Beberapa saat kemudian, Tira sudah tiba di sebuah restoran. Sebelumnya ia sudah membuat janji dengan orang tua Helen.
“Selamat siang, Om. Apa kabar?” sapa Tira, saat tiba di restoran.
Orang tua Helen datang lebih dulu karena mereka sangat antusias ketika Tira mengajak mereka bertemu. Sebab, sejak anak mereka bertunangan dengan Tira, pria itu tidak pernah menemui mereka secara khusus seperti ini.
Saat Tira datang bersama Vano, mereka sempat bingung dan bertanya-tanya. Namun mereka tidak ingin berprasangka dan berharap bahwa itu hanya keponakan Tira.
Setelah Tira dan Vano duduk, mereka pun mulai basa-basi untuk mencairkan suasana. Sebab, meski Tira adalah calon menantu mereka, tetapi justru merekalah yang nervous saat menemui pengusaha paling kaya itu.
“Oke, aku tidak punya banyak waktu, kita langsung saja,” ucap Tira.
Mereka berdua pun
Mamah Ayas langsung memberi kode pada Tira untuk tidak memberi tahu bahwa saat ini ia sedang berada di depan Tira. “Orang tuamu lagi gak ada di rumah, Sayang,” jawab Tira, lesu. Saat itu Vano sedang asik merakit Lego yang dibelikan oleh opa-nya sebelum berangkat ke bandara tadi. Baru bertemu dengan cucunya setelah sekian lama, papah Ayas pun ingin menyenangkannya dengan membelikan mainan. Sehingga Tira tidak perlu khawatir Vano membongkar kebohongannya. Wajah Ayas pun langsung lesu. Padahal ia berharap Tira dapat membawa orang tuanya ke Solo. Namun ternyata saat ini Tira sudah berada di pesawat dan orang tuanya tidak ada di sana. “Maaf, ya. Lain kali aku pasti akan berusaha untuk menemui mereka lagi,” ucap Tira dengan tampang memelas. “Kamu gak coba nunggu?” tanya Ayas. Ia berharap Tira mau menunggu, barang kali orang tuanya akan pulang ke rumah b
“Iya, Sayang. Maaf, ya. Tadi aku sudah berbohong,” jawab Tira. Ia tahu bahwa Ayas sedang terkejut melihat orang tuanya ada di sana.“Terima kasih, Pi,” ucap Ayas. Ia sudah tidak dapat membendung air matanya lagi. Ayas pun langsung memeluk Tira sebagai tanda terima kasih.Lama tidak bertemu orang tuanya dan terakhir kali mereka bertemu, ia diusir oleh orang tuanya. Sehingga Ayas sedikit canggung dan tidak berani menghampiri mereka lebih dulu.“Jika bukan karena kamu, mungkin sampai saat ini aku tidak akan bertemu dengan orangtuaku, Pi. Huhuhu,” lirih Ayas. Tangisannya terdengar begitu menyayat hati.Mamah dan papah Ayas pun ikut terharu. Kemudian mamah Ayas menghampiri anaknya.“Kamu ke mana saja, Yas. Selama ini mamah mencari kamu,” ucapnya.Ayas melepaskan pelukannya, kemudian ia menoleh ke arah mamahnya. &ldqu
Papah dan Mamah Ayas tidak tega melihat anaknya seperti itu. Namun, mereka ingin melihat sedikit usaha dari Tira.“Maaf ya, Sayang. Bukan kami ingin menyusahkan kamu. Tapi ini semua demi kebaikanmu,” ucap papah Ayas.Tira dan Ayas pun langsung lemas.“Begini saja. Jika kalian ingin menikah besok, papah akan mengizinkan apabila orang tua Nak Tira hadir. Namun, jika mereka tidak bisa hadir, papah tidak mengizinkan kalian untuk menikah,” tantang papah Ayas.Tira menelan saliva. Jika hanya mamahnya, mungkin Tira masih bisa memaksa. Namun, ia tidak yakin papahnya bisa hadir. Sebab, saat ini saja papah Tira sedang tidak ada di Solo.“Begini, Pak. Mamah saya mungkin bisa hadir, tapi saat ini papah saya sedang di luar negeri. Bagaimana jika saya mengundang beliau untuk menyaksikan pernikahan kami secara daring?” tanya Tira.Papah d
Sisca terperanjat saat diancam seperti itu oleh anaknya. “Kamu berani mengancam mamah, Tir?” tanyanya. Ia sangat kesal karena Tira begitu berani mengancamnya.“Kenapa tidak? Mamah tahu kan aku bukan orang yang suka memohon? Jadi pilihannya hanya ada dua. Datang ke pernikahan aku atau aku akan mengatakan pada papah bahwa mamah telah ditipu menghilangkan uang sebanyak 30M. Aku yakin papah pasti akan marah,” jawab Tira.Kala itu Sisca pernah datang menemui Tira untuk meminta bantuan. Sebab, ia tertipu oleh temannya sendiri. Awalnya Sisca mengikuti investasi yang dijanjikan oleh temannya akan mendapat keuntungan besar. Namun sayang, ternyata uang itu justru dibawa kabur.Akhirnya, Sisca yang takut suaminya marah itu pun meminta bantuan anaknya. Ia tidak nyangka, hal itu justru dijadikan senjata oleh Tira.“Jadi kamu gak ikhlas nolongin mamah, Tir?” tanya Sisca, kesal.
Berulang kali Tira menghubungi Panji. Namun teleponnya masih belum dijawab juga.“Ke mana sih mereka, nih?” gumamnya, kesal.Panji sengaja tidak menjawab panggilan Tira. Baginya, lebih baik dimarahi karena terlambat dari pada dimarahi karena kecelakaan. Membawa Ayas sudah seperti mempertaruhkan nyawanya. Sebab, jika sampai terjadi sesuatu terhadap Ayas dan Vano, Tira pasti akan marah besar.Beberapa saat kemudian, mereka pun sudah sampai di rumah Tira.“Akhirnya mereka datang juga,” gumam Tira. Hatinya sangat lega karena Ayas dan Vano sudah tiba di sana. Ia langsung menghampiri mobil yang ditumpangi Ayas dan membukakan pintunya.“Silakan!” ucapnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangan.Vano turun lebih dulu, kemudian disusul dengan Ayas yang terlihat begitu cantik dan anggun.“Kamu sangat cantik
“Pak, tolong jangan seperti ini!” ucap Tira sambil membuntuti papah Ayas.“Sudahlah … saya sudah memberi kesempatan padamu untuk membuktikan kesungguhanmu. Tapi mana buktinya? Dengan ketidak hadiran orang tua kamu, itu artinya kamu tidak serius. Kenapa saya bicara seperti itu? Sebab, saya sudah sangat paham bagaimana sikap orang-orang seperti kalian,” ucap papah Ayas.“Meski menikah secara negara, tetapi status anak saya tidak akan kuat karena keluarga kamu tak menyetujuinya. Saya tidak ingin jika nantinya dia diperlakukan selayaknya istri simpanan dan kamu tetap menikah dengan wanita pilihan orang tuamu karena alasan bisnin!” skak papah Ayas.Ia sudah hafal betul bagaimana kelakuan keluarga orang kaya jika sudah tidak menyetujui pernikahan anaknya. Ia tidak ingin Ayas hidup menderita karena menikah pun tidak dihadiri oleh orang tua Tira. Apalagi jika sudah berumah tangga nanti.
“Saya tidak pernah menyuruh anak Ibu untuk melakukan hal itu. Sejak awal saya sudah mengatakan bahwa saya tidak akan mengizinkan Laras menikah jika tidak ada persetujuan dari orang tuanya,” ucap papah Ayas.Sejak tadi ia sudah risih karena tatapan mamah Tira yang seolah merendahkannya. Sehingga ia menjelaskan agar pikiran wanita itu bisa terbuka.Mamah Tira sama sekali tak mengindahkan ucapan papah Ayas. Ia malah berbicara dengan anaknya, seolah orang tua Ayas tidak ada di sana.“Sudahlah, Tir! Mamah harap kamu bisa membatalkan pernikahan ini. Pernikahan macam apa yang dilakukan tergesa-gesa, dan hanya karena sudah ada seorang anak? Lagi pula kamu tidak sepenuhnya berdosa. Toh, waktu itu kamu sudah ingin bertanggung jawab, kan? Tapi wanita ini saja yang sok jual mahal,” cibir mamah Tira.Orang tua Ayas pun terkesiap. Mereka merasa harga diri mereka direndahkan. “Oh, bagu
“Uncle!” ucap Vano.Papah Ayas ingat siapa pria yang dimaksud ‘uncel’ oleh Vano.“Ayo, Yas!” ajak papah Ayas.“Tapi, Pah!” sahut Ayas. Ia masih belum rela meninggalkan tempat itu.“MASUK!” bentak papah Ayas.Akhirnya Ayas pun terpaksa masuk ke mobil Yoga.Tira terbelalak saat melihat mereka naik ke mobil Yoga. Ia pun berlari secepat mungkin dan menghampiri salah seorang pengawalnya yang berdiri di dekat pintu gerbang.Ayas sempat bingung mengapa Tira tidak mencegahnya. Namun, kemudian ia terkejut karena tira langsung merampas senjata api milik pengawalnya dan mengarahkan ke kepalanya sendiri.“Sampai kalian pergi dari sini, aku mati!” ancam Tira. Ia sudah tidak tahu harus berbuat apa. Dengan begitu, Tira yakin Ayas dan mamahnya tidak mungkin membi