"Bangun woyyy,". Teriak Anaya pada Gempa yang masih terlelap di atas tempat tidur.
"Gempa. Woyy, bangun,". Teriak Anaya lebih keras dari sebelumnya.
Teriakan Anaya memang cukup kencang, tapi itu tidak mengurungkan niat Gempa untuk tetap tertidur dan bolos sekolah.
"Gue banjur ya, Gem." Ancam Anaya. Namun Gempa tidak begitu memperdulikan ancaman itu, toh itu hanya gertakan gak mungkin juga kan Anaya setega itu. Fikir Gempa.
Tapi dugaan Gempa salah, karena Anaya benar benar membawa segayung air di tangannya dan,
Byurrr
Anaya mengguyur tubuh Gempa dengan segayung air yang ada di tangannya. "Anjing. Lo bener bener ya, Nay". Teriak Gempa dan langsung beranjak duduk dengan wajah yang basah kuyup.
"Durhakot lo Nay sama gue, minta maaf gak!" Teriak Gempa kesal. Bukannya meminta maaf Anaya malah berjalan keluar kamar dan meninggalkan Gempa yang basah kuyup dengan wajah kesalnya.
"Anaya awas aja lo,". Teriak Gempa dari dalam kamar. Anaya hanya acuh dan terus melanjutkan jalannya menuju dapur untuk membantu bunda mertuanya menyiapkan sarapan.
"Eh, menantu bunda udah bangun,". Ucap Santi basa basi.
“Bunda lagi masak apa?" Tanya Anaya menghampiri Santi yang sedang memasak di dapur.
"Bunda lagi masak ayam rica rica kesukaan Gempa,". Jawab Santi tersenyum.
"Selain ayam rica rica, Gempa suka apa lagi bun?". Tanya Anaya. Yaa walaupun mereka menikah karena perjodohan tapi Anaya tetap harus melakukan kewajibannya sebagai istri yang baik dan menjadi istri idaman untuk Gempa.
Ceileh istri idaman, istri idaman mana yang berani guyur suaminya pake air segayung?!
"Gempa itu golongan omnivora, jadi gak ada yang dia gak suka,". Jawab Santi terkekeh. Anaya pun ikut terkekeh. "Bunda bisa aja,".
"Bunda kalo Anaya sama gempa tinggal di apartemen aja boleh nggak?" Tanya Anaya hati hati, takut bunda mertuanya tersinggung dengan ucapannya.
"Emang kenapa Anaya mau tinggal di apartemen? Apa Anaya gak betah tinggal sama bunda?" Tanya Santi tanpa mengalihkan pandangannya dari bahan bahan masakan.
"Emmm… Bukan gitu bun, Anaya cuma gak enak aja sama bunda," jawab Anaya tak enak hati.
"Lohh, gak enak kenapa? Bunda seneng kok kalo kalian tinggal di sini,". Ucap Santi beralih menatap Anaya yang berdiri disebelahnya.
"Eeee... Maksud Anaya..."
"Udahlah bun, biarin aja itung itung melatih mereka supaya terbiasa hidup mandiri,". Ucap Magma yang baru saja datang kedapur.
"Nanti kalo mereka pergi, rumah jadi sepi dong,". Balas Santi dengan wajah yang sendu.
"Nanti kalo Anaya sama Gempa libur sekolah, kita pasti kesini nengokin bunda,". Ucap Anaya tersenyum.
"Janji yaa, kalo perlu kalian nginep disini,". Balas Santi dengan raut wajah sedihnya. "Iya Anaya janji,". Jawab Anaya lalu memeluk Santi dari samping.
"Drama apaan nih? Pagi pagi udah sedih aja,". Teriak Gempa yang baru saja datang.
"Tadi Anaya minta pindah ke apartemen,". Ucap Magma santai.
"Bagus tuh bagus, biar lebih leluasa". Balas Gempa tanpa merasa malu sedikitpun.
Magma dan Santi menatap Gempa dan Anaya secara bergantian. "Leluasa buat nyuruh nyuruh Anaya beres beres rumah. Gitu aja kok ambigu,". Jelas Gempa dengan santainya lalu duduk di kursi.
"Anjing si Gempa, kalo bukan depan mak bapaknya udah gue bunuh lo Gem,". Batin Anaya.
"Tolong bawain ini ke meja makan ya Nay,". Perintah Santi sambil menyodorkan piring yang berisi ayam rica rica itu pada Anaya.
"Iya bun,", Jawab Anaya tersenyum dan menerima piring yang diberikan Santi lalu membawanya kemeja makan.
"Apalagi bun?". Tanya Anaya pada Santi yang masih berada di dapur.
"Udah kok tinggal nasi goreng nya aja, yu kita makan". Jawab Santi lalu berjalan menuju meja makan diikuti Anaya dari belakang.
Anaya mengambilkan nasi dan ayam rica rica untuk Gempa’ "Nih makan,". Perintah Anaya pada Gempa.
"Makasih sayang,". Ucap Gempa menggoda Anaya.
Disisi lain Santi dan Magma menatap mereka dengan hati yang sangat bahagia. Walaupun Anaya dan Gempa menikah karena perjodohan tapi mereka terlihat sangat romantis seperti suami istri pada umumnya.
"Seneng ya bun kalo liat mereka kaya gini,", Bisik Magma pada Santi.
"Iya bunda juga seneng, jadi pengen cepet cepet punya cucu deh,". Jawab Santi sambil senyum senyum sendiri.
"Ayah sama bunda kenapa Gem? Kok mereka mesem mesem kaya gitu?". Bisik Anaya yang hanya bisa didengar oleh Gempa.
"Kayanya mereka lagi rencanain bikin adik buat kita deh,". Jawab Gempa asal.
"Lo bisa gak sih kalo di tanya tuh yang bener jawabnya,". Kesal Anaya. Gempa hanya mengangkat bahunya acuh.
Selesai sarapan Anaya berjalan menuju kamarnya untuk bersiap siap berangkat sekolah.
"Nay, lo yakin kita mau pindah ke apartemen? Gue takut lo gak mampu jadi babu yang baik buat gue,". Ucap Gempa yang sedang terduduk santai di sofa.
Anaya menoleh pada Gempa. "Apa kata lo? Coba ulang sekali lagi?" Teriak Anaya.
"Lo budek? Cantik cantik kok budek sih, minus banget." Ledek Gempa.
"Lo di diemin malah ngelunjak ya, Gem." Anaya berjalan menghampiri Gempa yang sedang duduk santai sambil bertumpang kaki.
"Apa? Lo kira gue SUTATRI,". Ucap Gempa dengan nada menantang. Dia beranjak dari duduknya dan berdiri tepat di depan Anaya.
"Apa lo?" Bentak Anaya.
"Ya gue takut lah, aaaaa… Anaya jangan bentak gue,". Rengek Gempa seperti anak kecil.
Anaya mengerutkan keningnya heran. Bisa bisanya si pentolan sekolah yang terlihat sangar dan berwibawa, ternyata bermental yupi seperti ini.
"Gempa lo mental yupi banget sih,". Ucap Anaya menatap aneh pada Gempa.
"Lo bentak gue,". Jawab Gempa cemberut.
"Dasi lo mana?" Tanya Anaya saat melihat Gempa tidak memakai dasinya. Gempa mengangkat bahunya pertanda tidak tahu.
"Cari cepet, nanti gue pakein". Perintah Anaya lalu kembali berjalan menuju meja riasnya.
"Sumpah gue lupa naro dasi itu dimana, gak usah pake dasi lah lagian ini juga bukan hari senin,". Balas Gempa santai, dia malah duduk kembali di sofa.
"Emang ada peraturan pake dasi kalo hari senin doang? Ayo cepet cari, gak usah banyak alasan". Ucap Anaya yang masih sibuk merapihkan pakaiannya di depan cermin.
Gempa tidak menghiraukan ucapan Anaya, dia masih duduk santai di sofa sambil menatap Anaya yang sedang merapihkan pakaiannya.
"Gempa! Lo gak denger gue bilang apa?!" Bentak Anaya kesal.
"Lo marah marah mulu deh, Nay. Pusing kepala gue tau gak!". Balas Gempa tak kalah kesal.
Anaya memutar bola matanya malas, dia memutuskan untuk mencari dasi milik Gempa sendirian tanpa bantuan Gempa si tengil itu.
"Nyari apaan lo?" Tanya Gempa yang heran melihat Anaya yang mengobrak ngabrik lemari pakaian nya.
"Nyari dasi lo lah, masa nyari fuck boy". Sinis Anaya. Gempa berjalan menuju lemarinya dan mengambil sesuatu dari lemari paling atas. "Nih, pakein." Perintah Gempa sambil menyodorkan dasi miliknya.
"Kenapa gak dari tadi tolol." Kesal Anaya.
"Gue seneng kalo liat lo lagi marah gini Nay,". Ucap Gempa sambil terus menatap Anaya yang sedang memasangkan dasi dilehernya.
"Gak usah gombal, ini masih pagi". Balas Anaya dengan wajah datarnya.
"Berarti kalo malem boleh dong?" Tanya Gempa menggoda Anaya.
"Ya.. ya gak gitu juga, m-maksud gue.."
Cup
Gempa mencium kening Anaya sekilas. "Gak usah malu malu, biasanya juga lo malu maluin,". Ucap Gempa terkekeh.
"Gempa lo bener bener yaa." Kesal Anaya mengepalkan tangannya.
Gempa segera berlari keluar kamar sebelum mendapat amukan dari Anaya.
"Gempa! Jangan lari lo!" Teriak Anya kesal dan berlari mengejar Gempa keluar kamar.
"Gempa sini lo!" Teriak Anaya sambil berlari untuk mengejar Gempa.
"Lemah lo Nay, masa ngejar gue aja gak mampu,". Teriak Gempa mengejek.
"Gempa! Ketangkep gue bunuh lo Gem." Teriak Anaya kesal.
"Wleeeeeee…" Gempa mengejek Anaya dengan menjulurkan lidah dan melambai lambaikan tangannya diatas kepala.
"Jangan lari lo Gem,". Kesal Anaya dan mempercepat larinya.
"Aduhhhh, kalian kenapa lari lari?" Ucap Santi yang baru keluar dari kamarnya.
"Gempa nakalin Anay,a bun,". Adu Anaya sambil menghela napasnya yang hampir habis.
"Enggak! Fitnah itu bun,". Teriak Gempa yang tak mau disalahkan.
"Kalian gak sekolah? Ini udah jam delapan loh" tanya Santi pada Anaya dan Gempa yang malah asik kejar kejaran.
Anaya membulatkan matanya. "Jam delapan!" Teriak Anaya terkejut.
"Iyaa,". Jawab Santi apa adanya.
Anaya melihat jam yang menempel di tangan kirinya dan benar saja sekarang sudah jam delapan lebih lima belas menit.
"Bundaaaa… Anaya telat…" Teriak Anaya panik sambil menggigit jarinya. Ini merupakan pertama kalinya dia terlambat, dan ini semua gara gara si Gempa tengil itu. Coba saja tadi dia tidak lari pasti Anaya tidak akan terlambat seperti ini.
"Yaudah gakpapa nanti bunda izinin sama gurunya, mending kalian ganti baju gih,". Perintah Santi dengan nada yang sangat santai.
"Tapi bun nanti kalo Anaya ketinggalan pelajaran gimana?!" Ucap Anaya murung.
"Murid ambis mah beda,". Sindir Gempa.
"Gak mungkin sayang, kan cuma hari ini aja". Jawab Santi menenangkan.
"Yaudah deh Anaya ke kamar dulu ya bun,". Ucap Anaya lalu berjalan menuju kamarnya.
"Huuuuhhh, gila baru satu hari jadi istrinya aja udah kebawa sesat gini apa lagi kalo seumur hidup bisa ikut bejad kelakuan gue,". Gumam Anaya lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Udahlah Nay, lebay banget lo baru juga bolos sehari,". Ucap Gempa yang baru saja datang.
"Yaaa lo mah enak sering bolos jadi guru guru gak aneh lagi, lah gue kan waketos. Mau ditaro dimana muka gue Gem! Malu gue malu sumpah." Ucap Anaya menutup wajahnya menggunakan bantal.
Terlintas sebuah ide licik didalam otak Gempa yang minimalis dan tidak beradab itu. Dia berjalan mendekat kearah tempat tidur dan,
"Hmbbtttttt, GEMPA ANJING!! lo mau bunuh gue hah!" Teriak Anaya karena Gempa menekan bantal yang digunakan Anaya untuk menutupi wajahnya.
Gempa tertawa terbahak bahak. "Gue seneng kalo lo mati, jadi gue bisa nikah lagi". Jawabnya sangat enteng.
"Gak!! Lo gak bisa nikah lagi." Tegas Anaya.
"Tapi gue mau poligami,". Ucap Gempa dengan santainya.
Anaya menatap Gempa tajam setajam silet. "Lo mau gue potong leher lo hah?!" Teriak Anaya sambil berkecak pinggang di hadapan Gempa.
Cup
Gempa mengecup dahi Anaya sekilas "Berisik,". Ucap Gempa lalu menarik Anaya kedalam pelukannya.
"Lepas!!" Berontak Anaya.
"Nay...,". Panggil Gempa lembut namun itu malah membuat bulu kuduk Anaya berdiri. Firasat tidak enak pun sudah dirasakan Anaya.
"Nay..,". Panggil Gempa lagi.
"Jangan macem macem ya, Gem." Ucap Anaya taku, jantung nya pun sudah berdebar kencang.
"Cuma satu macem kok,". Jawab Gempa lembut.
"Gem sumpah gue belum siap,". Ucap Anaya mulai panik sendiri.
Gempa tertawa terbahak bahak. "Fikiran lo kotor Anaya." Keke Gempa saat melihat wajah Anaya yang ketakutan.
"A-apaan si lo,". Kesal Anaya.
"Gue cuma mau meluk lo Nay, gak mau unboxing lo." Ucap Gempa sambil tertawa.
"Y-yaa gue kan cuma jaga jaga aja." Balas Anaya membela diri.
"Tapi kalo lo mau ayoo,". Ajak Gempa dengan penuh semangat.
"Gak yaa. Gue gak mau,". Teriak Anaya cepat.
"Yaudah, gue juga gak bakal maksa lo kok,". Balas Gempa santai.
"Tumben baik?" Batin Anaya.
"Lo gak lagi sakit kan, Gem?" Tanya Anaya sambil menatap Gempa dengan tatapan menelisik.
"Gak." Jawab Gempa sambil menggelengkan kepalanya.
"Gue ngantuk Nay, bobo yuu". Ajak Gempa. Mode manja pun sudah mulai keluar.
"Masih pagi Gem, gak baik". Balas Anaya mengingatkan.
"Tapi gue ngantuk,". Rengek Gempa sambil menggerak gerakan kepalanya di cekukan leher Anaya.
"Gak boleh, pamali Gempa tidur jam segini." Ucap Anaya.
"Nay,". Panggil Gempa dengan suara yang sudah mulai lirih.
"Hmm,". Jawab Anaya sekenanya.
"Elusin punggung gue dong,". Perintah Gempa dengan suara manjanya.
"Gak mau, nanti lo tidur lagi". Tolak Anaya.
"Aaaaaaaa… Anaya mah gitu,”. Teriak Gempa seperti anak kecil.
Karena lelah dengan semua rengekan Gempa akhirnya Anaya pun menuruti keinginan Gempa untuk mengelus punggungnya. Dia mengelus punggung Gempa lembut. "Jangan tidur.” Perigat Anaya.
"Gempa geli,". Desis Anaya saat Gempa bernapas tepat di lehernya.
"Wangi,". Ucap Gempa singkat dan terus mengendus endus leher jenjang Anaya dengan lembut.
"Gempa sumpah gue gelian orangnya,". Desis Anaya lagi karena Gempa semakin mengendus lehernya bahkan dia menciumnya sangat kuat. Anaya tidak diam saja tadi tubuhnya dipeluk Gempa dengan sangat erat jadi dia tidak bisa bergerak sedikitpun.
Cup
Cup
Cup
Gempa mengecup leher Anaya tiga kali kemudian melepaskan pelukannya. "Candu banget wangi lo, Nay,". Ucap Gempa lalu merangkul tangan Anaya dengan posisif.
"Itumah lo nya aja yang mesum,". Jawab Anaya malas.
"Ngantuk,". Ucap Gempa sambil ndusel ndusel di tangan Anaya.
"Gak boleh, ini masih pagi," Anaya membalikan badannya menjadi berhadapan dengan Gempa.
"Tapi gue ngantuk,". Rengek Gempa seperti anak kecil.
"Gak boleh,". Peringat Anaya lembut.
"Aaaaaaaaa… tapi gue ngantuk Anaya." Teriak Gempa semakin kencang.
"Gak boleh,". Ucap Anaya dan terus mengelus elus pipi Gempa lembut.
Bukannya membuat mata Gempa menjadi melek justru perlakuan Anaya malah membuat Gempa semakin ngantuk, Gempa pun perlahan menutup matanya dan terlelap dalam pelukan Anaya.
Anaya tersenyum saat melihat wajah Gempa yang sedang terlelap. Damai rasanya melihat wajah suami tengilnya jika sedang tertidur seperti ini.
"Good sleep baby boy,". Ucap Anaya lalu memeluk tubuh Gempa.
Beberapa menit kemudian Anaya pun terlelap menyusul Gempa menuju alam mimpi.
Gempa dan Anaya sedang membereskan barang barangnya, karena sore ini mereka akan pindah ke apartemen."Nay, lo yakin mau pindah ke apartemen?" Tanya Gempa masih ragu apakah nanti Anaya bisa menjadi istri yang baik untuknya atau tidak."Yakin. Lagian gue juga udah biasa hidup sendiri, kan dari kelas sepuluh gue udah pisah rumah sama mama, papa". Jawab Anaya santai sambil memasukan baju bajunya kedalam koper.Gempa terkejut dengan apa yang di katakana Anaya barusan. Apa katanya? Sudah pisah rumah sejak kelas sepuluh? Pasti ini prank, mana nih kameranya?. Fikir Gempa."Kenapa lo?" Tanya Anaya heran saat melihat Gempa celingak celinguk gak jelas."Lo beneran udah pisah rumah dari kelas sepuluh?" Tanya Gempa tidak percaya jika Anaya sudah pisah rumah dengan kedua orang tuanya sejak kelas sepuluh. Sedangkan Anaya hanya membalasnya dengan anggukan."Kenapa lo gak bareng mereka?" Tanya Gempa duduk di samping Anaya yang sedang memasukan pakaian nya k
Anaya dan Gempa sedang sarapan bersama sebelum mereka berangkat sekolah. "Nay, pulang sekolah gue izin nongkrong bentar yaa,". Ucap Gempa di sela sela memakan roti selai coklatnya."Iya, tapi pulang nya jangan malem malem takut gue ketiduran nanti gak ada yang bukain pintu,". Jawab Anaya santai."Siap,". Balas Gempa mengangkat tangannya hormat.Selesai sarapan Anaya dan Gempa bersiap siap untuk berangkat sekolah. "Dasi lo mana?" Tanya Anaya pada Gempa karena Gempa tidak memakai dasinya."Ada, nih,". Jawab Gempa sambil melirik saku celananya.Anaya menggeleng gelengkan kepalanya tak habis fikir lalu mengambil dasi dari saku celana Gempa. "Dasi itu dipakenya dileher bukan di saku,". Ucap Anaya sambil memasangkan dasi di leher Gempa."Tapi nanti aura bad boy gue berkurang, Nay. Gue gak mau pake dasi,". Kesal Gempa cemberut. Anaya hanya menatap Gempa sambil tersenyum."Anaya gue gak mau pake dasi, nanti gue gak ganteng lagi,". Rengek Gemp
"Kalian sedang apa?" Tanya seseorang dari arah belakang. Anaya dan Gempa langsung menoleh kebelakang dengan cepat."Pak Asep." Ucap Anaya terkejut dan menjauhkan dirinya dari Gempa.Berbeda dengan Gempa, dia malah menatap datar pak Asep, Siska dan Aliyah yang berani beraninya mengganggu kemesraan dia dengan Anaya."Kalian sedang apa disini?" Tanya pak Asep dengan wajah datarnya."Bapak sendiri ngapain kesini? Mana pake bawa pasukan lagi, mau sep-". Ucapan Gempa terpotong saat tangannya di senggol oleh Anaya."Ngomong yang sopan,". Bisik Anaya yang hanya bisa di dengar oleh Gempa."Jawab pertanyaan saya. Kalian sedang apa disini." Bentak pak Asep pada Gempa dan Anaya."Kita cuma duduk kok pak,". Jawab Anaya membela diri."Bohong pak. Udah jelas jelas tadi bapak liat mereka lagi pelukan,". Teriak Siska cepat.Anaya menatap Siska tak suka sedangkan Gempa hanya menatap nya datar."Ikut saya keruangan. Jelaskan semuany
"Awssssshhhh... pelan pelan,". Ringis Anaya. "Ini udah pelan pelan saying,". Jawab Gempa dengan lembut. "Tapi sakit banget Gempa. Gue gak kuat,". Lirih Anaya menahan rasa sakit di bagian bawahnya. "Keset banget Nay, harus pake pelicin dulu,". Ucap Gempa lalu beranjak untuk mengambil sesuatu di atas nakas dan membalurkan, yang Anaya sendiri pun tak tau itu cairan apa. "Gempa sakit,". Ringis Anaya lagi. "Bentar ya sayang,". Ucap Gempa menenangkan Anaya lalu membalurkan cairan itu sampai merata. "Aku gerakin ya Nay, tahan." Lanjut Gempa. "Awwsssshhhhhhh Gem-pa sak-it bangettt,". Ringis Anaya. DIa menyalurkan rasa sakitnya dengan mencengkram seprai di sampingnya. "Awalnya sakit tapi lama lama jadi enak kok,”. Ucap Gempa yang masih menggerakan tangannya di bawah sana. "Gempa sumpah kaki gue sakit banget, awwshhhh gue gak kuat". Teriak Anaya saat Gempa memijat kakinya sangat keras. "Bentar Nay dikit lagi, biar
Gempa dan teman temannya sedang berada di kelas. "Eh bro semalem lo ngapain aja sama ibu negara?". Tanya Amir pada Gempa."Gue abis ehem,". Jawab Gempa asal."Waaaww, imfresif." Ucap Galang menggeleng gelengkan kepalanya sambil menutup mulutnya tak percaya."Halah palingan cuma mimpi,". Celetuk Jeno dengan gaya santuy yang di milikinya."Gak percayaan banget lo sama gue." Ucap Gempa kesal. Yaa walaupun dia hanya asal ngomong tapi tetap saja dia sempat mandi bareng sama Anaya. Itu termasuk 'ehem' bukan?!"Ya kalo percaya sama lo itu namanya musik." Celetuk Niko menimpali kehaluan yang di buat Gempa."Musrik bego." Ralat Dimas menoyor kepala Niko lumayan keras sampai sang mpunya mendesis kesakitan."Njing. Sakit ogeb!" Umpat Niko dengan reflek langsung memukul tangan Dimas pelan.Di antara Gempa dan teman temannya yang ribut dengan masalah yang unfaedah. Gaga hanya diam dan menyimak percakapan teman temannya dan enggan untuk mela
"Eh Nay, itu Gempa lagi gadoin cewek,". Teriak Andin heboh. Seheboh orang yang baru saja mendapatkan uang kaget dari Gtv."Godain bego. Lo euhhhhh bikin gemes deh,". Ralat Vanta gemas sendiri."Yaa itulah pokonya,". Jawab Andin watados.Anaya hanya menatap Gempa datar, dia percaya bahwa Gempa gak mungkin menggoda cewek lain. Apalagi dia adalah Siska. Lebih tidak mungkin lagi.Merasa diperhatikan, Gempa pun melihat sekelilinya dan mata Gempa tertuju pada sekelompok gadis yang sedang duduk di depan kelas.Anaya tersenyum kearah Gempa. "Beuhhhh manis banget senyum istri gue,". Ucap Gempa sambil memegang dadanya terpana oleh senyum manis Anaya."Iya tau, gue emang manis kok,". Jawab Siska centil.Gempa menatap Siska aneh. "Pede lu. Orang gue bilang istri gue yang manis, bukan lo." Sinis Gempa."Istri? Emang lo udah nikah? Kapan? Sama siapa? Dimana? Kok gue gak tau sih?" Tanya Siska bertubi tubi."Gak penting juga lo tau, yan
Hari ini adalah hari sabtu. Waktunya Anaya dan gempa bersatai dan bermalas malasan. "Nanay peluk,". Rengek Gempa seperti anak kecil."Ini udah siang Gempa, apa lo gak cape tiduran terus dari tadi,". Ucap Anaya. Jujur saja badannya sudah sangat pegal karena Gempa terus saja minta di temanin tidur."Aaaa gak mau, gue mau di peluk... Nanay ayo peluk gue iiiihhhh..." Rengek Gempa mulai kesal."Gak! Gue gak mau. Gue mau mandi terus ke rumah bunda." Jawab Anaya lalu beranjak dari tidurnya."Huaaaaaaaaa... Nanay jahat! Lo gak sayang gue, huaaaaaaa Lo jahat..." Teriak Gempa sangat kencang."Astaga, mimpi apa gue bisa punya sumi kaya lo Gem. Gem. Diluar aja sok sangar tapi dalem nya pingky." Ucap Anaya kesal. Dan langsung memeluk tubuh Gempa agar dia tidak lagi berteriak."Lo jahat. Lo gak sayang gue. Lo jahat." Isak Gempa dalam pelukan Anaya."Lo bilang gitu lagi gue tinggal ya, Gem. Gak baik bilang istri sendiri jahat." Ancam Anaya sambil te
Anaya dan Gempa baru saja sampai di kantor ayahnya Gempa. "Nanti harus senyum yaa, gak boleh cemberut kaya gini,". Ucap Anaya lembut.Gempa tidak menjawab dia segera keluar dan membukakan pintu untuk Anaya. Semua pasang mata langsung tertuju pada mereka. Lebih tepatnya pada Gempa, wajar saja karena Gempa terlihat sangat tampan dan gagah, tak seperti murid SMA.Gempa menggandeng tangan Anaya menuju ruangannya. "Gempa senyum gak boleh gitu,". Bisik Anaya karena Gempa memasang wajah datar plus dinginnya.Gempa tidak menjawab dia terus berjalan menuju ruangannya tanpa memperhatikan para karyawan wanita yang memandang nya dengan tatapan kagum."Pak Gempa?" Tanya seorang wanita dengan penampilan yang sangat seksi. Memakai baju ketat dan rok yang sangat mini.Gempa melirik wanita itu sekilas lalu beralih menatap wajah Anaya. "Ayo masuk,". Ajak nya pada Anaya."Gempa gak sopan." Bisik Anaya."Iya, ini Gempa, kamu siapa yaa?" Tanya Anaya ramah
Setelah selesai rapat, Anaya memutuskan untuk pergi ke kantin karena jam pelajaran kedua sudah dimulai dan anggota OSIS yang tadi ikut rapat di izinkan untuk tidak masuk pelajaran."Bu, mau jus jeruknya satu yaa. Nanti anterin ke meja yang di pojok situ," ucap Anaya pada salah satu ibu kantin yang ada di sekolahnya."Oke neng," jawab ibu kantin.Anaya berjalan menuju tempat duduk yang tadi ia tunjukan pada ibu kantin."Hii, Nay." sapa seseorang dari arah belakang.Anaya menoleh. "Eh hii juga, Dit." jawab Anaya pada Dito."Sendirian aja, gak bareng sama temen temen lo?" tanya Dito heran."Inikan masih jam pelajaran," jawab Anaya santai."Ahaha... Iya yaa gue lupa," ucap Dito terkekeh.Ibu kantin pun datang dengan segelas jus jeruk di tangannya. "Ini neng jus nya," ucap ibu kantin."Oh iya bu, makasih," jawab Anaya sopan. Ibu kantin hanya membalasnya dengan senyuman lalu berjalan pergi meninggalk
Pagi pagi sekali Anaya dan Gempa sudah berada di sekolah. Karena Anaya tidak mau jika teman temannya curiga jika dia dan Gempa sudah melakukan 'itu'. Yaa walaupun mereka sudah menjadi suami istri tapi tetap saja Anaya malu jika sampai teman temannya tau apalagi Mawar yang mempunyai mulut lemes dan gak bisa di rem, bisa bisa rahasia pernikahannya di ketahui satu sekolahan."Yakin gak mau aku temenin sampe temen kamu ada yang dateng?" tanya Gempa pada Anaya yang sudah duduk manis di tempatnya."Gak usah, bentar lagi juga mereka dateng," jawab Anaya. Gempa pun mengangguk lalu mencium kening Anaya sebelum dia pergi dari sana."Aku ke kelas dulu," pamit Gempa yang di angguki Anaya.Dua puluh lima menit setelah kepergian Gempa, teman temannya pun satu persatu datang. Dimulai dari Mawar dan Vanta lalu di ikuti oleh Nada dan yang terakhir datang adalah Andin. "Tumben tumbenan lo datang pagi banget? kesambet apaan nih?" tanya Vanta pada Anaya."Cuma iseng aja," jawab Anaya santai."Emang yaa
"Kamu belum makan siang, aku pesenin makanan yaa. Mau makan apa?" tanya Gempa. Dia mengambil ponsel dari dalam saku celananya."Aku mau makan seblak," jawab Anaya."Jangan itu Nay, kamu dari pagi belum makan. Yang ada nasi nasi nya dulu," ucap Gempa."Terserah deh samain aja," jawab Anaya malas. Dia lebih memilih untuk membuka laptopnya dan menonton drakor yang sudah lama dia simpan dan tidak sempat untuk menontonnya."Lagi nonton apa?" tanya Gempa pada Anaya yang sedang asik menatap layar laptopnya."Drakor," jawab Anaya tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop."Daripada nonton drakor mending kita nonton ini," Gempa merampas laptop dari pangkuan Anaya dan mengetikan sebuah kode pada kolom pencarian."Kode apaan sih? Kok aku baru tau bisa pencarian sama kode kode gitu?" tanya Anaya heran. Dia terus memperhatikan Gempa dengan teliti.Gempa menekan tombol enter dan munculah video video yang tadi Gempa cari deng
Anaya sedikit terusik dengan tangan kekar yang mengelus lembut sebelah pipinya."Enghhhh..." usik Anaya."Bangun sayang," ucap Gempa sangat lembut.Perlahan Anaya membuka matanya dan menyesuaikan dengan pencahayaan di ruangan itu. "Jam berapa?" tanya Anaya pada Gempa."Jam setengah dua belas," jawab Gempa."Malem?" tanya Anaya dan kembali terpejam dalam pelukan Gempa."Siang," jawab Gempa dengan santainya."Hah! Kok lo gak bangunin gue sih!" teriak Anaya terkejut karena Gempa tidak membangunkannya untuk sekolah."Aku-kamu sayang," koreksi Gempa."Iya terserah, kenapa gak bangunin sekolah coba, jadi bolos kan." kesal Anaya. Dia mencari cari ponselnya untuk menghubungi salah satu temannya agar di izinkan tidak masuk sekolah."Hp aku mana?" tanya Anaya pada Gempa yang masih setia memainkan ponsel di tangannya."Gak tau," jawab Gempa acuh.Anaya terus mengumpati suami laknatnya itu di dalam hati. "Pinjem sebentar mau chat Nada," ucap Anaya pada Gempa."Ngapain?" tanya Gempa heran."Yaa ma
Anaya dan Gempa sudah berada di apartemen mereka. Dan sekarang Gempa sedang rebahan di atas sofa sedangkan Anaya, dia sedang memasak di dapur."Yang... mau susu," teriak Gempa dari ruang tv."Ambil sendiri, gue lagi masak," balas Anaya dengan berteriak."Bawain bentar, cepet!" teriak Gempa ngotot."Ck. Iya iya sebentar," jawab Anaya lalu mematikan kompornya sebelum pergi memberikan susu kotak pada Gempa. Untung saja sayur sop yang ia buat sudah matang hanya tinggal di pindahkan ke mangkuk saja.Anaya berjalan kearah ruang tv dengan susu kotak di tangannya. "Nih," ucap Anaya menyodorkan susu kotak yang ia bawa."Apaan nih?" tanya Gempa heran."Katanya lo mau susu. Ini gue udah bawa susu kotak," jelas Anaya malas."Orang gue maunya susu lo. Kok malah dikasih yang di kotak sih," jawab Gempa. Dia langsung Menarik pinggang Anaya. Alhasil Anaya pun terjatuh di atas paha Gempa."Apaan sih Gem. Gue lagi masak t
Bell pulang sekolah sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Dan kini Gempa sudah berada di kelas Anaya untuk menunggu Anaya yang sedang membahas tugas bersama teman kelompoknya."Masih lama?" tanya Gempa yang sudah mulai bosan."Bentar lagi," jawab Anaya yang masih fokus membahas tugas untuk besok mereka presentasi kan di depan kelas.Gempa menghembuskan nafasnya gusar sambil terus memperhatikan Anaya yang sedang fokus membahas tugas bersama teman temannya."Iya. Nanti kaya gitu aja, kalo masih bingung nanti malem kita vc group aja," ucap Anaya pada teman kelompok nya."Nah boleh juga tuh, gue juga masih belum ngerti banget sih," jawab salah seorang teman kelompok Anaya yang bernama Merla itu."Yaudah kalo gitu gue balik duluan yaa, nanti malem aja kita bahasnya," ucap Anaya lalu merapihkan buku bukunya di ikuti dengan ketiga teman kelompoknya. Merla dan Nike."Ayoo," ajak Anaya yang sudah selesai membereskan buku bukuny
"Gwemmm...""Bales," setelah mengatakan itu Gempa kembali mencium bibir Anaya dengan lembut. Begitupun dengan Anaya.Cukup lama mereka berciuman sampai Anaya mulai kehabisan napas dan memukul mukul dada Gempa agar dia melepaskan ciumannya.Huhh...Huhh...Huhh..."Lagi gak?" tawar Gempa sedikit menggoda Anaya."Gak! Ini masih di sekolah Gempa!" tegas Anaya."Yaudah nanti aja pulang sekolah lanjut di rumah, sekalian yang ini juga," ucap Gempa sambil menunjuk pada dada Anaya."Gak! Enak ajah!" jawab Anaya cepat. Dia langsung menutup dadanya dengan kedua tangan."Udah lama loh Nay gue gak dapet jatah itu," ucap Gempa sedih."Yaa tapi gue gak mau Gempa! Gue takut tambah gede terus baju gue pada gak muat gimana?!""Kita beli lagi lah, gitu aja ribet," jawab Gempa enteng.Anak sultan mah bebas. Baju bayi harga dua jeti aja di beli, apalagi buat mak nya. Lima jeti juga pasti
"Gempa..." teriak seseorang dari belakang.Anaya menoleh dan ternyata itu adalah Siska. "Ngapain sih!" gerutu Anaya kesal."Gempa kok ninggalin sih!" ucap Siska dengan suara manjanya."Kok gue mual yaaa," sindir Anaya. Dia memegangi perutnya berpura pura ingin muntah."Apa sih lo. Jablay!" sinis Siska."Dih.. Bukannya lo yaa yang JABLAY!" ucap Anaya nyinyir."Lo yang jablay!" teriak Siska tak terima."Lo!""Lo!""Lo!""Lo!""Stop!!!" bentak Gempa kesal sendiri mendengar keributan dari dua wanita di hadapannya."Dia duluan!" ucap Anaya cepat. Dia tidak mau Gempa menyalahkan dirinya atas keributan ini."Bisa diem gak!" bentak Gempa lagi, karena mereka berdua masih saling menyalahkan. Yaa walaupun dengan berbisik tapi masih bisa di dengar oleh Gempa."Gempa dia yang salah bukan gue!" teriak Siska tak terima."Udah stop! Lo berdua yang salah!" bentak Gem
Gempa menatap heran kerah Anaya yang berlari dengan terburu buru. "Gue duluan," pamit Gempa pada teman temannya."Gempa..." teriak Siska yang merasa terabaikan."Gue duluan nanti pulang sekolah gue jemput di kelas," pamitnya pada Siska lalu berlari mengejar Anaya."Nay," ucap Gempa yang berhasil mencengkram pergelangan tangan Anaya."Lepas! Gue mau ke toilet," jawab Anaya menahan isakannya."Nay." Gempa membalikan badan Anaya. "Hey... Lo kenapa?" tanya Gempa yang melihat Anaya sudah mengeluarkan air matanya."Gakpapa," jawab Anaya singkat. "Sayang lo kenapa?" tanya Gempa. Dia menarik Anaya kedalam pelukannya.Hiks... Hiks... Hiks..."Lo kenapa?" tanya Gempa sangat lembut."Gu-gue gak suka lo deket deket sama Siska," jawab Anaya terisak di dalam pelukan Gempa.Gempa tersenyum. Ternyata rencananya berjalan dengan mulus. "Lo cemburu?" tanya Gempa."Hiks... hiks... hiks" hanya isakan yang keluar dari mulut Anaya."Gue akan jauhin Siska kalo lo juga jauhin Andra." ucap Gempa.Anaya melepa