Jessica menoleh dan mendapati seseorang yang sangat dikenalinya, “Astaga, Ivy! Kau hampir membuat jantungku lepas!”
Wanita cantik berambut cokelat terang dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Jessica itu tertawa puas, “Kaget karena ada yang mengetahui isi hatimu?” sarkasnya.
“Sepertinya obat dari dokter tidak cukup membuatmu manjadi lebih waras,” balas Jessica malas, ia memutuskan untuk segera kembali di tempatnya.
Ivy merupakan satu-satunya teman perempuan Jessica di kantor ini, karena Jessica sendiri tidak begitu ingin banyak berbasa-basi dan mengenal lebih jauh para kaum sebangsanya yang terkenal begitu heboh dan cukup glamour di sini.
Syukurlah ternyata masih ada satu perempuan waras yang sepemikiran dengan Jessica, sehingga di sinilah keduanya berada.
Mereka memang tak begitu lama saling mengenal, namun mengingat keduanya mempunyai beberapa kesamaan membuat Jessica maupun Ivy ternyata jauh lebih
Jessica mengaduk-aduk jus alpukat miliknya, masih memikirkan perkataan Ivy beberapa jam lalu yang sempat membuatnya hampir tidak percaya. Namun, melihat ekspresi Ivy yang terlihat sangat serius dan tidak berniat untuk berbohong itu terlihat menguatkan seluruh kenyataannya. “Ada apa, Jessica?” tanya Albert yang sedari tadi memperhatikan Jessica seperti orang yang sedang banyak pikiran. Jessica menggeleng cepat, “Ti-tidak, aku tidak apa-apa.” “Tetapi kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.” ucapnya mengutarakan apa yang ia rasakan. “Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Lagi-lagi Jessica menggeleng, “Tidak, Albert. Aku hanya... sedikit pusing karena kerjaan di kantor yang cukup menumpuk.” elaknya. “Sungguh? aku tidak percaya bahwa masih ada kantor yang memberi pekerjaan sama banyaknya pada hari sabtu, kurasa sebaiknya kau pindah dari sana,” saran Albert, tidak ingin membuat kekasihnya itu kelelahan apalagi sampai sakit.
'Halo, si cantik yang ‘lumayan’ pintar berbohong! Karena besok adalah hari terakhir kita masuk kerja, bagaimana kalau nanti biar kujemput kau di tempat biasa?' sebuah pesan singkat dari Hansen.Jessica mengerjapkan matanya berkali-kali, sebuah pesan dari ponselnya membuatnya kembali teringat dengan perkataan sahabatnya tadi pagi.“Pasti Ivy hanya sedang membuatku geer, lihat saja, ia begitu mudah menggoda seorang perempuan seperti ini!”Belum sempat jemarinya membalas, terdengar sebuah bunyi pesan masuk dari pemilik nama yang sama.'Tidak ada jawaban berarti setuju, bukan? oke, anggap saja begitu. Aku menunggumu pukul delapan di halte bus, tolong jangan terlambat apalagi mengatakan bahwa kau sudah hampir sampai di kantor, ya!'Jessica mengela nafasnya, bagaimana bisa seorang Hansen yang dulu terlampau cuek kepadanya mendadak berubah menjadi sangat posesif seperti ini?Jessica mengerti, bahwa berurusan dengan Hansen ki
Albert kini sudah berada di dalam mobil hitam miliknya, ia sengaja memilih waktu saat jam kerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi.Ia memakai kemeja berwarna coklat muda dipadukan dengan celana jeans yang terlihat senada namun sedikit lebih gelap yang membuat kulit putihnya terpancar lebih cerah dari biasanya.Sebuah pesan singkat dari Adisty. 'Aku sudah melihat mobilmu, tunggu sebentar.'Albert melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Adisty yang sudah membuat janji dengannya di depan sebuah minimarket. Namun matanya tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan Adisty, di mana dia?Laki-laki itu mendesis kedinginan setelah merasa pipi sebelah kirinya mengenai sesuatu yang terasa menusuk kulitnya.“Halo, kau sudah lama menunggu?”Ternyata itu Adisty.Ia menyodorkan Abert sebuah minuman dingin di tangan sebelah kanannya, “Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah ma
"Siapa perempuan itu?" tanya Jessica."Perempuan yang mana?" Jawab Hansen bingung.Jessica memutar pandangannya melihat mobil yang sangat dia kenal, dalam hatinya terus bertanya siapa perempuan yang bersama Albert itu. sementara Hansen kebingungan dengan sikap Jessica."Kamu lihat siapa?" Mendengar perkataan Hansen, Ia segera mengalihkan pandangannya, "Ah, sepertinya aku salah lihat, Hansen."'Aku harus segera menanyakan ini kenapa Albert' batin Jessica.Albert tidak mempunyai adik perempuan, dia juga tidak mengatakan apapun hari ini. Jadi wajar saja jika Jessica merasa bingung."Kamu sedang memikirkan apa, Jessica?" Hansen menyadari kalau gadis itu sedang memikirkan sesuatu, siapa perempuan yang dia maksud, pikir Hansen."Nanti aku ceritakan."_________________"Kenapa dia tidak menghubungiku" Jessica menatap layar ponsel penuh harap, berharap Albert mengirim pesan untuknya siang ini. Namun sayangnya tak ada kabar apapun dari lelaki itu, membuat Jessica semakin gelisah."Baiklah, d
"Ada siapa disana, Hansen?" teriak Jessica dari kamarnya. 'kenapa lama sekali,' batin Jessica."Bukan siapa-siapa!" Jawab Hansen."Jessica! Aku mau bicara! Tolong keluar, Aku mau menjelaskan sesuatu kepadamu!" teriak Albert. Hansen merasa kesal dengan sepupunya itu, apa Albert masih tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan padanya."Minggir! Aku mau bertemu Jessica!" "Aku tak mengijinkannya!" tegas Hansen."Kau pikir kau siapa menghalangiku! cepat menyingkir lah selagi aku masih berbaik hati padamu, Hansen!"ucap Albert yang sedang mencoba masuk, namun sialnya Hansen tetap menahan dirinya.Albert melayangkan tinju kepada wajah Hansen, dia sangat kesal sekarang dengan tingkah sepupunya itu."Hansen!" teriak Jessica melihat Hansen tersungkur lemas. "Apa yang kamu lakukan, Albert!"Je-Jessica? Aku tak sengaja memukul Hansen, dia menghalangiku terus" ujar Albert.Sedangkan Jessica segera mebantu Hansen berdiri, "Apa yang kamu lakukan disini!" teriak Jessica kesal melihat Albert."Ak
Hangat sinar mentari pagi mengisi seluruh ruang tidur Adisty, terdapat lengan Albert yang tengah memeluk erat tubuh Adisty, mereka masih tertidur pulas. Dering ponsel Albert terdengar sangat nyaring, waktu menunjukkan pukul 07.15.Albert segera terbangun untuk mematikan alarm dan segera melepaskan pelukannya, matanya menatap wajah Adisty yang masih tertidur. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan, pikirnya."Mau bagaimanapun, ternyata aku masih menyimpan perasaan ini untukmu, Adisty." gumam Albert.Sebelum Albert pulang, ia sempat membuatkan sarapan untuk Adisty yang sudah menjadi kebiasaanya bersama gadis itu yang tak lupa meninggalkan secarik kertas bertuliskan, ' Jangan lupa sarapan wanita cantikku' yang membuat Adisty selalu tersenyum setelah membacanya.Sesampainya di rumah ponsel Albert berdering, Hansen menelponnya."Kamu dimana?" tanya Hansen."Di rumah, kenapa?" Albert bertanya balik."Di rumah siapa? Saya semalam ke rumah kamu, bahkan tadi saya ke rumah kamu tapi kamu tidak
"Jadi benar kamu selingkuh lagi?" ucap seorang gadis kepada laki-laki yang ada di hadapannya yang tak sengaja ia lihat di sebuah kafe yang baru saja ia kunjungi. Terlihat laki-laki itu sedang duduk berdua dengan seorang wanita yang menggunakan mini dress berwarna hitam, saling tatap dan tertawa bersama. Laki-laki itu menoleh ke belakang setelah mendengar suara yang tidak asing di telinganya, melihat seseorang yang sedang berdiri memperhatikannya, lalu raut wajahnya berubah kaget dan terlihat pucat pasi menyadari siapa yang ada di belakang itu. "Jessica?! Sejak kapan kamu disini?" tanya laki-laki itu sedikit kecewa. Laki-laki itu segera bangkit menghampiri gadis itu yang sedang berdiri tak jauh dari mejanya. "Erwin, dia siapa?" tanya wanita yang tadi bersama laki-laki itu dengan raut wajah bingung. "Dia Jessica pacarku Van," jelas Erwin kepada Vannya, jantungnya berdetak sangat kencang karena dia baru saja dipergoki bersama wanita lain oleh pacarnya. "Loh, kemarin kamu bilang kam
Beberapa hari setelah kejadian itu Jessica mencoba bangkit dari hidupnya, dia mencoba melamar ke perusahaan Yeonsang Group karena dia mendengar kabar dari temannya bahwa di perusahaan itu ada lowongan kerja, tak mau menyia-nyiakan kesempatan Jessica segera mengirimkan lamaran kerja. Wajahnya sangat senang dan penuh semangat dia sangat yakin kalau dia bisa memulai hidup yang lebih baik lagi dan diterima di perusahaan itu. Sejak orang tua Jessica meninggal dia berfikir untuk hidup mandiri tanpa mengandalkan orang lain, sekarang usianya sudah menginjak angka 21 tahun. Sejak orang tuanya meninggal Jessica di urus oleh teman dekat Ibunya karna keluarga Jessica tidak ada yang mau mengurusnya. Beruntung warisan dari orang tua Jessica cukup untuk membiayai sekolah dan kebutuhan hidupnya meski dia harus lebih irit dalam mengatur keuangan. Beberapa hari setelah dia mengirimkan CV Jessica mendapatkan panggilan interview, 3 hari kemudian Jessica mendapatkan k
Hangat sinar mentari pagi mengisi seluruh ruang tidur Adisty, terdapat lengan Albert yang tengah memeluk erat tubuh Adisty, mereka masih tertidur pulas. Dering ponsel Albert terdengar sangat nyaring, waktu menunjukkan pukul 07.15.Albert segera terbangun untuk mematikan alarm dan segera melepaskan pelukannya, matanya menatap wajah Adisty yang masih tertidur. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan, pikirnya."Mau bagaimanapun, ternyata aku masih menyimpan perasaan ini untukmu, Adisty." gumam Albert.Sebelum Albert pulang, ia sempat membuatkan sarapan untuk Adisty yang sudah menjadi kebiasaanya bersama gadis itu yang tak lupa meninggalkan secarik kertas bertuliskan, ' Jangan lupa sarapan wanita cantikku' yang membuat Adisty selalu tersenyum setelah membacanya.Sesampainya di rumah ponsel Albert berdering, Hansen menelponnya."Kamu dimana?" tanya Hansen."Di rumah, kenapa?" Albert bertanya balik."Di rumah siapa? Saya semalam ke rumah kamu, bahkan tadi saya ke rumah kamu tapi kamu tidak
"Ada siapa disana, Hansen?" teriak Jessica dari kamarnya. 'kenapa lama sekali,' batin Jessica."Bukan siapa-siapa!" Jawab Hansen."Jessica! Aku mau bicara! Tolong keluar, Aku mau menjelaskan sesuatu kepadamu!" teriak Albert. Hansen merasa kesal dengan sepupunya itu, apa Albert masih tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan padanya."Minggir! Aku mau bertemu Jessica!" "Aku tak mengijinkannya!" tegas Hansen."Kau pikir kau siapa menghalangiku! cepat menyingkir lah selagi aku masih berbaik hati padamu, Hansen!"ucap Albert yang sedang mencoba masuk, namun sialnya Hansen tetap menahan dirinya.Albert melayangkan tinju kepada wajah Hansen, dia sangat kesal sekarang dengan tingkah sepupunya itu."Hansen!" teriak Jessica melihat Hansen tersungkur lemas. "Apa yang kamu lakukan, Albert!"Je-Jessica? Aku tak sengaja memukul Hansen, dia menghalangiku terus" ujar Albert.Sedangkan Jessica segera mebantu Hansen berdiri, "Apa yang kamu lakukan disini!" teriak Jessica kesal melihat Albert."Ak
"Siapa perempuan itu?" tanya Jessica."Perempuan yang mana?" Jawab Hansen bingung.Jessica memutar pandangannya melihat mobil yang sangat dia kenal, dalam hatinya terus bertanya siapa perempuan yang bersama Albert itu. sementara Hansen kebingungan dengan sikap Jessica."Kamu lihat siapa?" Mendengar perkataan Hansen, Ia segera mengalihkan pandangannya, "Ah, sepertinya aku salah lihat, Hansen."'Aku harus segera menanyakan ini kenapa Albert' batin Jessica.Albert tidak mempunyai adik perempuan, dia juga tidak mengatakan apapun hari ini. Jadi wajar saja jika Jessica merasa bingung."Kamu sedang memikirkan apa, Jessica?" Hansen menyadari kalau gadis itu sedang memikirkan sesuatu, siapa perempuan yang dia maksud, pikir Hansen."Nanti aku ceritakan."_________________"Kenapa dia tidak menghubungiku" Jessica menatap layar ponsel penuh harap, berharap Albert mengirim pesan untuknya siang ini. Namun sayangnya tak ada kabar apapun dari lelaki itu, membuat Jessica semakin gelisah."Baiklah, d
Albert kini sudah berada di dalam mobil hitam miliknya, ia sengaja memilih waktu saat jam kerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi.Ia memakai kemeja berwarna coklat muda dipadukan dengan celana jeans yang terlihat senada namun sedikit lebih gelap yang membuat kulit putihnya terpancar lebih cerah dari biasanya.Sebuah pesan singkat dari Adisty. 'Aku sudah melihat mobilmu, tunggu sebentar.'Albert melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Adisty yang sudah membuat janji dengannya di depan sebuah minimarket. Namun matanya tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan Adisty, di mana dia?Laki-laki itu mendesis kedinginan setelah merasa pipi sebelah kirinya mengenai sesuatu yang terasa menusuk kulitnya.“Halo, kau sudah lama menunggu?”Ternyata itu Adisty.Ia menyodorkan Abert sebuah minuman dingin di tangan sebelah kanannya, “Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah ma
'Halo, si cantik yang ‘lumayan’ pintar berbohong! Karena besok adalah hari terakhir kita masuk kerja, bagaimana kalau nanti biar kujemput kau di tempat biasa?' sebuah pesan singkat dari Hansen.Jessica mengerjapkan matanya berkali-kali, sebuah pesan dari ponselnya membuatnya kembali teringat dengan perkataan sahabatnya tadi pagi.“Pasti Ivy hanya sedang membuatku geer, lihat saja, ia begitu mudah menggoda seorang perempuan seperti ini!”Belum sempat jemarinya membalas, terdengar sebuah bunyi pesan masuk dari pemilik nama yang sama.'Tidak ada jawaban berarti setuju, bukan? oke, anggap saja begitu. Aku menunggumu pukul delapan di halte bus, tolong jangan terlambat apalagi mengatakan bahwa kau sudah hampir sampai di kantor, ya!'Jessica mengela nafasnya, bagaimana bisa seorang Hansen yang dulu terlampau cuek kepadanya mendadak berubah menjadi sangat posesif seperti ini?Jessica mengerti, bahwa berurusan dengan Hansen ki
Jessica mengaduk-aduk jus alpukat miliknya, masih memikirkan perkataan Ivy beberapa jam lalu yang sempat membuatnya hampir tidak percaya. Namun, melihat ekspresi Ivy yang terlihat sangat serius dan tidak berniat untuk berbohong itu terlihat menguatkan seluruh kenyataannya. “Ada apa, Jessica?” tanya Albert yang sedari tadi memperhatikan Jessica seperti orang yang sedang banyak pikiran. Jessica menggeleng cepat, “Ti-tidak, aku tidak apa-apa.” “Tetapi kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.” ucapnya mengutarakan apa yang ia rasakan. “Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Lagi-lagi Jessica menggeleng, “Tidak, Albert. Aku hanya... sedikit pusing karena kerjaan di kantor yang cukup menumpuk.” elaknya. “Sungguh? aku tidak percaya bahwa masih ada kantor yang memberi pekerjaan sama banyaknya pada hari sabtu, kurasa sebaiknya kau pindah dari sana,” saran Albert, tidak ingin membuat kekasihnya itu kelelahan apalagi sampai sakit.
Jessica menoleh dan mendapati seseorang yang sangat dikenalinya, “Astaga, Ivy! Kau hampir membuat jantungku lepas!”Wanita cantik berambut cokelat terang dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Jessica itu tertawa puas, “Kaget karena ada yang mengetahui isi hatimu?” sarkasnya.“Sepertinya obat dari dokter tidak cukup membuatmu manjadi lebih waras,” balas Jessica malas, ia memutuskan untuk segera kembali di tempatnya.Ivy merupakan satu-satunya teman perempuan Jessica di kantor ini, karena Jessica sendiri tidak begitu ingin banyak berbasa-basi dan mengenal lebih jauh para kaum sebangsanya yang terkenal begitu heboh dan cukup glamour di sini.Syukurlah ternyata masih ada satu perempuan waras yang sepemikiran dengan Jessica, sehingga di sinilah keduanya berada.Mereka memang tak begitu lama saling mengenal, namun mengingat keduanya mempunyai beberapa kesamaan membuat Jessica maupun Ivy ternyata jauh lebih
Dapat kulihat kini perempuan itu tengah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan was-was, tampaknya ia terkejut setelah membaca pesan dariku. Aku tertawa kecil melihat perubahan ekspresi pada wajahnya, Jessica memang bukanlah seseorang yang pandai berbohong. Pesan dariku hanya berhenti sampai tanda dibaca, aku segera melepaskan sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil untuk menghampiri Jessica. “Di mana sebuah kantor yang kau maksud?” sindirku halus yang berhasil membuatnya menoleh dengan raut tak enak kepadaku. Ia memutar kedua bola matanya malas, “Aku sedang berbicara kepadamu, Jessica,” tegurku dengan nada tegas. “Lalu, di mana apartemen yang kau maksud, Hansen?” serangnya balik dan berhasil membuatku tertawa karena nada ketus yang Jessica tunjukkan kepadaku. Melihat raut wajah Jessica yang tak sama sekali berubah apalagi tertawa membuatku merasa tidak enak, “Kau marah?” tanyaku hati-hati. “Menurutmu?” Aku menggaru
Aku membuka kedua mataku setelah mendengar sebuah dering pesan masuk, dengan segera kuambil ponselku yang terletak di sebelah nakas tempat tidurku. Isi pesan dan si pengirim pesan itu berhasil menciptakan sebuah lengkungan indah di bibirku. Ya, itu adalah sebuah pesan dari Albert. 'Selamat pagi, Jessica. Hari ini aku sedang free, bagaimana kalau pukul lima kutunggu kau di stasiun kereta?' Isinya memanglah bukan berupa pesan-pesan manis layaknya remaja yang sedang kasmaran, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Terlebih, ketika mengingat bagaimana kita menghabiskan malam dengan penutup yang sangat manis. Ah, rasanya ingin sekali bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya tepat saat itu. Aku menggerakan jemariku satu persatu, mulai merangkai kalimat di layar ponselku untuk membalas pesan dari Albert. 'Kau ingin pergi naik kereta bersamaku?' Tak butuh waktu lama, suara dering pertanda pesan masuk kembali berbunyi.