Albert memeluk Jessica yang masih menangis, mengusap-ngusap rambut Jessica berharap agar gadis itu segera tenang. Bibir Albert sedikit tersenyum melihat tingkah Jessica yang terkadang seperti anak kecil seperti sekarang ini, Jessica memang sangat menarik dimata Albert, rasanya Jessica berbeda dengan gadis-gadis di luar sana batinnya Albert.
Perlahan Jessica menghentikan tangisnya, dia sudah merasa aman sekarang bersama Albert laki-laki yang baru saja menolongnya itu, Jessica mengusap pipinya yang basah dan melepaskan diri dari pelukannya Albert, gadis itu menatap Albert dengan canggung lalu memalingkan wajahnya menghindari tatapan Albert.
"Kenapa kamu sendirian tadi, kenapa kamu gak telfon saya buat minta jemput?" Albert menatap Jessica khawatir.
"Aku bisa pulang sendiri," jawab Jessica pelan tapi suaranya masih terdengar Albert.
"Mulai besok saya jemput kamu," kata Albert dengan datar, lalu dia melajukan mobilnya menuju apartemen Jessica
Jessica sangat bingung melihat tingkah Albert yang seperti memiliki kepribadian ganda yang kadang terlihat sangat baik dan terlihat sangat cabul.
Albert sendiri bingung terhadap perasaannya kepada Jessica, rasanya dia ingin selalu bersama Jessica setiap detik, menatap wajah gadis itu membuat Albert menjadi candu.
Hening, tidak ada suara sedikitpun selain suara mesin dan ban mobil yang bergesekan dengan aspal jalan, Albert melihat kearah Jessica melihat kepala gadis itu sudah memiring sedangkan wajahnya tertutup rambut panjangnya.
"Apakah dia tidur?" gumam Albert, dia terkekeh melihat Jessica tertidur padahal baru saja mengoceh, mungkin dia kecapekan pikir Albert.
Mobil albert sudah terparkir rapih di parkiran apartemen Jessica, melepaskan sabuk pengamannya, lalu melangkah keluar membukakan pintu untuk Jessica. Menatap wajah gadis itu yang tampak kelelahan Albert tidak tega membangunkannya, dia melepaskan sabuk pengaman Jessica dan menggendongnya.
Pagi hari yang cerah Jessica terbangun dari tidurnya dia tertidur pulas semalam, Jessica mengejapkan matanya dia melihat ke sekeliling rupanya sudah berada di kamarnya dan masih mengunakan kemeja yang semalam dia pakai. Rupanya Albert mengantar Jessica dan meninggalkan satu kotak kecil yang berisi makanan dan secarik kertas.
"Hallo Jessica, kamu sudah bangun? Setelah mandi kamu buka kotak ini, saya membelikannya untukmu."
Isi kertas itu membuat Jessica tersenyum melihat sikap Albert yang seperti ini.
Tak lama setelah sarapan Jessica menatap layar ponselnya yang terdapat satu pesan.
"Kau sudah selsai makan? Aku sudah sampai parkiran, ayo kita berangkat."
Isi pesan itu ternyata dari Albert yang entah dari mana dia mendapatkan nomor Jessica, melihat pesan itu Jessica segera bergegas untuk menemui Albert.
Jessica melihat mobil Albert yang sedang terparkir di depan lobby dan segera menghampirinya, sedangkan Albert keluar dan membukakan pintu untuk Jessica.
Wajah Albert tersenyum hangat melihat Jessica yang sedang tergesa-gesa menghampirinya, gadis itu benar-benar cantik pikirnya.
"Silahkan masuk tuan putri.." ucap Albert dengan lembut
Jessica lalu masuk dan tersipu malu, berasa di perlakukan sebagai kekasih oleh Albert, sangat berlebihan menurut Jessica tapi cukup menghibur dirinya.
"Terimakasih.." Jessica membalasnya ramah, baru kali ini Albert melihat Jessica sangat manis, biasa dengan jawaban ketus Jessica membuat Albert sangat senang mendengarnya.
Dalam perjalanan Albert memulai percakapan karena se dari tadi Jessica hanya menatap lurus.
"Jesss kamu besok ada acara tidak.. "
Mendengar itu Jessica melirik ke arah Albert.
"... Hmm sepertinya tidak, ada apa?" taya Jessica polos.
"Aku mau mengajakmu liburan."
"Liburan kemana.. " tanya Jessica
"Ke Vila."
Jessica setuju dengan perkataan Albert, menurutnya dia juga butuh liburan karena sangat suntuk setiap hari hanya bekerja dan tidur saja terus menerus.
.....
Hari libur telah tiba, Jessica sedang terlihat sibuk merapihkan koper kecilnya, melipatkan pakaian dan menyusunnya di koper itu. Sedangkan Albert yang sudah datang dari tadi sedang membantu Jessica merapihkan apartemennya Jessica.
"Jess, tidak usah membawa makanan, aku akan membelinya nanti di jalan," ucap Albert kepada Jessica yang hampir saja memasukan stok makanannya ke koper.
"Eh.. Baiklah," kata Jessica sambil mengembalikan makanannya ke laci.
Barang-barang jessica sudah siap semua, Albert membawakan koper Jessica menuju mobil yang di parkirnya di bawah, sedangkan Jessica berjalan di belakang Albert.
Mereka berdua pergi menuju vila milik Albert, tak lupa mereka membeli stock makanan untuk beberapa hari di vila. Selagi membeli stock makanan banyak sekali yang mengira mereka sepasang kekasih yang membuat mereka canggung, tapi bukankah mereka akan tampak sempurna jika menjadi sepasang kekasih sungguhan..
Setibanya di vila hujan segera turun mengguyur wilayah itu, Jessica dan Albert segera bergegas memindahkan barang yang mereka bawa tadi, bersyukur hujan turun ketika mereka sudah sampai jadi mereka bisa istirahat dengan nyaman di vila itu.
"Jessica kamu mau tidur di kamar yang mana? Atau mau tidur bersamaku?" goda Albert kepada Jessica.
"Lebih baik aku tidur di sofa daripada tidur sama kamu!"
Jessica memasang wajah kesal karena Albert selalu saja menggodanya, sedangkan Albert selalu terkekeh melihat tingkah Jessica.
"Kamu tidur di kamar depan saja, aku di kamar itu," ucap Albert sambil menunjuk sebuah kamar yang ada di sebelah kamar Jessica. Di vila itu hanya ada 3 kamar tidur.
"Baiklah aku mau merapikan barang barangku dulu," ujar Jessica yang langsung segera pergi menuju kamarnya. Sedangkan Albert hanya menghela nafas melihat Jessica.
"Baiklah selamat beristirahat, kalau kamu tidak bisa tidur masuk ke kamarku saja aku tidak menguncinya," goda Albert sedikit berteriak agar Jessica mendengarnya.
Jessica mendengarnya dengan wajah malas, dia menghela nafas melihat tingkah Albert yang selalu menggodanya. Dia segera merapihkan baju dan barang-barang yang ia bawa tadi, menjatuhkan diri ke kasur yang empuk lalu menatap langit kamar lalu memejamkan matanya sekejap membayangkan kehidupannya ketika kedua Orang tuanya masih ada.
Hari sudah mulai petang, langit menjadi sangat gelap di tambah gemuruh petir yang menggelegar serta guyuran hujan semakin deras, Albert sedang berbaring di kamarnya melepas penat sedangkan Jessica sedang mandi membersihkan dirinya. Suasana yang hanya terdengar suara angin yang kencang dan hujan petir, hari yang bagus untuk istirahat disini.
Jessica menenggelamkan dirinya di bathup, dirinya sangat merasa tenang disini. Udara dingin mulai menusuk kulitnya hingga dia segera menyudahi mandinya, mengambil sehelai handuk lalu ia lilitkan ke tubuhnya yang mungil. Membalurkan lotion ke tubuhnya lalu menggunakan pakaian santai dan mengeringkan rambutnya, setelah itu dia berjalan keluar melihat Albert sedang memasak di dapur. Laki-laki itu masih menggunakan kemeja cokelat yang tadi siang dia pakai, badannya yang tinggi dan memiliki punggung yang lebar terlihat sempurna untuk Albert. Jessica mendekat dan berdiri di belakangnya, sementara Albert masih fokus memasak daging yang hampir matang.
Matanya yang tajam, memiliki rahang yang kuat dan dari samping hidungnya terlihat sangat menjulang, bibirnya yang merah dan memiliki alis yang tebal, Jessica baru menyadari Albert sangatlah tampan terlebih ketika rambutnya sedikit menutupi keningnya.
"Aku tahu aku tampan," ucap Albert dengan nada datar, dia sudah menyadari Jessica sedang memperhatikannya dari tadi.
"Hah!" Jessica tersadar dari lamunannya dan segera memalingkan wajah.
"Ayo makan," ajak Albert sambil memindahkan masakannya kedalam sebuah mangkuk, terlihat di meja makan sudah ada beberapa masakan yang tadi Albert masak.
Jessica segera duduk di samping albert dan melirik Albert sesekali, dia merasa canggung sekarang. Albert menuangkan beberapa makanan ke piring Jessica karena sedari tadi Jessica terlihat gugup.
"Kamu sakit?" ucap Albert langsung menempelkan telapak tangannya ke dahi Jessica, Jessica hanya menggelengkan kepalanya.
Albert menatap wajah Jessica, tangannya memegang wajah Jessica lalu mengusap bibir tipisnya, Jessica hanya terpaku seperti di sihir dia hanya terdiam setelah melihat Albert memasak tadi.
"Kamu makan atau kamu yang aku makan.." bisik Albert kepada Jessica yang berhasil membuat mata gadis itu mebelak.
"Aku makan!"
Jessica langsung menyantap makanannya ke mulut kecilnya itu, Albert terkekeh melihatnya. Hari ini dia bersama Jessica seharian, dan besok sampai lusa mereka akan terus berduaan seperti sepasang kekasih.
Makan malam berdua ditemani rintik hujan yang setia menemani mereka sampai mereka selsai makan, Albert mengajak Jessica menonton film di ruang tv dan duduk berdua. Seperti sepasang kekasih.
Mereka sangat serius menatap layar televisi sampai Jessica melompat kaget ke pelukan Albert karena ketakutan melihat adegan film horor, gadis itu tidak menyangka akan ada adegan dimana hantunya tiba-tiba muncul di layar kaca.
"Aaa!!!!! Apa itu!!" teriak Jessica spontan dan langsung bersembunyi di dada Albert, tubuhnya gemetar ketakutan melihat hantu itu, dia memejamkan matanya tanda tak ingin melihat itu.
Sedangkan Albert segera mematikan televisinya dan langsung memeluk Jessica, dia tidak tahu kalau Jessica takut kepada hantu.
"Kamu takut?" tanya Albert sambil memeluk Jessica.
Jessica menenggelamkan wajahnya kedalam pelukan Albert karena kaget melihat hantu tadi, Albert memeluk Jessica dan mengusap punggungnya agar sedikit lebih tenang. "Kita ganti film ya?" tanya Albert kepada Jessica, jessica hanya mengangguk, sedangkan Albert langsung menghidupkan kembali televisinya dan mengganti filmnya. "Besok kita jalan-jalan keliling vila ini, di belakang ada kolam renang dan ada sungai yang cukup bagus, kamu mau lihat besok?" tanya Albert lagi, dan Jessica mengangguk tanda setuju. Mereka berdua kembali menonton film dan kali ini mereka menonton film genre romance, mata Jessica sangat fokus menonton sampai dia tak sadar kalau sedari tadi dirinya masih dalam pelukan Albert, sedangkan Albert masih setia memeluk Jessica. Malam semakin larut mereka berdua terbawa suasana film itu, Jessica asik menyender dan mengusap dada bidang milik Albert dan kakinya berada diatas paha Albert, sedangkan perasaan Albert sudah mulai tidak karuan. Berkali-kali d
Albert menatap wajah Jessica dengan penuh gairah, dirinya sudah tak tahan untuk segera memasukan miliknya kedalam tubuh Jessica. Ia mulai memasukan salah satu jemarinya di bawah sana, merangsang Jessica dengan sentuhannya. "Aahhhh sakitt, pelan-pelan," rintih Jessica kesakitan saat jemarinya Albert mulai bergerak keluar masuk di dalam miliknya, sedangkan Albert sangat menikmati ekspresi wajah Jessica yang mulai terangsang. "Shhhh Jessica aku tak tahan lagii.." Albert mulai mengerang, wajahnya terlihat sudah tidak sabar untuk segera menerobos milik Jessica, kini Albert mulai memasukan kejantanannya kedalam tubuh Jessica dalam sekali hentakan, dan segera menggerakkan miliknya itu secara perlahan. "Ahhh sakit, pelan-pelan," ringis Jessica, tak tahan menahan perih dan sakit di bawah sana, Jessica meremas bahu Albert. "Ahh Jessica kau nikmat sekali.." Albert memejamkan matanya merasakan miliknya Jessica berdenyut menyambut kedatangan Albert junior, d
Mentari pagi bersinar begitu terang dan hangat pagi ini, menggantikan malam yang gelap dan dingin. Albert terbangun dan melihat Jessica yang masih tertidur pulas di dalam pelukannya, wajahnya yang cantik terlihat begitu tenang ketika dia tertidur rupanya. Albert menarik selimut agar menutupi bahu Jessica dan memeluknya.Mendekap erat Jessica yang masih tertidur pulas, Albert mencium kening Jessica. Bibirnya tersenyum melihat gadis itu, gadis yang bersamanya semalam, yang membuat dirinya hilang kendali.Jessica perlahan membuka matanya, gadis itu terbangun dari tidurnya. Didekap erat oleh Albert, Jessica menatap wajah Albert yang tersenyum melihatnya terbangun."Good morning my girl," ucap Albert dengan lembut kepada Jessica. Menyadari tubuhnya tak berpakaian Jessica segera menaikan selimutnya."Ihhhhh kamu ngapain tidur disini! Terus, kenapa aku ga pakai baju? Kamu abis ngintip ya!"Jessica mengomel, sebenarnya dia tahu apa yang sudah terjadi. Namu
Setiba di vila Albert segera bergegas mandi, sedangkan aku merebahkan tubuhku diatas kasur empuk. Menatap langit-langit kamarku, hari ini rasanya cukup melelahkan tapi menyenangkan, bibirku tersenyum.Ponselku berdering, terdapat panggilan masuk dari Hansen. Aku menatap sebal dan kembali menyimpan ponselku, membiarkannya hingga berhenti berdering. Namun ponselku kembali berdering lagi."Ada apa?""Kamu dimana sekarang? Aku dari kemarin ke apartemenmu tapi kamu tidak ada disini. Dan kenapa ponselmu dari kemarin tidak aktif?" tanya Hansen kepadaku dengan nada khawatir."Sedang berlibur, ponselku habis baterai, memangnya kenapa?" aku bertanya balik."Tentu saja aku khawatir bodoh! Bagaimana jika kamu diculik. Kamu dimana? Aku jemput sekarang," ucapnya."Cih, sejak kapan kamu perduli padaku! Tidak usah, besok siang aku pulang." Aku segera mematikan telfonnya. Rasanya sedikit mual mendengar perkataan Hansen yang seolah mengkhawatirkan dirik
Setelah kepergian Albert beberapa saat yang lalu, pipi Jessica terus memerah karena menahan malu mengingat perkataan darinya beberapa saat lalu. Laki-laki itu memang selalu bisa memberikan kenyamanan pada hatinya, walaupun disusul oleh sifat menyebalkannya yang tak pernah berubah. "Apakah aku sudah benar-benar bisa menerima Albert sepenuhnya?" batin Jessica ragu-ragu, namun secepat itu pula ia segera menepisnya. "Aku harus bisa menerimanya, karena Albert sudah sangat baik kepadaku dan perlahan menyembuhkan lukaku terhadap cinta yang berhasil membuatku sempat trauma." Jessica merebahkan tubuhnya di kasur empuknya sambil tak henti-hentinya tersenyum, seharusnya hari ini menjadi hari yang buruk karena ia kembali melihat seseorang dari masa lalunya yang kehadirannya sangat tak diinginkan itu. Ia menatap ponselnya lalu mencari nama Albert disana, hatinya berkata ingin sekali lagi mendengar suara laki-laki yang kini menjadi kekasihnya, n
Aku membuka ponselku dan menemukan beberapa pesan serta panggilan tak terjawab dari Jessica yang sempat kuabaikan tadi. Tunggu sebentar, tadi kubilang apa? aku mengabaikan Jessica? Aku menepuk dahiku sambil mengumpati kebodohanku sendiri, bagaimana bisa aku lebih memikirkan wanita lain ketika posisiku sekarang merupakan kekasih seorang wanita yang nyaris sempurna seperti Jessica! Tidak. Ini tidak boleh dibiarkan, kau harus sadar Albert! Dengan cepat aku segera menghubungi ponsel Jessica, bermaksud untuk mengabarinya bahwa aku baik-baik saja. Namun sepertinya keberuntungan tak berpihak kepadaku, karena sekarang panggilanku tak dapat tersambung oleh Jessica karena ponselnya sudah tak lagi aktif. “Sepertinya aku harus menemuinya untuk menebus semua kesalahanku.” ______ Jessica menghembuskan nafasnya lega karena baru saja selesai merapihkan seluruh pakaiannya maupun kamar tidurnya itu. Ia tersenyum lebar
"Ti-tidak!" Laki-laki itu menggeleng, dan tentu saja itu sebuah kebohongan. Namun Jessica dapat melihat ada sesuatu yang berbeda dari kekasihnya kini, “Kau masih merasa bersalah kepadaku?” “Ah, itu bukanlah sebuah masalah, Albert. Kau tidak perlu memikirkan itu apalagi memperbesarnya. Aku sangat mengerti, bahwa duniamu tak hanya berputar kepadaku, jadi tak masalah jika kau sampai tidak sempat untuk menghubungiku,” ucap Jessica tulus, yang anehnya berhasil menusuk hati Albert cukup dalam. Jessica menggengam tangan Albert dan Menatap matanya. “Melihatmu berada di sini dengan kondisi yang baik-baik saja sudah cukup untukku, Albert. Jangan dipikirkan lagi, ya? kita lupakan kejadian tadi.” Mendengar ucapan tulus dari mulut Jessica berhasil membuat Albert kembali mencaci dirinya sendiri, tolong siapapun keluarkan seluruh makian kalian kepada Albert karena ia sudah berhasil menjadi manusia paling bodoh hari ini. “Albert?” Ah, Albert bar
Kedua alisku terpaut tak santai, “Ada apa?” tanya Jessica yang berhasil membuyarkan lamunanku. Aku menyadari, “Hanya ada sedikit hal, namun sepertinya itu sesuatu yang penting.” Jessica setuju alisnya tidak setuju, untuk semua hal itu selalu memiliki nilai penting. Apa sekarang sudah cukup larut malam, namun ponsel milik Albert masih terus berbunyi. “Kurasa ada sesuatu yang penting,” balas Jessica yakin. Aku cepat, tak ingi
Hangat sinar mentari pagi mengisi seluruh ruang tidur Adisty, terdapat lengan Albert yang tengah memeluk erat tubuh Adisty, mereka masih tertidur pulas. Dering ponsel Albert terdengar sangat nyaring, waktu menunjukkan pukul 07.15.Albert segera terbangun untuk mematikan alarm dan segera melepaskan pelukannya, matanya menatap wajah Adisty yang masih tertidur. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan, pikirnya."Mau bagaimanapun, ternyata aku masih menyimpan perasaan ini untukmu, Adisty." gumam Albert.Sebelum Albert pulang, ia sempat membuatkan sarapan untuk Adisty yang sudah menjadi kebiasaanya bersama gadis itu yang tak lupa meninggalkan secarik kertas bertuliskan, ' Jangan lupa sarapan wanita cantikku' yang membuat Adisty selalu tersenyum setelah membacanya.Sesampainya di rumah ponsel Albert berdering, Hansen menelponnya."Kamu dimana?" tanya Hansen."Di rumah, kenapa?" Albert bertanya balik."Di rumah siapa? Saya semalam ke rumah kamu, bahkan tadi saya ke rumah kamu tapi kamu tidak
"Ada siapa disana, Hansen?" teriak Jessica dari kamarnya. 'kenapa lama sekali,' batin Jessica."Bukan siapa-siapa!" Jawab Hansen."Jessica! Aku mau bicara! Tolong keluar, Aku mau menjelaskan sesuatu kepadamu!" teriak Albert. Hansen merasa kesal dengan sepupunya itu, apa Albert masih tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan padanya."Minggir! Aku mau bertemu Jessica!" "Aku tak mengijinkannya!" tegas Hansen."Kau pikir kau siapa menghalangiku! cepat menyingkir lah selagi aku masih berbaik hati padamu, Hansen!"ucap Albert yang sedang mencoba masuk, namun sialnya Hansen tetap menahan dirinya.Albert melayangkan tinju kepada wajah Hansen, dia sangat kesal sekarang dengan tingkah sepupunya itu."Hansen!" teriak Jessica melihat Hansen tersungkur lemas. "Apa yang kamu lakukan, Albert!"Je-Jessica? Aku tak sengaja memukul Hansen, dia menghalangiku terus" ujar Albert.Sedangkan Jessica segera mebantu Hansen berdiri, "Apa yang kamu lakukan disini!" teriak Jessica kesal melihat Albert."Ak
"Siapa perempuan itu?" tanya Jessica."Perempuan yang mana?" Jawab Hansen bingung.Jessica memutar pandangannya melihat mobil yang sangat dia kenal, dalam hatinya terus bertanya siapa perempuan yang bersama Albert itu. sementara Hansen kebingungan dengan sikap Jessica."Kamu lihat siapa?" Mendengar perkataan Hansen, Ia segera mengalihkan pandangannya, "Ah, sepertinya aku salah lihat, Hansen."'Aku harus segera menanyakan ini kenapa Albert' batin Jessica.Albert tidak mempunyai adik perempuan, dia juga tidak mengatakan apapun hari ini. Jadi wajar saja jika Jessica merasa bingung."Kamu sedang memikirkan apa, Jessica?" Hansen menyadari kalau gadis itu sedang memikirkan sesuatu, siapa perempuan yang dia maksud, pikir Hansen."Nanti aku ceritakan."_________________"Kenapa dia tidak menghubungiku" Jessica menatap layar ponsel penuh harap, berharap Albert mengirim pesan untuknya siang ini. Namun sayangnya tak ada kabar apapun dari lelaki itu, membuat Jessica semakin gelisah."Baiklah, d
Albert kini sudah berada di dalam mobil hitam miliknya, ia sengaja memilih waktu saat jam kerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi.Ia memakai kemeja berwarna coklat muda dipadukan dengan celana jeans yang terlihat senada namun sedikit lebih gelap yang membuat kulit putihnya terpancar lebih cerah dari biasanya.Sebuah pesan singkat dari Adisty. 'Aku sudah melihat mobilmu, tunggu sebentar.'Albert melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Adisty yang sudah membuat janji dengannya di depan sebuah minimarket. Namun matanya tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan Adisty, di mana dia?Laki-laki itu mendesis kedinginan setelah merasa pipi sebelah kirinya mengenai sesuatu yang terasa menusuk kulitnya.“Halo, kau sudah lama menunggu?”Ternyata itu Adisty.Ia menyodorkan Abert sebuah minuman dingin di tangan sebelah kanannya, “Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah ma
'Halo, si cantik yang ‘lumayan’ pintar berbohong! Karena besok adalah hari terakhir kita masuk kerja, bagaimana kalau nanti biar kujemput kau di tempat biasa?' sebuah pesan singkat dari Hansen.Jessica mengerjapkan matanya berkali-kali, sebuah pesan dari ponselnya membuatnya kembali teringat dengan perkataan sahabatnya tadi pagi.“Pasti Ivy hanya sedang membuatku geer, lihat saja, ia begitu mudah menggoda seorang perempuan seperti ini!”Belum sempat jemarinya membalas, terdengar sebuah bunyi pesan masuk dari pemilik nama yang sama.'Tidak ada jawaban berarti setuju, bukan? oke, anggap saja begitu. Aku menunggumu pukul delapan di halte bus, tolong jangan terlambat apalagi mengatakan bahwa kau sudah hampir sampai di kantor, ya!'Jessica mengela nafasnya, bagaimana bisa seorang Hansen yang dulu terlampau cuek kepadanya mendadak berubah menjadi sangat posesif seperti ini?Jessica mengerti, bahwa berurusan dengan Hansen ki
Jessica mengaduk-aduk jus alpukat miliknya, masih memikirkan perkataan Ivy beberapa jam lalu yang sempat membuatnya hampir tidak percaya. Namun, melihat ekspresi Ivy yang terlihat sangat serius dan tidak berniat untuk berbohong itu terlihat menguatkan seluruh kenyataannya. “Ada apa, Jessica?” tanya Albert yang sedari tadi memperhatikan Jessica seperti orang yang sedang banyak pikiran. Jessica menggeleng cepat, “Ti-tidak, aku tidak apa-apa.” “Tetapi kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.” ucapnya mengutarakan apa yang ia rasakan. “Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Lagi-lagi Jessica menggeleng, “Tidak, Albert. Aku hanya... sedikit pusing karena kerjaan di kantor yang cukup menumpuk.” elaknya. “Sungguh? aku tidak percaya bahwa masih ada kantor yang memberi pekerjaan sama banyaknya pada hari sabtu, kurasa sebaiknya kau pindah dari sana,” saran Albert, tidak ingin membuat kekasihnya itu kelelahan apalagi sampai sakit.
Jessica menoleh dan mendapati seseorang yang sangat dikenalinya, “Astaga, Ivy! Kau hampir membuat jantungku lepas!”Wanita cantik berambut cokelat terang dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Jessica itu tertawa puas, “Kaget karena ada yang mengetahui isi hatimu?” sarkasnya.“Sepertinya obat dari dokter tidak cukup membuatmu manjadi lebih waras,” balas Jessica malas, ia memutuskan untuk segera kembali di tempatnya.Ivy merupakan satu-satunya teman perempuan Jessica di kantor ini, karena Jessica sendiri tidak begitu ingin banyak berbasa-basi dan mengenal lebih jauh para kaum sebangsanya yang terkenal begitu heboh dan cukup glamour di sini.Syukurlah ternyata masih ada satu perempuan waras yang sepemikiran dengan Jessica, sehingga di sinilah keduanya berada.Mereka memang tak begitu lama saling mengenal, namun mengingat keduanya mempunyai beberapa kesamaan membuat Jessica maupun Ivy ternyata jauh lebih
Dapat kulihat kini perempuan itu tengah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan was-was, tampaknya ia terkejut setelah membaca pesan dariku. Aku tertawa kecil melihat perubahan ekspresi pada wajahnya, Jessica memang bukanlah seseorang yang pandai berbohong. Pesan dariku hanya berhenti sampai tanda dibaca, aku segera melepaskan sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil untuk menghampiri Jessica. “Di mana sebuah kantor yang kau maksud?” sindirku halus yang berhasil membuatnya menoleh dengan raut tak enak kepadaku. Ia memutar kedua bola matanya malas, “Aku sedang berbicara kepadamu, Jessica,” tegurku dengan nada tegas. “Lalu, di mana apartemen yang kau maksud, Hansen?” serangnya balik dan berhasil membuatku tertawa karena nada ketus yang Jessica tunjukkan kepadaku. Melihat raut wajah Jessica yang tak sama sekali berubah apalagi tertawa membuatku merasa tidak enak, “Kau marah?” tanyaku hati-hati. “Menurutmu?” Aku menggaru
Aku membuka kedua mataku setelah mendengar sebuah dering pesan masuk, dengan segera kuambil ponselku yang terletak di sebelah nakas tempat tidurku. Isi pesan dan si pengirim pesan itu berhasil menciptakan sebuah lengkungan indah di bibirku. Ya, itu adalah sebuah pesan dari Albert. 'Selamat pagi, Jessica. Hari ini aku sedang free, bagaimana kalau pukul lima kutunggu kau di stasiun kereta?' Isinya memanglah bukan berupa pesan-pesan manis layaknya remaja yang sedang kasmaran, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Terlebih, ketika mengingat bagaimana kita menghabiskan malam dengan penutup yang sangat manis. Ah, rasanya ingin sekali bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya tepat saat itu. Aku menggerakan jemariku satu persatu, mulai merangkai kalimat di layar ponselku untuk membalas pesan dari Albert. 'Kau ingin pergi naik kereta bersamaku?' Tak butuh waktu lama, suara dering pertanda pesan masuk kembali berbunyi.