☘️Setelah acara ijab kabul kami selesai, dilanjutkan dengan acara meminta doa restu kepada orang tua kami. Kami melakukan sungkeman secara bergantian, seperti adat di daerah kami. Maryam terlihat menangis haru dan terisak, saat bersujud meminta doa restu di pangkuan Bapak dan Ibunya. Wajar memang, karena ini adalah pernikahan pertama untuk Maryam. Setelah selesai, aku bergantian meminta doa restu pada kedua mertuaku. Mereka memberi aku wejangan atau nasihat padaku untuk menjaga dan menyayangi Maryam sepenuh hati.Bapak mertua bilang, kini tugasnya telah usai untuk menjaga Maryam dan diserahkan padaku. Wejangan demi wejangan yang Bapak dan Ibu mertua sampaikan padaku, aku dengar dengan seksama. Dan Insya Allah, aku akan menjalankan amanah dari mereka."Kenzie, tolong jaga anak kami Maryam dengan baik. Jaga dan lindungi Maryam, sayangi dia, seperti kami menyayanginya selama ini. Jangan pernah kasar atau melukai Maryam secara batin ataupun fisik. Kalau kamu sudah bosan atau tak sanggup
"Mar, kamu ngapain?" tanyaku. Pertanyaan basa-basi meskipun aku tahu apa yang sedang Maryam kerjakan saat ini."Lagi nyuci piring, Mas. Nanggung, bentar lagi selesai," jawab Maryam tersenyum.Ada rasa miris dalam hati ketika Maryam masih bisa tersenyum disaat seperti ini. Meskipun aku tahu, Maryam pastilah sangat lelah saat ini. Terlihat dari peluh yang membasahi kening Maryam. Padahal, cuaca malam ini cukup dingin karena hujan gerimis sedari tadi.Aku tak melihat kehadiran Ibu ataupun Dini di dapur. Itu artinya, Maryam hanya sendiri mencuci piring dan perabotan sisa bekas memasak acara siang tadi. Aku membuang nafas kasar, pastilah Ibu yang sudah menyuruh Maryam untuk mengerjakan ini semua sendirian. Aku bukannya suuzon pada Ibuku sendiri, tapi memang begitulah sikap Ibu jika tak suka pada seseorang. Selalu berbuat sesuka hati."Astaga, Mar, harusnya kamu gak perlu nyuciin piring sama perabotan ini," ujarku."Gak papa, Mas. Gak enak lihatnya, kalau pada kotor semua begini.""Ya udah,
☘️Subuh ini, aku dan Maryam terbangun. Lalu segera bergegas untuk mandi. Malu rasanya, jika ketahuan mandi keramas oleh Ibu ataupun Dini. Meskipun kami sudah resmi menikah, tapi tetap saja terasa canggung. Susah rasanya, jika sudah menikah dan tinggal satu atap dengan Ibu. Apalagi, kami hanya memiliki satu kamar mandi untuk dipakai secara bergantian. Itupun letaknya di ujung dapur. Sepertinya, aku harus merencanakan untuk hidup terpisah dari Ibu."Mar, aku sholat subuh ke masjid dulu ya?" pamitku pada Maryam."Iya, Mas," jawab Maryam lembut."Oh ya, Mar. Sepertinya, kita tinggal misah aja deh dari Ibu. Nanti kita cari kontrakan atau kost-kostan aja. Aku kasihan sama kamu kalau harus tinggal seatap sama Ibu. Kamu kan tahu sendiri, sikap Ibu seperti itu," ucapku."Aku terserah kamu aja, Mas, gimana baiknya. Tapi, kalau memang mau tinggal terpisah, kita tinggal di kosant aku aja, Mas. Kebetulan, kostan aku masih tiga Minggu lagi masa habisnya. Nanti, tinggal kita teruskan aja. Lagi pula
Dan akhirnya, hari ini, aku dan Maryam memutuskan untuk tinggal di kostan Maryam. Kami tak bicara pada Ibu sebelumnya. Sengaja memang, tak ingin urusan menjadi panjang. Lebih baik, kami langsung pamit saja. Biarlah jika Ibu marah, karena setahuku marahnya Ibu tak akan lama. Jika Ibu butuh sesuatu, pasti Ibu akan menegurku lagi.Lagi pula, besok, aku dan Maryam akan kembali bekerja seperti biasanya. Sebab kami hanya minta izin libur selama 3 hari saja. Kami sengaja meminta izin dengan alasan berbeda. Kami tak bilang bahwa kami izin untuk menikah. Jika atasan kami tahu, pastilah salah satu diantara kami akan dikeluarkan. Karena perusahaan tempat kami bekerja tak mengijinkan suami istri untuk bekerja di satu area yang sama."Bu, kami pamit untuk tinggal di kostan Maryam," ucapku pada Ibu. Pagi ini, Ibu sedang duduk di depan teras rumah. Aku dan Maryam sendiri sudah memasukkan barang-barang kami yang hanya berisi baju-baju kami ke dalam tas besar."Ken, Ibu kan sudah bilang. Ibu gak izink
☘️Aku masih memikirkan, bagaimana jika Maryam benar-benar hamil saat ini. Karena aku sendiri meragukan, jika bayi yang ada dalam kandungan Maryam adalah anakku. Setelah masa lalu pahit yang aku lalui, sudah bisa dipastikan bahwa aku tak bisa memiliki keturunan. Memang, aku belum melakukan pemeriksakan diri ke dokter, untuk memastikan bahwa aku mandul atau tidak. Tapi jika dilihat secara logika dan kenyataan yang terjadi, aku tak memiliki niat untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. Tanpa perlu periksa, kehamilan Naya dan kenyataan bahwa kedua anak Anggun bukanlah anakku, itu sudah cukup untuk membuktikan.Sebenarnya, aku bukan tak mau memeriksakan diri ke dokter. Aku hanya takut. Takut jika benar adanya bahwa aku memang mandul. Itu hanya akan semakin menghancurkan perasaanku sendiri.Maryam memandangku dengan mata terlihat sendu, sebelum melakukan test kehamilan seperti yang bidan Nia sampaikan tadi. Dengan berat hati, aku mengangguk. Memberi jawaban pada Maryam, bahwa aku setuju Mar
"Mar, aku berangkat kerja dulu ya? Aku udah siapkan sarapan untuk kamu. Nanti obatnya jangan lupa diminum," pamitku pada Maryam."Iya, Mas. Maaf, Mas, aku gak bisa berangkat kerja hari ini. Badan aku belum sepenuhnya pulih," ucap Maryam."Sudah, Mar, kamu gak perlu minta maaf. Kerja itu kan tugas aku sebagai seorang suami. Kalau perlu, kamu berhenti kerja aja. Aku gak mau kamu dan bayi kita kenapa-kenapa," ucapku.Sebelum beranjak, aku memberikan banyak nasihat untuk Maryam. Aku tak ingin Maryam terus-terusan bersedih. Apalagi terlalu banyak berpikir tentang siapa ayah dari bayi yang ia kandung.Sebenarnya, aku sedikit merasa khawatir, meninggalkan Maryam di kostan sendirian. Ingin sekali aku izin, tapi tak enak sebab Maryam juga izin. Takut dikira kami janjian.**"Ken, dipanggil Pak Ahmad tuh," ucap Rio teman seprofesiku saat kami berpapasan."Tumben, ada apa ya, Ri?""Mana aku tahu, mau dikasih bonus mungkin," jawab Rio terkekeh."Aamiin ..." ucapku bersemangat.Aku berjalan menuj
☘️Aku berjalan dan terus berjalan menyusuri jalan yang biasa dilalui oleh orang-orang. Mata ini mengitari sekeliling, tapi tetap saja tak kutemukan keberadaan Maryam hingga saat ini. Hingga akhirnya, suara adzan magrib mulai berkumandang.Aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa saat ini. Bingung, harus mencari Maryam kemana lagi. Aku juga tak memiliki kendaraan, hingga menyulitkan aku mencari keberadaan Maryam. Andai saja, aku memiliki motor, sudah pasti aku akan tancap gas untuk mencari keberadaan Maryam menyusuri setiap sudut kota ini.Aku berpapasan dengan orang-orang yang sedang berjalan ke arah masjid. Mereka semua pasti akan melaksanakan ibadah sholat magrib. Karena tak memiliki arah dan tujuan yang jelas, aku memutuskan untuk sholat magrib dulu sebelum melanjutkan pencarianku untuk menemukan Maryam.Aku segera mengambil air wudhu, karena sebentar lagi sholat magrib berjamaah akan segera dimulai. Setelah mengambil air wudhu, seketika hati ini sedikit tenang. Mungkin setelah
☘️Hari ini, kebetulan aku libur. Aku dan Maryam berencana untuk menginap di rumah Ibu seperti biasanya. Usia kandungan Maryam saat ini, sudah memasuki usia enam belas Minggu. Begitulah, yang dokter sampaikan saat Minggu kemarin aku menemani Maryam untuk USG.Sudah jelas bisa dipastikan, bahwa anak yang dikandung oleh Maryam bukanlah anakku. Karena berbeda dua Minggu dengan jarak pernikahanku dengan Maryam. Awalnya, aku memang merasa belum menerima sepenuhnya. Tapi sekarang, aku benar-benar sudah ikhlas. Apapun yang terjadi, aku akan tetap mencintai Maryam sepenuh hati.Awalnya, Maryam merasa sangat terpuruk saat mengetahui usia kandungannya, tapi, aku berusaha meyakinkan Maryam, bahwa semua akan baik-baik saja. Aku berjanji pada Maryam akan mencintainya sepenuh hati. Tanpa pernah mengungkit masa lalu buruknya. Lagi pula, ini salah satu resiko yang harus aku terima karena sudah memutuskan untuk menikah dengan Maryam.Aku juga sudah menyuruh Maryam untuk berhenti bekerja. Aku ingin Mar
☘️Dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Sony dan Naya memutuskan untuk merayakan ulang tahun Zahra di hotel bintang lima. Sebab, di acara ulang tahun Zahra kali ini, Sony dan Naya mengundang semua karyawan di perusahaannya tanpa terkecuali.Tema perayaan ulang tahun Zahra kali ini bernuansa Mickey mouse. Sesuai dengan tokoh Disney kesukaan Zahra. Zahra merasa sangat senang, sebab setiap keinginannnya selalu dipenuhi oleh Papa dan Mamanya. Dan yang lebih membuat Zahra bahagia, akhirnya ia bisa mengundang Anggun yaitu Mama kandung yang mulai ia sayangi itu."Selamat ulang tahun, cucu Oma dan Opa," ucap Bu Hanin yang didampingi oleh Pak Abu. Bu Hanin dan Pak Abu mencium Zahra secara bergantian."Terima kasih, Pak, Bu, karena kalian semua sudah datang," ucap Bu Maysaroh."Sama-sama, Bu. Kami sangat senang, karena kalian mau mengundang kami," ucap Bu Hanin.Ucapan Bu Hanin sebenarnya tulus. Tapi bagi keluarga Bu Maysaroh justru terdengar seolah sindiran bagi mereka. Mereka
☘️POV AuthorSony memandang wajah Naya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk kedua anaknya, Adam dan Aisyah. Di tangan kanan Naya ada Adam dan di tangan kirinya Aisyah. Belum lagi, ada Zahra yang ikut-ikutan tertidur pulas di samping adiknya, Aisyah. Naya tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan. Mulutnya terlihat sedikit terbuka, dan terdengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya. Membuat Sony terkekeh kecil melihat posisi tidur Naya yang menurutnya terlihat lucu itu.Sony mengabadikan momen tidur istri dan anak-anaknya dengan kamera ponsel miliknya. Foto itu akan Sony simpan sebagai kenangan jika di kantor Sony merasa rindu dengan keluarganya di rumah. Bagi Sony, Naya tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi jelek sekalipun.Pastilah tak mudah bagi Naya untuk mengurus ketiga buah hatinya. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi, ketiga anak Sony dan Naya baru tertidur setelah puas bermain. Dan tanpa sadar, Naya pun ikut keti
☘️Hari ini, adalah hari putusan sidang tentang kasus meninggalnya Maryam. Aku datang didampingi oleh Bapak mertua. Beberapa kali sidang, kami sempat membawa Ibu mertua. Tapi, beliau sering mengamuk jika bertemu dengan pelaku. Setiap jalannya sidang, orang tua Maryam memang selalu menyempatkan untuk hadir di persidangan.Mereka sama denganku, ingin tahu tentang perkembangan kasus Maryam. Berulang kali, Ibu dan Bapak mengucapkan terima kasih padaku setelah mengetahui tentang fakta bahwa Maryam pernah mengalami pemerkosaan oleh pelaku. Mereka mengucapkan terima kasih sebab aku telah menerima Maryam apa adanya. Sebab selama ini, aku dan Maryam memang menutup rapat tentang aib itu.Saat sidang sebelumnya, aku membeberkan tentang kasus perkosaan yang diterima Maryam di masa lalu, untuk menambah berat masa hukuman yang diterima oleh pelaku. Itulah sebabnya orang tua Maryam bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Karena hanya akulah saksi kunci. Aku juga menyerahkan buku diary milik Maryam
☘️Mataku tertuju pada lembar halaman tulisan Maryam yang terakhir. Sebab pada catatan itu, tertulis jelas namaku. Mataku langsung memanas, membaca tulisan Maryam yang ditujukan untukku.Ungkapan hatiku untuk Mas KenzieMas Kenzie, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.Terima kasih telah mencintaiku.Terima kasih telah menyayangiku.Terima kasih telah menjagaku.Terima kasih telah menjadi pelindung untukku.Terima kasih telah menjadi penyelamat hidupku.Terima kasih telah menerima segala kekuranganku.Terima kasih atas cinta tulusmu.Dan masih banyak ucapan terima kasih lainnya yang tak bisa aku ungkapkan untukmu.Kamu lelaki kedua yang ada di dalam hatiku setelah Bapak.Aku memintamu, Mas.Dan cinta ini, akan aku bawa sampai mati ....Begitulah isi cacatan terakhir Maryam di buku diary miliknya. Membuat air mataku seketika mengalir deras. Dada ini semakin sesak dibuatnya. Dan ternyata, bukan hanya itu saja. Masih banyak catatan lain yang berisi tentang diriku. Semua Maryam ceri
☘️"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h
☘️Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
☘️"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
☘️"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k