Daniel mengerang jengkel membaca pesn singkat yang lagi-lagi dikirim oleh Carissa mengenai pertemuan mereka dengan sang kakek. Selah wanita itu memang sengaja membuat acara-acara semacam ini hanya untuk membuang waktunya. Dan memang ya.Ia melangkah dengan kesal menyeberangi teras dan masuk ke dalam rumah. Carissa menyambutnya dengan senyum terlalu lebar yang membuatnya jengah.“Kau mengganggu kesenanganku, Carissa. Apa tujuanmu kali ini?” desis Daniel tanpa basa-basi ketika berhenti di depan wanita itu.“Kali ini ukan aku. Asisten kakekmu yang tiba-tiba menghubungiku. Dan … ada sesuatu yang lebih menarik. Sejak pagi aku melihat mobil anak buah kakekmu di ujung jalan perumahan. Apa kau tidak melihatnya?”Wajah Daniel seketika membeku. Ya, sebelum mendekati gerbangn rumahnya, ia sempat curiga dengan mobil hitam yang familiar tersebut, tetapi segera mengabaikannya dan berpikir mungkin hanya suatu kebetulan.Carissa menyilangkan kedua tangan di depan dadadan mendekatkan wajah ke arah Dan
Part 30 Turun TanganDaniel mengangguk. Dan beruntung ketegangan tersebut segera terpecahkan oleh kedatatangan Carissa. Dengan nampan berisi teh hangat dan camilan di piring. “Gyokuro, teh favorit kakek datang.” Carissa meletakkan satu cangkir teh yang masih mengepulkan asap halus di hadapan Arata.Napas Daniel kembali, menatap sang kakek yang perhatiannya mulai teralih pada Carissa dan teh di meja. Minuman favorit sang kakek untuk menghabiskan waktu santai di malam hari.Begitu Carissa duduk di sampingnya, pembicaraan pun berubah menjadi lebih ringan. Dan tepat jam sembilan, sang kakek memutuskan untuk pulang. Daniel dan Carissa mengantar Arata ke depan teras, keduanya menunggu mobil sang kakek menghilang dari balik pintu gerbang barulah kembali masuk ke dalam rumah.“Apa kau akan kembali ke apartemen?” tanya Carissa mengekor di belakang Daniel naik ke lantai dua.“Bawa barangmu kembali ke kamarmu.”Mata Carissa melebar. “Apa kau akan bermalam di sini?”Langkah Daniel terhenti, mena
Part 31 Meluruskan Kesalahpahaman Daniel melangkah masuk. “Jerome menyuruhku mengurus semuanya, jadi sementara waktu akulah yang bertanggung jawab atas dirinya sampai dia dan Jenna datang.”“Jerome?” dengus Samuel. “Bukankah hubungan kalian sedang tidak baik-baik saja? Kenapa dia harus mempercayakan kakak iparnya padamu? Apa istrimu tidak keberatan kau masih saja berkeliling di sekitar mantanmu?”“Dan kenapa itu menjadi urusanmu? Tunanganmu jelas memiliki hati yang luas melihatmu masih berkeliling di sekitar mantan selingkuhanmu.”Samuel menggeram rendah, kedua tangannya terkepal dan pegangan Liora di lengan segera mengalihkan kemarahannya pada Daniel.“Pergilah, Samuel. Aku baik-baik saja,” bujuk Liora dengan suara lirihnya sebelum ketegangan di antara Samuel dan Daniel berubah menjadi baku hantam.Samuel menoleh ke arah Liora, sorot matanya menunjukkan penolakan yang segera dilelehkan dengan permohonan dalam tatapan wanita itu. Mendesap panjang, akhirnya Samuel mengangguk. Menggen
"Ah, jadi memang begitu, ya?" Tatapan Daniel menajam. Tanpa melepaskan pandangannya dari Liora, ia merogoh ponselnya."Di mana ponsel istriku?""...""Hancurkan dan buang."Mata Liora melebar mendengar perintah tersebut. "Apa yang kau lakukan, Daniel?""Jadi, barang apa saja yang diberikan pria itu padamu? Apakah semua isi lemarimu?""Kau pikir aku pengeruk emas Samuel?" kesal Liora tersinggung."Baguslah kalau tidak." Ada peringatan dalam kepuasan tersebut. "Lakukan itu padaku."Liora terdiam mendengarkan penuturan tersebut. Ada keposesifan yang familiar dalam suara dan tatapan Daniel yang membuatnya membeku. Untuk sejenak, hanya sejenak. Liora merasakan dadanya berdebar halus ketika tatapannya dikunci oleh Daniel."Liora?" Suara panik Jenna muncul dari arah pintu segera memecah keheningan di antara keduanya. Wanita itu setengah berlari mendekati ranjang pasien, membekap mulut dengan mata yang berkaca-kaca melihat keadaan sang kakak. "Apa yang terjadi padamu?"Liora memaksa seulas se
"Kenapa kau mengatakan semua itu, Daniel?" Liora ingin berkata lebih dingin dan kasar. Namun yang keluar malah suaranya yang lirih dan lembut. Lihatlah, hanya rangkaian kata-kata itu saja sudah berhasil membuatnya tak berkutik seperti ini. Pria ini jelas sudah menguasai dirinya lebih banyak dari yang seharusnya.Daniel tak langsung menjawab. Menatap dalam dan lembut kedua mata Liora, mengunci dan tak membiarkan wanita itu melepaskan pandangan mereka yang saling bertaut. "Sebagai permintaan maaf?"Kening Liora berkerut. Seharusnya tak semudah ini memaafkan."Aku tak pernah baik-baik saja tanpamu, Liora. Tak pernah."Kesungguhan dan keseriusan dalam ucapan Daniel berhasil memyentuh hati Liora meski wanita itu ingin menolaknya. Tatapan pria itu terlalu hangat dan entah bagaimana, seolah hatinya pun merindukan tatapan tersebut untuknya."Apa yang kau lihat tak pernah seperti yang sesungguhnya. Sekarang, aku tak menginginkan apa pun lagi selain kau tetap berada di sisiku.""Kau tahu aku ta
Part 34 MembutuhkanmuPonsel Daniel bergetar bersamaan ketika membaringkan Liora di tempat tidur. “Istirahatlah,” ucapny sambil memperbaiki selimut untuk Liora. Kemudian berjalan ke dinding kaca dan mengangkat panggilannya.“Ada apa?”“Salah satu anak buah tuan Saito baru saja menyelinap ke ruang perawatan nyonya Lim.”Daniel mengembuskan napas kelegaan. Seperti firasatnya, anak buah kakeknya pasti akan datang. Paling cepat mala mini. “Semua seperti yang ada dalam rencana, kan?”“Ya, Tuan.”“Bagus. Lanjutkan seperti rencana,” pungkasnya mengakhiri panggilan. Berbalik dan menatap Liora yang masih belum memejamkan mata. “Kau belum tidur?”“Kau membawaku pulang selarit ini karena kakekmu?” Liora tak tahu kenapa harus mempertanyakan hal itu. Tetapi menjadi istri simpanan, ia tak mengira akan serumit dan semengganggu ini. Juga ada kekesalan yang menyelinap masuk ke dalam hatinya meski ia paham situasi ini juga demi Xiu.Daniel menatap kecewa yang terlintas di mata Liora. Mendesah pendek,
Wajah Daniel membeku membaca setiap laporan informasi yang diberikan oleh James siang itu. Setelah lebih dari seminggu, akhirnya anak buahnya itu berhasil menemukan siapa orang yang sengaja menabrak mobil Liora. Yang adalah salah satu suruhan Arata Saito.Kepucatan segera menggenapi wajah Daniel, pantas saja CCTV terkendali dengan baik. Sejak awal sang kakek sudah menyelidiki semuanya.“Apa yang harus saya lakukan, Tuan?”Daniel terdiam. Bukan pilihan yang tepat untuk melanjutkan kasus percobaan pembunuhan ini. “Lepaskan.”Kening Daniel berkerut dalam. Tampak berpikir keras. “Di mana Carissa?”“Nyonya sedang berbelanja.”Sudah pasti suasana hati Carissa sedang sangat baik. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Carissa.“Halo, suami. Merindukanku?” Suara bahagia Carissa menjawab dari seberang.“Kau tahu apa yang dilakukan kakek pada Liora?”“Apa?”“Kau mendengarku, Carissa,” tekan Daniel tak butuh basa basi.Carissa menghela napas panjang. “Hanya menebak. Kau tahu kakek semakin
Hening yang cukup lama. Liora masih membungkam."Kau pasti memiliki alasannya, kan?" Suara Daniel yang lembut membuat rasa bersalah di dada Liora semakin jelas."Kenapa kau menikahiku? Kau tahu aku tak membutuhkan tanggung jawabmu atas kehamilanku.""Kehamilanmu memang rencanaku sejak awal."Liora tersentak pelan. Menoleh ke samping dan tak peduli meski wajahnya akan menabrak wajah Daniel. Pernyataan pria itu jelas mengejutkannya.Daniel sedikit menarik wajahnya, merasakan kedua lengan Liora yang mendorongnya menjauh, tetapi ia tetap mempertahankan jarak sedekat mungkin di antara mereka."Apa?""Saat aku menyadari Jerome yang mulai mengendur perselingkuhan kita, dia malah menetapkan tanggal pertunangan yang begitu mendadak dan mempersiapkan pernikahan. Aku tak ingin hubungan ini berakhir begitu saja, Liora. Aku tak ingin kehilanganmu. Hari pernikahan kalina semakin dekat dan aku semakin gugup.""Aku menghitung jadwal haidmu untuk menentukan saat yang tepat menghamilimu seperti yang d
Raut Jenna tampak berantakan ketika Liora menemui wanita itu di ruang tengah. Dengan Axel dan Alexa yang berada dalam pangkuang sang mama. Jenna tampak kewalahan memegang si kembar yang merengek dengan kedua tangan. Membuat Liora bergegas mengambil alih Alexa dan menenangkan bocah mungil tersebut, dengan begitu Jenna lebih mudah menenangkan Axel. Setelah beberapa saat kemudian setelah si kembar lebih tenang dan bersama pengasuh Xiu di kamar Xiu, Liora dan Jenna duduk di kursi pantry dengan gelas berisi jus untuk masing-masing. “Di mana Jerome?” Liora memulai pembicaraan lebih dulu. “Di kantor.” “Apa Jerome tahu kau di sini?” “Belum.” Jenna mengangkat pergelangan tangannya. “Sepertinya sebentar lagi akan datang.” “Kau bertengkar dengannya?” Jenna menggeleng, tetapi kemudian mengangguk. “Keberadaan Juna benar-benar mempengaruhi hubunganku dan Jerome.” Liora mendesah pelan. Pria itu tak hanya menargetkan dirinya untuk balas dendam, tetapi juga pada Jenna. Tetapi mereka pun tak b
Daniel menggeram dengan wajah yang menggelap. Kedua tangannya terkepal kuat dan tubuhnya siap melayang ke arah Juna. Tubuhnya sudah menghambur ke arah Juna sebelum Liora mendorong tubuhnya dan menghadang kemurkaan yang siap diluapkan. “Kita pergi, Daniel,” bisik Liora menahan kedua lengan sang suami dengan sekuat tenaga. Daniel menggeram tak setuju. Satu-satunya hal yang diinginkannya hanyalah meninju wajah Juna yang dengan lancangnya menyentuh Liora. Dan semakin berang bukan main ketika menangkan seringai di ujung bibir pria itu. Salah satu tangan Juna bergerak naik menyentuh bibir bagian bawah dengan ujung ibu jari. Sambil terkekeh, Juna bergumam pelan, “Well, mungkin inilah yang dirasakan Jerome ketika memergoki kalian berselingkuh di belakangnya. Jangan terlalu mengambil hati, Daniel.” “Tutup mulutmu, Juna,” sentak Liora menyangkal. “Kita pergi.” “Dengarkan istrimu, Daniel.” Tentu saja Juna tak mengindahkan kata-kata peringatan Liora. Kali ini juga menjilat bibir bagian bawahn
Ya, apartemennya memang bukan apartemen mewah seperti milik Daniel. Yang ia yakin keamanannya masih bisa diterobos oleh Juna menggunakan Lim sebagai nama belakang pria itu. ‘Kau ingin aku mengirim foto ini pada mantan selingkuhan yang kau bilang suami itu? Mata Liora terpejam, hanya sesaat rasanya hubungannya dan Daniel baru saja membaik, dan sekarang kenapa harus direcoki oleh hal semacam ini. Seolah belum cukup ia harus membayar dosanya di masa lalu. Liora memutuskan tak menggubris pesa n tersebut. Menghapus chat tersebut dan meletakkan ponselnya kembali ke meja kemudian berjalan ke dapur menyiapkan makanan untuk Daniel. Ia baru saja selesai menyeduh coklat hangat ketika Daniel muncul dan langsung duduk di kursi pantry. “Kau memasak?” tanya pria itu. “Sudah kubilang aku akan mengurusnya …” Liora menggeleng. Meletakkan piring berisi dada ayam panggang yang sudah ia hangatkan. “Tadi sore Jenna menyuruh orang mengirimnya.” Daniel hanya mengangguk. “Besok aku akan meminta pelayan
“Hai, apa yang kau pikirkan?” Daniel menyentuh pundak Liora yang tampak melamun di depan cermin wastafel. Liora menoleh, memegang lengan Daniel dan memberikan seulas senyum tipis. Membiarkan tubuhnya dipeluk dari belakang. “Sepertinya ada sesuatu yang menggelisahkanmu.” “Hanya sedikit kekhawatiran.” Liora tak sepenuhnya berbohong. Sejak pulang dari rumah Jerome, pikirannya masih dipenuhi oleh Juna. Keseriusan pria itu tampaknya tak bisa ia abaikan begitu saja. “Tentang?” Daniel mencium pipi Liora dan sisi wajahnya dirangkum oleh telapak tangan wanita itu sedangkan pandangan mereka bertemu di cermin. Liota tak langsung menjawab. Tak yakin apakah harus membicarakan hal tersebut pada Daniel tentang apa yang dilakukannya pada Juna untuk menyelamatkan hidupnya saat itu dari Jerome. Tapi, setidaknya ia perlu tahu lebih dalam tentang Juna, kan? “Apa kau mengenal Juna?” “Juna? Julian?” Liora mengangguk, mengamati lekat-lekat ekspresi di wajah Daniel. Kening pria itu berkerut tipis, ta
"Hai." Liora berhasil menangkap lengan Samuel. Membuat tubuh pria itu menghadapnya. "Ada apa?" "Liora." Suara Samuel terdengar begitu sendu, dengan kedua mata yang mulai digenangi air mata. Menatap Liora dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. "Alicia. Kening Liora berkerut. Belum pernah Samuel mengucapkan nama Alicia dengan nada sesedih ini. "Ada apa dengan Alicia?" "Dia nyaris mati karena kehabisan darah," jawab Samuel dalam isak tangisnya. "D-dia … dia hamil dan keguguran." Liora terkesiap kaget, sebagai seorang ibu tentu saja ia bisa merasakan kehilangan itu. Telapak tangannya mengelus punggung Samuel. Menyalurkan dukungan dan semangat dengan tulus. "Sshhh, semuanya akan baik-baik saja." "Aku bahkan tak tahu kalau dia sedang hamil. Dia tak mengatakannya padaku." Ada rasa bersalah di hati Liora akan keberadaannya di antara hubungan Alicia dan Samuel. "Maafkan aku." "Tidak, Liora. Kau tak bersalah. Akulah yang paling bersalah. A-aku … seharusnya aku lebih memperhatikan Al
Liora keluar dari ruangan Arata Saito dengan senyum samar yang menghiasi ujung bibirnya. Tentu saja ia tak akan kalah tanpa melakukan apapun. Arti Daniel bagi Arata Saito jelas lebih besar ketimbang Carissa atau kerajaan bisnis ini. Sejujurnya ia tak mengharap lebih, ia pun bisa hidup dengan Daniel tanpa bayang-bayang Arata Saito. Ditambah arti Arata tak lebih besar dari dirinya dan Xiu, juga anak dalam kandungannya bagi Daniel. Ia bisa membanggakan diri untuk yang satu itu. Huffttt, setidaknya satu masalah sudah tertangani. Berkat bantuan dari Jerome. Ya, kemarin ia menghubungi Jerome untuk mencari tahu tentang hubungan Arata Saito dan kedua orang tua Daniel, yang ternyata memang tidak baik seperti perkiraannya. “Ck, ck, ck.” Suara decakan mengejek dari arah depan menghentikan Liora yang baru saja akan masuk ke dalam lift. Carissa dengan kedua lengan bersilang dada, mengamati Liora dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan merendahkan. “Apa yang sedang dilakukan istri sim
Suara dering ponsel dari nakas mengusak tidur Liora yang masih ingin lebih pulas lagi. Mulai terganggu, ia berusaha membangunkan Daniel dengan menyodokkan sikunya ke belakang. Tapi ujung sikunya tak menyentuh apapun. “Ponselmu, Daniel,” gumamnya lirih dengan nada yang mengantuk. Semalam Daniel tak sudah tak membiarkannya tidur hingga tengah malam, dan sekarang paginya pun harus diganggu dengan suara ponsel pria itu. “Aku di sini,” bisik Daniel dan mengakhirinya dengan lumatan di bibir Liora. Mata wanita itu segera terbuka dan menamukan sang suami yang ternyata sudah berdiri di sisi ranjang. Membungkuk ke arahnya dengan wajah yang masih basar. Bahkan air masih menetes-netes dari rambut pria itu yang belum dihanduk. “Kau sudah bangun?” Liora menjauhkan wajahnya. “Hmm, bangunlah. Hari ini kita akan berjalan-jalan dengan Xiu.” Kening Liora berkerut. “Jalan-jalan?” “Ya.” Daniel menegakkan punggungnya, berjalan memutari tempat tidur dan meraih ponselnya yang masih bersikeras mengingin
“Lalu apa yang sebenarnya kau inginkan dari semua ini, Daniel?” “Apakah kau masih perlu mempertanyakannya?” Liora terdiam sejenak. “Aku tak membutuhkan semua itu.” “Aku melakukannya bukan untuk kau butuhkan, Liora. Aku yang membutuhkanmu. Membutuhkan kalian bertiga.” Lagi-lagi kata Daniel membuat Liora tertegun. Merasakan hatinya yang meleleh. “Tidak bisakah kita memulainya kembali?” “Kita sudah berkali-kali mencoba memulai kembali, Daniel. Tak ada satu pun yang berhasil.” “Kalau begitu kita hanya perlu memulainya kembali dan kembali. Sampai semua ini berhasil untuk kita berdua. Ah, tidak. Sekarang kita berempat.” Pandangan Daniel turun ke arah perut Liora yang rata. “Semuanya terlalu rumit untuk kita berdua, bahkan masih ada banyak masalah yang sedang menunggu di belakangmu. Aku yakin Carissa tak akan memberimu perceraian yang mudah. Juga kakekmu, dia sangat menyukai Carissa. Mereka berdua tak akan membiarkanmu. Dan tidak menutup kemungkinan mereka tidak akan menyentuh Xiu.”
Kehangatan dan kenyamanan yang melingkup tubuhya membuat Liora enggan untuk membuka matanya meski tubuhnya mulai terbangun. Membuatnya semakin menenggelamkan diri dalam dekapan hangat. Ia ingin berlama-lama menikmati kenyamanan ini. Lebih lama dan …Suara napas yang berhembus teratur di tengkuknya seketika membangunkannya dari alam mimpi. Kenyamanan dan kehangatan yang ia rasakan bukanlah sebuah mimpi. Dekapan itu nyata, melingkupi tubuhnya. Daniellah yang melakukannya. Kedua lengan yang memeluknya dari belakang adalah milik Daniel. Hembusan napas hangat yang menerpa tengkuknya adalah milik Daniel.Kedua matanya seketika terbuka dan ia menggeliatkan tubuh, berusaha membebaskan diri dari pelukan tersebut.Gerakan kasar Liora seketika membangunkan Daniel. Pria itu mengerang pelan sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Menggeliatkan tubuh dengan senyum konyolnya ketika bertatapan dengan Liora. “Apa yang kau lakukan di sini, hah?”“Tidak ada.”“Kau melewati batasanmu. Seharusnya kau tidur di s