"Makasih ya, Bu Icha. Karena Anda dan Kakak Anda, saya bisa bebas!" ucap Ola pada wanita yang sudah sangat berjasa padanya."Jangan berterimakasih pada saya. Suamimu sudah membayar mahal saya jadi sudah sewajarnya saya melakukan yang terbaik yang saya bisa."Ola mengelap cairan bening di wajahnya mendengar ucapan Icha. Satu hal yang sangat disesalinya yakni pernah meragukan kesetiaan Eric. Lelaki yang sudah sangat menjaganya."Sekarang temuilah Eric. Kabar terakhir yang saya dengar kalau dia kecelakaan!" ucap Icha tentu saja kabar itu membuat Ola terkejut bukan main."Apa? Mas Eric kecelakaan?""Eits...Jangan panik dulu. Kata orang saya dia tak terluka parah. Bahkan sekarang dia sudah sadar!"Ola sangat lega mendengar penjelasan Icha."Kalau begitu saya permisi dulu. Saya ingin cepat-cepat menemui suami saya!" ucap tak sabar Ola."Eric belum tahu kamu bebas. Saya sengaja menyembunyikannya karena ingin memberi kejutan padanya. Semoga kejutan yang saya siapkan ini bisa membuat lukanya
"Ola? Bagaimana bisa kamu berada disini?" tanya Renata dengan tatapan tak percaya. Ola meletakan plastik berisi makanan keatas meja lalu mendekat kearah Renata.Plak!"Jadi ini yang kamu lakukan selama ini? Kamu pikir kamu bisa misahin aku dan Eric?"Ola selama ini sudah sangat sabar menghadapi sikap Renata tapi kali ini dia sudah kehilangan kesabarannya. Ola mendengar sendiri wanita itu terus mendesak Eric menikahinya meski Eric sudah mentah-mentah menolak permintaanya.Renata memegangi pipi kanannya, rasanya memang terasa sangat sakit. Tapi tak sebanding dengan rasa sakit hatinya karena melihat Ola kembali."Renata...Renata...! Kamu cantik dan berpendidikan tinggi tapi sayangnya kamu murahan sekali. Kamu ngejar-ngejar lelaki yang jelas-jelas sudah beristri. Kamu bangga sudah berhasil menyakiti hati wanita lain?" lanjut Ola. Renata masih terdiam di tempatnya. Ucapan Ola seakan tamparan kedua kalinya untuknya."Karena aku sudah kembali jangan harap kamu bisa ngancam-ngancam suamiku la
"Sampai kapan kamu mau jadi penguntitku?" Renata merasa terganggu karena langkahnya terus saja diikuti oleh lelaki yang bernama Marvin itu. Bukan merasa bersalah lelaki itu malah terlihat senang karena Renata kembali mendapatkan perhatian dari wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama."Sampai aku bisa memastikan kalau kamu sudah sampai ke rumahmu dengan selamat."Renata makin membenci lelaki sok perhatian itu. Ketampanan dan kepedulian Marvin sama sekali tak mengubah perasaannya."Aku sudah punya banyak masalah. Tolong jangan tambahi masalahku dengan melakukan hal-hal konyol yang sama sekali tak ada gunanya seperti ini!"Marvin pada akhirnya paham kalau untuk saat ini Renata memang masih belum bisa diganggu. Niatnya memang baik, dia ingin menjadi obat dari semua rasa sakit yang Renata alami. Namun saat ini bukan waktu yang tepat untuk mendekati wanita itu. Marvin mengulas senyum manis kemudian lebih mendekat kearah Renata. Dia menyodorkan sebuah parcel berisi
"Sayang, kamu pulang kok enggak bilang-bilang?"Renata yang sedang banyak pikiran menghiraukan pertanyaan Ayahnya. Wanita itu langsyng berjalan masuk ke kamar yang dihuninya sebelum pernikahannya dengan Adrian."Re, kamu enggak mau nemuin adik kamu di penjara? Dia kelihatannya terpukul banget karena masalah ini."Renata menatap marah ke arah ibunya yang ternyata mengikutinya sampai ke dalam kamarnya."Buat apa aku nemuin dia, Mah. Dia itu sudah sangat jahat sama aku. Aku sekarang sadar kalau seharusnya aku memenjarakan dia dari awal!" ucap Renata kesal. Awal tujuan dia menyembunyikan kebenaran soal penusukannya karena permohonan orangtuanya yang tak mau anaknya masuk penjara. Karena dia juga melihat peluang membalas dendam pada Ola, jadi dia terpaksa menuruti permintaan orangtuanya. Renata bukannya berhasil menjebak Eric malah wanita itu makin membuat Eric membencinya setelah Eric tahu semua kebusukannya. Untung saja Eric masih berbaik hati tak membongkar kebusukannya pada polisi jadi
Tok...tok...tok...!Pintu kamar Renata di ketuk seseorang, Renata pikir itu Marvin jadi dia tidak mau membuka pintu kamarnya. Siang tadi Marvin bilang akan membawakan makanan untuknya jadi dia tetap santai mengenakan bajunya.Pintu terus diketuk, Renata menghembuskan nafas kasar mendengar itu. Niat hati ingin mengabaikan tapi kupingnya terasa panas. Dengan berat hati Renata melangkah untuk membuka pintu.Pintu terbuka, alih-alih melihat Marvin Renata hanya menemukan sebuah amplop di depan pintu. Renata berjongkok dan mengambil kertas itu. Alangkah terkejutnya Renata setelah membuka amplop yang berisi sebuah kertas bertuliskan ancaman.'KAMU AKAN SECEPATNYA MATI!'Renata menoleh kearah kiri dan kanan, tapi dia tak menemukan siapapun. Ia yakin kalau orang yang menerornya adalah orang suruhan Adrian. Bergegas Renata masuk lagi dalam kamar. Tangannya gemetar saat meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.Baru saja dia ingin menelpon temannya yang sudah ia tunjuk menjadi pengacaranya,
"Mas, boleh enggak hari ini aku izin keluar rumah sebentar?" Ola bertanya sambil merapikan dasi suaminya. Hari ini hari pertama Eric kembali bekerja setelah kecelakaan terjadi."Kamu mau kemana?""Mau menemui ibu dari salah satu temen satu selku. Dulu aku pernah berjanji padanya akan membantunya mengobati biaya pengobatan ibunya."Eric mengernyit bingung, "Bukannya temen satu sel kamu jahat semua. Mereka semua sudah sekongkol fitnah kamu sampai kamu dapat hukuman?""I-iya, sih. Tapi itu terjadi karena aku sudah ingkar janji padanya. Dia pikir aku bohongin dia makanya dia sakit hati dan marah sama aku.""Terus sekarang kenapa kamu masih mau nolongin orang jahat kaya dia. Kamu enggak dendam sama orang yang sudah nyakitin kamu?" Eric sedikit geram. Banyak hal buruk yang sudah terjadi pada istrinya tapi wanita itu lagi-lagi tak mau hati-hati melakukan sesuatu. Malah dia ingin menolong keluarga dari orang yang sudah menyakitinya habis-habisan dalam penjara."Awalnya aku memang sakit hati s
"Bu, kamu lihat obat yang aku simpan kemarin enggak?" tanya Anisa sambil mengobrak-abrik lemari bajunya."Enggak, Nis. Kamu yang simpan kok malah tanya ibu?""Aku letak dalam lemari sini tapi kok enggak ada, ya? Aneh!"Anisa kembali mengecek isi lemarinya. Tapi dia masih juga tak mendapatkan obat yang ia cari."Jangan-jangan ada yang mencurinya, Nis!"Anisa dan ibunya saling berpandangan kemudian tatapan mereka beralih ke Grecia yang sedang pura-pura tak mendengar apapun."Grecia, kamu ambil obat dalam lemariku?""Obat apa?" tanya Grecia pura-pura tak tahu.Anisa gelagapan, dia tak mungkin menjawab jujur kalau obat itu adalah obat pencuci perut dengan dosis cukup tinggi. Dia pikir dengan cara itu dia bisa dibawa ke rumah sakit sehingga bisa melarikan diri tentunya di bantu oleh orang-orang Roy."Kamu jawab aja pertanyaanku, kamu tahu tidak?"Grecia dengan santainya menggelengkan kepalanya."Kamu enggak bohong kan?"Anisa tak percaya dengan jawaban Grecia."Buat apa aku bohong. Enggak
[Kamu pikir dengan cara menyewa bodyguard, kamu bisa lepas dari pengawasanku?]Renata yang tengah makan tersedak karena membaca pesan dari Roy.[Aku tidak mau ikut campur dengan balas dendammu. Tolong jangan ganggu aku lagi!]Renata mengetik pesan dengan gemetar, meski baru mengenal Roy tapi dia tahu betapa jahatnya lelaki itu. Renata curiga, kecelakaan yang menimpa pengacaranya itu juga ulah Roy.[Tak ada siapapun yang berhak menolak tawaran kerjasamaku. Menolak berarti mati!]Renata tak melanjutkan makan malamnya. Dia berniat mematikan ponsel karena tak mau diganggu oleh Roy lagi. Namun sayangnya sebelum dia berhasil, satu lagi pesan masuk dari Roy. Lelaki itu mengirimkan sebuah gambar orang tua Renata yang sedang di sekap oleh lelaki itu. Renata marah bukan main dia langsung menelepon Roy. Malam ini juga Renata akhirnya menemui Roy di sebuah restoran. Mereka akhirnya sepakat melakukan kerjasama.Keesokan harinya, Renata mendapatkan kabar kalau adik Ola meninggal. Roy ternyata yang