"Bang, sabar! Kita bicarain ini baik-baik. Aku bener-bener enggak pernah ngrekam kegiatan kita di kamar ini selama ini. Tolong percaya sama aku!" Diva berusaha membujuk Adrian, namun lelaki itu nampaknya tetap tak mau percaya sedikitpun ucapannya."Diva...Diva...! Tak ada orang lain di kamar ini selain kita berdua. Sekarang, kamu harus menanggung akibat dari perbuatanmu!""Aa...Tolong...!"Diva menahan tangan Adrian yang hampir saja menusukan pisau di perutnya. Tenaga Adrian yang sangat kuat membuat wanita itu kesusahan."Tolong...Bik Icha tolong...!"Sembari berteriak Adiva tetap menahan tangan abang iparnya agar pisau yang di pegang lelaki itu tak berhasil menusuk perutnya."Diva...kamu di dalem, Nak...!"Suara ketukan pintu dari ibu Diva terdengar. Diva sedikit lega karena itu. Dia pikir kedatangan ibunya bisa membuat Adrian mengurungkan niatnya untuk membunuhnya. Sayangnya tidak sama sekali."Mah, tolong, Mah...! Bang Adrian mau membunuhku!" teriak Diva."Adrian, apa yang kamu lak
Seorang lelaki paroh baya buru-buru berjalan di lorong Rumah sakit dengan beberapa plastik berisi makanan di tangannya. Jam sudah menunjukan pukul dua siang namun dia baru sempat memesan makanan lewat online.Brugh!Lelaki itu terjatuh karena di tabrak oleh seseorang, plastik di tangannya jatuh mengakibatkan makanan yang sudah dibelinya pun berhambur mengotori lantai."Maaf, Pak. Saya sibuk menelpon sampai saya tak sengaja menabrak Anda." ucap seorang gadis muda yang menabrak lelaki itu.Melihat raut wajah bersalah gadis itu, lelaki paroh baya tersebut tak jadi marah."Ok, enggak apa-apa.""Pak, saya ganti makanannya, ya. Saya beneran enggak enak sudah buat makanan Anda terjatuh!" ucap gadis muda itu masih dengan rasa bersalahnya."Enggak usah, saya enggak marah kok. Biar nanti saya pesan makanan lewat online lagi saja!" ujar lelaki tersebut."Pokoknya saya yang harus ganti. Tangan Anda terlihat gemetar, pasti Anda sudah sudah sangat kelaparan.""Hehe...! Dari pagi saya memang belum s
"Kamu sekarang paham kan, Renata. Orang licik akan tetap kalah sama orang baik. Jadi, semoga kejadian ini menyadarkan kamu dan bisa mengembalikan kamu ke Renata yang baik seperti dulu. Itu saja sih harapanku!"Eric memasukan ponselnya ke dalam saku celananya dan bersiap pergi. Baru beberapa langkah Eric melangkah, suara Renata menghentikan langkahnya."Aku enggak akan nyerah sampai kapanpun, Ric. Kamu perlu camkan itu. Aku akan melakukan apa saja untuk bisa hancurin Ola demi dapetin kamu!"Eric kembali menoleh ke wanita itu dan tersenyum kecut."Kamu dengerin baik-baik, Re. Selama ada aku, tidak akan ada yang bisa menyentuh Ola lagi. Silahkan kalau kamu mau membuang-buang waktu!"Saat Eric akan membuka pintu ruangan Renata, seorang lelaki berjas hitam buru-buru pergi dari depan pintu. Ternyata lelaki itu diam-diam mendengar obrolan Renata dan Eric sedari awal.Di tempat lain Adrian masih ada di dalam kamarnya. Keadaannya terlihat sangat kacau. Karir dan hidupnya sudah benar-benar hanc
"Cobaan apa lagi ini?" gumam Hani dengan suara bergetar. Lutut wanita itu mendadak lemah setelah dia mendapat kabar kalau Eric kecelakaan."Nek, ada apa?" Elsa yang kebetulan ada di samping Neneknya ikut panik melihat keadaan Neneknya yang terlihat begitu sedih setelah mendapat panggilan telepon."Papahmu kecelakaan, cepat panggilkan Yanto untuk antarkan Nenek ke rumah sakit!" perintah Hani sambil bersiap pergi. Elsa sangat syok mendapatkan kabar buruk tersebut. Namun meski begitu dia buru-buru lari menghampiri sopir pribadi Hani yang sedang ada dalam kamarnya."Bang Yanto, dipanggil Nenek. Cepat, Bang. Penting!"Yanto yang sedang menyapu kamarnya berhenti sejenak."Tunggu sebentar, ya, Elsa. Abang beresin dulu sampah-sampah ini. Tanggung!" balas Yanto lembut."Enggak usah, Bang. Ini penting banget. Papah kecelakaan. Nenek suruh Abang antarkan dia ke rumah sakit!""Apa? Dokter Eric kecelakaan?" Yanto tak kalah syok mendengar kabar buruk tersebut. Elsa mengangguk, "Iya,Bang. Makanya c
"Kasian, Tante Renata enggak boleh masuk jenguk Papah ya sama Nenek?"Suara Elsa membuat wanita yang tengah frustasi itu makin merasa kesal. Sorot mata wanita itu menatap penuh kebencian pada anak tiri Eric. Sebelumnya, karena takut Renata mempunyai tujuan buruk pada Hani, Elsa memutuskan tidak benar-benar pergi membeli kopi seperti permintaan Hani. Elsa ternyata diam-diam menguping pembicaraan antara Renata dan Hani. Apa yang ditakutkan gadis kecil itu ternyata benar, Renata benar-benar berusaha mempengaruhi Hani agar membenci Ola."Diam kamu anak kecil!" bentak Renata dengan suara lirih. Dia tak mau bentakannya terdengar oleh Eric dan Hani."Tante Renata, Elsa tadi sempet nguping pembicaraan Tante sama Nenek. Tante enggak cape ya ngejar-ngejar Papah Eric terus? Tante, biar Elsa kasih tahu ya. Papah Eric itu sayang banget sama Mamah.Jadi Tante tolong jangan ganggu Papah lagi, ya. Percuma!" Elsa terus memancing kemarahan Renata."Tau apa kamu anak kecil! Kamu lihat aja cepat atau lamb
"Makasih ya, Bu Icha. Karena Anda dan Kakak Anda, saya bisa bebas!" ucap Ola pada wanita yang sudah sangat berjasa padanya."Jangan berterimakasih pada saya. Suamimu sudah membayar mahal saya jadi sudah sewajarnya saya melakukan yang terbaik yang saya bisa."Ola mengelap cairan bening di wajahnya mendengar ucapan Icha. Satu hal yang sangat disesalinya yakni pernah meragukan kesetiaan Eric. Lelaki yang sudah sangat menjaganya."Sekarang temuilah Eric. Kabar terakhir yang saya dengar kalau dia kecelakaan!" ucap Icha tentu saja kabar itu membuat Ola terkejut bukan main."Apa? Mas Eric kecelakaan?""Eits...Jangan panik dulu. Kata orang saya dia tak terluka parah. Bahkan sekarang dia sudah sadar!"Ola sangat lega mendengar penjelasan Icha."Kalau begitu saya permisi dulu. Saya ingin cepat-cepat menemui suami saya!" ucap tak sabar Ola."Eric belum tahu kamu bebas. Saya sengaja menyembunyikannya karena ingin memberi kejutan padanya. Semoga kejutan yang saya siapkan ini bisa membuat lukanya
"Ola? Bagaimana bisa kamu berada disini?" tanya Renata dengan tatapan tak percaya. Ola meletakan plastik berisi makanan keatas meja lalu mendekat kearah Renata.Plak!"Jadi ini yang kamu lakukan selama ini? Kamu pikir kamu bisa misahin aku dan Eric?"Ola selama ini sudah sangat sabar menghadapi sikap Renata tapi kali ini dia sudah kehilangan kesabarannya. Ola mendengar sendiri wanita itu terus mendesak Eric menikahinya meski Eric sudah mentah-mentah menolak permintaanya.Renata memegangi pipi kanannya, rasanya memang terasa sangat sakit. Tapi tak sebanding dengan rasa sakit hatinya karena melihat Ola kembali."Renata...Renata...! Kamu cantik dan berpendidikan tinggi tapi sayangnya kamu murahan sekali. Kamu ngejar-ngejar lelaki yang jelas-jelas sudah beristri. Kamu bangga sudah berhasil menyakiti hati wanita lain?" lanjut Ola. Renata masih terdiam di tempatnya. Ucapan Ola seakan tamparan kedua kalinya untuknya."Karena aku sudah kembali jangan harap kamu bisa ngancam-ngancam suamiku la
"Sampai kapan kamu mau jadi penguntitku?" Renata merasa terganggu karena langkahnya terus saja diikuti oleh lelaki yang bernama Marvin itu. Bukan merasa bersalah lelaki itu malah terlihat senang karena Renata kembali mendapatkan perhatian dari wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama."Sampai aku bisa memastikan kalau kamu sudah sampai ke rumahmu dengan selamat."Renata makin membenci lelaki sok perhatian itu. Ketampanan dan kepedulian Marvin sama sekali tak mengubah perasaannya."Aku sudah punya banyak masalah. Tolong jangan tambahi masalahku dengan melakukan hal-hal konyol yang sama sekali tak ada gunanya seperti ini!"Marvin pada akhirnya paham kalau untuk saat ini Renata memang masih belum bisa diganggu. Niatnya memang baik, dia ingin menjadi obat dari semua rasa sakit yang Renata alami. Namun saat ini bukan waktu yang tepat untuk mendekati wanita itu. Marvin mengulas senyum manis kemudian lebih mendekat kearah Renata. Dia menyodorkan sebuah parcel berisi