"Nis, mujur banget Ola hidupnya, ya. Setiap dijenguk Eric dia dibawakan banyak makanan. Enak-enak lagi." bisik Ibu Anisa pada anaknya. Hari ini Ola memang dijenguk Eric, seperti biasanya Ola selalu dibawakan banyak makanan enak-enak dari suaminya itu."Apaan sih, Bu. Enggak ada kata mujur. Mbak Ola dituduh bunuh orang. Meski sekarang orangnya belum mati, tapi tetep hukumannya berat banget loh, Bu. Mungkin si Eric ngerasa bersalah saja sama Mbak Ola karena buat Mbak Ola jadi pembunuh mantan pacar dia jadi dia sekarang baik-baikin tuh Mbak Ola." Anisa berbicara pelan-pelan. Tentu saja tidak bisa di dengar oleh Ola dan Grecia."Menurutmu, apa Ola beneran bunuh mantan pacar Eric? Ibu kok agak enggak yakin, ya. Kalau dia mau bunuh orang sudah sejak dulu saat kita rusakin rumah tangga dia.""Entahlah, Bu. Aku enggak tahu. Aku cuma berdoa semoga dia beneran bunuh tuh cewek biar dia membusuk disini."Pembicaraan Anisa dan ibunya terhenti saat melihat Ola menggigit Pizza kesukaan mereka. Anisa
"La, gimana. Kamu udah ngomong soal penyakit ibu aku ke suami kamu?" tanya Grecia dengan raut wajah penuh harap. Sudah seminggu dia menunggu tak sabar kedatangan Eric, karena hanya Eric satu-satunya harapan dia agar bisa menolong ibunya.Ola terlihat salah tingkah, dia tak enak mau jujur pada Grecia kalau dia lupa memberitahu Eric soal ibu Grecia karena anaknya menghilang."Kok diam saja kamu, La. Jangan bilang suami kamu enggak mau bantuin ibu aku?" Grecia terlihat khawatir. Sedangkan Anisa dan ibunya masih menyimak obrolan kedua orang itu."La, jawab dong. Jangan diam saja kayak gitu. Kamu lagi enggak PHP-in aku, kan?" Suara Grecia meninggi, sangat kesal karena melihat Ola diam saja."Grec, maaf ya. Aku belum sempet bilang ke suami aku. Tadi ada kabar yang kurang mengenakan. Anak aku--""Cukup, La. Aku nyesel sudah percaya sama kamu. Enggak seharusnya aku berharap sama orang yang suka ngobral janji kosong kayak kamu!"Grecia memotong ucapan Ola. Dia terlanjur kecewa pada Ola jadi di
"Gimana, Ric. Elsa sudah ketemu?" tanya Hani pada anaknya. Wanita paroh baya itu ingin sekali ikut mencari Elsa tapi Erik melarang. Erik tahu kondisi kesehatan ibunya sedang tak baik, sejak Ola dipenjara wanita itu sering sakit-sakitan karena terlalu mengkhawatirkan keadaan Ola."Maaf, Bu. Aku sudah cari Elsa kemana-mana bahkan ke makam Dani dan rumah lama Elsa namun masih juga tidak ketemu."Sebenarnya Eric tak tega menyampaikan kabar ini pada Hani, namun tak ada cara lain selain jujur pada ibunya."Elsa, kemana kamu, Nak. Nenek harap kamu baik-baik saja diluar sana!" Eric makin merasa iba melihat ibunya menangisi Elsa.Jam menunjukan pukul delapan malam, namun Elsa belum bisa ditemukan. Eric masih mencari Elsa ditemani oleh Nayla. Eric juga membayar banyak orang buat membantu dia mencari keberadaan Elsa.Saat jam sembilan malam ponsel Eric tiba-tiba berdering. Ternyata itu panggilan telepon dari Hani. Eric segera mengangkat telepon itu.[Hallo, Bu.] sapa Eric melalui panggilan telep
"IBu, Elsa, kita pindah restoran saja, ya. Aku enggak nyaman makan disini!" ucap Eric dengan raut wajah khawatir. Dia tak mau Adrian memergokinya ada disana. Adrian dan lelaki yang tengah makan bersamanya pasti tengah merencanakan sesuatu, untuk saat ini Eric harus menjauhkan keluarganya dulu dari orang-orang jahat itu."Kenapa mesti enggak nyaman sama Adrian sih, Ric. Yang salah itu dia, jadi seharusnya dia yang enggak nyaman liat kita. Bukan sebaliknya.""Untuk sekarang banyak hal yang enggak bisa aku ceritain ke ibu, tolong dengerin aku kali ini saja." Erik menarik tangan ibunya sedangkan Elsa mengekorinya dari belakang."Kenapa sih harus pindah restoran, Pah. Padahal tadi niatnya Elsa mau kenalin Papah sama Om baik itu!" Elsa terlihat sedikit kecewa, namun Eric sama sekali tak ingin merubah keputusannya."Lain kali saja kenalinnya ya, sayang. Sekarang Papah mau ajak kamu ke restoran yang lebih enak makanannya. Kamu nanti bakalan suka makan disana. Tolong jangan ngambek. Senyum do
"Sayang kamu sudah pulang kerja? Kok awal pulangnya sekarang?" tanya Adiva disuatu siang. Hari ini dia tak kuliah, dia sedikit merasa tak enak badan."Aku tak fokus kerja karena terlalu khawatir dengan keadaan kamu. Makanya aku mutusin buat cepet-cepet pulang." ucap Adrian sembari melonggarkan dasinya."Ya ampun, aku cuma masuk angin biasa. Kamu sampai sekhawatir ini. Kamu perhatian banget."Diva gemas dengan Adrian yang sangat perhatian dengannya. Dia sama sekali tak menyesal sudah mencoba membunuh kakak perempuannya. Sebab saingannya sudah tak ada, perhatian Adrian kini sepenuhnya sudah menjadi miliknya."Jangan pernah sepelekan sakitmu. Aku antar ke Dokter ya?" tanya Adrian masih dengan perasaan cemas.Belum sempat menjawab, Adiva tiba-tiba merasa mual. Adiva lari ke toilet dan segera mutah."Kayaknya aku beneran harus bawa kamu ke Dokter, deh! Kamu pucet banget!" ucap Adrian setelah Diva selesai mutah."Enggak perlu, Bang. Aku beneran enggak apa-apa. Cukup ada Abang disampingku ak
Adrian mengaktifkan ponselnya setelah selesai meeting. Keningnya mengernyit tatkala ponselnya mendapat beberapa pesan dari operator memberitahu bahwa nombor Diva beberapa kali sempat menghubunginya ketika nombornya sedang tak aktif. Tak menunggu waktu lama lelaki itu pun segera menghubungi balik Diva, sialnya sekarang malah gantian nombor Diva yang tak aktif. Adrian tak berpikir sesuatu yang buruk tengah terjadi pada selingkuhannya, dia terlihat biasa saja dan melakukan makan siang dengan sekertarisnya tanpa kecurigaan apapun.Sejam kemudian Adrian kembali mencoba menghubungi Diva tapi nombor Adiva masih tak aktif juga. Adrian mulai panik tapi sayangnya pekerjaannya yang menumpuk memaksanya untuk menepis segala kegundahannya tentang keadaan Diva.Jam sudah menunjukan pukul 2siang, Adrian mencoba kembali menghubungi Adiva tapi sayang sekali nombor Adiva juga belum aktif. Akhirnya Adrian berinisiatif untuk memghubungi salah satu teman Adiva yang dia kenal. Adrian cukup terkejut mendenga
Adrian duduk di sofa sambil menunggui Diva pulang. Di sebelah tempat duduknya sudah ada 2 koper berisi barang-barang milik Adiva. Entah apa yang sedang dilakukan Diva sekarang karena sudah hampir dua jam Adrian menunggu kepulangan wanita itu namun dia tak kunjung muncul dihadapan Adrian."Tuan, apa ada yang perlu saya kerjakan lagi?" tanya Icha, wanita yang menjadi pembantu Adrian."Tidak."Icha bergegas pergi setelah mendengar jawaban Adrian. Wajah Adrian dipenuh emosi, Icha tahu Tuannya sedang sangat marah. Tak mau melewatkan momen itu, Icha diam-diam mengambil foto wajah marah majikannya dan memberikannya pada Eric. Usia Icha memang sudah menginjak 45 tahun. Tapi dia masih sangat baik menjalankan perannya sebagai mata-mata di rumah Adrian.Tiga puluh menit sudah berlalu, Adrian melihat dari pintu keluar saat sebuah mobil mengantarkan Diva. Rahangnya mengeras, tangannya juga mengepal seolah tak sabar memberi pelajaran wanita yang sudah mengkhianatinya."Darimana kamu?" tanya Adrian
Setelah melihat vidio tak senonohnya bersama Diva, Adrian langsung menghapusnya. Dia tau itu tak berguna, vidio sudah terlanjur tersebar namun setidaknya dia tak perlu sakit hati membaca komenan hujatan dari teman-temannya di postingan tersebut.Ingatan Adrian kembali ke semalam, saat dia mabuk dia masih berada di klub malam. Dia kebingungan saat menyadari kini dirinya sudah berada dalam kamarnya.Adrian turun dan menemui Icha, saat itu Icha sedang mandi. Adrian sempat kesal karena cukup lama menunggu Icha keluar. Hampir tiga puluh menit Adrian menunggu akhirnya Icha keluar juga."Bik siapa yang mengantarkan aku pulang semalam?" tanya Adrian setelah Icha keluar dari kamar mandi."Non Diva, Tuan. Dia datang dengan seorang lelaki." Icha sengaja memanasi Adrian, berharap hubungan mereka makin berantakan."Brengs*k! Pasti dia pelakunya!" Lagi-lagi Adrian salah menuduh. Diva benar-benar tak tahu apa-apa. Wanita itu hanya ingin membantu Adrian pulang tanpa berniat buruk sedikitpun. Adrian b
Hendrik, lelaki tampan berumur 35 tahun itu tampak marah sambil mengetuk sebuah kaca mobil yang beberapa saat lalu mengikuti mobil bos wanitanya. Kaca mobil diturunkan, lelaki yang ada di dalamnya sama sekali tak menyangkal tuduhan Hendrik saat itu.Ya, lelaki di dalam mobil tersebut ternyata adalah Roy. Dia sengaja tidak membalas kemarahan Hendrik melainkan mengajak bicara Hendrik saat itu. Hendrik di tawari sepuluh kali lipat uang yang Eric berikan pada Hendrik jika lelaki itu mau mengkhianati Eric dan berpihak pada Roy.Siapa yang tak tergiur dengan uang yang dijanjikan Roy, termasuk Hendrik. Namun selama ini tidak sekalipun dia mengkhianati majikan meski dibayar dengan bayaran sangat mahal. Lelaki itu lalu mengajak rekannya yang bernama Irvant untuk mengerjai Roy. Caranya dengan mengajak Renata dan pembantu rumah tangga di rumah Eric untuk bekerjasama melakukan skenario yang sudah direncanakan Roy."Kamu?"Roy menatap tajam kearah Hendrik, dia sama sekali tak menyangka lelaki tamp
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Marvin tepat disebelah Eric."Kita sudah terkepung. Istri saya bisa dalam bahaya jika kita tetap mau melawan lelaki gila itu. Untuk sementara waktu kita ikuti saja perintah lelaki gila itu." Eric terlihat pasrah, dia belum menemukan jalan keluar dari masalah yang tengah mereka hadapi. Dia tak mau istri dan anak tirinya terluka sedikitpun karena kecerobohannya.Eric dan Marvin mengikuti arahan Roy untuk masuk dalam rumah Nayla. Disana Nayla dan ibunya juga sudah terikat. Ternyata Roy sudah curiga kalau Eric tahu tentangnya sejak Azam dan Marvin menemui lelaki itu diam-diam. Anak buah Roy ada dimana-mana jadi dengan mudah ia mengawasi gerak gerik orang yang ingin dia pantau.Semua sandra diikat, Roy tertawa puas melihat musuhnya berada di hadapannya tanpa berdaya."Jadi wanita ini yang buat Ayah saya masuk penjara. Saya ingin tahu apa spesialnya wanita ini sampai buat Ayah saya tergila-gila!" Roy mendekat kearah Ola. Seketika Emosi Eric melu
"Anda mau bawa saya kemana?" tanya Eric pada Marvin saat lelaki itu membawanya pergi."Ke suatu tempat yang pastinya membuat Anda terkejut!"Eric akhirnya diam, meski dia belum mengenal Marvin tapi entah kenapa dia langsung percaya begitu saja pada lelaki itu. "Rumah siapa ini?" tanya Eric setelah sampai di sebuah rumah yang kelihatannya seperti rumah kosong tak terawat. Tapi anehnya disana terparkir beberapa mobil mewah. Padahal lampu di rumah itu sama sekali tak menyala."Di dalam rumah itu ada kedua orang tua Renata. Mereka di sekap oleh seseorang.""A-apa?""Entah apa yang sudah Renata lakukan beberapa hari ini sama Anda dan keluarga Anda. Saya cuma ingin kasih tahu Anda saja kalau itu semua bukan kemauan Renata. Ada seseorang yang memaksanya melakukan itu!""Pak, tanpa diancam seseorang pun memang Renata selalu mengganggku keluarga saya. Jangan mengada-ngada dech!" ucap Eric sambil tertawa. Dia ingat betul betapa jahatnya Renata yang pura-pura koma demi bisa tetap memasukan Ola
"Doc, maaf. Saya ada perlu sebentar!"Saat hendak kembali ke ruangannya Eric di hadang oleh kakak lelaki Grecia. Dia ingin menyampaikan sesuatu pada Eric setelah selesai menjenguk adiknya di penjara."Dokter Eric, bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin sampaikan pada Anda!" ucap lelaki yang bernama Azam tersebut."Ok, bicaralah. Saya ada waktu sekitar 30 menitan lagi!"Eric agak penasaran dengan wajah Azam yang menunjukan ketakutan saat hendak bicara."Kamu kenapa?" tanya Eric karena Azam tak langsung bicara."Sa-saya sebenernya takut mau bicara disini. Takut ada yang nguping pembicaraan kita!""Ok, kalau gitu kamu ikut ke ruanganku ya. Kita bicarakan disana saja!"Azam mengangguk kemudian mengikuti Eric menuju ruangannya."Sekarang katakan apa yang mau kamu sampaikan!" ucap Eric setelah menutup pintu ruangannya."Tadi saya menjenguk Grecia. Dia bilang anda dan Mbak Ola sedang dalam bahaya!" ucap Azam dengan suara lirih."Dalam bahaya?" Eric bertanya dan Azam mengangguk."Se
"Ric, kalau kamu sayang ibu. Tolong ceraikan Ola. Dia perempuan enggak bener Kamu harus jauhi wanita jahat seperti dia!"Seketika Ola dibuat lemas dengan ucapan ibu mertuanya. Wanita yang selama ini selalu mendukungnya tiba-tiba termakan fitnah dan berubah menjadi sangat membencinya."Saya akan selesaikan masalah ini secepatnya. Ibu jangan khawatir, ya. Sekarang ibu istirahat. Aku enggak mau penyakit ibu kambuh kalau ibu banyak pikiran."Ola salah paham dengan kalimat Eric barusan. Dia pikir Eric sama seperti Hani, terpengaruh dengan fitnah yang Renata berikan.Eric menarik tangan Ola ke luar kamar, jika biasanya Renata senang karena rencananya berhasil, kali ini dia merasa bersalah karena sudah membuat berantakan keluarga Eric."Renata, kalau Eric bercerai dengan Ola nanti. Ibu janji akan merestui kamu dan Eric."Renata pura-pura tersenyum. Dia sudah sadar, restu dari Hani saja tak cukup untuk membuat Eric jatuh lagi ke pelukannya. Eric begitu keras kepala. Lelaki itu pasti akan me
Jam menunjukan pukul 1 malam. Eric masih belum juga bisa memejamkan matanya. Dia terus mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Dia ingin percaya dengan Ola namun dia bingung kenapa bisa bungkusan obat pencuci perut itu ada di meja rias istrinya kalau bukan wanita itu pelakunya.Eric menatap Ola yang sudah pulas tidur disampingnya. Ia kembali meyakinkan hatinya kalau Ola bukan orang jahat seperti apa yang ada di dalam pikirannya.Karena suntuk, Eric memutuskan untuk keluar kamar. Dia menuju dapur dan meneguk segelas air putih hangat untuk menetralkan perasaan kacaunya.Saat ingin kembali ke kamar, Eric berhenti sejenak karena mendengar suara isakan ibunya. Lelaki itu takut ibunya masih sakit jadi buru-buru mendatangi kamar ibunya."Bu, ini aku. Apa ibu baik-baik saja?" tanya Eric setelah mengetuk pintu. Ibunya tak merespon ucapan Eric, lelaki itu mencoba membuka pintu dan beruntungnya pintu kamar Hani memang tak terkunci."Bu, maaf. Aku tahu aku salah. Maaf sudah buat ibu sedih sep
"La, ada orang tua Adrian di ruang tamu. Mereka datang untuk bela sungkawa sekaligus meminta maaf karena pernah salah paham sama kamu!" Hani mendatangi kamar Ola. Setelah pemakaman Anisa selesai, Ola lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Memang Ola sangat membenci Anisa tapi kepergian Anisa yang terlalu mendadak dan penuh dengan misteri membuat wanita itu sangat syok."Tunggu, sebentar lagi saya turun untuk menemui mereka, Bu.""Kami tunggu di bawah, ya. Suamimu Eric juga ada disana!""Baik, Bu."Ola berganti baju sebelum turun. Dia juga sedikit memoles wajah agar tidak terlalu terlihat pucat."Maaf Tante, Om. Saya baru tahu kalian ada disini!" ucap Ola setelah menemui keluarga Adrian."Enggak apa-apa, Ola. Maaf ya kami baru tahu kabar kematian adik kamu jadi kami baru bisa datang," ucap Ayah Adrian."Enggak apa-apa, Om. Melihat kalian datang saja sudah buat kami senang." Ola bicara sembari tersenyum, tak ada dendam sama sekali terlihat di wajahnya."Begini, La. Kami sebe
[Kamu pikir dengan cara menyewa bodyguard, kamu bisa lepas dari pengawasanku?]Renata yang tengah makan tersedak karena membaca pesan dari Roy.[Aku tidak mau ikut campur dengan balas dendammu. Tolong jangan ganggu aku lagi!]Renata mengetik pesan dengan gemetar, meski baru mengenal Roy tapi dia tahu betapa jahatnya lelaki itu. Renata curiga, kecelakaan yang menimpa pengacaranya itu juga ulah Roy.[Tak ada siapapun yang berhak menolak tawaran kerjasamaku. Menolak berarti mati!]Renata tak melanjutkan makan malamnya. Dia berniat mematikan ponsel karena tak mau diganggu oleh Roy lagi. Namun sayangnya sebelum dia berhasil, satu lagi pesan masuk dari Roy. Lelaki itu mengirimkan sebuah gambar orang tua Renata yang sedang di sekap oleh lelaki itu. Renata marah bukan main dia langsung menelepon Roy. Malam ini juga Renata akhirnya menemui Roy di sebuah restoran. Mereka akhirnya sepakat melakukan kerjasama.Keesokan harinya, Renata mendapatkan kabar kalau adik Ola meninggal. Roy ternyata yang
"Bu, kamu lihat obat yang aku simpan kemarin enggak?" tanya Anisa sambil mengobrak-abrik lemari bajunya."Enggak, Nis. Kamu yang simpan kok malah tanya ibu?""Aku letak dalam lemari sini tapi kok enggak ada, ya? Aneh!"Anisa kembali mengecek isi lemarinya. Tapi dia masih juga tak mendapatkan obat yang ia cari."Jangan-jangan ada yang mencurinya, Nis!"Anisa dan ibunya saling berpandangan kemudian tatapan mereka beralih ke Grecia yang sedang pura-pura tak mendengar apapun."Grecia, kamu ambil obat dalam lemariku?""Obat apa?" tanya Grecia pura-pura tak tahu.Anisa gelagapan, dia tak mungkin menjawab jujur kalau obat itu adalah obat pencuci perut dengan dosis cukup tinggi. Dia pikir dengan cara itu dia bisa dibawa ke rumah sakit sehingga bisa melarikan diri tentunya di bantu oleh orang-orang Roy."Kamu jawab aja pertanyaanku, kamu tahu tidak?"Grecia dengan santainya menggelengkan kepalanya."Kamu enggak bohong kan?"Anisa tak percaya dengan jawaban Grecia."Buat apa aku bohong. Enggak