"Pagi…"Lia menoleh untuk melihat siapa yang menyapanya pagi-pagi. "Pak Tristan," Lia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Sebenarnya Lia merasa malu bertemu Tristan, karena Tristan sudah mengetahui hubungannya dengan Revan dan Tristan pun mengetahui status Revan. Tristan berjalan persis di sebelah Lia. Mereka hanya diam sambil berjalan melewati lorong panjang yang menghubungkan area parkir dan ruang perkantoran. "Mmm… kamu sudah baikan?" Tanya Tristan, dia berusaha menghilangkan aura canggung di antara mereka berdua. "Sudah, Pak. Terima kasih atas bantuannya kemarin," jawab Lia sopan. Dia masih menunduk dan tak berani menatap mata Tristan. "Mmm… Saya… Kamu tidak usah khawatir. Saya bukan orang yang suka ikut campur dengan urusan orang lain…" Tristan menatap Lia, menunggu reaksinya. Namun Lia masih menunduk dan tak mau menatapnya. "Saya cuma terkejut," Tristan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Revan yang Saya kenal berbeda sekali dengan Revan yang sekaran
Lia meregangkan otot-otot nya yang sedikit kaku. Sedari pagi, dia sudah berjibaku dengan pekerjaan yang menggunung karena dia bolos bekerja kemarin. Novi bilang, pekerjaannya bertambah banyak karena Lia tak masuk, namun kenyataannya tak ada satupun tugas-tugas Lia yang diselesaikan oleh Novi. Semuanya masih sama seperti saat Lia tinggalkan kemarin. Lia sadar betul, dan dia tak menyalahkan Novi. Karena Novi memang tak bisa diberi tanggung jawab. Lia bangkit dari duduknya, hendak menuju pantry untuk membuat kopi. Dia butuh asupan semangat dari wangi kopi. "Mau ke mana?" Tanya Novi ketus. "Pantry, kenapa?""Kirain mau pacaran!" Jawab Novi sambil mencibir. Lia mengerutkan alisnya sambil menggeleng pelan. Tak berniat melanjutkan perdebatan, Lia memilih segera pergi untuk membuat kopi. "Eh, Lia. Mau kemana?""Pak Tristan? Dari mana?" Bukannya menjawab pertanyaan Tristan, Lia malah balik bertanya. "Hmmm.. Ditanya, malah balik nanya!"Lia tersenyum di kulum, "Saya mau ke pantry, bikin
"Revan, sayang!"Revan, Tristan dan Lia, sontak menoleh saat mendengar suara merdu seorang wanita memanggil Revan. "Asti… " Gumam Revan yang tampak terkejut. Lia tersentak saat mendengar ucapan Revan. Jantungnya berdebar kencang saat menatap wanita yang sedang berjalan perlahan ke arahnya. Asti benar-benar sangat cantik, kulitnya putih seperti susu, wajahnya mulus dan glowing seperti artis-artis korea. Bukan hanya kulit wajahnya yang menawan, hidungnya pun menjulang sempurna dan bibirnya penuh berisi dan sangat seksi. Dan dari seluruh kesempurnaan itu, tubuh langsingnya yang bagaikan gitar spanyol melengkapi semuanya. Dengan rambut lurus selembut sutra sepanjang baju, dan dada serta pantat yang menonjol sempurna, bagaimana mungkin Revan tidak mencintainya? Seketika Lia merasa insecure, dia jika dibandingkan Asti -istri Revan- bagaikan langit dan bumi. Bagaikan burung merak dan burung gagak. Lia sungguh tak bisa dibandingkan dengan Asti, sudah pasti kalah telak! "Hai… perkenalka
'Siang ini, aku nggak bisa temani makan. Ada urusan dengan Asti.''Makan yang banyak, ya.'Lia hanya bisa mendesah saat membaca chat dari Revan. Tentu saja Revan akan makan siang dengan Asti, kan dia istrinya. Lia tersenyum kecut bersamaan dengan rasa sakit yang tiba-tiba terasa di hatinya. Dari awal, Lia memang sudah tau jika Revan memiliki istri terlepas dari hubungan mereka baik atau tidak, Lia pun tau konsekuensinya, namun ternyata, Lia tak pernah tau jika rasa sakitnya akan seperti ini. "Kamu nggak bawa bekal, Li?" tanya Mita sambil membuka bekal makan siangnya karena sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12 lewat 15 menit. "Nggak, Mit. Suka terbuang kalau masak. Mending beli aja," jawab Lia sambil mengambil dompet dari dalam tasnya. "Iya ya, mau masak juga buat siapa ya?" ucap Mita sambil tersenyum kecut memaklumi keadaan Lia. "Mau makan di mana?" tanya Rita ikut menimpali. "Dekat dekat sini aja, aku duluan ya," Pamit Lia sambil membuka pintu ruang Admin tepat sekali den
"Hai!" Asti menoleh dan menatap lelaki yang baru saja datang dengan mengendarai mobil suv berwarna putih. "Finally! Gue lama banget nungguin, Lo!" Kesal Asti sambil berjalan dan masuk ke dalam mobil lalu duduk di kursi penumpang yang berada di sebelah kursi kemudi. "Sorry… gue kira Lo bakal maksi sama suami, Lo. Si Revan. Oiya, gimana reaksi dia saat Lo bilang Lo tau hubungannya dengan Lia? Gue penasaran?""Ck! Nanti ah ngobrolnya! Gue bete! Panas banget tau nggak sih!" Kesal Asti. "Okey…" Si lelaki menurut dan mulai menjalankan mobilnya. Dia tersenyum smirk membayangkan wajahnya Revan. Dan Lia? bagaimana dia? Dia pasti kalang kabut tak karuan karena tau Revan sudah beristri. Ivan terkekeh, ya, lelaki itu adalah Ivan. Dulu saat bertemu Revan di warung sate buntel, Ivan memang merasa tak asing dengan wajah Revan. Dia seperti pernah melihatnya sebelumnya tapi dia lupa. Dan saat dia pergi ke Bandung untuk bertemu dengan Asti, dan bercengkrama di rumah wanita kaya raya itu, Ivan
Lia memasuki ruang klaim yang memang selalu sepi, karena penghuninya hanya dua orang saja, dan Pak Anhar -partner kerja Anita- selalu dapat tugas di luar kantor, sehingga Anita sering sendirian di ruangan itu. "Sini, Li!" Panggil Anita yang tengah sibuk dengan mesin printer nya. Lia mendekat dan duduk di dekat Anita, kemudian dia terdiam cukup lama sampai Anita yang memulai percakapan terlebih dahulu. "Kamu tau nggak, kenapa tiba-tiba istrinya Pak Revan datang ke sini?" Tanya Anita lirih, dia tak mau oercakapannya dengan Lia sampai di dengar orang di luaran sana, apalagi jika itu telinga Novi, bisa bahaya nanti. Lia hanya menggelengkan kepalanya. "Katanya mereka nggak akur? Mau cerai? Kok istrinya bisa datang, sih?" Kesal Anita. Memang sejak Anita tahu status Revan, dia langsung tak menyetujui kedekatan sahabatnya dengan atasannya itu, namun jika Lia dihadapkan dengan keadaan begini, tentu saja Anita akan melindungi sahabatnya itu. "Aku juga bingung, Nit. Aku merasa, hubungan Pa
Lia berada di kamarnya yang sederhana, dia berbaring telentang sambil menatap eternit kamarnya yang berwarna putih. Dia masih mengenakan dress yang dia pakai untuk bekerja. Hari ini bagaikan roller coaster baginya. Pagi hari dia merasa bahagia dan berbunga-bunga, mengenakan baju baru yang cantik dan mendapatkan perhatian dari kekasihnya, namun tak lama, bunga-bunga itu layu dan seketika membusuk karena kemunculan Asti. "Ibu…" Gumamnya. "Lia takut…"Tentu saja Lia merasa takut, dia adalah seorang pelakor. Ya, sebutkan yang sedang trend saat ini untuk wanita yang mencintai suami orang. Lia memejamkan matanya dengan rapat, "aku bukan pelakor…" Rintihnya. Bagaimana jika Asti tau hubungan Lia dengan Suaminya? Mungkinkah Asti akan marah sambil memukuli Lia? Di kantor? Di depan semua rekan kerjanya? Seperti video video yang berseliweran di sosial media, tentang istri sah yang melabrak pelakor. "Nggak!" Lia menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Ibu.. Bagaimana ini? Lia harus bagaimana
"Jadi… bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Revan sambil melahap nasi goreng kambingnya. Lia berhenti makan sejenak dan menatap Revan, "bagaimana perasaanku?" Tanyanya tak percaya dengan ucapan Revan. "Aku takut, sedih, malu… entah apa rasanya. Yang pasti semua perasaan yang aneh ini bertumpuk jadi satu. Dan hasilnya hanya satu, marah!" Kesal Lia. "Marah?""Iya, marah! Aku marah pada diriku sendiri karena sudah berbuat bodoh!" Lia meletakkan sendok makannya lalu menghela napas dengan kasar. "Perbuatan bodoh apa yang sudah kamu lakukan?"Lia menatap Revan dengan tatapan tak percaya, "yang aku lakukan ini yang bodoh! Mau jadi simpanan suami orang, bodoh kan!?" ketusnya sambil menahan emosi. Revan menghela napas, "maaf… urusan ini jadi ruwet, aku sendiri kesal." Revan menjambak rambutnya sendiri. Tadinya Revan akan nekat bercerai dengan Asti, tak peduli dengan apapun. Tapi setelah Revan tahu Asti sudah menyadari semuanya tentang Lia, Revan jadi harus berhati-hati. Dia tak mau As