Maryam masih diam dengan seribu bahasa. Pertanyanku barusan seperti angin lalu, entah ia mendengar atau tidak. Sudah setengah jam kami duduk di depan kostan Maryam, tapi sepatah katapun belum keluar juga dari bibir Maryam. Begitu besarkah beban hidup Maryam, hingga ia terlihat begitu kacau? Biarlah, aku akan tetap sabar menanti sampai Maryam mau bicara denganku. Mungkin, ia masih butuh waktu untuk menenangkan diri.Dalam hati, aku menduga-duga. Bisa jadi Maryam melakukan hal bodoh tadi karena sedang putus cinta. Atau mungkin, ia hamil dengan pacarnya lalu ditinggalkan begitu saja. Itu salah satu alasan orang-orang yang bisa melakukan perbuatan nekat seperti yang dilakukan oleh Maryam tadi di jembatan. Atau mungkin, Maryam sedang terlilit hutang yang sangat besar. Tapi untuk apa?"Mas, apa benar kamu mau membantu aku?" Akhirnya Maryam mengeluarkan suaranya, setelah sekian lama aku menanti. Kalau bukan karena aku menyukai Maryam, aku pasti sudah pulang karena mulai bosan karena terlalu
Aku sendiri sangat geram mendengar cerita yang disampaikan oleh Maryam. Aku merasa sangat iba, dengan kejadian yang menimpa Maryam. Seandainya Maryam adalah adik atau keluargaku, tentu saja aku tak akan terima. Sudah pasti Ayah Dion akan aku habisi hari ini juga.Yang lebih membuatku sedih, Maryam bercerita bahwa ia merantau di kota ini. Orang tuanya berada di kampung, yang hanya berprofesi sebagai buruh tani. Maryam bilang, kehidupan orang tuanya jauh dari kata cukup. Ia bekerja di kota pun untuk membantu ekonomi keluarganya di kampung. Seandainya orang tua Maryam tahu dengan musibah yang menimpa anaknya, sudah pasti hati orang tua Maryam akan hancur mendengar kabar ini.Apalagi kalau sampai orang tua Maryam tahu tentang perbuatan nekat anaknya yang mencoba mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari atas jembatan dan terjun ke sungai. Pastilah hati mereka akan bertambah sakit bukan?"Mar, apa kamu siap untuk hidup sederhana sama aku? Apa kamu bisa menerima semua kekurangan aku?" t
"Ken, sejak kapan kamu mulai berani membantah perintah Ibu!?" tanya Ibu dengan nafas naik turun, seolah masih menahan emosi.Aneh, kenapa jadi Ibu yang terlihat marah? Harusnya, aku yang marah disini. Aku yang akan menjalani sebuah hidup rumah tangga, aku yang berhak menentukan siapa wanita yang aku pilih, bukan Ibu.Memang, selama ini, aku selalu menuruti semua perintah dan kemauan Ibu. Tapi bukan berarti Ibu bisa mengaturku sesuka hati. Aku sudah bosan, lelah, dan juga muak menjadi sapi perah untuk Ibu. Apalagi saat aku hidup makmur saat menikah dengan Naya dulu. Semua kebutuhan Ibu, aku penuhi. Dari mulai hal kecil sampai hal besar sekalipun.Bahkan, Ibu meminta aku menikah dengan Anggun untuk memiliki keturunan. Aku tetap mematuhi perintah Ibu. Tapi sekarang, aku sudah benar-benar muak. Aku juga berhak untuk mencari kebahagiaan ku sendiri bukan?"Bu, yang menjalani pernikahan itu kan aku, bukan Ibu. Aku berhak menentukan siapa pendamping hidup yang tepat untuk aku!""Kamu jangan e
Subuh ini, aku terbangun seperti biasanya. Sebelum berangkat sholat subuh di masjid, aku bergegas untuk mandi dan membersihkan diri. Seperti kebiasaan rutinku selama satu tahun ini. Selama satu tahun ini, aku sudah berusaha untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik. Setelah selesai mandi dan menggunakan pakaian, aku bergegas untuk berangkat ke masjid yang tak jauh dari rumahku.Saat keluar dari kamar, suasana rumah terlihat sepi. Padahal, biasanya di jam seperti ini Ibu sedang sibuk berkutat di dapur. Apa mungkin, Ibu masih marah padaku? Aku perhatikan, beberapa bulan ini, aku tak pernah lagi melihat Ibu menunaikan ibadah sholat. Entah apa yang membuat Ibu semakin berubah seperti ini."Ibu mana, Din?" tanyaku pada Dini setelah pulang dari masjid."Lagi di depan, Kak, lagi beresin warung," jawab Dini."Kamu udah sarapan?""Udah, Kak, barusan aja. Ibu kenapa ya, Kak? Hari ini banyak diam, gak secerewet biasanya?" tanya Dini."Aku juga gak tahu, Din. Kamu udah rapih begitu mau kemana
"Siapa, Mas? Kenapa gak diangkat teleponnya?" tanya Maryam.Aku yang sedang melamun sambil memandang layar ponsel seketika menoleh ke arah Maryam. Ingin rasanya aku jujur pada Maryam, tapi tetap saja terasa berat. Tak lama, layar ponsel mati, lalu hidup lagi. Seolah-olah Pak Abu ingin aku segera menjawab telepon darinya."Sebentar, Mar, aku angkat telepon dulu," jawabku. Maryam hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman kecil."Assalamualaikum," ucapku setelah menggeser tombol hijau.["Waalaikumsalam, gimana kabar kamu, Ken?"] tanya Pak Abu basa-basi."Aku baik, Pa. Ada apa?"["Saya cuma mau menanyakan tentang tawaran yang saya berikan kemarin. Apa kamu sudah punya jawaban?"]"Sudah, Pa," jawabku pelan.["Oh ya? Terus gimana, Ken, apa kamu setuju untuk kembali rujuk dengan Anggun?"] tanya Pak Abu seolah tak sabar."Saya minta maaf, Pa. Saya gak bisa rujuk dengan Anggun," jawabku.["Apa kamu sudah memikirkannya, Ken? Kalau kamu masih butuh waktu untuk berpikir, saya akan kasih kamu wa
"Mar, sebenarnya, masih banyak hal yang belum kamu tau tentang masa lalu aku. Aku gak sebaik yang kamu pikir, Mar.""Tapi hanya masa lalu kan, Mas? Insya Allah, aku terima, Mas, bagaimanapun masalalu kamu. Meskipun dimasa lalu kamu bukan orang baik sekalipun, aku akan tetap terima. Karena bagi aku, kamu itu pahlawan buat hidupku. Mungkin kalau kamu gak hadir waktu itu, aku sudah mati dengan tindakan bodohku dulu," ujar Maryam.Setelah berbincang-bincang dengan Maryam soal rencana pernikahan kami, aku pamit pulang pada Maryam. Kami sudah memutuskan, berencana untuk menikah Minggu ini. Setelah pulang dari kostan Maryam, aku ingin memberitahu Ibu tentang hari pernikahanku dengan Maryam. Dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan kami.Bugh!Sebuah pukulan keras, mendarat di pipi kiriku. Membuat tubuhku terhuyung ke samping. Hampir saja aku jatuh, jika saja Maryam tak menahan bobot tubuhku. Sebab saat ini, aku dan Maryam sedang berjalan ke depan. Maryam ingin mengantarku untuk m
☘️Terlihat ada ketegangan di wajah mereka semua, termasuk Ibu dan juga Dini. Aku memperhatikan wajah Bapak, yang terlihat sayu seperti orang sakit. Setelah sekian lama Bapak mengusir Ibu dan juga Dini dari rumah, kini ia justru datang ke rumah kami. Tapi, untuk apa?Aku menyalami dua Paman dan satu Bibiku, yang tak lain adalah adik-adik dari Bapak. Aku juga menyalami Bapak, meskipun tak ada respon dari tangan Bapak. Mau bagaimanapun juga, mereka semua masih keluarga yang memiliki hubungan darah denganku. Setelahnya, aku duduk bergabung bersama mereka dan juga Ibu serta adikku Dini.Melihat keadaan Bapak yang seperti orang sakit, aku sudah bisa menduga tujuan mereka yang secara tiba-tiba datang ke rumahku. Setelah sebelumnya, mereka semua sama sekali tak pernah datang kemari. Perasaanku menjadi tak enak, apalagi melihat wajah Ibu yang terlihat tegang seperti menahan amarah."Ada apa ini, Lek Par? Ada tujuan apa kalian datang ke rumah kami?" tanyaku pada salah seorang Pamanku yang bern
"Enggak, Ken. Ibu gak mau Bapak kamu tinggal di sini. Kami sudah bukan suami istri lagi, gak pantas jika harus tinggal dalam satu atap. Apa kata orang nanti," ucap Ibu menolak."Lagipula, kalian kan adik-adik kesayangannya, kenapa begitu tega menelantarkan Kakak kalian sendiri? Kalian gak ingat, bagaimana dulu Kakak kalian itu begitu memanjakan kalian. Kalian jangan sok suci, seolah-olah kesalahan kalian lemparkan pada Kenzie. Sebelum bicara, harusnya kalian berkaca dulu. Diri kalian sudah benar apa belum? Kalian suruh kami untuk membuka hati nurani kami. Tapi kalian sendiri lupa, dimana hati nurani kalian sebagai adik?!" ujar Ibu yang terlihat emosi dan mulai kehilangan kesabaran.Memang benar yang diucapkan Ibu. Karena setahuku, dulu Bapak begitu menyayangi ketiga adiknya itu. Disaat mereka kesusahan, Bapaklah yang selalu membantu mereka. Tapi disaat Bapak jatuh seperti ini, mereka begitu tega membuang Bapak. Dan seolah sengaja melemparkan Bapak pada kami.Lek Par, Lek Narto dan jug
☘️Dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Sony dan Naya memutuskan untuk merayakan ulang tahun Zahra di hotel bintang lima. Sebab, di acara ulang tahun Zahra kali ini, Sony dan Naya mengundang semua karyawan di perusahaannya tanpa terkecuali.Tema perayaan ulang tahun Zahra kali ini bernuansa Mickey mouse. Sesuai dengan tokoh Disney kesukaan Zahra. Zahra merasa sangat senang, sebab setiap keinginannnya selalu dipenuhi oleh Papa dan Mamanya. Dan yang lebih membuat Zahra bahagia, akhirnya ia bisa mengundang Anggun yaitu Mama kandung yang mulai ia sayangi itu."Selamat ulang tahun, cucu Oma dan Opa," ucap Bu Hanin yang didampingi oleh Pak Abu. Bu Hanin dan Pak Abu mencium Zahra secara bergantian."Terima kasih, Pak, Bu, karena kalian semua sudah datang," ucap Bu Maysaroh."Sama-sama, Bu. Kami sangat senang, karena kalian mau mengundang kami," ucap Bu Hanin.Ucapan Bu Hanin sebenarnya tulus. Tapi bagi keluarga Bu Maysaroh justru terdengar seolah sindiran bagi mereka. Mereka
☘️POV AuthorSony memandang wajah Naya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk kedua anaknya, Adam dan Aisyah. Di tangan kanan Naya ada Adam dan di tangan kirinya Aisyah. Belum lagi, ada Zahra yang ikut-ikutan tertidur pulas di samping adiknya, Aisyah. Naya tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan. Mulutnya terlihat sedikit terbuka, dan terdengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya. Membuat Sony terkekeh kecil melihat posisi tidur Naya yang menurutnya terlihat lucu itu.Sony mengabadikan momen tidur istri dan anak-anaknya dengan kamera ponsel miliknya. Foto itu akan Sony simpan sebagai kenangan jika di kantor Sony merasa rindu dengan keluarganya di rumah. Bagi Sony, Naya tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi jelek sekalipun.Pastilah tak mudah bagi Naya untuk mengurus ketiga buah hatinya. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi, ketiga anak Sony dan Naya baru tertidur setelah puas bermain. Dan tanpa sadar, Naya pun ikut keti
☘️Hari ini, adalah hari putusan sidang tentang kasus meninggalnya Maryam. Aku datang didampingi oleh Bapak mertua. Beberapa kali sidang, kami sempat membawa Ibu mertua. Tapi, beliau sering mengamuk jika bertemu dengan pelaku. Setiap jalannya sidang, orang tua Maryam memang selalu menyempatkan untuk hadir di persidangan.Mereka sama denganku, ingin tahu tentang perkembangan kasus Maryam. Berulang kali, Ibu dan Bapak mengucapkan terima kasih padaku setelah mengetahui tentang fakta bahwa Maryam pernah mengalami pemerkosaan oleh pelaku. Mereka mengucapkan terima kasih sebab aku telah menerima Maryam apa adanya. Sebab selama ini, aku dan Maryam memang menutup rapat tentang aib itu.Saat sidang sebelumnya, aku membeberkan tentang kasus perkosaan yang diterima Maryam di masa lalu, untuk menambah berat masa hukuman yang diterima oleh pelaku. Itulah sebabnya orang tua Maryam bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Karena hanya akulah saksi kunci. Aku juga menyerahkan buku diary milik Maryam
☘️Mataku tertuju pada lembar halaman tulisan Maryam yang terakhir. Sebab pada catatan itu, tertulis jelas namaku. Mataku langsung memanas, membaca tulisan Maryam yang ditujukan untukku.Ungkapan hatiku untuk Mas KenzieMas Kenzie, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.Terima kasih telah mencintaiku.Terima kasih telah menyayangiku.Terima kasih telah menjagaku.Terima kasih telah menjadi pelindung untukku.Terima kasih telah menjadi penyelamat hidupku.Terima kasih telah menerima segala kekuranganku.Terima kasih atas cinta tulusmu.Dan masih banyak ucapan terima kasih lainnya yang tak bisa aku ungkapkan untukmu.Kamu lelaki kedua yang ada di dalam hatiku setelah Bapak.Aku memintamu, Mas.Dan cinta ini, akan aku bawa sampai mati ....Begitulah isi cacatan terakhir Maryam di buku diary miliknya. Membuat air mataku seketika mengalir deras. Dada ini semakin sesak dibuatnya. Dan ternyata, bukan hanya itu saja. Masih banyak catatan lain yang berisi tentang diriku. Semua Maryam ceri
☘️"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h
☘️Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
☘️"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
☘️"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k