Jessica menatap wajah Albert tak percaya, apakah Albert sudah mabuk sekarang? Pikir Jessica.
'Tentu saja sudah mabuk bodoh! Dia sudah menghabiskan 2 botol wine!' batin Jessica melihat Albert sudah mulai melantur dan tidak jelas.
Albert bangkit dan kembali memeluk Jessica dengan erat hingga Jessica sedikit kesulitan bernafas, Jessica mencoba melepaskan pelukannya Albert.
"Ihhh lepasinn! Aku mau pulang!" rengek Jessica sambil terus meronta-ronta mencoba melepaskan pelukan Albert.
"Kamu cantik sekali Jessica, tidur disini saja untuk malam ini," pinta Albert yang sudah tak sadarkan diri karena alkohol itu.
"Gila kamu! Cepat lepaskan! Sakit tahu, aku sulit bernafas bodoh!" Jessica mulai geram kepada Albert, dia memukul-mukul bahu Albert dengan keras supaya laki-laki itu melepaskan pelukannya.
Pelukannya mulai merenggang, Albert menatap Jessica lalu melumat bibir gadis itu dengan kasar. Tangannya membelai lembut rambut dan tubuh Jessica dengan lembut, lalu memegang pinggang Jessica menariknya lebih intens mendekap gadis itu agar tubuhnya tidak meronta-ronta.
Jessica mulai kehabisan nafas karena dari tadi Albert terus melumati bibirnya, tubuhnya kesulitan bergerak, gadis itu menangis karena perlakukan seperti itu seperti sedang dilecehkan. Jessica terus berontak karena ketakutan.
Tubuh Jessica semakin lemas akibat terus meronta-ronta agar dilepaskan, sedangkan Albert masih terus menciumi bibir Jessica dan melumatnya dengan kasar. Hingga Jessica mencoba menendang selangkangan Albert sampai Albert melepaskan pelukan dan ciuman Jessica.
"Sshhh sakit sekali.." ucap Albert meringis kesakitan sambil memegangi bagian yang tertendang Jessica.
"Dasar laki-laki bajingan! Brengsek!" maki Jessica dengan nada penuh emosi dan ketakutan, Jessica segera berlari keluar meninggalkan apartemen Albert.
Jessica terus berlari keluar gedung apartemen itu, mencari taxi untuk segera pulang. Jessica menangis karena masih ketakutan melihat sikap Albert barusan yang mulai hilang kendali
Jessica mencoba menghentikan tangisannya, ia menahan air matanya dan masuk ke dalam taxi untuk pulang. Ketika di perjalanan pulang Jessica baru menyadari kalau ponselnya tertinggal di kamar Albert, dia bingung harus balik lagi masuk ke kandang singa atau mengiklaskan ponselnya itu. Tapi mau bagaimana lagi dia mana sempat mencari ponselnya terlebih dahulu dalam keadaan genting seperti tadi, nyawa dan dirinya lebih berharga daripada ponsel itu pikir Jessica dalam hati.
..
Hari sudah pagi Albert terbangun di kasurnya yang cukup berantakan karena kejadian semalam, dia memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing, mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke kamarnya.
"Ahh kenapa ini berantakan sekali," ucap Albert, dia segera merapihkan tempat tidurnya menata selimut dan bantalnya yang berserakan tak karuan. Albert melihat sebuah ponsel di samping tempat tidurnya dan menatap bingung.
"Milik siapa ini? Ko ada disini," ujar Albert kebingungan.
Albert mencoba mengingat kejadian semalam, bukankah ia bersama Jessica kemarin? Kemana gadis itu sekarang pikirnya.
"Oh ini ponsel Jessica, kenapa bisa tertinggal disini ya?" ucap Albert, dia masih belum menyadari tentang kejadian semalam.
Setelah merapihkan tempat tidurnya Albert kaget melihat botol wine yang berdiri diatas laci kamarnya, dia mulai mengingat tentang kejadian semalam. Matanya membelak dia menepuk kepalanya.
"Astaga..! Apa semalam aku mabuk? Apa jangan-jangan Jessica... Ah bodoh mengapa bisa aku mabuk sampai tak sadar diri!" Albert merutuki dirinya sendiri dan terus menepuk kepalanya, dia sudah menduga apa yang terjadi semalam sehingga Jessica meninggalkan ponselnya itu.
Albert segera bergegas mandi dan pergi ke apartemennya Jessica sebelum gadis itu berangkat kerja.
"Apa yang terjadi semalam.. Bodoh kenapa bisa aku mabuk, semoga tidak terjadi apa-apa kepada Jessica," gumam Albert khawatir.
Mobilnya sudah sampai di parkiran apartemen Jessica, Albert segera berlari menuju lift. Dia menekan Bell apartemen Jessica berkali-kali berharap gadis itu mau segera membukakan pintu dan tidak marah padanya.
"Jess.. Tolong bukakan pintunya Jess.."
Tak lama pintunya terbuka, Albert segera masuk dan menatap Jessica yang sedang melipatkan lengan di dadanya.
"Dasar manusia cabul! Mau apa kamu kesini hah!" ucap Jessica sinis.
"Jess saya mau mengembalikan ponselmu yang tertinggal di kamar saya, dan saya tidak bermaksud untuk ngapa-ngapain kamu Jess. Semalam saya tidak sadar.." jelas Albert kepada Jessica, bagai manapun juga Albert memang tidak sengaja atau berniat untuk berbuat seperti itu.
"Jess saya janji, kalau saya apa-apain kamu, kamu boleh pukul saya sekeras kerasnya."
Jessica menatap Albert dengan tatapan tajam, dia tidak mau percaya begitu saja kepada Albert. Bagaimanapun juga Jessica tidak mengenal Albert.
"Haduhh udah deh, kamu lebih baik pergi dan jangan pernah muncul lagi, Dasar mesum!" Jessica mendorong tubuh Albert agar cepat keluar, dia sudah sangat muak melihat laki-laki ini.
Albert sudah pasrah, dirinya merasa kalau memang keterlaluan terhadap Jessica. Wajar saja gadis ini membencinya sekarang, Albert berjalan menuju parkiran dia segera pergi dari apartemen Jessica dan merutuki kebodohan dirinya sepanjang jalan.
Keadaan jessica sebenarnya masih shock atas kejadian semalam, tapi sayangnya hari ini dia harus berangkat bekerja dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa agar tidak mengganggu konsentrasinya.
Jessica sudah sampai di kantornya, dia terlihat baik-baik saja ketika dia mengobrol dengan teman-temannya berharap segera melupakan kejadian semalam yang hampir saja di apa-apakan Albert.
Seorang laki-laki mendekati Jessica yang sedang mengobrol dengan temannya, memegang pundak Jessica dari belakang yang membuat Jessica kaget dan melihat kearahnya.
"Hai, maaf menganggu, boleh saya bergabung disini?" tanya laki-laki itu dengan ramah, sedangkan Jessica menatap laki-laki itu dengan malas.
"Kalau sudah tahu masih mengganggu kenapa masih disini," jawab Jessica ketus, sedangkan teman jessica hanya melotot melihat tingkah Jessica yang tidak sopan terhadap atasannya, laki-laki itu adalah Hansen.
"Jess, dia itu manager disini loh," bisik temannya Jessica, dia khawatir kepada Jessica akan mendapatkan masalah karena bersikap tidak sopan terhadap atasannya.
"A...Maaf pak Hansen teman saya bersikap kurang sopan terhadap Jessica bapak," ucap teman Jessica gugup dan canggung, berharap Hansen tidak sakit hati atas perkataan Jessica barusan.
Hansen masih tersenyum ramah, dia sangat memaklumi sifat Jessica.
"Santai saja, saya kemari hanya lewat kok. Kalau begitu saya pergi dulu ya," pamit Hansen segera meninggalkan Jessica karena merasa tidak enak, dia datang bukan di moment yang pas.
Memperhatikan Jessica dari jauh mungkin lebih baik sekarang karena Jessica sangat risih ketika melihat Hansen.
Sedangkan Jessica yang sedang kesal karena Albert sekarang makin kesal melihat Hansen, memang laki-laki itu sangat menyebalkan selalu bertindak sesuka hatinya tanpa memikirkan perasaan orang lain, batin Jessica kesal.
Jessica sekarang tak ingin dekat dengan siapapun apalagi mantan kekasihnya, bahkan teman kantornya yang berusaha mendekatinya dia selalu menghindar. Memang sangat repot sekali jika aku memang sangat cantik pikir Jessica.
Gadis itu berpikir kalau untuk saat ini hidup sendiri itu sangatlah menyenangkan seperti tidak memiliki beban hidup, daripada memili pacar tapi selalu menjadi beban pikiran saja seperti hal yang terjadi kemarin. Menurut Jessica jatuh cinta itu membuat orang termasuk dirinya menjadi lebih bodoh dan sangat lemah.
....
Aku sedang berdiri di atas balkon apartemenku sambil memegang sebuah botol minuman yang tadi aku beli di supermarket, aku berdiri melamun memikirkan sesuatu yang aneh dalam diriku. Aku tak mengerti apakah aku merasa kosong karena aku baru berpisah dengan Adisty, atau aku merasa kosong karena Jessica marah dan tidak mau bertemu lagi denganku.. Tunggu! Mengapa aku memikirkan Jessica astaga.. Aku tidak mengerti mengapa gadis itu selalu melintas di pikiranku, apakah aku merasa kehilangan Jessica? Aku benar benar sudah gila sekarang, mana mungkin aku menyukai Jessica. Aku menatap layar ponselku, mencoba mencari Jessica di sosial media tapi aku tidak menemukan akun sosial medianya. Aku tidak ingin Jessica salah paham kepadaku tentang kejadian malam kemarin, apa aku telah melecehkannya sehingga dia sekarang sangat marah padaku? Astaga bodoh sekali kamu Albert malah mabuk saat bersama Jessica! Aku mengutuk diriku sendiri. Perasaanku sangat tak karuan, apa aku c
Albert memeluk Jessica yang masih menangis, mengusap-ngusap rambut Jessica berharap agar gadis itu segera tenang. Bibir Albert sedikit tersenyum melihat tingkah Jessica yang terkadang seperti anak kecil seperti sekarang ini, Jessica memang sangat menarik dimata Albert, rasanya Jessica berbeda dengan gadis-gadis di luar sana batinnya Albert. Perlahan Jessica menghentikan tangisnya, dia sudah merasa aman sekarang bersama Albert laki-laki yang baru saja menolongnya itu, Jessica mengusap pipinya yang basah dan melepaskan diri dari pelukannya Albert, gadis itu menatap Albert dengan canggung lalu memalingkan wajahnya menghindari tatapan Albert. "Kenapa kamu sendirian tadi, kenapa kamu gak telfon saya buat minta jemput?" Albert menatap Jessica khawatir. "Aku bisa pulang sendiri," jawab Jessica pelan tapi suaranya masih terdengar Albert. "Mulai besok saya jemput kamu," kata Albert dengan datar, lalu dia melajukan mobilnya menuju apartemen Jessica
Jessica menenggelamkan wajahnya kedalam pelukan Albert karena kaget melihat hantu tadi, Albert memeluk Jessica dan mengusap punggungnya agar sedikit lebih tenang. "Kita ganti film ya?" tanya Albert kepada Jessica, jessica hanya mengangguk, sedangkan Albert langsung menghidupkan kembali televisinya dan mengganti filmnya. "Besok kita jalan-jalan keliling vila ini, di belakang ada kolam renang dan ada sungai yang cukup bagus, kamu mau lihat besok?" tanya Albert lagi, dan Jessica mengangguk tanda setuju. Mereka berdua kembali menonton film dan kali ini mereka menonton film genre romance, mata Jessica sangat fokus menonton sampai dia tak sadar kalau sedari tadi dirinya masih dalam pelukan Albert, sedangkan Albert masih setia memeluk Jessica. Malam semakin larut mereka berdua terbawa suasana film itu, Jessica asik menyender dan mengusap dada bidang milik Albert dan kakinya berada diatas paha Albert, sedangkan perasaan Albert sudah mulai tidak karuan. Berkali-kali d
Albert menatap wajah Jessica dengan penuh gairah, dirinya sudah tak tahan untuk segera memasukan miliknya kedalam tubuh Jessica. Ia mulai memasukan salah satu jemarinya di bawah sana, merangsang Jessica dengan sentuhannya. "Aahhhh sakitt, pelan-pelan," rintih Jessica kesakitan saat jemarinya Albert mulai bergerak keluar masuk di dalam miliknya, sedangkan Albert sangat menikmati ekspresi wajah Jessica yang mulai terangsang. "Shhhh Jessica aku tak tahan lagii.." Albert mulai mengerang, wajahnya terlihat sudah tidak sabar untuk segera menerobos milik Jessica, kini Albert mulai memasukan kejantanannya kedalam tubuh Jessica dalam sekali hentakan, dan segera menggerakkan miliknya itu secara perlahan. "Ahhh sakit, pelan-pelan," ringis Jessica, tak tahan menahan perih dan sakit di bawah sana, Jessica meremas bahu Albert. "Ahh Jessica kau nikmat sekali.." Albert memejamkan matanya merasakan miliknya Jessica berdenyut menyambut kedatangan Albert junior, d
Mentari pagi bersinar begitu terang dan hangat pagi ini, menggantikan malam yang gelap dan dingin. Albert terbangun dan melihat Jessica yang masih tertidur pulas di dalam pelukannya, wajahnya yang cantik terlihat begitu tenang ketika dia tertidur rupanya. Albert menarik selimut agar menutupi bahu Jessica dan memeluknya.Mendekap erat Jessica yang masih tertidur pulas, Albert mencium kening Jessica. Bibirnya tersenyum melihat gadis itu, gadis yang bersamanya semalam, yang membuat dirinya hilang kendali.Jessica perlahan membuka matanya, gadis itu terbangun dari tidurnya. Didekap erat oleh Albert, Jessica menatap wajah Albert yang tersenyum melihatnya terbangun."Good morning my girl," ucap Albert dengan lembut kepada Jessica. Menyadari tubuhnya tak berpakaian Jessica segera menaikan selimutnya."Ihhhhh kamu ngapain tidur disini! Terus, kenapa aku ga pakai baju? Kamu abis ngintip ya!"Jessica mengomel, sebenarnya dia tahu apa yang sudah terjadi. Namu
Setiba di vila Albert segera bergegas mandi, sedangkan aku merebahkan tubuhku diatas kasur empuk. Menatap langit-langit kamarku, hari ini rasanya cukup melelahkan tapi menyenangkan, bibirku tersenyum.Ponselku berdering, terdapat panggilan masuk dari Hansen. Aku menatap sebal dan kembali menyimpan ponselku, membiarkannya hingga berhenti berdering. Namun ponselku kembali berdering lagi."Ada apa?""Kamu dimana sekarang? Aku dari kemarin ke apartemenmu tapi kamu tidak ada disini. Dan kenapa ponselmu dari kemarin tidak aktif?" tanya Hansen kepadaku dengan nada khawatir."Sedang berlibur, ponselku habis baterai, memangnya kenapa?" aku bertanya balik."Tentu saja aku khawatir bodoh! Bagaimana jika kamu diculik. Kamu dimana? Aku jemput sekarang," ucapnya."Cih, sejak kapan kamu perduli padaku! Tidak usah, besok siang aku pulang." Aku segera mematikan telfonnya. Rasanya sedikit mual mendengar perkataan Hansen yang seolah mengkhawatirkan dirik
Setelah kepergian Albert beberapa saat yang lalu, pipi Jessica terus memerah karena menahan malu mengingat perkataan darinya beberapa saat lalu. Laki-laki itu memang selalu bisa memberikan kenyamanan pada hatinya, walaupun disusul oleh sifat menyebalkannya yang tak pernah berubah. "Apakah aku sudah benar-benar bisa menerima Albert sepenuhnya?" batin Jessica ragu-ragu, namun secepat itu pula ia segera menepisnya. "Aku harus bisa menerimanya, karena Albert sudah sangat baik kepadaku dan perlahan menyembuhkan lukaku terhadap cinta yang berhasil membuatku sempat trauma." Jessica merebahkan tubuhnya di kasur empuknya sambil tak henti-hentinya tersenyum, seharusnya hari ini menjadi hari yang buruk karena ia kembali melihat seseorang dari masa lalunya yang kehadirannya sangat tak diinginkan itu. Ia menatap ponselnya lalu mencari nama Albert disana, hatinya berkata ingin sekali lagi mendengar suara laki-laki yang kini menjadi kekasihnya, n
Aku membuka ponselku dan menemukan beberapa pesan serta panggilan tak terjawab dari Jessica yang sempat kuabaikan tadi. Tunggu sebentar, tadi kubilang apa? aku mengabaikan Jessica? Aku menepuk dahiku sambil mengumpati kebodohanku sendiri, bagaimana bisa aku lebih memikirkan wanita lain ketika posisiku sekarang merupakan kekasih seorang wanita yang nyaris sempurna seperti Jessica! Tidak. Ini tidak boleh dibiarkan, kau harus sadar Albert! Dengan cepat aku segera menghubungi ponsel Jessica, bermaksud untuk mengabarinya bahwa aku baik-baik saja. Namun sepertinya keberuntungan tak berpihak kepadaku, karena sekarang panggilanku tak dapat tersambung oleh Jessica karena ponselnya sudah tak lagi aktif. “Sepertinya aku harus menemuinya untuk menebus semua kesalahanku.” ______ Jessica menghembuskan nafasnya lega karena baru saja selesai merapihkan seluruh pakaiannya maupun kamar tidurnya itu. Ia tersenyum lebar
Hangat sinar mentari pagi mengisi seluruh ruang tidur Adisty, terdapat lengan Albert yang tengah memeluk erat tubuh Adisty, mereka masih tertidur pulas. Dering ponsel Albert terdengar sangat nyaring, waktu menunjukkan pukul 07.15.Albert segera terbangun untuk mematikan alarm dan segera melepaskan pelukannya, matanya menatap wajah Adisty yang masih tertidur. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan, pikirnya."Mau bagaimanapun, ternyata aku masih menyimpan perasaan ini untukmu, Adisty." gumam Albert.Sebelum Albert pulang, ia sempat membuatkan sarapan untuk Adisty yang sudah menjadi kebiasaanya bersama gadis itu yang tak lupa meninggalkan secarik kertas bertuliskan, ' Jangan lupa sarapan wanita cantikku' yang membuat Adisty selalu tersenyum setelah membacanya.Sesampainya di rumah ponsel Albert berdering, Hansen menelponnya."Kamu dimana?" tanya Hansen."Di rumah, kenapa?" Albert bertanya balik."Di rumah siapa? Saya semalam ke rumah kamu, bahkan tadi saya ke rumah kamu tapi kamu tidak
"Ada siapa disana, Hansen?" teriak Jessica dari kamarnya. 'kenapa lama sekali,' batin Jessica."Bukan siapa-siapa!" Jawab Hansen."Jessica! Aku mau bicara! Tolong keluar, Aku mau menjelaskan sesuatu kepadamu!" teriak Albert. Hansen merasa kesal dengan sepupunya itu, apa Albert masih tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan padanya."Minggir! Aku mau bertemu Jessica!" "Aku tak mengijinkannya!" tegas Hansen."Kau pikir kau siapa menghalangiku! cepat menyingkir lah selagi aku masih berbaik hati padamu, Hansen!"ucap Albert yang sedang mencoba masuk, namun sialnya Hansen tetap menahan dirinya.Albert melayangkan tinju kepada wajah Hansen, dia sangat kesal sekarang dengan tingkah sepupunya itu."Hansen!" teriak Jessica melihat Hansen tersungkur lemas. "Apa yang kamu lakukan, Albert!"Je-Jessica? Aku tak sengaja memukul Hansen, dia menghalangiku terus" ujar Albert.Sedangkan Jessica segera mebantu Hansen berdiri, "Apa yang kamu lakukan disini!" teriak Jessica kesal melihat Albert."Ak
"Siapa perempuan itu?" tanya Jessica."Perempuan yang mana?" Jawab Hansen bingung.Jessica memutar pandangannya melihat mobil yang sangat dia kenal, dalam hatinya terus bertanya siapa perempuan yang bersama Albert itu. sementara Hansen kebingungan dengan sikap Jessica."Kamu lihat siapa?" Mendengar perkataan Hansen, Ia segera mengalihkan pandangannya, "Ah, sepertinya aku salah lihat, Hansen."'Aku harus segera menanyakan ini kenapa Albert' batin Jessica.Albert tidak mempunyai adik perempuan, dia juga tidak mengatakan apapun hari ini. Jadi wajar saja jika Jessica merasa bingung."Kamu sedang memikirkan apa, Jessica?" Hansen menyadari kalau gadis itu sedang memikirkan sesuatu, siapa perempuan yang dia maksud, pikir Hansen."Nanti aku ceritakan."_________________"Kenapa dia tidak menghubungiku" Jessica menatap layar ponsel penuh harap, berharap Albert mengirim pesan untuknya siang ini. Namun sayangnya tak ada kabar apapun dari lelaki itu, membuat Jessica semakin gelisah."Baiklah, d
Albert kini sudah berada di dalam mobil hitam miliknya, ia sengaja memilih waktu saat jam kerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi.Ia memakai kemeja berwarna coklat muda dipadukan dengan celana jeans yang terlihat senada namun sedikit lebih gelap yang membuat kulit putihnya terpancar lebih cerah dari biasanya.Sebuah pesan singkat dari Adisty. 'Aku sudah melihat mobilmu, tunggu sebentar.'Albert melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Adisty yang sudah membuat janji dengannya di depan sebuah minimarket. Namun matanya tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan Adisty, di mana dia?Laki-laki itu mendesis kedinginan setelah merasa pipi sebelah kirinya mengenai sesuatu yang terasa menusuk kulitnya.“Halo, kau sudah lama menunggu?”Ternyata itu Adisty.Ia menyodorkan Abert sebuah minuman dingin di tangan sebelah kanannya, “Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah ma
'Halo, si cantik yang ‘lumayan’ pintar berbohong! Karena besok adalah hari terakhir kita masuk kerja, bagaimana kalau nanti biar kujemput kau di tempat biasa?' sebuah pesan singkat dari Hansen.Jessica mengerjapkan matanya berkali-kali, sebuah pesan dari ponselnya membuatnya kembali teringat dengan perkataan sahabatnya tadi pagi.“Pasti Ivy hanya sedang membuatku geer, lihat saja, ia begitu mudah menggoda seorang perempuan seperti ini!”Belum sempat jemarinya membalas, terdengar sebuah bunyi pesan masuk dari pemilik nama yang sama.'Tidak ada jawaban berarti setuju, bukan? oke, anggap saja begitu. Aku menunggumu pukul delapan di halte bus, tolong jangan terlambat apalagi mengatakan bahwa kau sudah hampir sampai di kantor, ya!'Jessica mengela nafasnya, bagaimana bisa seorang Hansen yang dulu terlampau cuek kepadanya mendadak berubah menjadi sangat posesif seperti ini?Jessica mengerti, bahwa berurusan dengan Hansen ki
Jessica mengaduk-aduk jus alpukat miliknya, masih memikirkan perkataan Ivy beberapa jam lalu yang sempat membuatnya hampir tidak percaya. Namun, melihat ekspresi Ivy yang terlihat sangat serius dan tidak berniat untuk berbohong itu terlihat menguatkan seluruh kenyataannya. “Ada apa, Jessica?” tanya Albert yang sedari tadi memperhatikan Jessica seperti orang yang sedang banyak pikiran. Jessica menggeleng cepat, “Ti-tidak, aku tidak apa-apa.” “Tetapi kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.” ucapnya mengutarakan apa yang ia rasakan. “Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Lagi-lagi Jessica menggeleng, “Tidak, Albert. Aku hanya... sedikit pusing karena kerjaan di kantor yang cukup menumpuk.” elaknya. “Sungguh? aku tidak percaya bahwa masih ada kantor yang memberi pekerjaan sama banyaknya pada hari sabtu, kurasa sebaiknya kau pindah dari sana,” saran Albert, tidak ingin membuat kekasihnya itu kelelahan apalagi sampai sakit.
Jessica menoleh dan mendapati seseorang yang sangat dikenalinya, “Astaga, Ivy! Kau hampir membuat jantungku lepas!”Wanita cantik berambut cokelat terang dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Jessica itu tertawa puas, “Kaget karena ada yang mengetahui isi hatimu?” sarkasnya.“Sepertinya obat dari dokter tidak cukup membuatmu manjadi lebih waras,” balas Jessica malas, ia memutuskan untuk segera kembali di tempatnya.Ivy merupakan satu-satunya teman perempuan Jessica di kantor ini, karena Jessica sendiri tidak begitu ingin banyak berbasa-basi dan mengenal lebih jauh para kaum sebangsanya yang terkenal begitu heboh dan cukup glamour di sini.Syukurlah ternyata masih ada satu perempuan waras yang sepemikiran dengan Jessica, sehingga di sinilah keduanya berada.Mereka memang tak begitu lama saling mengenal, namun mengingat keduanya mempunyai beberapa kesamaan membuat Jessica maupun Ivy ternyata jauh lebih
Dapat kulihat kini perempuan itu tengah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan was-was, tampaknya ia terkejut setelah membaca pesan dariku. Aku tertawa kecil melihat perubahan ekspresi pada wajahnya, Jessica memang bukanlah seseorang yang pandai berbohong. Pesan dariku hanya berhenti sampai tanda dibaca, aku segera melepaskan sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil untuk menghampiri Jessica. “Di mana sebuah kantor yang kau maksud?” sindirku halus yang berhasil membuatnya menoleh dengan raut tak enak kepadaku. Ia memutar kedua bola matanya malas, “Aku sedang berbicara kepadamu, Jessica,” tegurku dengan nada tegas. “Lalu, di mana apartemen yang kau maksud, Hansen?” serangnya balik dan berhasil membuatku tertawa karena nada ketus yang Jessica tunjukkan kepadaku. Melihat raut wajah Jessica yang tak sama sekali berubah apalagi tertawa membuatku merasa tidak enak, “Kau marah?” tanyaku hati-hati. “Menurutmu?” Aku menggaru
Aku membuka kedua mataku setelah mendengar sebuah dering pesan masuk, dengan segera kuambil ponselku yang terletak di sebelah nakas tempat tidurku. Isi pesan dan si pengirim pesan itu berhasil menciptakan sebuah lengkungan indah di bibirku. Ya, itu adalah sebuah pesan dari Albert. 'Selamat pagi, Jessica. Hari ini aku sedang free, bagaimana kalau pukul lima kutunggu kau di stasiun kereta?' Isinya memanglah bukan berupa pesan-pesan manis layaknya remaja yang sedang kasmaran, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Terlebih, ketika mengingat bagaimana kita menghabiskan malam dengan penutup yang sangat manis. Ah, rasanya ingin sekali bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya tepat saat itu. Aku menggerakan jemariku satu persatu, mulai merangkai kalimat di layar ponselku untuk membalas pesan dari Albert. 'Kau ingin pergi naik kereta bersamaku?' Tak butuh waktu lama, suara dering pertanda pesan masuk kembali berbunyi.