☘️"Ken, ingat ya, kalau kalian mau periksa kandungan Maryam ke dokter, kamu jangan lupa ajakin Ibu," bisik Ibu padaku.Malam ini, aku dan Maryam pamit untuk pulang ke kostan. Karena besok pagi, aku harus bekerja seperti biasanya."Iya, Bu," jawabku lirih.Setelah berpamitan, aku dan Maryam segera mencari angkutan umum untuk pulang ke kostan kami."Tadi, Ibu bicara apa sama kamu, Mas? Kok pakai bisik-bisik?" tanya Maryam. Saat ini, kami sedang berada di dalam angkutan umum menuju pulang."Oh, gak papa, Mar. Ibu cuma suruh kita buat sering-sering nginep di tempat Ibu," jawabku berbohong. Bagaimanapun juga, aku harus menjaga perasaan Maryam."Hmm gitu ya? Oh ya, Mas, gimana kalau kita beli motor aja. Kalau mau kemana-mana kan enak, gak perlu naik angkot," ucap Maryam."Aku juga mikir gitu sih. Tapi uang aku belum cukup, Mar.""Aku tambahin deh, Mas. Kebetulan aku masih punya sedikit tabungan. Kita beli motor second aja yang murah. Yang penting bisa buat kita pulang pergi.""Memang kamu
☘️"Ken, dapat salam tu dari si Sella," ucap Rio. Saat kami sedang duduk beristirahat di kantin."Marni siapa, Ri?""Itu, anak cleaning servis lantai lima. Kayaknya dia naksir sama kamu," jawab Rio."Hah! Ada-ada aja kamu ini, Ri.""Ada-ada aja gimana sih, Ken. Aku serius, tadi si Sella nanyain kamu ke aku. Katanya titip salam buat kamu," kata Rio dengan wajah serius."Buat kamu aja lah, Ri.""Aku sih mau aja, Ken. Tapi dia nya gak respect sama aku. Eh, malah kepincut sama kamu," ucap Rio terkekeh."Ya kalau kamu usaha, pasti bisalah. Belum juga usaha, udah nyerah gitu. Emang yang mana anaknya? Perasaan aku gak kenal," ujarku."Yang rambutnya sebahu itu loh, Ken. Yang biasa ngobrol sama aku di parkiran kalau mau masuk kerja. Biasanya juga papasan sama kamu juga.""Oh, itu. Iya aku ingat. Ya lumayan cantik sih.""Itu tau. Kamu gak mau deketin dia?""Enggak ah, buat kamu aja. Aku udah ada yang punya," jawabku tersenyum."Beneran? Emang ada yang mau sama kamu?""Gini-gini juga aku udah l
"Ma ... Maryam," ucapku lirih dengan bibir bergetar. Perasaan kalut tiba-tiba memenuhi rongga dadaku.Pria kurang ajar itu seketika lari dan keluar dari kamar kostan ini. Meninggalkan pisau yang sengaja ia jatuhkan di atas lantai keramik. Aku melihat banyak ceceran darah di pisau kecil yang terlihat sangat tajam itu. Membuat tubuhku seketika merasa linu. Ingin rasanya aku mengejar pria brengsek itu, dan langsung menghabisinya. Tapi keadaan Maryam saat ini jauh lebih penting."Mas!" panggil Maryam lirih, yang seketika membuatku tersadar dalam keterpakuan.Tanpa menjawab panggilan dari Maryam, gegas aku menggendong tubuh Maryam dan berjalan sedikit berlari untuk meminta bantuan. Mulut ini rasanya terkunci, sama sekali tak bisa untuk berteriak meminta tolong. Aku memutuskan untuk membawa Maryam ke rumah bidan Nia, untuk meminta bantuan untuk melakukan pertolongan pada Maryam.Dua kali sudah, Maryam menyelamatkan nyawaku. Harusnya, pisau itu menancap di tubuhku, bukan Maryam. Tapi, kenapa
☘️"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k
☘️"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
☘️Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
☘️"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h