Share

53. Merasa Memiliki

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 10:23:17

Memegang alat pel, Okta tengah membersihkan lantai lobi di jam sibuk kantor. Itu membuat para pekerja kantoran akan sibuk dengan pekerjaannya dan duduk tenang di tempatnya.

Tidak akan ada orang yang lalu lalang di lobi. Palingan beberapa orang saja. Setelah ada seseorang yang memasuki pantri dan memergoki mereka mengobrol, mereka segera meminta untuk melanjutkan pekerjaan yang ternyata itu dari sang atasan.

Okta ditemani Endi yang tengah membersihkan kaca. Sembari bersiul, dia bergerak mundur membersihkan lantai di depannya.

Suara pintu lift terbuka terdengar, dua orang keluar dari sana. Mereka saling mengobrol membicarakan sesuatu yang sepertinya sangat penting. Terlihat dari ekspresi keduanya yang sangat serius.

Endi yang menyadari kehadiran keduanya lebih dulu segera mendekati Okta. Dia menyenggol pundak temannya itu dengan lengannya. "Hei. Lihat tuh," ujarnya kemudian.

"Apa sih?" tanya Okta.

"Itu lihat dulu." Endi kembali berujar dengan menunjuk keberadaan dua orang yang baru saja
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   54. Bertemu

    Argo menghela napas panjang, berdiri di samping mobilnya yang terhenti di pinggir jalan. Hawa panas siang itu semakin menambah frustrasinya. Mesin mobilnya mogok tiba-tiba saat ia baru saja menjemput Lisa, keponakannya, dari sekolah dasar. Lisa duduk di kursi belakang, tampak diam sambil memeluk tas sekolahnya.Tiba-tiba, suara yang akrab menyapanya, membuat Argo menoleh dengan cepat. "Argo? Kok kamu di sini?" Melissa, seorang teman lama, berdiri di dekatnya. Rambutnya yang panjang tergerai, dan senyumnya yang hangat membuat suasana terasa sedikit lebih ringan.Argo tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kekesalannya. "Mobilku mogok." Dia menunjuk mobilnya yang dalam keadaan kab terbuka.Melissa mengangguk dengan bibir berbentuk huruf o. "Memangnya kamu dari mana?" tanyanya kemudian."Aku baru saja menjemput Lisa dari sekolah," jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil dan Lisa yang melambaikan tangan kecilnya kepada Melissa.Melissa melirik Lisa, lalu kembali pada Argo. Wajahnya menunj

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   55. Makan Siang Terencana

    Suasana di tempat pemancingan terasa tenang dan damai. Air danau yang jernih memantulkan cahaya matahari pagi, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari pepohonan di sekitar. Di salah satu sudut dermaga kayu, dua pria paruh baya, Pak Bowo dan Tuan Bagus, duduk bersantai dengan joran masing-masing menghadap ke air.“Hampir sejam, belum ada yang menyambar umpan,” ujar Pak Bowo sambil menggulung sedikit tali pancingnya, memastikan umpan masih di tempatnya. Wajahnya santai, tapi matanya penuh perhatian pada permukaan air.“Sabar, Pak Bowo. Memancing itu bukan cuma soal dapat ikan, tapi juga menikmati prosesnya,” balas Tuan Bagus dengan senyum ringan. Ia menyesap kopinya, matanya memandang jauh ke danau yang tenang.Sesaat keduanya terdiam, menikmati suara alam di sekitar. Namun, Pak Bowo akhirnya memecah keheningan. “Ngomong-ngomong, Bagus, bagaimana kabar Melissa sekarang? Kamu bilang, kalau dia baru saja bercerai dengan suaminya.""Ya," j

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   56. Kilasan Masa Lalu

    Argo baru saja tiba di rumah setelah nongkrong dengan teman-temannya. Seragam sekolahnya masih melekat di tubuh, lengkap dengan dasi yang sudah longgar dan sepatu yang berdebu. Hari itu terasa biasa saja baginya, sampai langkah kakinya terhenti di depan pintu kamarnya. Ada suara gaduh dari arah kamar kakaknya, Argi. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat.Pelan-pelan, Argo mendekat ke pintu kamar Argi. Ia menyandarkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap apa yang sedang terjadi di dalam. Suara kakaknya terdengar lantang, penuh emosi, sementara suara ayah mereka terdengar lebih tegas dan keras. Dari potongan-potongan percakapan yang bisa ia dengar, Argo mulai memahami inti masalahnya.“Aku nggak bisa, Pa! Aku sudah punya pilihan sendiri!” suara Argi terdengar marah.“Kamu pikir pilihanmu lebih baik daripada yang Papa sudah tentukan? Papa tahu apa yang terbaik untuk keluarga kita,” balas Pak Bowo dengan nada tajam.“Ini hidupku, Pa! Bukan hidu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   57. Meyakinkan Argo

    Malam itu, Argo berada di ruang tengah rumahnya. Udara dingin merayap melalui jendela yang sedikit terbuka, tetapi ia tidak peduli. Berdiri di depan sebuah foto dan matanya tertuju pada foto besar yang tergantung di dinding. Foto itu adalah kenangan pernikahan kakaknya, Argi, dengan kakak iparnya, Nadine. Senyum bahagia di wajah mereka saat itu terasa seperti ironi sekarang. Argo menghela napas panjang, pikirannya dipenuhi oleh masa lalu yang sulit dan rumit."Entah benar atau tidak, aku merasa yang terjadi adalah semuanya salah."Dia menarik napas dalam. "Semoga kalian bahagia di atas sana."Dia tahu bahwa pernikahan itu bukanlah hasil dari cinta sejati. Kakaknya mencintai orang lain, tetapi tekanan dari keluarga, terutama dari ayah mereka, Pak Bowo, membuat semuanya menjadi seperti ini. Nadine juga tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga korban keadaan. Argo merasa ada beban besar yang diwariskan dari konflik itu, yang entah bagaimana kini beralih ke pundakn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   58. Pertemuan Okta dan Rani

    "Sial*n." Okta mengumpat."Kurang ajar si Kafka," lajutnya.Okta menghela napas panjang, suara desahan itu nyaris tenggelam oleh deru motornya yang melaju menyusuri jalan kota tanpa arah. Hatinya masih dipenuhi dengan rasa kesal akibat kejadian di kantor siang tadi. Ia tak ingin langsung pulang. Rasanya rumah hanya akan membuatnya semakin jengkel, apalagi di rumah nanti pasti dia akan bertemu kembali dengan sang adik. Dengan motor yang berhasil ia dapatkan dari orang tuanya setelah permohonan panjang, ia memutuskan untuk mencari pelarian sementara."Dasar adik lancang! Bikin malu saja! Berani-beraninya dia mendekati Melissa," gerutunya sambil menekan gas motor lebih keras. Kendati demikian, jalan kota yang mulai padat membuatnya harus memperlambat laju kendaraan.Entah apa yang membuat dia terus mengumpati sang adik. Padahal, kan senyumnya dia sudah sepakat kalau mereka akan bertanding secara adik untuk mendapatkan Melissa. Kenapa dia se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   59. Mau Kembali ke Kantor

    Malam itu, Kafka duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya, Winda dan Khalif. Hidangan lezat terhidang di hadapan mereka, tetapi perhatian Winda tertuju pada sesuatu yang lain. Ia menatap Kafka dengan penuh selidik sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan yang sudah dia pendam sejak tadi."Kafka, bagaimana hubungan kamu dengan Melissa? Sudah ada kemajuan?" tanyanya dengan penuh antusias.Kafka mengangkat kepalanya dari piring. Ia mengunyah makanannya dengan tenang sebelum menjawab, "Seperti biasa, hubungan kolega bisnis." Lalu dia melanjutkan kembali makannya.Winda menghela napas panjang. "Kenapa tidak ada kemajuan?" Dia bertanya dengan sedikit kesal.Padahal, Winda tahu kala anaknya yang satu ini bukanlah tipe orang yang akan bertindah gegabah dalam suatu hal. Dia suka, itu artinya Kafka bukan orang yang ceroboh.Kafka selalu tenang dan tidak gegabah dalam bertindak, dan dia suka itu. Akan tetapi dalam hal ini, adalah hal berbeda.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   60. Pertanyaan Keramat

    Melissa melangkah masuk ke toko kue milik Rani. Aroma manis dari berbagai macam kue langsung menyambutnya, menghangatkan hatinya yang sedikit lelah setelah bekerja seharian. Dia melihat sekeliling, dan tampak jelas bahwa toko ini sedang ramai."Wah. Ramai sekali yang antre," ujarnya. Pengunjung membludak, memenuhi hampir setiap sudut ruangan. Beberapa orang berdiri mengantre di depan etalase kaca, menunggu giliran untuk memesan kue favorit mereka."Sebaiknya aku tunggu dulu."Melihat tidak ada tempat kosong selain satu meja di pojok ruangan, Melissa segera melangkah ke sana dan duduk. Dia senang dengan kondisi toko kue ini. Seorang pelayan yang bertugas melayani pengunjung yang makan di tempat segera menghampirinya. "Selamat sore, Kak Melissa," sapa pelayan itu yang memang mengenal siapa Melissa."Mau pesan apa, Kak?" tanya sang pelayan itu dengan ramah. Dia memberikan buku berisi gambar beberapa kue yang tersedia di toko roti ini.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   61. Mempertimbangkan Argo.

    Melisa merasa terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari mulut papanya. Baru beberapa bulan lalu dia resmi bercerai, dan kini, Tuan Bagus sudah menyinggung soal pernikahan lagi. Dia tidak habis pikir, mengapa papanya bisa berpikir sejauh itu."Papa, aku baru saja bercerai! Kenapa Papa bisa menanyakan hal seperti itu?" serunya dengan nada penuh keterkejutan.Tuan Bagus yang duduk di kursi rotan tua di beranda rumahnya hanya tersenyum tipis. Dia memandang putrinya dengan penuh kasih sayang, lalu berkata dengan lembut, "Apa salahnya, Mel? Kamu masih muda. Sudah lewat masa iddah-mu. Wajar kalau ingin menikah lagi."Melisa menghela napas panjang. Perasaannya masih terlalu kacau untuk memikirkan pernikahan lagi. Luka batinnya belum sepenuhnya sembuh dari kegagalan rumah tangganya yang lalu. Bayang-bayang pertengkaran dengan mantan suaminya masih begitu nyata di ingatannya. Perselingkuhan Okta meninggalkan trauma di kepala Melissa.Bagaimana mungkin papanya bisa berbicara seolah semua baik-

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30

Bab terbaru

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   70. Solusi Mengusir Okta

    Setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya ruangan Melissa pun kembali bersih. Tidak ada lagi bunga, balon atau ucapan-ucapan penyemangat apalah itu yang mengganggu bagi Melissa."Ada-ada saja. Bikin pusing saja." Perempuan itu menggeleng pelan sembari berjalan menuju kursinya.Duduk di kursi kebesarannya, Melissa tampak berpikir beberapa saat. "Tidak bisa seperti ini. Dia benar-benar mengganggu. Aku sudah tidak nyaman," ujarnya dengan kesal.Melissa meraih gagang telepon dan menghubungi seseorang. "Pak. Tolong ke ruangan saya," ujar Melissa. Setelah mendapat persetujuan dari seseorang di seberang sana, Melissaol pun menutup kembali teleponnya lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Dia mengembuskan napas kasar.Tak lama, suara ketukan terdengar. "Masuk," ujarnya kemudian.Pintu terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya yang tak lain adalah kepala HRD perusahaan ini. Pak Miko, yang bisa dikatakan salah satu orang terperc

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   69. Kejutan yang Memuakkan

    Lisa menatap foto mendiang Papa dan mamaya dengan senyuman merekah. Entahlah. Sejak tadi, dia senang melakukan hal itu. Dia membayangkan seandainya mereka ada di sini. Biasanya, seorang anak yang membayangkan hal itu mereka akan sedih. Namun, tidak dengan Lisa.Pak Bowo yang melihat itu mengerutkan kening. Dia pun ikut duduk di samping cucunya. "Kamu lagi apa?" tanyanya kemudian.Lisa menoleh lalu tersenyum. "Eh Kakek." Dia menggeleng. "Lisa hanya lagi lihatin foto Papa sama Mama," ujarnya jujur."Kamu kangen, ya?" tebak Pak Bowo dan melihat cucunya itu yang mengangguk.Lisa kembali menatap foto kedua orang tuanya. "Mama cantik ya, Kek? Papa juga tampan." Dia terkekeh geli."Em ... awas nanti kedengeran papa Argo, dia cemburu loh." Pak Bowo berujar.Tidak tahu saja kalau di sana ada Argo yang sedang mengawasi mereka dengan menyandarkan pundak pada dinding dan tangan yang dilihat di depan dada.Lisa tertawa keci

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   68. Keputusan Bersama

    Malam itu, mereka mengadakan acara barbeque di halaman depan villa. Cuaca sedang baik, langit cerah bertabur bintang, menciptakan suasana yang sempurna untuk makan malam di luar ruangan."Untung saja langitnya cerah. Tidak hujan." Pak Bowo menatap langit dengan perasaan senang.Tuan Bagus mengangguk. "Iya. Kita bisa mengadakan acara ini di halaman.""Tenang, Kek. Lisa sudah minta sama Tuhan agar malam ini tidak hujan. Makanya dikasih terang," ujar Lisa dengan lucu yang mana langsung mengundang tawa semuanya."Bnarkah?" tanya Pak Bowo."Iya dong." Lisa langsung tertawa ketika kakeknya menggelitiki. Dia meminta ampun.Mereka tidak hanya membakar daging, tetapi juga sosis dan beberapa makanan lainnya. Semangat dan kebahagiaan menyelimuti mereka, membuat suasana semakin meriah. Tawa dan canda terdengar di antara suara api yang menyala dan aroma masakan yang menggugah selera.Lisa tampak bersemangat, membantu membalik daging

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   67. Belanja Bersama

    Argo, Melissa, dan Lisa pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan yang akan mereka gunakan untuk acara makan di villa nanti. Argo melihat belanjaan sudah banyak. Dia pun mencabik alih dari tangan Melissa."Ada yang mau dibeli lagi?" tanyanya kemudia.Melissa mengangguk. "Iya. Daging dan ikan." Dia menjawan."Ya sudah. Ayo kita cari penjualnya," ujar Argo. Dia berjalan dengan kantung belanjaan di tangan kanan dan kiri. Sedangkan Melissa menggadeng tangan Lisa."Kamu perlu bantuan tidak?" tanya Melissa pada Argo yang merasa tidak rega karenalriaitu membawa semua belanjaan mereka.Argo menggeleng. "Aman." Mereka pun membeli ikan, daging ayam dan terakhir daging sapi. Ketika mereka tiba di kios penjual daging, Lisa dengan penuh semangat meminta kepada papanya. "Pa. Beli dagingnya yang banyak, ya. Lisa ingin barbeque di depan villa nanti malam," ujar gadis itu kemudian.Argo pun menuruti permintaan putri kecilnya. "Apa yang

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   66. Alasan Nama yang Sama

    Okta membuka pintu apartemennya dengan kasar, suara gebrakan nyaring ketika dia kembali membantingnya untuk menutup. "Akh! Sialan!" teriakannya keras. Dia melepaskan jaketnya dengan kasar lalu membuangnya sembarangan.Napasnya memburu, otot-otot dalam lehernya masih terlihat jelas akibat kemarahan yang dia rasakan saat ini. Atas insiden yanalg baru saja dia alami di rumah mantan mertuanya dulu."Kurang ajar. Berani-beraninya mereka memperlakukan aku seperti itu," ujarnya marah. Dia mengusap hidungnya yang tiba-tiba merasa gatal."Aku datang dengan niat baik, mereka malah mengusirku seperti sampah. Enak saja." Dia membanting tubuhnya pada sofa sembari menatap lurus ke depan dengan tajam."Mereka memang orang yang sombong. Seenaknya mengusir aku dari sana." Dia terus menggerutu tiada henti. Padahal, hal itu terjadi juga bukan karena tidak ada alasan, tetapi karena mereka sudah merasa muak dengan Okta.Dia yang bersalah, tetapi dia yang mera

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   65. Insiden Pagi Hari.

    Melissa juga tampak terkejut dengan keberadaan Okta di sini, meski di dalam hatinya, dia sudah bisa menebak alasan kedatangan Okta. Lelaki itu masih belum menyerah setelah semua yang terjadi. Hanya saja dia tidak menyangka kalau Okta berani untuk datang kemari.Sedangkan Okta yang mendapat pertanyaan bernada marah itu malah menunjukkan senyumnya. Dia mengulurkan tangan pada Tuan Bagus. "Pa."Sayangnya, Tuan Bagus sudah enggan pada mantan menantinya itu. Dia pun menepis tangan Okta dengan kasar. Okta sempat terkejut, tetapi di memaklumi itu. Iyalah. Dia yang salah. "Saya datang untuk bertemu dengan Melissa, Pa," jawab Okta dengan suara mantap, meski dalam hatinya dia merasakan tekanan besar dari tatapan tajam Tuan Bagus."Tidak ada yang perlu kau bicarakan dengannya lagi! Pergi dari sini sebelum aku menyuruh satpam mengusirmu!" bentak Tuan Bagus tanpa basa-basi dengan menunjuk ke arah luar rumah.Arga yang menyadari keadaan tidak kondusif

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   64. Membujuk Lisa

    Matahari siang itu mulai meredup ketika Arga tiba di sekolah untuk menjemput Lisa. Sepertinya langit akan menjatuhkan air asin dalam jumlah yang banyak. Dia pun menunggu di depan gerbang seperti biasanya.Selalu menjadi pusat perhatian wali murid lainnya karena rata-rata adalah para ibu rumah tangga, hanya dia pria dewasa di sini. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Argo.Kadang beberapa dari mereka berani menawari Arga untuk menjadi menantu mereka.Tak lama, Argo melihat Lisa berlari menghampirinya dengan tas ransel kecil yang hampir lebih besar dari tubuh mungilnya. Wajahnya berseri-seri penuh antusiasme seperti biasa, membuat Arga tersenyum lebar."Halo, Papa!" sapa Lisa riang, memeluk lengan Arga begitu mereka berjalan menuju mobil."Hai juga, Sayang." Dia mengusap kepala Lisa dengan senyuman."Kita pulang sekarang?" tanyanya kemudian. Dia melebarkan senyum ketika melihat Lisa mngangguk.Arga langsung menggadeng tangan

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   63. Rencana Liburan

    Senja mulai turun perlahan ketika Pak Bowo tiba di kediaman Tuan Bagus. Rumah besar bergaya kolonial itu dikelilingi taman yang terawat rapi, dengan pohon-pohon rindang yang menambah kesan tenang. Pak Bowo disambut oleh seorang pelayan yang membawanya ke ruang kerja Tuan Bagus, tempat pertemuan penting itu akan berlangsung.Tuan Bagus duduk di balik meja kayu mahoni besar, dikelilingi tumpukan dokumen yang tertata rapi. Wajahnya menunjukkan kewibawaan, namun kali ini ada sorot antusias yang berbeda di matanya saat melihat kedatangan sahabat lamanya."Bowo, akhirnya kau datang juga. Duduklah," ucap Tuan Bagus sambil menunjuk kursi di seberang meja.Pak Bowo tersenyum hangat dan duduk. "Bagus. Ada apa? Tumben sekali kau memintaku datang seperti ini. Biasanya kau hanya mengajak mampir ketika kita selesai memancing."Tuan Bagus tertawa pelan. "Kau benar. Aku ingin membahas sesuatu yang lebih pribadi. Tentang anak-anak kita, Arga dan Melissa."

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   62. Saran Dari Riyanti

    Melissa duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah meja. Pikirannya masih melayang pada percakapannya dengan sang ayah tadi pagi. Kata-kata beliau masih terngiang di telinganya, membuat hatinya resah. Ia menatap foto mendiang mamanya yang terletak di sudut meja, jemarinya menyentuh bingkai foto itu dengan lembut."Ma, aku harus bagaimana?" bisiknya pelan. "Papa bilang aku harus mulai memikirkan masa depanku ... Tapi aku belum siap. Aku tidak tahu apakah ini benar atau hanya perasaan sesaat."Melissa menarik napas dalam, seolah berharap udara yang dihirupnya bisa membawa serta kegundahan hatinya."Seandainya Mama masih ada, pasti Mama bisa memberiku saran terbaik," lanjutnya dengan suara lirih.Sebenarnya, dia ingin mendatangi Riyanti dan meminta saran mengenai hal ini. Hanya saja, dia juga masih merasa ragu untuk melakukan ini."Hai. Papa bikin aku banyak pikiran aja deh." Dia menumpu dagu pada lipatan tangan.Melissa begitu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status