Beranda / Pernikahan / Adikmu Bukan Adikku Mas / Bab 1 Permintaan adik ipar

Share

Adikmu Bukan Adikku Mas
Adikmu Bukan Adikku Mas
Penulis: Reg Eryn

Bab 1 Permintaan adik ipar

Penulis: Reg Eryn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 

 

[Bang, kirimkan aku uang. Untuk beli ponsel]

 

Pesan masuk dari adik suamiku. Aku sengaja mengintip sekilas, saat Mas Dendi membuka pesannya di sampingku.

 

Enak saja dia meminta uang untuk beli ponselnya. Memangnya suamiku gudang duit!

 

Kulihat suamiku mengetik, mungkin balasan pesan untuk adaiknya. Wajah Mas Dendi sedikit berubah.

 

"Kenapa, Mas?" tanyaku pura-pura penasaran.

 

"Mmmm, ini si Rama minta dibelikan hape baru," jawabnya sambil menggaruk tengkuk.

 

"Oh, Hape apa?" tanyaku lagi penasaran. 

 

"Minta merk Samsul, yang ini." Dia menunjukkan gambar di ponselnya.

 

Uwawww... Ponsel seharga lima juta? Enak sekali hidupnya, ponsel semahal itu tinggal minta. Gaji abangnya sebulan juga bakal habis cuma untuk membelinya. 

 

Aku hanya melihat sekilas, lalu kembali duduk ke posisi semula tanpa berbicara sepatah kata pun.

 

"Belikan, ya, Dek! Cuma lima juta, kok." pintanya memelas.

 

"Ya, terserah kamu. Kalau kamu ada uang, dibelikan. Kalau nggak ada uang mau bagaimana lagi?" jawabku santai.

 

"Uang, Mas. Kan uang kamu juga, Dek. Jadi bisa dong kamu belikan dulu."

 

Heeiii! Uangmu memang uangku. Tapi uangku, ya tetap uangku. Jika untuk keperluan kamu sendiri, aku masih oke, lah. Kalau untuk adikmu! Sorry dory strowbery.

 

"Enak saja kalau ngomong. Uangku nggak ada kalau sampai lima juta!" ucapku beralasan. 

 

"Nggak mungkin!  Kamu kan jualan online. Reseller kamu juga sudah banyak. Jadi mana mungkin nggak ada uang," desaknya. 

 

"Uangku mau untuk modal. Lagian, kalau dia mau hape, beli sendiri napa!"

 

Sudah besar ini. Masa hape saja sampai minta dibelikan. Pacaran saja sudah bisa, giliran beli hape, cuma minta! Mau dikasih makan apa, anak orang nanti.

 

"Kamu kan tau, dia belum bekerja, Dek. Jadi, dia masih tanggung jawabku. Apa yang diingkinkannya harus aku turuti," ucapanya enteng.

 

"Ya, itukan tanggung jawabmu! Bukan aku! Jadi belilah pakai uangmu sendiri!" ujarku ketus. Enak saja adiknya juga jadi tanggung jawabku.

 

"Kamu, kan tau sendiri. Sekarang tanggal tua. Mana ada lagi uangku!" Wajahnya tampak kesal. Mungkin karena aku nggak mau tahu tentang adiknya.

 

"Kalau nggak ada uang, jangan sok sokan mau belikan adikmu hape baru!"

 

"Adikku, adikmu juga loh, Dek!"

 

"Tidak! Adikmu bukan adikku!"

 

"Kok gitu?"

 

"Bukannya selama ini dia nggak pernah menganggap aku ini kakak iparnya? Coba kamu ingat, apa pernah dia menelpon bertanya kabarku? Enggak kan!" jawabku ketus.

 

"Nggak tanya kabar, bukan berarti gak peduli, Dek!"

 

"Jadi, apa namany? Pokoknya, aku nggak mau ngeluarkan uang untuk beli hapenya."

 

"Kenapa sih! Kamu perhitungan sekali dengan keluargaku?"

 

"Loh, ya harus dong, Mas! Aku capek kerja, belanja segala jenis barang untuk kukirim sama resellerku. Naik motor sendiri, bawa barang sendiri. Tidak peduli hujan, tidak peduli panas terik. Aku tetap berjuang. Kok seenaknya saja mau dihamburkan!"

 

"Ini bukan dihamburkan, Dek! Ini untuk menyenangkan adikku!"

 

"Kalau mau nyenengin adikmu, ya, pakai uangmu sendiri. Jangan minta aku!"

 

"Dek! Aku harus bilang berapa kali. Aku ini nggak punya duit, lagi tanggal tua."

 

"Mas! Aku juga harus bilang berala kali. Kalau aku juga nggak punya uang untuk beli hape adikmu!"

 

"Kamu kenapa jadi keterlaluan begini sih, Dek?"

 

"Yang keterlaluan itu kamu, Mas! Hape aku aja cuma merk Opon dengan harga dua juta. Lah, dia. Udah minta, pake harga yang mahal lagi!"

 

"Itu karena dia belum kerja, Dek!"

 

"Makanya, disuruh kerja! Usia sudah 21 tahun, lelaki, sehat tanpa kekurangan. Masa apa-apa masih minta! Harusnya malu dong!" ejekku, dan langsung dapat pendelikkan dari Mas Dendi.

 

"Mau kerja apa? Dia cuma tamatan SMA, dek!" kekeuhnya

 

Lihatkan! Masih saja dibelain. Adik tidak tahu diri seperti itu. Tamatan SMA, bukan berarti harus menganggur di rumah. Banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dari pada jadi pengangguran. 

Tamatan SMA bukan sebagai alasan untuk tidak bekerja. Aku saja yang tamatan SMA, bisa mencari uang juga.

 

"Apa ajalah, dari pada jadi beban keluarga!"

 

"Kamu, kok nyolot sih, Dek?" tanyanya marah.

 

"Ya, iyalah. Siapa coba yang nggak bakal nyolot, kalau punya adik seperti itu. Minta hape seenak udelnya sendiri. Kamu harus bisa bedain, Mas. Mana tanggung jawab, mana bodoh! Tanggung jawab seorang laki-laki itu menafkahi anak dan istrinya. Orang tua dan adik juga termasuk. Tapi, adik perempuan yang sudah tidak ada bapaknya. Adik lelaki, yang masih kecil belum bisa bekerja! Lah adikmu itu? udah dewasa. Seharusnya bisa mandiri! Jangan malah tangan menengadah aja bisa-nya!" cerocosku panjang lebar.

 

Sebal rasanya. Adiknya itu sudah dewasa. Bukan lagi anak kecil yang belum bisa mencari nafkah, tetapi selalu saja meminta apapun pada suamiku. 

 

Mungkin dia berpikir abangnya ini banyak duit. Jadi bisa diporoti uangnya. 

Memang sungguh sangat keterlaluan.

 

"Dek! Suatu saat nanti juga pasti akan diganti!"

 

"Diganti dari mana? Adikmu itu, kerja aja nggak mau! Di rumah cuma makan, tidur, main!" 

 

"Heii! Aku nggak terima adikku terus kau hina, ya!" teriaknya sengit. 

 

"Aku bukan menghina! Ini semua kenyataan!" Aku pun meneriakinya tak kalah sengit. 

 

Enak sekali dia meneriaki aku. Sudah bagus aku membantunya mencari nafkah. Agar kehidupan semakin meningkat. Eehhh seenaknya pula dia mau menghamburkan uang untuk adik lelakinya yang tak tahu malu itu.

 

"Memang, keterlaluan, Kau!" Tangannya melayang ke udara hendak menamparku.

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
ivanov44
Cerai sj mbak, buat apa piara parasit, yg ada uang lu yg dimaling nanti ha ha..
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
goodnovel comment avatar
Ardi Suradi
bagus utk alawan pembaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 2 Uangku Bukan Uangmu

    Part 2Enak sekali dia meneriaki aku. Sudah bagus aku membantunya mencari nafkah. Agar kehidupan semakin meningkat. Eehhh seenaknya pula dia mau menghamburkan uang untuk adik lelakinya yang tak tahu malu itu."Memang, keterlaluan, Kau!" Tangannya melayang ke udara hendak menamparku."Apa? Mau menamparku, kau? Tampar nih!" Aku memiringkan sedikit kepala agar dia leluasa menamparku."Ayo cepat, tampar!" teriakku masih dengan posisi yang sama.Aku tidak dapat melihat wajahnya karena posisiku masih miring. Karena tak kunjung ada pergerakkan darinya, aku mencoba untuk melihatnya. Wajahnya merah padam. Mungkin menahan emosi. "Kau ingat ini! Sampai berani kau sentuh sedikit saja kulitku ini. Siap kau jadi duda!" teriakku tepat di wajahnya. Tangan Mas Dendi terkepal kuat.Bugh!Dinding di sampingku ia tonjok dengan kepalannya. Aku jelas terkejut. Tapi segera kunetralkan, agar terkesan tidak tukut padanya. Bagaimanapun dia lelaki, tenaganya pasti lebih kuat dibandingkan aku. Jika melawannya

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 3 Kedatangan Parasit

    Prang!Meja kaca dihadapanku hancur lebur berantakan. Mas Dendi baru saja mengangkat dan membantingnya."Heiiii! Kamu marah jangan coba-coba banting barangku, ya! Kamu pikir belinya pake daun jambu?" teriakku.Meja yang kubeli dengan jerih payahku harus hancur seperti ini!Enak sekali dia."Aku, tak peduli!" pungkasnya. Dia lalu berjalan menuju kamar tanpa membereskan hasil perusakannya. Enak saja dia! Sudah menghancurkan, main tinggal begitu aja. Emang dipikir aku sudi untuk membereskan ini semua?Minta dibina ini suami. Jika tidak bisa dibina, maka harus dibinasakan.Kuikuti dia masuk ke dalam kamar. Kita sambung perkelahian ini. Biar tahu punya istri macan sepertiku."Mas! Bereskan itu ulahmu!" teriakku di ambang pintu.Kulihat dia bergeming."Mas, punya telinga nggak? Beresin itu hasil perbuatanmu," kataku lagi. Sekarang aku sudah berada di hadapannya.Dia masih tetap diam, duduk di atas kasur. Kutarik pergelangan tangannya. Dia bangkit dan mengikutiku.Setelah mencapai depan pin

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 4 Tidak Peduli

    Oh, kita lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan pada adik benalumu itu!Enak saja main datang lalu numpang! Emang dia pikir di sini tempat penampungan? "Kenapa harus tinggal di sini? Dia kan bisa ngekost!" protesku padanya.Aku tidak bisa menerima adiknya untuk tinggal di sini. Malas jika harus direpotkan dengan kehadirannya."Rama belum ada uang, Mel. Makanya biarkan dia tinggal di sini dulu," jelasnya. Selalu saja mengatakan belum punya uang! Jadi selama hidupnya, apa saja yang sudah dilakukannya. Sampai-sampai tak punya uang!Begini, jika terlalu dimanja. Baru kerja seminggu, tidak betah, langsung disuruh pulang.Bekerja sedikit berat, langsung menyerah, dan mengatakan nggak sanggup.Jika bisa sobek, kurasa sudah sobek mulut ini dari dulu karena menasehati suamiku. Padahal sudah kubilang, biarkan saja adiknya itu bekerja. Agar bisa lebih mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya dan pekerjaan. Tapi selalu saja dibela. Nggak abangnya, nggak Ibunya, nggak Kakaknya semua selalu

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 5 Kodrat Wanita

    Aku masuk ke dalam kamar untuk mengambil kunci gudang. Mas Dendi sudah tidak lagi mengikutiku.Biarkan saja mereka berdua kelaparan. Masa lelaki tidak bisa berpikir dan berusaha untuk mengisi perutnya. Mau hutang kek, mau mencuri kek, terserah!Entah pernikahan apa yang kujalani saat ini. Sepertinya sudah sangat jauh dari kata harmonis.Setelah mengambil kunci, aku berjalan keluar melewati ruang tamu. Kebetulan pintu gudang hanya bisa dibuka dari depan. Bangunan berukuran 3x4 meter hanya memiliki satu pintu di depan. Cukuplah untuk menampung barang daganganku.Mas Dendi dan Rama duduk dengan bibir dimonyongkan di sofa. Mungkin sebal karena tidak kuberi uang untuk membeli makanan.Kulewati saja mereka setelah meliriknya sekilas. Pekerjaanku lebih penting dibandingkan mengurusi mereka berdua. Udah tua ini 'kan! Aku membuka gudang lebar, agar bisa memaskukkan barang dengan leluasa. Di dalam juga sudah sangat banyak pakaian yang belum diambil oleh reseller. Mungkin sore ini mereka akaan

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 6 Jurus Awal Mengusir Parasit

    "Memang bod*h kau! Kodrat wanita itu, harus melayani suaminya! Termasuk mencuci, memasak, dan membersihkan rumah!" terangnya, sok pintar.Ini, tipe orang yang sekolah hanya datang lalu pulang. Ilmunya nggak nyampe di benak. Bisa-bisanya mengatakan pekerjaan rumah tangga adalah kodrat wanita. Apa dia tidak tahu apa itu kodrat?"What? Belajar ilmu agama dari mana kau rupanya?" tanyaku, melihat sinis ke arahnya. Aku menarik napas kasar. Menjelaskan padanya butuh tenaga ekstra. Apalagi dengan manusia sejenis kadal."Mencuci, memasak, dan membersihkan rumah, itu bukan kodrat wanita. Keong sawah! Kodrat wanita itu, hanya ada 4. Menstruas*, hamil, melahirkan dan menyusui. Selebihnya itu, bukan kodrat!" imbuhku menjelaskan. Agar lelaki seperti dia tau mana kodrat, mana bukan."Nggak usah mengguruiku, kau!" sungutnya berkacak pinggang. Napasnya kembang kempis, sepertinya menahan amarah.Mau berdebat sampai gimana, tetap gue jabani! Loe jual gue beli!"Lah, kau itu o*n, atau beg*? Ngatain aku b

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 7 Istri Tidak Berhak Atas Rumah Suami

    Pov Rama.Entah apa maksud Melia. Sedang asyik menonton tv, malah main matikan saklar saja. Apa dia merasa bahwa rumah ini adalah miliknya? Makanya berlaku sesuka hatinya? Tak sadar dia bahwa rumah beserta isinya milik abangku. Mana mungkin wanita sepertinya bisa membeli semua ini.Sekolah juga palingan cuma tamat SD. Dia yang menumpang dengan abangku. Dia pula sok berkuasa di rumah ini. Ada ya, wanita tak tahu malu seperti Melia!Kakak iparku itu, adalah wanita tidak tahu diri! Tidak bersyukur dia mendapatkan suami seperti abangku. Lelaki rajin, dan pekerja keras. Bahkan memiliki gaji besar. Masih saja disia-siakan.Melihat suami hendak berangkat bekerja, bukannya dibuatkan kopi dan sarapan. Eehh, malah dia asyik mencuci pakaian dan membiarkan abangku berangkat bekerja dengan perut keroncongan. Bahkan lebih parahnya lagi, Melia hanya mencuci pakayannya sendiri, sedangkan punyaku dan bang Dendi diserak di lantai. Apa bisa dibenarkan kelakuan istri seperti itu?Aku ini adalah tamu, dan

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 8

    Pov Dendi.Lelah sekali rasanya. Tiap hari harus tarik urat bila berbicara dengan Melia. Wanita yang sudah tiga tahun kunikahi.Dia sangat berubah semenjak mengetahui adik lelakiku meminta ponsel seharga lima juta. Memang aku meminta untuk dia terlebih dahulu yang membelikannya. Tanggal tua, sudah pasti uangku tidak bersisah. Biasanya juga aku meminta padanya bila kekurangan uang untuk membeli bensin.Aku tahu, bahkan ponsel miliknya tidak semahal itu. Tapi demi adik, masa dia tidak mau menurutinya. Apalagi adik bungsuku belum bekerja. Kan kasihan jika dia meminta tapi tidak diberikan.Mengapa dia menjadi sangat perhitungan begini. Bukankah selama ini uangku adalah uangnya. Dan uangnya adalah uangku?Selama ini juga dia tidak pernah protes bila kuberi uang satu juta untuk keperluan rumah. Apa betul yang dikatakan Rama, bahwa dia sudah memiliki pria idaman lain?Melia istriku, kenapa kamu sampai seperti ini!Dulu, saat pertama kali aku bertemu dengan Melia, aku langsung jatuh cinta pad

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 9

    Pov Dendi.Jam sudah menunjukkan pukul enam sore saat aku baru saja sampai di rumah. Kulihat Melia sedang duduk bersantai di sofa.Apakah dia sengaja menungguku pulang bekerja? Apa dia tahu hari ini aku gajian? Tanya hatiku bertubi.Setelah melepas sepatu, aku berjalan mendekatinya. Dan setelah sampai kujatukan bok*ng di sampingnya."Dek, hari ini abang gajian," ucapku membuka percakapan.Melia hanya melirik sekilas. "Terus?" tanyanya, seperti tidak tertarik dengan bahasanku."Ini, Mas kasih uang untuk belanja bulanan." Kuserahkan uang satu juta padanya.Melia menerima lalu menghitungnya."Jadi, sekarang, Adek udah bisa masak untuk abang dan Rama lagi 'kan?" sambungku. Kulihat ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksukaan."Huuuufffttt." Melia mendesah lelah."Uang sejuta untuk makan kalian berdua? Ini nggak cukup," ujarnya, seraya meletakkan kembali uang yang telah kuberi ke tanganku."Tapi biasanya, 'kan memang segini, Dek," jawabku."Itu, karena kamu sendiri. Sekarang kan berdua. Ja

Bab terbaru

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 46

    "Mel, maafkan aku!" ujar lelaki yang ternyata Mas Dendi.Semenjak kejadian dia bertengkar dan adiknya ditangkap polisi, aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Mengapa sekarang dia muncul lagi dihadapanku?Aku heran, darimana dia tahu aku tinggal di sini. Padahal, selama pindah, tak pernah sekalipun aku memberi tahunya tinggal di mana.Apa jangan-jangan dia memata-mataiku?"Maaf, untuk apa?" tanyaku malas.Malas jika harus bertemu dengannya. Malas segalanya bila berurusan dengan yang namanya mantan. Jika sudah menjadi mantan, maka semuanya telah usai bagiku."Untuk segala yang sudah kulakukan padamu dulu. Aku menyesal telah melepaskanmu demi adik tak tahu diri itu!" ucapnya dengan mimik wajah yang penuh dengan penyesalan.Semuanya sudah terlambat. Untuk apa lagi dia meminta maaf. Toh, tidak akan merubah segalanya yang sudah terjadi."Sudahlah. Lagi pula, semuanya sudah berlalu.""Tapi, aku benar-benar menyesal, Mel. Bila waktu bisa diputar kembali. Aku, ingin memperbaiki segalanya. Dan

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 45

    Sesuai dengan ucapannya. Bang Ilyas membawaku dan Karin melihat rumah baru kami. Hari ini, dia libur bekerja karena sudah berjanji untuk melihat-lihat rumah tersebut. Dan jika cocok, maka langsung bayaran.Rumah ini cukup besar. Apalagi jika hanya untuk kami berdua tinggal. Bahkan menurutku, terlalu besar. Hanya rumah, sementara ruko seperti yang kami bicarakan sebelumnya, tidak ada."Rumah dulu, Dek. Nanti, kita bangun ruko di samping. Tanahnya juga kebetulan masih luas." Bang Ilyas, seperti bisa membaca isi hatiku. Tanpa aku berbicara, dia sudah mengatakan yang baru saja kupikirkan."Iya, gimana bagusnya aja, Bang." Aku tersenyum."Cantik kali ini, kalau jadi rumahmu, Kak!" ucap Karin takjub.Karena di depan abangnya ini, makanya dia panggil Kak. Coba kalau nggak, udah pasti aku, kau."Iya, aku suka kali rumah ini. Cocok untuk buka usaha juga. Depan langsung jalan besar.""Iya, kan. Bisa buka toko sekalian jualan online ini," ucap Karin sambil terus berkeliling untuk melihat-lihat.

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 44

    "Lelaki itu, adiknya Dendi, Dek?" tanya suamiku, melihat kepergian dua makhluk yang tak bisa disebutkan jenisnya itu."Iya," jawabku singkat padat dan jelas.Malas bahas manusia tak tahu diri itu. Bikin nambah dosa aja."Kok, mereka tega sih, main belakang begitu?" tanyanya lagi.Kok tumben suamiku ini mengurusi kehidupan orang. Kalau aku sih malas."Nggak tau, Bang. Mungkin mereka dibutakan oleh hawa nafsu. Ah, udahlah, malas bahas mereka. Ayo, kita balik ke penginapan aja." Aku menarik tangannya pelan dan membawanya berjalan menuju tempat istirahat kami.Gara-gara ketemu mereka jadi bad mood deh. Hemmmm...Udah nggak semangat untuk jalan-jalan. Pengen cepat pulang aja deh."Abang, udah dapat rumah yang pas untuk kita pindah, Dek!" ucapnya saat kami masih melangkahkan kaki beriringan.Syukurlah, akhirnya bisa menjauh dari mereka semua yang selalu bikin rusuh.Berjalan sambil mengobrol begini, setidaknya bisa mengurangi rasa jengkelku pada Rama dan Ratna.Mereka yang ketahuan selingku

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 43

    Tak salah lagi. Itu memang Ratna. Dia melihat ke arahku, dan Aku sepontan menutup sebagian wajah dengan menggunakan hijab yang menjuntai. Sengaja membentuknya seperti cadar agar dia tak mengenaliku.Nanti, dia berpikir pula kalau aku sengaja membuntutinya. Padahal, nggat tau sama sekali kalau dia juga sedang berada di sini. Dan parahnya bersama adik iparnya sendiri.Mereka berdua berjalan mendekat ke arahku, dengan Ratna yang bersandar pada bahu Rama.Kalau Bang Ilyas datang ke sini, bisa hancur penyamaranku ini.[Abang, tolong ke penginapan dulu, ambilkan jaket. Adek sedikit kedinginan nih!] aku mengirimkan pesan pada suamiku. Sengaja mengulur waktu agar tak bertemu dengan kedua manusia lucknut ini.[Oke, sayang. Ditunggu, jangan kemana-mana.] balasnya.Kedua makhluk tak tahu diri itu terus berjalan mendekat ke arahku. Kebetulan, bangku yang kududuki masih luas dan kosong.Tamatlah riwayatku. Mereka duduk di sampingku. Sekitar satu meter dari tempat dudukku."Aku, terlalu bosan denga

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 42

    Aku tersenyum saat suamiku menyentuh tanganku. Aku tau kalau dia tidak suka aku berdebat dengan tantenya."Jangan Marah gitu dong, tan. Aku kan cuma bercanda. Jangan dibawa serius ah!" kilahku."Halah! Nggak usah banyak kali alasanmu!" serunya emosi."Udah tante, jangan emosi. Nanti naik loh, gula darahnya! Ayo, Bang. Kita berangkat!" Aku mengalihkan pembicaraan, karena yakin Bang Ilyas tak suka dengan pertdebatan kami."Abang, masih lama menginap di rumah tante?" tanya Saras memulai percakapan, setelah beberapa saat terdiam."Belum tau, kenapa?" tanya suamiku."Nggak apa. Kalau masih lama, aku kan bisa main lagi ke sana," ujar Saras."Kayaknya, kalau nggak besok atau nanti sore, kami udah pulang sih, Ras. Soalnya pengen honeymoon!" Aku ikut menanggapi obrolan mereka.Padahal, tak ada rencana honeymoon. Ini hanya alasan biar si Saras semakin kepanasan. Dia pasti tak suka melihatku menikmati hidup bersama suamiku.Bang Ilyas menoleh ke arahku. Wajahnya seperti ingin bertanya. Karena se

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 41

    "Eeehhh. Mau ngapain, Bang?" Aku terus beringsut mundur saat Bang Ilyas mendekat."Mengulang yang tadi malam," ucapnya santai."Isshhh. Udah terang gini. Nanti dipanggil sarapan sama yang lain gimana?" protesku, mencoba mendorongnya."Udah, biarkan aja mereka sarapan duluan." Dia tetap kekeuh melanjutkan aksinya.Ngeyel banget sih, Bang!Tok! Tok! Tok!"Ilyas! Ayo sarapan!" panggil Mama.Bang Ilyas menghentikan aksinya dan mengacak rambutnya asal."Hmmm... Mama datang di saat yang tidak tepat. Padahal anaknya sedang berusaha memberikannya cucu!" omel suamiku lucu sekali. Aku cekikikan melihatnya."Nanti Ilyas dan Melia menyusul. Mama dan yang lain, lanjutkan aja sarapannya!" ujar suamiku dengan sedikit berteriak."Nggak bisa dong, Nak. Tante Yulia dan Saras akan pulang pagi ini. Jadi kita sarapan bersama dulu!" ujar Mama lagi. Wah, ternyata mereka tahu diri juga. Kupikir mau sampai aku dan suamiku pergi dari sini, baru mereka pulang.Tak perlu lah, tarik urat sepanjang hari. Karena p

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 40

    Seketika, raut wajahnya berberubah garang. Saras yang berada di sampingnya juga terlihat semakin sinis.Hahahah, mereka pikir aku takut? Ya, jelas enggaklah. Selama masih sama-sama memijak bumi. Tak akan pernah aku takuti. Kecuali udah jadi kunti, barulah aku bacakan ayat kursi."Eeehh, perempuan kampung! Nggak ada lah ot*kmu itu! Kau suruh pula aku jadi babu!" makinya sambil menunjuk mukaku.Semakin dia emosi, semakin suka aku melawannya."Lah, kan kalau aku udah pernah jadi babu. Kalau tante kan belum. Apa salahnya sekarang kita bergantian," sahutku enteng dan menepis tangannya tak lupa kuberikan senyuman sinis."Berani kali kau, melawanku!" sungutnya.Kalau di pilem kartun yang sering kutonton, pasti lah tante Yulia udah keluar asap dari telinga saking emosinya. "Kenapa harus nggak berani?" sahutku."Memang, lah. Salah kali si Ilyas udah menikahimu. Berani kau menjawab orang tua. Lebih bagus lagi Saras. Sopan santunnya ada. Nggak macam kau! Kampungan!" Wanita itu terus saja berbic

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 39

    "Abang, pikir aku, set*n?" tanyaku ketus langsung membalikkan badan menghadapnya.Bang Ilyas tersenyum salah tingkah. Dia sampai menggaruk-garuk kepalanya yang kurasa tak gatal."Bukan begitu, Dek. Siapa coba yang bilang, kalau adek, set*n?" tanyanya sambil tersenyum manis, semanis gula jawa."Itu, tadi. Omongan Abang, nggak tahan godaan. Emang, aku set*n penggoda manusia?" tanyaku mulai tersulut emosi. Mata sengaja kubesarkan agar dia tau kalau istrinya yang cantik ini lagi marah."Enggak sayang, bahkan kamu seperti bidadari yang cantiknya tiada tara," ungkapnya lembut.Mau melayang karena pujian, tapi gengsi dong. Kan masih ngambek!"Bilang cantik kayak bidadari, tapi selalu menghindari. Sebenarnya, Abang normal atau nggak sih?" tanyaku to the point.Mata Bang Ilyas melotot, mulutnya mengaga lebar. Ekspresi ini, bisa dikatakan sangat terkejut bukan?"Nggak usah akting sok terkejut gitu deh!" ucapku ketus karena dia tak kunjung mengeluarkan suara."Adek, kok sampai berpikiran kalau A

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 38

    "Maaf tante, saya tidak tertarik untuk menikah lebih dari satu. Cukup, Melia saja yang menemani hingga nanti ajal menjemput." Good, man! Jawaban dari lelakiku ini, mampu mengukir senyum di bibir ini.Sedikit legah mendendarnya berkata seperti itu aku pikir, dia hanya akan diam aja saat didesak menikah dengan paribannya."Kalau bisa dua kenapa harus satu?" tanya Tante Yulia lagi, tersenyum miring.Wahhhh, belum pernah beserak ginjalnya kubuat?Belum lihat dia gimana kalau aku marah, bisa patah-patah kubuat tulang keringnya, baru tahu rasa!"Kalau bisa setia, kenapa harus mendua?" sahut suamiku membalikkan ucapannya.Duhhh, abang sayang, pengen meluk deh... Sweet banget sih, suamiku ini..."Sekarang, bisa kau bilang begitu. Tapi nanti, setelah orang tuamu semakin ingin memiliki cucu, pasti lah kau mencari cara untuk menikah lagi. Lagian Saras ini masih perawan kok. Coba kalau istrimu, sudah pernah menikah kan? Selama tiga tahun lagi. Tapi, belum memiliki keturunan. Dari situ kita bisa

DMCA.com Protection Status