Home / Rumah Tangga / Adikku Ingin Jadi Maduku / 49. Perkelahian Adik Kakak

Share

49. Perkelahian Adik Kakak

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2025-01-13 22:42:12

Dua pria kakak beradik itu saling bertengkar, adu pukul satu sama lain. Tak peduli luka lebam yang sudah tergambar di wajah keduanya.

"Kurang ajar. Nggak akan aku biarkan kau mendekati Melissa." Okta terus berujar mengenai keberatannya tentang Kafka yang akan menjadikan Melissa istrinya.

"Tidak peduli. Kau bukan siapa-siapanya lagi. Kau tidak berhak melarangku untuk mendekatinya," balas Kafka yang tidak mau menuruti keinginan sang kakak. Siapa kakaknya memang yang harus dia turuti keinginannya?

"Heh! Apa kau tidak malu mendekati mantan istri kakakmu sendiri?" Okta tak habis pikir dengan adiknya ini. Masih banyak perempuan di luar sana tetapi kenapa malah mendekati Melissa.

"Tidak. Untuk apa aku malu? Aku tidak tidur dengan perempuan lain ketika aku memiliki istri sehingga aku harus malu," balas Kafka kemudian. Pria itu bersifat dingin, berwajah datar tetapi mulutnya cukup julid juga.

"Brengs*k." Keduanya tidak hanya saling memukul, tetapi saling melempar kata-kata juga.

Khalif dan Win
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   50. Nama yang Sama

    "Ini bumbunya," ujar Melissa sembari memberikan bumbu untuk ikan yang sedang dibakar oleh Argo. Sesuai rencana Bagus dan Pak Bowo tadi, mereka memutuskan untuk membakar ikan yang mereka dapat dari memancing di rumah Bagus.Setelah insiden seorang anak kecil memanggil papa tadi, Bagus dan Melissa pun tahu itu ternyata adalah keponakan Argo yang memanggil Argo dengan sebutan papa.Argo mengangguk dan menerima bumbu itu dari tangan Melissa. "Terima kasih," ujar Argo. Dia mulai mengolesi ikan yang dia bakar dengan bumbu. Sedangkan Melissa membantu Argo dengan memotong mentimun di meja yang sama.Pandangan Melissa sesekali mengarah pada keberadaan gadis kecil yang duduk bersama Bagus dan Pak Bowo sembari berbincang-bincang. "Namanya Lisa ya tadi?" tanyanya kemudian."Dia lucu," lanjutnya."Melissa," ujar Argo tiba-tiba."Ha?" Melisa yang merasa dipanggil pun menoleh ke arah Argo.Argo yang mengerti hal itu pun langsung menggeleng. "Bukan-bukan. Maksud aku namanya," ujar dia dengan menunju

    Last Updated : 2025-01-17
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   51. Ulah Mantan Suami

    "Selamat pagi." Okta Pria itu membuka pintu ruangan Melissa dengan nampan berisi kopi di tangannya. Pria itu tersenyum kala melihat mantan istrinya menatap ke arah dirinya.Melissa yang melihat keberadaan Okta pun mengembuskan napas kasar. "Ada apa kamu di sini?" tanyanya kemudian.Okta dengan percaya dirinya memasuki ruangan Melissa meski tak diminta. Dia mengangkat nampan bermaksud menunjukkan apa yang dia bawa. "Aku bawain kamu kopi," ujar Okta.Kening Melissa mengerut. Dia menatap pergerakan Okta yang meletakkan kopi di mejanya. "Kenapa kamu yang bawa? Ini bukan tugas kamu, kan?" Dia bertanya.Okta tersenyum dan menggeleng pelan. "Nggak papa. Aku pengen aja nyiapin kamu kopi pagi ini. Dan ...."Pria itu mengambil sesuatu dari belakang tubuhnya. Setangkai bunga Mawar. Dia pun memberikannya pada Melisa. "Bunga mawar merah untuk kamu."Melissa semakin merasa bingung dengan sikap mantan suaminya ini. "Dalam rangka apa kamu memberikan aku ini?" tanyanya kemudian.Okta semakin melebarka

    Last Updated : 2025-01-18
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   52. Mau Main Pelet?

    Duduk di pantri setelah membersihkan salah satu rungan, Okta memutuskan untuk menyegarkan badan lebih dulu dengan segelas air dingin. Pria itu tampak menatap lurus ke depan memikirkan sesuatu.Okta memikirkan apa yang dikatakan oleh Melisa tadi pagi. "Apa aku pelet aja ya si Melissa itu biar cepet?" tanyanya kemudian pada diri sendiri."Kenapa nggak kepikiran juga dari kemarin? Dan dia juga ... pikiran dari mana itu bisa mengatakannya? Menuduh aku memeletnya" Dia tampak bingung. Mengelus dagu, dia terus bepikir lalu terkekeh pelan."Tapi mau cari di mana hal yang begituan? Memangnya di jaman modern seperti ini pelet itu masih ada?" tanyanya kemudian."We! Lagi apa nih?" tanya seseorang dengan memukul pundak Okta.Okta yang terkejut sampai berjingkat pun mendengus kesal. "Kurang ajar. Dasar nggak ada sopan-sopannya sama aku." Dia melirik tajam rekan kerjanya itu.Pria bernama Endi itu tertawa. "Maaf. Lagian kamu ngelamun aja. Lagi mikirin apa coba?" Dia bertanya sembari menuangkan minu

    Last Updated : 2025-01-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   53. Merasa Memiliki

    Memegang alat pel, Okta tengah membersihkan lantai lobi di jam sibuk kantor. Itu membuat para pekerja kantoran akan sibuk dengan pekerjaannya dan duduk tenang di tempatnya.Tidak akan ada orang yang lalu lalang di lobi. Palingan beberapa orang saja. Setelah ada seseorang yang memasuki pantri dan memergoki mereka mengobrol, mereka segera meminta untuk melanjutkan pekerjaan yang ternyata itu dari sang atasan.Okta ditemani Endi yang tengah membersihkan kaca. Sembari bersiul, dia bergerak mundur membersihkan lantai di depannya.Suara pintu lift terbuka terdengar, dua orang keluar dari sana. Mereka saling mengobrol membicarakan sesuatu yang sepertinya sangat penting. Terlihat dari ekspresi keduanya yang sangat serius.Endi yang menyadari kehadiran keduanya lebih dulu segera mendekati Okta. Dia menyenggol pundak temannya itu dengan lengannya. "Hei. Lihat tuh," ujarnya kemudian."Apa sih?" tanya Okta."Itu lihat dulu." Endi kembali berujar dengan menunjuk keberadaan dua orang yang baru saja

    Last Updated : 2025-01-27
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   54. Bertemu

    Argo menghela napas panjang, berdiri di samping mobilnya yang terhenti di pinggir jalan. Hawa panas siang itu semakin menambah frustrasinya. Mesin mobilnya mogok tiba-tiba saat ia baru saja menjemput Lisa, keponakannya, dari sekolah dasar. Lisa duduk di kursi belakang, tampak diam sambil memeluk tas sekolahnya.Tiba-tiba, suara yang akrab menyapanya, membuat Argo menoleh dengan cepat. "Argo? Kok kamu di sini?" Melissa, seorang teman lama, berdiri di dekatnya. Rambutnya yang panjang tergerai, dan senyumnya yang hangat membuat suasana terasa sedikit lebih ringan.Argo tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kekesalannya. "Mobilku mogok." Dia menunjuk mobilnya yang dalam keadaan kab terbuka.Melissa mengangguk dengan bibir berbentuk huruf o. "Memangnya kamu dari mana?" tanyanya kemudian."Aku baru saja menjemput Lisa dari sekolah," jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil dan Lisa yang melambaikan tangan kecilnya kepada Melissa.Melissa melirik Lisa, lalu kembali pada Argo. Wajahnya menunj

    Last Updated : 2025-01-28
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   55. Makan Siang Terencana

    Suasana di tempat pemancingan terasa tenang dan damai. Air danau yang jernih memantulkan cahaya matahari pagi, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari pepohonan di sekitar. Di salah satu sudut dermaga kayu, dua pria paruh baya, Pak Bowo dan Tuan Bagus, duduk bersantai dengan joran masing-masing menghadap ke air.“Hampir sejam, belum ada yang menyambar umpan,” ujar Pak Bowo sambil menggulung sedikit tali pancingnya, memastikan umpan masih di tempatnya. Wajahnya santai, tapi matanya penuh perhatian pada permukaan air.“Sabar, Pak Bowo. Memancing itu bukan cuma soal dapat ikan, tapi juga menikmati prosesnya,” balas Tuan Bagus dengan senyum ringan. Ia menyesap kopinya, matanya memandang jauh ke danau yang tenang.Sesaat keduanya terdiam, menikmati suara alam di sekitar. Namun, Pak Bowo akhirnya memecah keheningan. “Ngomong-ngomong, Bagus, bagaimana kabar Melissa sekarang? Kamu bilang, kalau dia baru saja bercerai dengan suaminya.""Ya," j

    Last Updated : 2025-01-28
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   56. Kilasan Masa Lalu

    Argo baru saja tiba di rumah setelah nongkrong dengan teman-temannya. Seragam sekolahnya masih melekat di tubuh, lengkap dengan dasi yang sudah longgar dan sepatu yang berdebu. Hari itu terasa biasa saja baginya, sampai langkah kakinya terhenti di depan pintu kamarnya. Ada suara gaduh dari arah kamar kakaknya, Argi. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat.Pelan-pelan, Argo mendekat ke pintu kamar Argi. Ia menyandarkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap apa yang sedang terjadi di dalam. Suara kakaknya terdengar lantang, penuh emosi, sementara suara ayah mereka terdengar lebih tegas dan keras. Dari potongan-potongan percakapan yang bisa ia dengar, Argo mulai memahami inti masalahnya.“Aku nggak bisa, Pa! Aku sudah punya pilihan sendiri!” suara Argi terdengar marah.“Kamu pikir pilihanmu lebih baik daripada yang Papa sudah tentukan? Papa tahu apa yang terbaik untuk keluarga kita,” balas Pak Bowo dengan nada tajam.“Ini hidupku, Pa! Bukan hidu

    Last Updated : 2025-01-29
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   57. Meyakinkan Argo

    Malam itu, Argo berada di ruang tengah rumahnya. Udara dingin merayap melalui jendela yang sedikit terbuka, tetapi ia tidak peduli. Berdiri di depan sebuah foto dan matanya tertuju pada foto besar yang tergantung di dinding. Foto itu adalah kenangan pernikahan kakaknya, Argi, dengan kakak iparnya, Nadine. Senyum bahagia di wajah mereka saat itu terasa seperti ironi sekarang. Argo menghela napas panjang, pikirannya dipenuhi oleh masa lalu yang sulit dan rumit."Entah benar atau tidak, aku merasa yang terjadi adalah semuanya salah."Dia menarik napas dalam. "Semoga kalian bahagia di atas sana."Dia tahu bahwa pernikahan itu bukanlah hasil dari cinta sejati. Kakaknya mencintai orang lain, tetapi tekanan dari keluarga, terutama dari ayah mereka, Pak Bowo, membuat semuanya menjadi seperti ini. Nadine juga tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga korban keadaan. Argo merasa ada beban besar yang diwariskan dari konflik itu, yang entah bagaimana kini beralih ke pundakn

    Last Updated : 2025-01-29

Latest chapter

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   61. Mempertimbangkan Argo.

    Melisa merasa terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari mulut papanya. Baru beberapa bulan lalu dia resmi bercerai, dan kini, Tuan Bagus sudah menyinggung soal pernikahan lagi. Dia tidak habis pikir, mengapa papanya bisa berpikir sejauh itu."Papa, aku baru saja bercerai! Kenapa Papa bisa menanyakan hal seperti itu?" serunya dengan nada penuh keterkejutan.Tuan Bagus yang duduk di kursi rotan tua di beranda rumahnya hanya tersenyum tipis. Dia memandang putrinya dengan penuh kasih sayang, lalu berkata dengan lembut, "Apa salahnya, Mel? Kamu masih muda. Sudah lewat masa iddah-mu. Wajar kalau ingin menikah lagi."Melisa menghela napas panjang. Perasaannya masih terlalu kacau untuk memikirkan pernikahan lagi. Luka batinnya belum sepenuhnya sembuh dari kegagalan rumah tangganya yang lalu. Bayang-bayang pertengkaran dengan mantan suaminya masih begitu nyata di ingatannya. Perselingkuhan Okta meninggalkan trauma di kepala Melissa.Bagaimana mungkin papanya bisa berbicara seolah semua baik-

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   60. Pertanyaan Keramat

    Melissa melangkah masuk ke toko kue milik Rani. Aroma manis dari berbagai macam kue langsung menyambutnya, menghangatkan hatinya yang sedikit lelah setelah bekerja seharian. Dia melihat sekeliling, dan tampak jelas bahwa toko ini sedang ramai."Wah. Ramai sekali yang antre," ujarnya. Pengunjung membludak, memenuhi hampir setiap sudut ruangan. Beberapa orang berdiri mengantre di depan etalase kaca, menunggu giliran untuk memesan kue favorit mereka."Sebaiknya aku tunggu dulu."Melihat tidak ada tempat kosong selain satu meja di pojok ruangan, Melissa segera melangkah ke sana dan duduk. Dia senang dengan kondisi toko kue ini. Seorang pelayan yang bertugas melayani pengunjung yang makan di tempat segera menghampirinya. "Selamat sore, Kak Melissa," sapa pelayan itu yang memang mengenal siapa Melissa."Mau pesan apa, Kak?" tanya sang pelayan itu dengan ramah. Dia memberikan buku berisi gambar beberapa kue yang tersedia di toko roti ini.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   59. Mau Kembali ke Kantor

    Malam itu, Kafka duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya, Winda dan Khalif. Hidangan lezat terhidang di hadapan mereka, tetapi perhatian Winda tertuju pada sesuatu yang lain. Ia menatap Kafka dengan penuh selidik sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan yang sudah dia pendam sejak tadi."Kafka, bagaimana hubungan kamu dengan Melissa? Sudah ada kemajuan?" tanyanya dengan penuh antusias.Kafka mengangkat kepalanya dari piring. Ia mengunyah makanannya dengan tenang sebelum menjawab, "Seperti biasa, hubungan kolega bisnis." Lalu dia melanjutkan kembali makannya.Winda menghela napas panjang. "Kenapa tidak ada kemajuan?" Dia bertanya dengan sedikit kesal.Padahal, Winda tahu kala anaknya yang satu ini bukanlah tipe orang yang akan bertindah gegabah dalam suatu hal. Dia suka, itu artinya Kafka bukan orang yang ceroboh.Kafka selalu tenang dan tidak gegabah dalam bertindak, dan dia suka itu. Akan tetapi dalam hal ini, adalah hal berbeda.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   58. Pertemuan Okta dan Rani

    "Sial*n." Okta mengumpat."Kurang ajar si Kafka," lajutnya.Okta menghela napas panjang, suara desahan itu nyaris tenggelam oleh deru motornya yang melaju menyusuri jalan kota tanpa arah. Hatinya masih dipenuhi dengan rasa kesal akibat kejadian di kantor siang tadi. Ia tak ingin langsung pulang. Rasanya rumah hanya akan membuatnya semakin jengkel, apalagi di rumah nanti pasti dia akan bertemu kembali dengan sang adik. Dengan motor yang berhasil ia dapatkan dari orang tuanya setelah permohonan panjang, ia memutuskan untuk mencari pelarian sementara."Dasar adik lancang! Bikin malu saja! Berani-beraninya dia mendekati Melissa," gerutunya sambil menekan gas motor lebih keras. Kendati demikian, jalan kota yang mulai padat membuatnya harus memperlambat laju kendaraan.Entah apa yang membuat dia terus mengumpati sang adik. Padahal, kan senyumnya dia sudah sepakat kalau mereka akan bertanding secara adik untuk mendapatkan Melissa. Kenapa dia se

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   57. Meyakinkan Argo

    Malam itu, Argo berada di ruang tengah rumahnya. Udara dingin merayap melalui jendela yang sedikit terbuka, tetapi ia tidak peduli. Berdiri di depan sebuah foto dan matanya tertuju pada foto besar yang tergantung di dinding. Foto itu adalah kenangan pernikahan kakaknya, Argi, dengan kakak iparnya, Nadine. Senyum bahagia di wajah mereka saat itu terasa seperti ironi sekarang. Argo menghela napas panjang, pikirannya dipenuhi oleh masa lalu yang sulit dan rumit."Entah benar atau tidak, aku merasa yang terjadi adalah semuanya salah."Dia menarik napas dalam. "Semoga kalian bahagia di atas sana."Dia tahu bahwa pernikahan itu bukanlah hasil dari cinta sejati. Kakaknya mencintai orang lain, tetapi tekanan dari keluarga, terutama dari ayah mereka, Pak Bowo, membuat semuanya menjadi seperti ini. Nadine juga tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga korban keadaan. Argo merasa ada beban besar yang diwariskan dari konflik itu, yang entah bagaimana kini beralih ke pundakn

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   56. Kilasan Masa Lalu

    Argo baru saja tiba di rumah setelah nongkrong dengan teman-temannya. Seragam sekolahnya masih melekat di tubuh, lengkap dengan dasi yang sudah longgar dan sepatu yang berdebu. Hari itu terasa biasa saja baginya, sampai langkah kakinya terhenti di depan pintu kamarnya. Ada suara gaduh dari arah kamar kakaknya, Argi. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat.Pelan-pelan, Argo mendekat ke pintu kamar Argi. Ia menyandarkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap apa yang sedang terjadi di dalam. Suara kakaknya terdengar lantang, penuh emosi, sementara suara ayah mereka terdengar lebih tegas dan keras. Dari potongan-potongan percakapan yang bisa ia dengar, Argo mulai memahami inti masalahnya.“Aku nggak bisa, Pa! Aku sudah punya pilihan sendiri!” suara Argi terdengar marah.“Kamu pikir pilihanmu lebih baik daripada yang Papa sudah tentukan? Papa tahu apa yang terbaik untuk keluarga kita,” balas Pak Bowo dengan nada tajam.“Ini hidupku, Pa! Bukan hidu

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   55. Makan Siang Terencana

    Suasana di tempat pemancingan terasa tenang dan damai. Air danau yang jernih memantulkan cahaya matahari pagi, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari pepohonan di sekitar. Di salah satu sudut dermaga kayu, dua pria paruh baya, Pak Bowo dan Tuan Bagus, duduk bersantai dengan joran masing-masing menghadap ke air.“Hampir sejam, belum ada yang menyambar umpan,” ujar Pak Bowo sambil menggulung sedikit tali pancingnya, memastikan umpan masih di tempatnya. Wajahnya santai, tapi matanya penuh perhatian pada permukaan air.“Sabar, Pak Bowo. Memancing itu bukan cuma soal dapat ikan, tapi juga menikmati prosesnya,” balas Tuan Bagus dengan senyum ringan. Ia menyesap kopinya, matanya memandang jauh ke danau yang tenang.Sesaat keduanya terdiam, menikmati suara alam di sekitar. Namun, Pak Bowo akhirnya memecah keheningan. “Ngomong-ngomong, Bagus, bagaimana kabar Melissa sekarang? Kamu bilang, kalau dia baru saja bercerai dengan suaminya.""Ya," j

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   54. Bertemu

    Argo menghela napas panjang, berdiri di samping mobilnya yang terhenti di pinggir jalan. Hawa panas siang itu semakin menambah frustrasinya. Mesin mobilnya mogok tiba-tiba saat ia baru saja menjemput Lisa, keponakannya, dari sekolah dasar. Lisa duduk di kursi belakang, tampak diam sambil memeluk tas sekolahnya.Tiba-tiba, suara yang akrab menyapanya, membuat Argo menoleh dengan cepat. "Argo? Kok kamu di sini?" Melissa, seorang teman lama, berdiri di dekatnya. Rambutnya yang panjang tergerai, dan senyumnya yang hangat membuat suasana terasa sedikit lebih ringan.Argo tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kekesalannya. "Mobilku mogok." Dia menunjuk mobilnya yang dalam keadaan kab terbuka.Melissa mengangguk dengan bibir berbentuk huruf o. "Memangnya kamu dari mana?" tanyanya kemudian."Aku baru saja menjemput Lisa dari sekolah," jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil dan Lisa yang melambaikan tangan kecilnya kepada Melissa.Melissa melirik Lisa, lalu kembali pada Argo. Wajahnya menunj

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   53. Merasa Memiliki

    Memegang alat pel, Okta tengah membersihkan lantai lobi di jam sibuk kantor. Itu membuat para pekerja kantoran akan sibuk dengan pekerjaannya dan duduk tenang di tempatnya.Tidak akan ada orang yang lalu lalang di lobi. Palingan beberapa orang saja. Setelah ada seseorang yang memasuki pantri dan memergoki mereka mengobrol, mereka segera meminta untuk melanjutkan pekerjaan yang ternyata itu dari sang atasan.Okta ditemani Endi yang tengah membersihkan kaca. Sembari bersiul, dia bergerak mundur membersihkan lantai di depannya.Suara pintu lift terbuka terdengar, dua orang keluar dari sana. Mereka saling mengobrol membicarakan sesuatu yang sepertinya sangat penting. Terlihat dari ekspresi keduanya yang sangat serius.Endi yang menyadari kehadiran keduanya lebih dulu segera mendekati Okta. Dia menyenggol pundak temannya itu dengan lengannya. "Hei. Lihat tuh," ujarnya kemudian."Apa sih?" tanya Okta."Itu lihat dulu." Endi kembali berujar dengan menunjuk keberadaan dua orang yang baru saja

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status