Aku membuka ponselku dan menemukan beberapa pesan serta panggilan tak terjawab dari Jessica yang sempat kuabaikan tadi.
Tunggu sebentar, tadi kubilang apa? aku mengabaikan Jessica?
Aku menepuk dahiku sambil mengumpati kebodohanku sendiri, bagaimana bisa aku lebih memikirkan wanita lain ketika posisiku sekarang merupakan kekasih seorang wanita yang nyaris sempurna seperti Jessica!
Tidak. Ini tidak boleh dibiarkan, kau harus sadar Albert!
Dengan cepat aku segera menghubungi ponsel Jessica, bermaksud untuk mengabarinya bahwa aku baik-baik saja.
Namun sepertinya keberuntungan tak berpihak kepadaku, karena sekarang panggilanku tak dapat tersambung oleh Jessica karena ponselnya sudah tak lagi aktif.
“Sepertinya aku harus menemuinya untuk menebus semua kesalahanku.”
______Jessica menghembuskan nafasnya lega karena baru saja selesai merapihkan seluruh pakaiannya maupun kamar tidurnya itu. Ia tersenyum lebar
"Ti-tidak!" Laki-laki itu menggeleng, dan tentu saja itu sebuah kebohongan. Namun Jessica dapat melihat ada sesuatu yang berbeda dari kekasihnya kini, “Kau masih merasa bersalah kepadaku?” “Ah, itu bukanlah sebuah masalah, Albert. Kau tidak perlu memikirkan itu apalagi memperbesarnya. Aku sangat mengerti, bahwa duniamu tak hanya berputar kepadaku, jadi tak masalah jika kau sampai tidak sempat untuk menghubungiku,” ucap Jessica tulus, yang anehnya berhasil menusuk hati Albert cukup dalam. Jessica menggengam tangan Albert dan Menatap matanya. “Melihatmu berada di sini dengan kondisi yang baik-baik saja sudah cukup untukku, Albert. Jangan dipikirkan lagi, ya? kita lupakan kejadian tadi.” Mendengar ucapan tulus dari mulut Jessica berhasil membuat Albert kembali mencaci dirinya sendiri, tolong siapapun keluarkan seluruh makian kalian kepada Albert karena ia sudah berhasil menjadi manusia paling bodoh hari ini. “Albert?” Ah, Albert bar
Kedua alisku terpaut tak santai, “Ada apa?” tanya Jessica yang berhasil membuyarkan lamunanku. Aku menyadari, “Hanya ada sedikit hal, namun sepertinya itu sesuatu yang penting.” Jessica setuju alisnya tidak setuju, untuk semua hal itu selalu memiliki nilai penting. Apa sekarang sudah cukup larut malam, namun ponsel milik Albert masih terus berbunyi. “Kurasa ada sesuatu yang penting,” balas Jessica yakin. Aku cepat, tak ingi
Jessica memandangi langit malam yang terlihat gelap dan kosong, entahlah ia juga heran mengapa kondisi langit kini benar-benar serupa dengan perasaannya. Rasanya beberapa saat yang lalu ia baru saja merasakan dunia begitu terasa berwarna dan menyenangkan, namun kini semuanya kembali seperti biasa, bahkan mungkin lebih buruk. Ia mengusap kedua lengannya karena mulai terusik oleh dinginnya malam yang berhasil menembus tubuhnya, “Sialan, mengapa aku begitu percaya diri untuk memilih pakaian seperti ini?” keluhnya sambil tak henti merutuki kebodohannya. Benar, Jessica kini tengah mengenakan sebuah dress mini berwarna putih yang panjangnya lima sentimeter di atas lutut mulusnya. High heelsnya kini merangkap menjadi sebuah pelengkap bag seluruh penderitaannya, hingga mau tak mau ia terpaksa harus melepasnya. Tanpa sadar air mata Jessica mulai turun membasahi wajah cantiknya itu, bibirnya kini tertutup rapat-rapat. Perempuan itu sudah lelah de
Albert menghampiri Adisty yang kini masih terjaga menunggu kabarnya, “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir setelah melihat beberapa luka lebam pada wajah Albert. “Semuanya akan tetap baik-baik saja, Adisty.”Adisty mengela nafasnya pasrah, “Aku keberatan dengan perkataanmu, Albert.” Albert menatap Adisty dengan tatapan yang mengisyaratkan bahwa ia sama sekali tak mengerti, “Kau mengerti maksudku,” balasnya lirih. “Bagaimana kau bisa begitu yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja?” tanya Adisty.Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya, “Karena... aku akan menjagamu?” jawab Albert sesuai dengan jalan pikirannya. “Bodoh! kau tidak bisa melakukan semua itu.” “Aku jauh lebih mengerti kemampuanku, Adisty.” “Tetapi kau tidak boleh terus seperti itu!” Albert semakin tak mengerti kemana arah pembicaraan mereka berlangsung, “Apa maksudmu?” “Jangan pernah mengatakan sesuatu yang akan kau sesali di kemudian hari, A
Aku mengacak rambutku frustasi ketika mengetahui bahwa ternyata ponsel milik Jessica sudah tidak dapat dihubungi. Padahal, beberapa saat lalu panggilanku masih bisa terhubung, apakah perempuan itu baik-baik saja? Sudah sebanyak dua belas panggilan dan tiga pesanku tak kunjung mendapat respon, tiba-tiba ingatanku kembali saat aku tengah menemani Adisty sampai menghiraukan panggilan dari Jessica cukup lama.Tidak, sangat tidak mungkin Jessica juga melakukan itu kepadaku. Pikiranku kali ini sangat kalut, entah mengapa tiba-tiba semuanya terasa runyam, dan yang kubutuhkan kali ini hanyalah sekadar mengetahui kabar Jessica. Setidaknya itu sedikit membantu mengurangi beban pikiranku. Aku berhenti di tengah kedua jalur dengan ragu-ragu, jalur yang pertama adalah pilihan untuk menuju apartemenku, dan yang kedua adalah menuju apartemen Jessica. Maka manakah yang seharusnya kuambil? Untuk langsung pulang, rasanya sangat berat dan bisa kupastikan aku tak bisa
Setelah cukup lama keduanya berpelukan, barulah kini Albert melepas pelukannya lalu menggandeng tangan Jessica menuju sebuah kursi panjang yang sudah disediakan di lorong-lorong apartemen.Jessica mengeratkan jaket milik Hansen yang terbalut pada tubuhnya, karena malam ini udara terasa semakin dingin. Albert yang mengetahui bahwa jaket yang dikenakan oleh Jessica itu bukanlah miliknya kembali merasa kesal, padahal tadi emosinya sudah cukup mereda. Ia melepaskan jaketnya lalu menyodorkannya kepada Jessica, “Pakai ini saja,” tawarnya.Jessica memandangi jaket itu bingung, “Aku sudah memakai sebuah jaket, Albert,” balasnya keheranan, bukankah jaket itu lebih pantas dipakai oleh Albert?“Jaket itu terlihat jelek jika dipakai olehmu.”Jessica mengerutkan alisnya tidak terima, “Apakah menurutmu akulah penyebab jaket ini menjadi jelek?”“Jaket itu yang mengurangi kecantikanmu, Jessica,” jawab Albert hiperbola.“Jadi, aku ha
Aku membuka kedua mataku setelah mendengar sebuah dering pesan masuk, dengan segera kuambil ponselku yang terletak di sebelah nakas tempat tidurku. Isi pesan dan si pengirim pesan itu berhasil menciptakan sebuah lengkungan indah di bibirku. Ya, itu adalah sebuah pesan dari Albert. 'Selamat pagi, Jessica. Hari ini aku sedang free, bagaimana kalau pukul lima kutunggu kau di stasiun kereta?' Isinya memanglah bukan berupa pesan-pesan manis layaknya remaja yang sedang kasmaran, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Terlebih, ketika mengingat bagaimana kita menghabiskan malam dengan penutup yang sangat manis. Ah, rasanya ingin sekali bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya tepat saat itu. Aku menggerakan jemariku satu persatu, mulai merangkai kalimat di layar ponselku untuk membalas pesan dari Albert. 'Kau ingin pergi naik kereta bersamaku?' Tak butuh waktu lama, suara dering pertanda pesan masuk kembali berbunyi.
Dapat kulihat kini perempuan itu tengah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan was-was, tampaknya ia terkejut setelah membaca pesan dariku. Aku tertawa kecil melihat perubahan ekspresi pada wajahnya, Jessica memang bukanlah seseorang yang pandai berbohong. Pesan dariku hanya berhenti sampai tanda dibaca, aku segera melepaskan sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil untuk menghampiri Jessica. “Di mana sebuah kantor yang kau maksud?” sindirku halus yang berhasil membuatnya menoleh dengan raut tak enak kepadaku. Ia memutar kedua bola matanya malas, “Aku sedang berbicara kepadamu, Jessica,” tegurku dengan nada tegas. “Lalu, di mana apartemen yang kau maksud, Hansen?” serangnya balik dan berhasil membuatku tertawa karena nada ketus yang Jessica tunjukkan kepadaku. Melihat raut wajah Jessica yang tak sama sekali berubah apalagi tertawa membuatku merasa tidak enak, “Kau marah?” tanyaku hati-hati. “Menurutmu?” Aku menggaru
Hangat sinar mentari pagi mengisi seluruh ruang tidur Adisty, terdapat lengan Albert yang tengah memeluk erat tubuh Adisty, mereka masih tertidur pulas. Dering ponsel Albert terdengar sangat nyaring, waktu menunjukkan pukul 07.15.Albert segera terbangun untuk mematikan alarm dan segera melepaskan pelukannya, matanya menatap wajah Adisty yang masih tertidur. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan, pikirnya."Mau bagaimanapun, ternyata aku masih menyimpan perasaan ini untukmu, Adisty." gumam Albert.Sebelum Albert pulang, ia sempat membuatkan sarapan untuk Adisty yang sudah menjadi kebiasaanya bersama gadis itu yang tak lupa meninggalkan secarik kertas bertuliskan, ' Jangan lupa sarapan wanita cantikku' yang membuat Adisty selalu tersenyum setelah membacanya.Sesampainya di rumah ponsel Albert berdering, Hansen menelponnya."Kamu dimana?" tanya Hansen."Di rumah, kenapa?" Albert bertanya balik."Di rumah siapa? Saya semalam ke rumah kamu, bahkan tadi saya ke rumah kamu tapi kamu tidak
"Ada siapa disana, Hansen?" teriak Jessica dari kamarnya. 'kenapa lama sekali,' batin Jessica."Bukan siapa-siapa!" Jawab Hansen."Jessica! Aku mau bicara! Tolong keluar, Aku mau menjelaskan sesuatu kepadamu!" teriak Albert. Hansen merasa kesal dengan sepupunya itu, apa Albert masih tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan padanya."Minggir! Aku mau bertemu Jessica!" "Aku tak mengijinkannya!" tegas Hansen."Kau pikir kau siapa menghalangiku! cepat menyingkir lah selagi aku masih berbaik hati padamu, Hansen!"ucap Albert yang sedang mencoba masuk, namun sialnya Hansen tetap menahan dirinya.Albert melayangkan tinju kepada wajah Hansen, dia sangat kesal sekarang dengan tingkah sepupunya itu."Hansen!" teriak Jessica melihat Hansen tersungkur lemas. "Apa yang kamu lakukan, Albert!"Je-Jessica? Aku tak sengaja memukul Hansen, dia menghalangiku terus" ujar Albert.Sedangkan Jessica segera mebantu Hansen berdiri, "Apa yang kamu lakukan disini!" teriak Jessica kesal melihat Albert."Ak
"Siapa perempuan itu?" tanya Jessica."Perempuan yang mana?" Jawab Hansen bingung.Jessica memutar pandangannya melihat mobil yang sangat dia kenal, dalam hatinya terus bertanya siapa perempuan yang bersama Albert itu. sementara Hansen kebingungan dengan sikap Jessica."Kamu lihat siapa?" Mendengar perkataan Hansen, Ia segera mengalihkan pandangannya, "Ah, sepertinya aku salah lihat, Hansen."'Aku harus segera menanyakan ini kenapa Albert' batin Jessica.Albert tidak mempunyai adik perempuan, dia juga tidak mengatakan apapun hari ini. Jadi wajar saja jika Jessica merasa bingung."Kamu sedang memikirkan apa, Jessica?" Hansen menyadari kalau gadis itu sedang memikirkan sesuatu, siapa perempuan yang dia maksud, pikir Hansen."Nanti aku ceritakan."_________________"Kenapa dia tidak menghubungiku" Jessica menatap layar ponsel penuh harap, berharap Albert mengirim pesan untuknya siang ini. Namun sayangnya tak ada kabar apapun dari lelaki itu, membuat Jessica semakin gelisah."Baiklah, d
Albert kini sudah berada di dalam mobil hitam miliknya, ia sengaja memilih waktu saat jam kerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi.Ia memakai kemeja berwarna coklat muda dipadukan dengan celana jeans yang terlihat senada namun sedikit lebih gelap yang membuat kulit putihnya terpancar lebih cerah dari biasanya.Sebuah pesan singkat dari Adisty. 'Aku sudah melihat mobilmu, tunggu sebentar.'Albert melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Adisty yang sudah membuat janji dengannya di depan sebuah minimarket. Namun matanya tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan Adisty, di mana dia?Laki-laki itu mendesis kedinginan setelah merasa pipi sebelah kirinya mengenai sesuatu yang terasa menusuk kulitnya.“Halo, kau sudah lama menunggu?”Ternyata itu Adisty.Ia menyodorkan Abert sebuah minuman dingin di tangan sebelah kanannya, “Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah ma
'Halo, si cantik yang ‘lumayan’ pintar berbohong! Karena besok adalah hari terakhir kita masuk kerja, bagaimana kalau nanti biar kujemput kau di tempat biasa?' sebuah pesan singkat dari Hansen.Jessica mengerjapkan matanya berkali-kali, sebuah pesan dari ponselnya membuatnya kembali teringat dengan perkataan sahabatnya tadi pagi.“Pasti Ivy hanya sedang membuatku geer, lihat saja, ia begitu mudah menggoda seorang perempuan seperti ini!”Belum sempat jemarinya membalas, terdengar sebuah bunyi pesan masuk dari pemilik nama yang sama.'Tidak ada jawaban berarti setuju, bukan? oke, anggap saja begitu. Aku menunggumu pukul delapan di halte bus, tolong jangan terlambat apalagi mengatakan bahwa kau sudah hampir sampai di kantor, ya!'Jessica mengela nafasnya, bagaimana bisa seorang Hansen yang dulu terlampau cuek kepadanya mendadak berubah menjadi sangat posesif seperti ini?Jessica mengerti, bahwa berurusan dengan Hansen ki
Jessica mengaduk-aduk jus alpukat miliknya, masih memikirkan perkataan Ivy beberapa jam lalu yang sempat membuatnya hampir tidak percaya. Namun, melihat ekspresi Ivy yang terlihat sangat serius dan tidak berniat untuk berbohong itu terlihat menguatkan seluruh kenyataannya. “Ada apa, Jessica?” tanya Albert yang sedari tadi memperhatikan Jessica seperti orang yang sedang banyak pikiran. Jessica menggeleng cepat, “Ti-tidak, aku tidak apa-apa.” “Tetapi kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.” ucapnya mengutarakan apa yang ia rasakan. “Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Lagi-lagi Jessica menggeleng, “Tidak, Albert. Aku hanya... sedikit pusing karena kerjaan di kantor yang cukup menumpuk.” elaknya. “Sungguh? aku tidak percaya bahwa masih ada kantor yang memberi pekerjaan sama banyaknya pada hari sabtu, kurasa sebaiknya kau pindah dari sana,” saran Albert, tidak ingin membuat kekasihnya itu kelelahan apalagi sampai sakit.
Jessica menoleh dan mendapati seseorang yang sangat dikenalinya, “Astaga, Ivy! Kau hampir membuat jantungku lepas!”Wanita cantik berambut cokelat terang dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Jessica itu tertawa puas, “Kaget karena ada yang mengetahui isi hatimu?” sarkasnya.“Sepertinya obat dari dokter tidak cukup membuatmu manjadi lebih waras,” balas Jessica malas, ia memutuskan untuk segera kembali di tempatnya.Ivy merupakan satu-satunya teman perempuan Jessica di kantor ini, karena Jessica sendiri tidak begitu ingin banyak berbasa-basi dan mengenal lebih jauh para kaum sebangsanya yang terkenal begitu heboh dan cukup glamour di sini.Syukurlah ternyata masih ada satu perempuan waras yang sepemikiran dengan Jessica, sehingga di sinilah keduanya berada.Mereka memang tak begitu lama saling mengenal, namun mengingat keduanya mempunyai beberapa kesamaan membuat Jessica maupun Ivy ternyata jauh lebih
Dapat kulihat kini perempuan itu tengah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan was-was, tampaknya ia terkejut setelah membaca pesan dariku. Aku tertawa kecil melihat perubahan ekspresi pada wajahnya, Jessica memang bukanlah seseorang yang pandai berbohong. Pesan dariku hanya berhenti sampai tanda dibaca, aku segera melepaskan sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil untuk menghampiri Jessica. “Di mana sebuah kantor yang kau maksud?” sindirku halus yang berhasil membuatnya menoleh dengan raut tak enak kepadaku. Ia memutar kedua bola matanya malas, “Aku sedang berbicara kepadamu, Jessica,” tegurku dengan nada tegas. “Lalu, di mana apartemen yang kau maksud, Hansen?” serangnya balik dan berhasil membuatku tertawa karena nada ketus yang Jessica tunjukkan kepadaku. Melihat raut wajah Jessica yang tak sama sekali berubah apalagi tertawa membuatku merasa tidak enak, “Kau marah?” tanyaku hati-hati. “Menurutmu?” Aku menggaru
Aku membuka kedua mataku setelah mendengar sebuah dering pesan masuk, dengan segera kuambil ponselku yang terletak di sebelah nakas tempat tidurku. Isi pesan dan si pengirim pesan itu berhasil menciptakan sebuah lengkungan indah di bibirku. Ya, itu adalah sebuah pesan dari Albert. 'Selamat pagi, Jessica. Hari ini aku sedang free, bagaimana kalau pukul lima kutunggu kau di stasiun kereta?' Isinya memanglah bukan berupa pesan-pesan manis layaknya remaja yang sedang kasmaran, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Terlebih, ketika mengingat bagaimana kita menghabiskan malam dengan penutup yang sangat manis. Ah, rasanya ingin sekali bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya tepat saat itu. Aku menggerakan jemariku satu persatu, mulai merangkai kalimat di layar ponselku untuk membalas pesan dari Albert. 'Kau ingin pergi naik kereta bersamaku?' Tak butuh waktu lama, suara dering pertanda pesan masuk kembali berbunyi.