Yang terpenting, jangan pernah sakiti Ayas!” sahut papah Ayas sambil mengusap punggung Tira.“Pasti, Pak. Aku berjanji akan menjaga Laras dengan ny
Ayas mengerutkan keningnya saat ditanya seperti itu oleh Tira.“Kamu enggak percaya sama aku?” tanya Ayas, kesal.“Bukan enggak percaya, Sayang. Aaku kan cuma nanya. Ya, siapa tahu sekarang udah bisa,” sahut Tira, salah tingkah. Ia khawatir Ayas akan marah karena pertanyaannya itu.“Ya enggaklah. Kan baru kemarin aku dapatnya. Ini tuh paling enggak, selesainya sekitar 1 minggu lagi,” jawab Ayas, apa adanya.Wajah Tira langsung pucat. “Satu minggu? Lama banget, Sayang,” lirih Tira, lemas.Ia pusing membayangkan harus menunggu satu minggu hanya untuk bisa melewati malam pengantinnya.“Ya emang segitu. Biasanya aku kalau haid sekitar 7 sampai 10 hari,” jawab Ayas, santai.“SEPULUH HARI? Yang bener aja, masa sepuluh hari? Bisa meledak kepala aku kalau nunggu selama itu,”
Saat Ayas membukakan pintu, Vanopun langsung protes.“Mami sama Papi abis ngapain,sih?”kenapa dari tadi aku manggil enggak ada yang bukain pintu?”keluhVano, kesal.“Maaf,Sayang.Tadi kan Mamilagi ganti baju.Kalau pintunya enggak dikunci,takut ada yang buka.Kan malu jadinyakalau kelihatan orang lain,”jelas Ayas.“Oh,begitu.Kirain aku ditinggal sendirian.Masa pergi enggak bilang,”ucapVano. Sebenarnya yang membuat ia teriak adalah takut orang tuanya menghilang tanpa kabar.“Ya enggak,dong.Kalau pun mau pergi,mami pasti bilang sama kamu, Sayang,” sahut Ayas. Ia selalu berusaha sabar menghadapi anaknya yang cerewet itu.“Harus! Kalau enggak bilang,nanti aku nangis.Aku mau marah-marah sama semua orang,&rdquo
Ternyata saat ini Yoga dan Gita belum berpisah. Mereka sedang duduk di cafe karena Yoga mengajak Gita untuk berbincang.Awalnya Gita menolak saat diajak oleh Yoga. Namun karena pria itu memohon, akhirnya Gita pun setuju.Saat ini kondisi hati Yoga sedang tidak baik-baik saja. Ia patah hati karena gadis pujaannya yang selama ini ia idamkan telah menjadi milik pria lain. Sehingga Yoga butuh teman curhat untuk mendengar keluh kesahnya.Selama ini Yoga hanya fokus dengan Ayas. Sehingga ia tidak memiliki teman lain untuk dijadikan tempat curhat.“Aku tahu kekuasaanku memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Tuan Tira. Tapi apa yang aku miliki ini tidakkah cukup untuk membahagiakan Vivi?” tanya Yoga.“Maaf Mas, meskipun aku teman Ayas, bukan berarti aku ingin membelanya. Tapi menurutku bukan itu masalahnya,” jawab Gita. Ia berusaha
“Permisi, Tuan. Di luar ada tamu,” ucap asisten rumah tangga.Tira langsung megerutkan keningnya. Ia merasa tidak seharusnya ada tamu yang datang. Sebab, rumah itu baru saja ia tempati dan belum ada klien-nya yang tahu.“Siapa?” tanya Tira.Belum sempat asisten Tira menjawab, tiba-tiba Helen muncul sambil bertepuk tangan.Prok! Prok! Prok!“Luar biasa … Tuan Tira yang terhormat. Kamu hebat sekali, ya? Masih punya tunangan, tapi menikahi wanita lain,” ucap Helen.Wajah Tira langsung mengeras. Ia sangat emosi karena Helen begitu berani padanya.‘Sial! Aku lupa memberi tahu mereka,’ batin Tira. Ia terlalu sibuk memikirkan pernikahannya. Sehingga Tira melupakan Helen. Beruntung Helen tidak datang ketika akad. Jika tidak, bisa-bisa wanita itu merusak acara pernikahan mereka.
“Aku benci kamu!” ucap Ayas saat mereka sudah masuk ke kamar.Tira menyeringai. “Yakin kamu benci suamimu sendiri? Kasihan sekali aku. Istriku lebih percaya orang lain dari pada suaminya sendiri,” ucap Tira sambil berjalan ke arah lemari.“Kamu tuh kenapa sih seneng banget mainin perasaan aku?” keluh Ayas sambil membuntuti Tira.“Siapa yang mainin perasaan kamu? Selama ini aku tidak pernah main-main,” sahut Tira.“Tapi kenapa dia bicara seperti itu? Aku kan jadi takut. Aku tuh khwatir karena proses kita sangat singkat, bahkan sekarang kita sudah menikah. Padahal baru bertemu kembali beberapa hari,” ujar Ayas.Tira langsung menoleh ke arah Ayas saat mendengar wanita itu mengatakan bahwa pertemuan mereka cukup singkat.“Singkat kamu bilang? Aku nunggu kamu bertahun-tahun, berusaha mencari kamu ke
Ayas terdiam. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Tira. Sebab dirinya sudah nyaman tinggal di Solo dan ia tidak ingin tinggal dekat dengan keluarga Tira.“Kok diam? Kenapa? Kamu keberatan?” tanya Tira.“Tidak bisakah kita tinggal di sini saja? Aku belum siap untuk kembali ke Jakarta,” pinta Ayas.Kini giliran Tira yang terdiam. Kantor pusat perusahaannya ada di Jakarta, sulit baginya untuk stay di Solo.“Sayang, kamu kan tahu perusahaanku ada di Jakarta?” tanya Tira, lemas.“Iya aku tahu. Kan bisa aku dan Vano tetap tinggal di sini, dan kamu di Jakarta. Nanti kalau kamu ada waktu luang, atau weekend, bisa datang ke sini,” jawab Ayas.Ia lebih memilih hubungan jarak jauh dari pada harus sering bertemu dengan keluarga besar Tira yang sudah pasti akan merendahkannya.“Kenapa harus seper
Gita terkejut saat mendengar permintaan mamahYoga.Ia tidak berniat untuk serius sehingga Gita tidak ingin jika sampai Mama Yoga menghubungi orang tuanya.Gita menoleh ke arah Yoga,berharap Yoga akan membantunya. Yoga yang paham pun bicara pada mamanya.“Lebih baik jangan dulu.Nanti kita langsung kenalan sama orang tua Gita aja.Soalnya aku juga kan belum sempet ketemuan sama mereka.Khawatir mereka kaget Kalau Mamahtiba-tiba telepon.Bagaimanapun lebih baik Gita dulu yang menyampaikan hal ini kepada orang tuanya,”jelas Yoga.Gita sedikit lega karena Yoga mampu mengalihkan permintaanmamanya.“Oke,kalau begitu berarti kapan kita bisa ketemuan sama orang tua Gita?”tanya mamahYoga.Gita semakin tercekat.Ia tak menyangka ternyata mama Yoga justru ingin menemui orangtuanya.&nb