Tok! Tok! Tok!"Nay, sudah siap belum?" tanya Ayah dari luar setelah mengetuk pintu kamarku."Iya, Yah. Sebentar lagi!" jawabku sedikit berteriak."Ya sudah, Ayah tunggu diluar," kata Ayah. Suara derap langkah kaki Ayah semakin menjauh, itu artinya Ayah sudah menjauh dari kamarku.Aku sendiri masih sibuk memilih baju yang cocok untuk aku pakai saat acara makan malam bersama keluarga Mas Sony nanti. Malam ini, Bu Maysaroh mengundang aku dah juga Ayah untuk makan malam di rumahnya.Meskipun hanya makan malam biasa, aku harus memilih baju yang pas dan juga sopan. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk memakai dres panjang berwarna hijau lumut yang aku padukan dengan blazer berwarna hitam. Tak lupa, aku memoles wajahku dengan make up natural agar terlihat sedikit fresh.Tak terasa, sudah lima bulan masa perkenalanku dengan Mas Sony. Aku juga sudah sedikit mengetahui tentang sifat Mas Sony. Dari mulai makanan dan minuman kesukaannya, hobinya, dan juga karakter Mas Sony yang ternyata sedikit
"Kita pulang aja yuk, Yah? Kaki aku pegal dari tadi berdiri disini," ajakku pada Ayah. Saat ini, kami memang masih berdiri di pintu masuk taman yang terlihat gelap ini. Karena menggunakan sepatu sedikit berhak tinggi kaki ini terasa pegal, ingin duduk pun tak tahu harus duduk dimana. Karena tak terlihat ada kursi disini, mungkin juga karena tak ada penerangan cahaya hingga tak terlihat letak kursi. Tak mungkin juga kan, di taman yang terlihat luas ini tak memiliki kursi?"Kita tunggu sebentar lagi, Nay," ucap Ayah menenangkanku."Enggak ah, Yah. Aku gak ma ..." ucapanku terhenti saat lampu tiba-tiba menyala di tengah-tengah taman ini.Ternyata, lampu itu berasal dari lampu-lampu kecil yang menyala mengelilingi sebuah kolam renang di tengah-tengah taman ini. Aku baru bisa melihat, ternyata ada sebuah kolam renang besar di tengah taman ini. Tak lama, hidup lagi lampu-lampu berwarna merah terang membentuk sebuah hati di tengah-tengah kolam itu.Ayah tiba-tiba menggenggam tanganku erat,
POV KenzieTok! Tok! Tok!Sayup-sayup, terdengar suara ketukan pintu dari arah depan. Aku yang sedang meracik bumbu untuk memasak di dapur, langsung menghentikan aktivitasku. Jam di dinding masih menunjukkan pukul 06.00 pagi, pagi-pagi begini, siapa yang datang bertamu? Aku bergegas mencuci tangan sebelum membuka pintu depan, malu jika harus bertemu tamu dengan tangan bau bawang dan juga bumbu masakan."Siapa sih, Mas, pagi-pagi ketuk-ketuk pintu. Ganggu orang tidur aja," gerutu Anggun yang tiba-tiba datang ke dapur."Aku juga gak tahu," jawabku."Ya udah kamu bukain sana, aku mau mandi dulu!" ucap Anggun ketus lalu meminum segelas air putih. Setelahnya, ia pergi kembali ke kamar lagi.Aku membuang nafas kasar, semenjak resmi bercerai dari Naya, hidupku berubah 360 derajat. Begitu juga dengan sikap Anggun, yang berubah drastis setelah Toko grosir milikku bangkrut. Anggun yang dulu selalu bersikap manis dan lembut kini berubah dan semakin bersikap semena-mena padaku, bahkan ia tak pern
"Memang begitu kan? Kalian kan sudah menikah, jadi harta yang kamu punya juga jadi milik Kenzie," kata Ibu."Dengar ya, Bu. Sepertinya, Ibu gak pernah belajar ilmu agama. Rumah ini, rumah pemberian orang tua aku, jadi, Mas Kenzie gak punya hak apa-apa di rumah ini. Dan ingat, Ibu gak usah bermimpi untuk bisa tinggal bersama kami disini. Karena aku gak akan ijinkan Ibu sama Dini tinggal disini!" kata Anggun dengan penuh penekanan.Ibu dan Dini terperangah seolah terkejut dengan kata-kata yang disampaikan oleh Anggun. Sedangkan aku sendiri tak mampu bicara apapun, karena yang dikatakan Anggun memang benar adanya."Lancang kamu! Aku ini Ibu mertuamu, tega sekali kamu membiarkan Ibu sama Dini kesusahan!" kata Ibu tak terima."Itu bukan urusan aku. Kalau seandainya Mas Kenzie bisa memberi nafkah untuk aku, aku gak masalah kalian mau tinggal disini. Tapi sayangnya, Mas Kenzie saja hidup bergantung dari aku. Terus kalau kalian tinggal disini, siapa yang akan menanggung biaya hidup kalian? Mo
"Mas, Clara buang air besar tuh. Kamu bersihin dulu gih," ujar Anggun. Aku yang sedang sibuk menggoreng nasi untuk sarapan pagi langsung menoleh ke arah Anggun."Kamu bersihin dulu lah. Kamu gak lihat aku lagi masak," kataku sedikit kesal."Kamu kan tahu, Mas, aku orangnya jijik an. Kamu aja lah," kata Anggun santai sambil memainkan ponselnya sambil duduk di depan meja makan."Ya udah kamu terusin masaknya nih. Entar gosong!"Anggun meletakkan ponselnya, dan dengan wajah malas menggantikan posisiku memasak. Aku segera mencuci tangan dan bergegas menghampiri anak bungsuku Clara yang kini sudah menginjak usia hampir 2 tahun itu.Dengan telaten, aku membersihkan kotoran anakku. Pekerjaan seperti ini saja, Anggun selalu mengandalkan diriku. Kesal rasanya, memiliki seorang istri pemalas seperti Anggun. Aku memang paling suka memanjakan wanita, tapi, bukan berarti wanita itu bisa sesuka hati menginjak harga diriku. Lama-lama, rasanya aku bosan diperlakukan seperti pembantu oleh Anggun."Yan
Dari sekian banyak wanita yang pernah aku tiduri, hanya Mayang lah yang paling bisa memuaskanku dengan maksimal. Mayang ini sama denganku, kami sama-sama hiperseks. Tak pernah yang namanya bosan atau lelah untuk melakukan hubungan badan. Mayang sendiri pernah mengungkapkan, bahwa ia menyukaiku karena aku tampan dan permainanku yang tak membosankan.Bahkan, dulu, kami sering membuat video panas bersama. Biasanya, aku akan mengambil video wanita-wanita panggilan yang main denganku secara sembunyi-sembunyi untuk aku pamerkan pada teman-temanku. Tapi tidak dengan Mayang, justru dia sendiri lah yang minta untuk divideokan.Semenjak aku tak memiliki uang, aku tak pernah lagi menggunakan jasa wanita penghibur untuk memuaskan harsatku. Hanya Anggun lah tempatku memuaskan hasratku yang selalu menggebu-gebu."Aku sekarang udah gak punya apa-apa lagi, Beb. Aku udah bangkrut," jawabku. 'Beb' adalah panggilan sayangku untuk Mayang."Kok bisa? Aku pernah sih cari kamu, katanya kamu udah cerai ya sa
"Gimana, Mas, mau kerja disini gak? Kok malah bengong?" tanya Pak security membuyarkan lamunanku."Eh iya, Pak, maaf ..." Belum selesai aku menjawab, tiba-tiba ponsel yang berada dalam saku celanaku bergetar. Ternyata panggilan telepon dari ibuku."Maaf, Pak, saya angkat telepon dulu," kataku pada Pak security dan hanya dijawab dengan anggukan kepala."Ada apa, Bu?" tanyaku setelah telepon ku angkat.["Adikmu, Ken, huhuhu ..."] jawab Ibu terisak, membuatku semakin penasaran."Maksud Ibu, Dini? Ada apa dengan Dini, Bu?"["Di ... Dini ditusuk teman sekolahnya, Ken, sekarang lagi kritis di rumah sakit,"] jawab Ibu terbata dengan suara serak.Degh!Aku sangat terkejut mendengar pengakuan dari Ibu. Baru saja kemarin Ibu dan Dini diusir dari rumah oleh Bapak. Sekarang datang lagi musibah yang menimpa Ibu dan adikku itu."Ya udah, Ibu tenang dulu ya. Nanti aku kesana, Ibu kirim saja alamat rumah sakitnya," kataku menenangkan ibu.["Iya, Ken. Kamu cepat kesini, Ibu tunggu."]Setelah mematikan
"Apa, Mas, Cleaning servis? Gak salah kamu mau kerja jadi cleaning servis?" tanya Anggun seolah tak percaya.Setelah sampai di rumah, aku menceritakan pada Anggun tentang pekerjaan yang baru aku dapatkan tadi siang. Badan ini rasanya sangat lelah, setelah seharian di rumah sakit menemani Ibu. Belum lagi, tenagaku juga terkuras habis karena melayani permainan Mayang yang begitu liar tadi siang."Iya, Yank. Mau gimana lagi, aku udah nyari kerja sana-sini tapi gak dapet-dapet. Ya udah, cleaning servis pun jadi. Dari pada aku nganggur," jawabku."Aku gak setuju kamu jadi cleaning servis, Mas. Apa kata orang nanti, kalau Anggun seorang pemilik butik cukup terkenal dikota ini, suaminya cuma cleaning servis, mending kamu dirumah aja!" ujar Anggun kesal."Harusnya kamu itu bersyukur, aku masih mau kerja. Aku juga sebenarnya gak mau jadi cleaning servis, tapi mau gimana lagi, dari pada aku nganggur kan?""Tapi gak harus jadi cleaning servis juga kali, Mas?""Udah, pokoknya kamu gak usah banyak