Beranda / Fiksi Remaja / About Me: Alshameyzea / Bab 28. Di Antara Pilihan dan Perasaan (Part 3)

Share

Bab 28. Di Antara Pilihan dan Perasaan (Part 3)

Penulis: litrcse
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-06 14:38:47

"Menurut gue, Alsha juga layak dipertimbangkan. Dia punya kemampuan yang sama dan juga bisa diandelin." Rey mencoba meyakinkan Arshaka, sedangkan aku hanya bisa menelan ludah, 'kenapa Rey bisa seyakin itu ke aku?'

Arshaka menatap Rey dengan frustrasi. "Tapi kita butuh seseorang yang bener-bener siap setiap saat. Clara sudah terbukti kompeten dalam hal ini."

Rey mengangkat alis, mencoba bersikap ringan. "Oh, jadi Clara udah dipastiin tanpa pertimbangan lain?"

Arshaka mendengus. "Dan lo mau bilang kalau lo lebih tau dari gue tentang siapa yang cocok untuk posisi ini?"

'Eh? Kenapa mereka malah berdebat?' Semua orang yang di ruangan hanya bisa diam, melihat kedua laki-laki itu berbicara.

Rey, dengan nada penuh percaya diri, menanggapi, "Gue nggak bilang gitu. Gue cuma mau bilang kalau Alsha juga punya catatan bagus. Kalau lo terus-menerus pilih Clara, kita nggak bakal dapet pandangan objektif."

Arshaka mengerutkan kening, tampak marah. "Gue udah banyak pertimbangkan semua faktor, Rey. Dan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • About Me: Alshameyzea    Bab 28. Di Antara Pilihan dan Perasaan (Part 4)

    Aku terkejut dan merasa terhentak dari pikiranku. Dengan suara lembut dan penuh keraguan, aku menjawab, "Sebenernya, aku nggak yakin kalau aku nanti jadi sekretaris OSIS. Aku khawatir aku nggak bisa memenuhi harapan dan tanggung jawab yang ada."Arshaka, yang mendengar pernyataan ini, langsung menatap Rey dengan nada tajam. "Lo denger sendiri kan? Yang lo pilih aja nggak yakin sama dirinya sendiri. Kenapa lo bisa segitu yakinnya milih dia?"Rey, yang tampak marah, langsung membalas, "Shaka! Lo kenapa sih! Kok lo gini ke Alsha! Dia baru aja bilang kalau dia nggak yakin, tapi itu bukan berarti dia nggak bisa melakukannya. Kenapa lo harus membela Clara dengan cara kayak gini?"Arshaka, yang merasa terpojok, menjawab dengan nada tinggi, "Lo yang kenapa, Sampai segitunya ke Alsha! Kenapa lo begitu keras membela dia, padahal gue udah banyak pertimbangan!"Melihat pertengkaran yang semakin memanas, aku merasa hatiku berat. Mendengar Arshaka dan Rey saling berdebat, terutama ketika Arshaka me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 29. Konflik dan Harapan

    "Seperti matahari terbenam yang menyalakan langit dengan warna-warna akhir, setiap pertentangan memurnikan jiwa kita dengan pelajaran berharga."°°°°Setelah pemilihan struktur inti OSIS, semua pengurus yang baru terpilih diminta berkumpul di aula sekolah. Ruangan itu telah dipersiapkan dengan baik. Kursi-kursi berjejer rapi, sementara tirai tebal berwarna biru tua menutupi jendela, membatasi cahaya matahari yang biasanya menerangi ruangan.Kemarin terasa seperti mimpi yang menegangkan—perdebatan sengit antara Arshaka dan Rey di ruang OSIS masih terbayang jelas di benakku. Suara mereka menggema, mengisi setiap sudut ruangan dengan ketegangan yang membuat napasku terasa berat. Arshaka dengan ketegasannya, dan Rey dengan argumennya yang tak kalah kuat, bertarung dalam kata-kata hingga akhirnya keputusan final pun dijatuhkan. Aku terpilih menjadi sekretaris OSIS, bersama Ghisel sebagai wakil, Clara sebagai bendahara, dan Elysia sebagai wakil bendahara. Meskipun keputusan itu akhirnya d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 29. Konflik dan Harapan (Part 2)

    Pak Iwan kemudian memproyeksikan nama-nama kami di layar besar di depan aula. Nama-nama itu muncul satu per satu, seakan menegaskan tanggung jawab baru yang kini kami emban. Arshaka sebagai ketua OSIS, Rey sebagai wakil ketua, aku sebagai sekretaris, Ghisel sebagai wakil sekretaris, Clara sebagai bendahara, dan Elysia sebagai wakil bendahara. Nama-nama itu berkilau di layar, mengukir janji dan harapan untuk masa depan SMAN Cendana.Aku tak bisa menahan diri untuk melirik ke arah Arshaka. Namun, seperti biasa, dia hanya menoleh ke arah lain, wajahnya tetap dingin dan tak terbaca. Ada jarak yang terasa semakin jauh di antara kami, sebuah dinding tak terlihat yang sulit untuk dirobohkan. Namun, di balik semua itu, aku bertekad. Apapun yang terjadi, aku akan menjalankan tugas ini dengan sebaik mungkin. Bersama teman-teman yang lain, kami akan bekerja keras untuk membuat sekolah ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua siswa. Ini adalah awal dari sesuatu yang baru, dan aku harus

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 29. Konflik dan Harapan (Part 3)

    Aku hanya membalas dengan senyum kecil, mengangguk pelan, dan kembali memusatkan perhatian pada catatanku. Rey, yang duduk di seberang meja, tampak berbeda dari biasanya. Tatapannya tidak bercanda seperti biasanya, kali ini dia serius, memperhatikan dengan perhatian yang dalam. Sesekali, dia mengarahkan senyuman hangat ke arahku, menambah rasa nyaman di tengah ketegangan rapat.Arshaka melirik ke arah kami sekilas, ekspresi wajahnya tetap datar namun matanya menunjukkan konsentrasi penuh. “Alsha, pastikan semua agenda dicatat dengan detail. Rey, nanti lo bantu koordinasi dengan ketua divisi.”Rey mengangguk mantap, suaranya penuh kepastian. “Siap.”Sementara itu, Clara duduk di sebelah Arshaka, tidak bisa menutupi tatapan yang penuh kekaguman terhadapnya. “Arshaka, kalau ada acara nanti, aku bisa bantu urus dana. Aku punya beberapa kontak sponsor yang bisa kita manfaatkan,” ucapnya dengan nada manis sambil memainkan rambutnya, matanya berbinar dengan harapan.Elysia, yang duduk di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 29. Konflik dan Harapan (Part 4)

    “Bentar lagi kalau udah sampai kantin,” jawab Ghisel, sengaja menggantungkan rasa penasaran.Aku mengangkat alis, menyaksikan kehebohan kecil di depan mata. Dengan sedikit kekaguman, aku menggeleng pelan melihat tingkah mereka. Kami melanjutkan langkah hingga sampai di kantin, menemukan meja kosong di sudut dekat jendela.Kami memesan makanan dan minuman sebelum duduk. Suasana kantin yang ramai mulai terasa menyenangkan.“Ngomong-ngomong, rapatnya gimana? Seru atau bosenin?” Aline langsung membuka percakapan dengan penuh antusias.“Seru lah, mana ada bosenin. Apalagi ketos-nya ganteng,” kata Ghisel, menggoda dengan nada nakal.“Heh! Si ganteng itu milik gue, awas aja macem-macem!” Aline membalas, nada suaranya mengancam tapi penuh canda.Ghisel tertawa, sementara aku hanya bisa menghela napas panjang. 'Mulai.'“Tapi serius deh, Lin, bener kata lo waktu itu, Arshaka emang ganteng banget, cuy. Bukan cuma itu, dia juga pinter kalau disuruh ngasih ide-ide tentang program OSIS. Pantes aja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 30. Program Arshaka

    "Dalam setiap tatapan dan setiap ucapan, ada dunia yang mungkin tidak kita pahami sepenuhnya, tetapi tetap menyentuh jiwa kita."°°°°Seusai pelajaran terakhir, Keenan memaksaku pulang bersamanya. Dia bersikeras hanya ingin menemaniku berjalan kaki, namun aku menolak dengan halus. "Ada urusan OSIS mendadak," kataku, mencoba menjelaskan agar dia tidak merasa diabaikan.Beda dari biasanya, Keenan tidak marah. Dia malah tersenyum, menerima alasanku tanpa protes. Perubahan sikapnya sejak kejadian seminggu lalu sungguh nyata. Keenan yang dulu mudah tersulut emosi dan memaksaku menuruti kehendaknya kini tampak lebih dewasa. Meskipun sedikit terkejut dengan perubahannya, tapi aku senang.Kini, aku duduk sendirian di depan ruang OSIS. Napasku terasa berat saat kuperiksa jam tangan untuk kesekian kalinya. Hampir satu jam berlalu, dan bayangannya belum juga terlihat. Aku sudah menunggu di depan kelasku tadi, berharap dia muncul, tapi ternyata tidak. Akhirnya, aku memutuskan untuk menunggu di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 30. Program Arshaka (Part 2)

    "Berkasnya lo yang nyimpen. Besok bawa," ucap Arshaka lagi, kali ini tanpa menoleh. Nada suaranya tegas, seolah tak memberi ruang untuk argumen.Aku hanya mengangguk pelan, meskipun dia tak melihatnya. Dengan tangan sedikit gemetar, aku meraih map kertas itu dan memasukkannya ke dalam ransel. Kertas-kertas di dalamnya terasa dingin di tanganku, sama dinginnya dengan suasana di antara kami. Gerakanku cepat dan tanpa suara, seolah-olah aku takut mengganggu ketenangan ruangan yang kini dikuasai oleh Arshaka.Ransel itu kini tergantung di bahuku, beratnya seperti menambah beban di dalam pikiranku. Aku berbalik, siap melangkah keluar tanpa menoleh lagi, namun tiba-tiba, suara Arshaka memecah keheningan, menghentikan langkahku seketika."Lo udah sholat Ashar?" Suaranya terdengar tenang, tanpa ada tanda-tanda emosi. Dia bahkan tidak mengangkat kepalanya, tangannya masih sibuk mengetik sesuatu di laptopnya."Udah," jawabku cepat, mencoba menjaga suaraku tetap stabil.Aku menunggu sejenak,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 30. Program Arshaka (Part 3)

    Di sana, di penyeberangan yang sepi itu, aku pernah tergeletak tak berdaya, tenggelam dalam kegelapan selama dua hari yang terasa seperti kekekalan. Ingatan itu menghentikan langkahku, dan tampaknya, bukan hanya aku yang merasakannya. Arshaka pun berhenti, seolah merasakan beban yang sama menghantam dadanya.Aku ingat betul, pada hari kejadian itu, kami pulang bersama. Ada sedikit cekcok di antara kami—hal yang biasa terjadi. Tapi sekarang, aku tak lagi punya keberanian untuk meninggikan suaraku di depannya. Ketakutan itu muncul, membekukan seluruh keberanianku. Mungkin karena sikap dinginnya selama seminggu terakhir, atau karena perdebatan sengit saat pemilihan struktur inti OSIS. Entah mengapa, hatiku seperti terkunci rapat setiap kali aku melihatnya.Lamunanku terhenti oleh suara tepuk tangan Arshaka yang tiba-tiba membahana, memecah keheningan. Aku menoleh, melihat dia tengah menghentikan sebuah angkot. Tak butuh waktu lama, angkot itu segera berhenti di depan kami."Masuk," p

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06

Bab terbaru

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 7)

    “E-eh, Kak, itu mau dipasang di mading sama Yara...” protes si siswi, namun Aline tak peduli, tangannya gemetar ketika ia mulai membaca, matanya bergerak cepat melintasi kalimat-kalimat di selebaran itu. Aku berdiri di sampingnya, dan perlahan-lahan judul berita di koran itu terlihat jelas di mataku, seolah-olah huruf-huruf itu melompat keluar dari halaman dan menghantam dadaku dengan keras. ~"Tragedi di Laut Mediterania: Pesawat XYZ345 Jatuh, 7 Siswa Indonesia Jadi Korban"Penerbangan internasional XYZ345 dari Indonesia menuju Spanyol yang membawa total 162 penumpang mengalami kecelakaan tragis di perairan dekat Laut Mediterania. Pesawat tersebut membawa 7 siswa Indonesia yang terpilih untuk mengikuti lomba tingkat Internasional ke Spanyol, bersama dengan penumpang umum dan kru pesawat. Berdasarkan laporan sementara, sebagian besar korban telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Namun, terdapat satu jasad siswa Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan. Berikut adalah da

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 6)

    Tiba-tiba Aline menepuk lenganku, memutuskan lamunan yang mulai merasuk. "Hey, Al! Kok malah ngelamun? Udah sana, lanjutin belajarnya. Aku mau tidur," katanya dengan ringan sebelum berbalik dan menuju tempat tidurnya.Aku sedikit terkejut, lalu tersadar dan mengangguk. "Iya, iya," jawabku sambil kembali menatap layar laptop, mencoba fokus lagi pada tugas yang harus kuselesaikan. Aku menggulir pelan halaman pada laptopku, membaca artikel tentang ketentraman jiwa manusia. Di tengah keheningan malam, pikiranku melayang pada nasihat lembut seorang ustadz di pengajian kecil. Suaranya penuh keyakinan, wajahnya teduh di bawah sorotan lampu masjid, saat ia berbicara tentang hati dan perasaan perempuan."Perempuan," katanya lembut, "jika tidak disibukkan dengan ilmu dan agamanya, dia akan gila karena perasaannya."Kalimat itu seperti sayatan tajam, menggugah kesadaran yang dalam. Aku memejamkan mata, mencoba merenungkan kata-katanya. Mungkin ini jawabannya—aku perlu mengalihkan perasaanku ke

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 5)

    Jemariku gemetar sedikit saat menemukannya, dan aku membuka halaman demi halaman, hingga kutemukan kutipan yang selalu berulang dalam buku itu. Bibirku membaca pelan kata-kata yang pernah memberiku kekuatan."Dalam perpaduan bulan dan bintang, langit malam mengungkap keindahan, menghapus segala beban hidup yang memandang."Aku mengulangi kalimat itu, berbisik, "Bulan dan bintang... langit malam... keindahan... menghapus beban hidup yang memandang."Mataku tak lepas dari langit di luar jendela. Bulan bersinar dengan tenang, bintang-bintang di sekelilingnya berkelip, seolah menyapa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang hampir kupegang. Aku merasakan denyut ide yang perlahan mulai terbangun di kepalaku."Keindahan... langit malam..." gumamku lagi, lebih dalam, mencoba merangkai makna di antara kata-kata itu. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan bayangan langit malam menari-nari di dalam pikiranku, berharap bisa memunculkan sesuatu yang nyata. Dan tiba-tiba.. seperti kilatan cahaya, 'aku t

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 4)

    Aku berbalik dan memandangnya dengan lelah. "Sebentar lagi, Lin," jawabku singkat, suaraku nyaris tenggelam."Aku mau ngaji dulu, sambil nunggu adzan isya'," tambahku, berharap Aline tak lagi mendesakku.Namun, dia tetap mendekat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. "Al, minum obat dulu, ya? Jangan ditunda-tunda," katanya sambil meraih kotak obat yang sudah kusiapkan di kamar untuk keadaan darurat. Dia menyodorkan obat itu kepadaku, seakan tak ingin memberi ruang bagi penolakan.Aku menatap pil-pil di tangannya, lalu mengangguk lemah. Perlahan, aku mengambil obat tersebut dan segera menelannya. Perasaan sedikit tenang menyelimuti, meski tidak sepenuhnya menghapus rasa sakit yang ada di dalam dada."Nah, gitu dong. Kalau gini kan aku bisa lebih tenang. Kamu lupa ya? Tadi Kafka nitip kamu ke aku," ucap Aline, mencoba mencairkan suasana.Kafka. Nama itu membuatku terdiam sejenak. Masih ada banyak hal yang harus kupertanyakan padanya, namun, malam ini, aku terl

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 3)

    Aline mengangguk pelan, "Iya," jawabnya lembut, tak pernah sekalipun melepaskan rangkulannya di pundakku.Abhi yang biasanya ceria terlihat lebih serius. "Cepet sembuh ya, neng Alsha," ucapnya dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kebingungan di matanya.Nevan menambahkan, "Iya, cepet sembuh, Al, biar Keenan nanti nggak kepikiran pas tanding." Kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk langsung ke hatiku. Air mataku yang sedari tadi kutahan semakin deras mengalir, namun aku tetap diam. Mereka tidak tahu. Tidak tahu bahwa sakit yang kurasakan bukan hanya karena pusing, tetapi karena pengkhianatan yang baru saja kulihat. Keenan. Orang yang mereka banggakan, orang yang mereka kira akan peduli padaku, ternyata sudah bersama orang lain. Gadis lain. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, aku memohon agar mobil berhenti. "Mampir ke masjid dulu... sholat Maghrib," pintaku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.Aline mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, dan su

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 2)

    Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang semakin mendekat membawaku kembali ke kenyataan. Aline tiba lebih dulu, diikuti oleh Kafka, Nevan, dan Abhi. Wajah mereka penuh kecemasan saat mereka menghampiriku. Aline duduk di sampingku, tanpa ragu langsung merangkulku dengan erat. Pelukan hangatnya seolah mencoba menarikku keluar dari keterpurukan yang tengah melingkupiku."Al, tiba-tiba banget sakitnya?" tanyanya lembut, suaranya bergetar samar dengan kekhawatiran.Aku hanya mengangguk pelan, masih menutupi wajah dengan kedua tanganku. Air mata yang membasahi pipiku tidak bisa kutahan lagi, dan aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya aku saat ini."Bentar, gue telfon supir gue dulu biar cepet kesini," Kafka berkata, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, bergema di antara pikiranku yang kacau. Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh sedikit, mungkin untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, tapi fokusku tak bisa sepenuhnya tertuju padanya.Aline menghela napas dalam

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa

    "Ketika rasa tak lagi mampu berlabuh di bumi, aku melangitkannya—membiarkannya terbang tinggi, menuju Tuhan, di mana segala harapan menemukan tempatnya yang abadi." -Alshameyzea Afsheena •••Di bawah langit senja yang memancarkan warna merah jingga lembut, bandara sore itu tampak bagaikan palet cat yang dipenuhi dengan warna-warna ceria dan energi yang tak tertahan. Namun, kontras antara suasana yang riuh dan keadaan batinku yang terpuruk tak pernah lebih jelas daripada saat ini. Setiap langkahku terasa seperti usaha sia-sia untuk menghapus bayangan yang baru saja menghantamku dengan keras, seakan dunia yang kukenal runtuh dalam sekejap. Napasku terasa semakin berat, masing-masing seperti beban yang menambah kekosongan yang menggelayuti hatiku. Tanpa rencana atau tujuan yang jelas, kakiku menarikku ke arah kamar mandi, mencari ketenangan di tempat yang sederhana. Mungkin, air wudhu' yang dingin dan menyegarkan bisa menjadi penawar sementara, menyelamatkanku dari kegundahan yang men

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 3)

    Aku terus memperhatikannya, merasa janggal dan penasaran. Gerakannya tenang, tapi matanya tampak sibuk mencari. Lalu, tak lama kemudian, muncul beberapa sosok yang sangat familiar-Rey, dokter Athala, dan bundanya. Mereka bergabung dengan Arshaka, tampak berbicara dengan penuh keseriusan.Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dadaku, semacam kekacauan emosional yang sulit kutafsirkan. Namun sebelum aku bisa mencerna lebih jauh, suara Aline memecah keheningan."Al, lagi liatin apa sih?" tanyanya dengan nada penasaran, membuyarkan lamunanku.Aku tersentak, refleks menggeleng pelan. Tapi saat aku kembali menoleh ke arah Shaka dan keluarganya, mereka sudah menghilang dalam keramaian bandara. Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri dari rasa tak menentu yang tiba-tiba melanda.Kami berhenti di area parkir. Aline segera membuka pintu dan keluar dengan cepat, sementara aku masih mencoba menenangkan pikiran. Beberapa detik kemudian, mobil Nevan dan Abhi tiba, disusul oleh mob

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 2)

    "Itu. Lanjutannya," jawabku sambil menatapnya lebih dalam, ingin melihat reaksinya.Keenan menarik napas dalam, tatapannya tak pernah lepas dari wajahku. "Masih," ucapnya mantap, tanpa ragu.Keheningan langsung menyelimuti kami. Meski di sekitar kami kelas dipenuhi dengan suara obrolan teman-teman yang riuh, rasanya seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkan kami dari hiruk pikuk itu. Hanya ada aku dan Keenan, duduk berhadapan dengan suasana yang kini terasa jauh lebih dalam dan rumit."Kamu mau ya, nganterin aku nanti?" tanyanya tiba-tiba, suaranya kini lebih lembut, penuh harap. "Bareng Kafka juga. Nanti ajak Aline."Aku menatapnya, kini wajahnya penuh dengan permohonan yang begitu tulus. Untuk sesaat, aku terdiam. Lalu, dengan senyum tipis, aku mengangguk pelan, tanda bahwa aku bersedia.---KRING! KRING! KRING!Bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari jam pelajaran hari itu. "Jam pelajaran telah selesai, seluruh siswa diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing,"

DMCA.com Protection Status