Home / Fiksi Remaja / About Me: Alshameyzea / Bab 17. Trigonometri (Part 4)

Share

Bab 17. Trigonometri (Part 4)

Author: litrcse
last update Last Updated: 2024-09-30 11:00:36

Dengan ekspresi serius laki-laki pemilik wajah tegas itu berdiri di depan kami. Melihat Keenan, cowok aneh itu akhirnya melepas genggamannya.

Dia udah janji pulang sama gue," ujar Keenan dengan nada penuh penekanan.

'Ha? Kapan?' batinku, bingung

"Udah dibatalin janjinya," cetus cowok aneh itu, tidak memberi kesempatan untuk klarifikasi.

"Heh, mau Lo apa sih!" tanya Keenan, wajahnya menunjukkan ketidakpuasan.

"Gue mau---" Cowok aneh itu mulai menjawab, namun terputus oleh interupsi.

"Udah-udah, aku sama Rey aja!" Aku memotong perdebatan mereka dan menarik tangan Rey, yang baru saja datang menghampiri kami. Rey tampak kebingungan, dan aku baru menyadari bahwa aku mungkin melakukan kesalahan.

Tanpa aku sadari, aku melakukan satu kesalahan.

"Eh, Al?-" Rey mencoba memanggilku, bingung.

"Rey, kamu mau kan nganterin aku?" tanyaku, cepat-cepat membawa Rey menjauh dari dua cowok yang sedang berdebat.

Setelah kami sampai di parkiran, aku melepas tangannya.

"Mau, tapi A-aku-" Rey mulai berbicara
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • About Me: Alshameyzea    Bab 18. Ungkapan?

    Di dalam mobil yang melaju di tengah hujan deras, suasana terasa hangat dan nyaman. Jendela-jendela berkabut oleh embun, sedikit mengaburkan pemandangan luar. Cahaya lampu jalan yang terpecah oleh tetesan air menciptakan kilauan lembut, menambah kesan damai dalam perjalanan ini. Suara hujan yang menghantam atap mobil terdengar seperti irama yang menenangkan, membaur dengan suara mesin yang stabil. Di dalam kabin, udara terasa nyaman, memberi kontras yang menyenangkan dengan udara dingin di luar. Kami duduk berdampingan di dalam mobil, suasana di dalam kabin terasa tenang. Aku sesekali melirik keluar jendela, menatap lampu-lampu jalan yang memburam di balik hujan. Refleksi cahaya di kaca depan terlihat bergerak cepat, membuat dunia luar terasa jauh dan samar. Hanya ada suara wiper yang bersenandung lembut, menjaga ritme dari kebisingan hujan di luar. Dalam keheningan yang nyaman ini, suasana terasa santai meskipun beberapa menit lalu dia membuatku mendengus kesal.Aku menoleh ke arahn

    Last Updated : 2024-09-30
  • About Me: Alshameyzea    Bab 18. Ungkapan? (Part 2)

    "Kamu kan udah nungguin aku lama banget di sini," jawabku, mencoba tersenyum. "Tadi hujan deras, pasti kedinginan, kan?"Keenan menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Aku kesini cuma mastiin kamu baik-baik aja."Aku menatapnya, merasa terharu dengan perhatiannya. "Aku udah baik-baik aja, Keenan. Tapi kamu juga gak boleh nolak buatanku ini. Kamu harus coba!" desakku dengan nada manja yang sedikit kesal.Keenan tertawa, suaranya rendah dan menenangkan. "Okay, darl, gonna sip your warm tea," jawabnya sambil menerima cangkir teh itu. Ia menyeruput perlahan, dan aku menunggu reaksinya dengan cemas.Setelah beberapa detik, dia mengerutkan kening, membuatku khawatir. Teh buatanku gak enak? Aku menatapnya penuh tanya."Terlalu manis sih ini," katanya akhirnya, membuatku terkejut."Eh? Serius? Aku—" aku mencoba merespons, tapi Keenan memotong kalimatku."Maksudnya yang bikin terlalu manis," tambahnya dengan senyum nakal, kemudian tertawa. Aku melotot ke arahnya, merasa kesal tapi juga t

    Last Updated : 2024-09-30
  • About Me: Alshameyzea    Bab 18. Ungkapan? (Part 3)

    "Keindahan bintang memberi kita pandangan tentang cinta yang abadi dan misterius. Mereka bersinar dengan gemerlap yang menawan, seperti kilauan perasaan yang melampaui kata-kata. Bintang-bintang mengajarkan pada kita, bahwa cinta, seperti mereka, mereka yang memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menghangatkan, dan mengisi hati dengan keindahan yang gak bisa dilukiskan," jawab Keenan dengan lancar.Aku merasakan hatiku bergetar mendengar kata-katanya. "Seperti halnya saat aku bareng kamu," ucapku lembut. "Aku merasakan keindahan yang nggak bisa diungkapkan."Keenan menatapku dalam-dalam, dan kami saling bertatapan. Degupan jantungku semakin kencang. Aku berusaha mengalihkan pandangan, merasa terkejut dengan apa yang baru saja kukatakan."Keenan, kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?" tanyaku, sedikit cemas.Keenan tertawa pelan, suaranya lembut dan penuh rasa. "Sheena," ucapnya dengan lembut setelah beberapa detik tertawa."Apa?" jawabku, suaraku bergetar."Kalimat yang kamu ucapkan t

    Last Updated : 2024-09-30
  • About Me: Alshameyzea    Bab 19. Ungkapan Lewat Buku

    Telah lama aku mengenalmu, gadis impianku,Sejak awal ciptaan ini menemukan kehadiranmu.Setiap momen bersamamu adalah anugerah yang tak ternilai,Seperti simfoni yang memukau di tengah keheningan malam.Matamu adalah cermin jiwa yang memancarkan kedalaman,Mengungkapkan rahasia hatimu dengan lembut dan indah.Kita telah berbagi langkah-langkah dalam harmoni,Mengukir kisah cinta yang terpahat abadi dalam waktu.Melalui jalan yang telah kita lalui bersama,Kita telah belajar dan tumbuh dalam cinta yang menguatkan.Aku bersyukur telah memilikimu, gadis impianku,Yang memberikan makna sejati dalam setiap detik hidupku.Denganmu, aku merasakan keajaiban setiap hari,Sebagai pasangan yang bersatu dalam impian dan realita.Aku bersiap untuk melangkah ke depan bersamamu,Dalam cinta yang dipenuhi dengan keindahan dan ketulusan abadi.Halaman 108. Bolehkah Aku Mengenalmu?~Di antara bintang-bintang yang bersinar di langit malam,Kau adalah cahaya yang paling gemilang bagiku.Wanita sepertimu

    Last Updated : 2024-10-01
  • About Me: Alshameyzea    Bab 19. Ungkapan Lewat Buku (Part 2)

    Aku memilih tetap duduk di kelas. Tadi Ghisel sempat ngajak ke kantin, tapi aku menolak. Lagi malas. Mataku memperhatikan teman-teman yang berlalu-lalang, ada yang berlarian menuju kantin, ada juga yang pergi ke lapangan buat main. Bel istirahat baru saja berbunyi. Sosialisasi program kandidat ketua OSIS juga baru selesai tadi. Besok giliran kelas X, lusa kelas XII. Sesekali, pandanganku jatuh ke bangku kosong di sebelahku. Aline... kapan sih kamu masuk lagi? Apa masih sakit? Bukannya kemarin dia bilang udah sembuh? Aline benar-benar libur seminggu, nih.Shaka: Nanti sore, Bunda mau ke rumah lo. Boleh?Alsha: Boleh banget!Perasaan senang tiba-tiba mengalir dalam diriku saat notifikasi WhatsApp dari Shaka muncul. Rasanya seperti sinar matahari yang menerobos di antara awan gelap. Mungkin karena belakangan ini aku merasa sedikit kesepian tanpa Aline di sini. Bertemu Bunda Shaka pasti seru! 'Ah, aku harus beli sesuatu untuknya!' pikirku."Ekhem!" Suara dehaman pelan menyadarkanku dari l

    Last Updated : 2024-10-01
  • About Me: Alshameyzea    Bab 19. Ungkapan Lewat Buku (Part 3)

    "Iri bilang!" seru Nevan sambil melirik Abhi, senyum lebarnya tak terbendung.Abhi pura-pura mengelus dadanya, lalu mengangguk dengan ekspresi yang dibuat serius. "Aku iri, aku bilang," jawabnya, diikuti tawa pecah dari kami semua.Keenan, yang biasanya pendiam, ikut tersenyum tipis, namun langsung menginterupsi, "Jadi kan, tandingnya?""Jadi lah, Pak Ketu! Kita udah nungguin dari tadi," balas Abhi sambil mengibas-ngibaskan ujung seragamnya yang mulai basah karena keringat. "Liat nih, udah kayak lap banjir."Nevan terkekeh, "Bisa tuh buat ngepel lapangan."Keenan tiba-tiba berhenti tertawa dan mulai melirik ke sekeliling, membuat yang lain sedikit heran."Kenapa, Pak Ketu? Nyari apa?" Abhi bertanya, penasaran.Keenan menghela napas panjang, matanya kembali berkeliling. "Nggak, gue cuma mau mastiin Sheena aman duduk di sini," ucapnya dengan nada yang lebih serius, sebelum akhirnya dia membuka seragamnya, memperlihatkan kaos hitam yang menempel di tubuhnya."Lagipula, si nenek lampir itu

    Last Updated : 2024-10-02
  • About Me: Alshameyzea    Bab 20. Nyaman?

    "Everything must be a reason."°°°°DUK!Tiba-tiba sebuah benda menghantam kepalaku dengan cukup kuat, dan seketika aku terjatuh ke belakang. Segalanya berputar, pandanganku kabur, dan kesadaranku perlahan memudar.Dalam keadaan samar, aku merasakan kehadiran orang-orang di sekelilingku. Suara panik dan langkah-langkah bergegas mendekat. Di tengah kebingungan, aku merasakan diriku diangkat dengan lembut oleh seseorang. Meski mataku belum mampu terbuka, aku bisa merasakan bahwa dia membawaku menjauh dari keramaian lapangan, menuju tempat yang lebih tenang.Pelan-pelan, rasa aman menyelimuti diriku. Siapa pun yang membawaku saat ini tampaknya tahu apa yang harus dilakukan. Dalam kegelapan itu, aku hanya berharap untuk segera melihat kembali dunia di sekitarku.--Kesadaranku kembali perlahan, dan aku membuka mata dengan hati-hati. Cahaya lembut memenuhi ruangan yang terasa asing bagiku. Pandanganku bergerak perlahan ke sekeliling, dan aku melihat sebuah plang besar di dekat pintu yang b

    Last Updated : 2024-10-02
  • About Me: Alshameyzea    Bab 20. Nyaman (Part 2)

    Dia menarik napas, lalu mendekatkan wajahnya sedikit, suaranya lebih pelan, "Kita bahas yang lain aja ya, sayang." Keenan kembali menatap jalan di depan, fokus melanjutkan perjalanan."Keenan..""Sorry Sheena, if you're still on about that, I'm not gonna respond."Aku terdiam, menahan napas sejenak. 'Okay.'Beberapa menit kemudian, dia memarkir mobilnya lagi, kali ini di depan mini market, bukan di pinggir jalan. Tanpa berkata apa-apa, Keenan keluar dari mobil dan masuk ke dalam. Mungkin dia lapar, pikirku sambil menunggu di dalam mobil.Lima menit kemudian, dia kembali dengan dua kantong plastik besar di tangannya. "Nih, buat nyemil sebulan penuh," katanya sambil nyengir.Mataku membesar, "Ini semua buat aku?"Keenan mengangguk sambil tersenyum. "Tadi kamu bilang mau beli cemilan, ingat nggak?"'Eh, iya juga, aduh!' Aku menepuk jidat pelan, bagaimana bisa aku lupa kalau hari ini mau kedatangan tamu? Aku nggak nyangka, di balik wajah tegasnya, Keenan selalu bisa bikin aku merasa...S

    Last Updated : 2024-10-02

Latest chapter

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 7)

    “E-eh, Kak, itu mau dipasang di mading sama Yara...” protes si siswi, namun Aline tak peduli, tangannya gemetar ketika ia mulai membaca, matanya bergerak cepat melintasi kalimat-kalimat di selebaran itu. Aku berdiri di sampingnya, dan perlahan-lahan judul berita di koran itu terlihat jelas di mataku, seolah-olah huruf-huruf itu melompat keluar dari halaman dan menghantam dadaku dengan keras. ~"Tragedi di Laut Mediterania: Pesawat XYZ345 Jatuh, 7 Siswa Indonesia Jadi Korban"Penerbangan internasional XYZ345 dari Indonesia menuju Spanyol yang membawa total 162 penumpang mengalami kecelakaan tragis di perairan dekat Laut Mediterania. Pesawat tersebut membawa 7 siswa Indonesia yang terpilih untuk mengikuti lomba tingkat Internasional ke Spanyol, bersama dengan penumpang umum dan kru pesawat. Berdasarkan laporan sementara, sebagian besar korban telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Namun, terdapat satu jasad siswa Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan. Berikut adalah da

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 6)

    Tiba-tiba Aline menepuk lenganku, memutuskan lamunan yang mulai merasuk. "Hey, Al! Kok malah ngelamun? Udah sana, lanjutin belajarnya. Aku mau tidur," katanya dengan ringan sebelum berbalik dan menuju tempat tidurnya.Aku sedikit terkejut, lalu tersadar dan mengangguk. "Iya, iya," jawabku sambil kembali menatap layar laptop, mencoba fokus lagi pada tugas yang harus kuselesaikan. Aku menggulir pelan halaman pada laptopku, membaca artikel tentang ketentraman jiwa manusia. Di tengah keheningan malam, pikiranku melayang pada nasihat lembut seorang ustadz di pengajian kecil. Suaranya penuh keyakinan, wajahnya teduh di bawah sorotan lampu masjid, saat ia berbicara tentang hati dan perasaan perempuan."Perempuan," katanya lembut, "jika tidak disibukkan dengan ilmu dan agamanya, dia akan gila karena perasaannya."Kalimat itu seperti sayatan tajam, menggugah kesadaran yang dalam. Aku memejamkan mata, mencoba merenungkan kata-katanya. Mungkin ini jawabannya—aku perlu mengalihkan perasaanku ke

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 5)

    Jemariku gemetar sedikit saat menemukannya, dan aku membuka halaman demi halaman, hingga kutemukan kutipan yang selalu berulang dalam buku itu. Bibirku membaca pelan kata-kata yang pernah memberiku kekuatan."Dalam perpaduan bulan dan bintang, langit malam mengungkap keindahan, menghapus segala beban hidup yang memandang."Aku mengulangi kalimat itu, berbisik, "Bulan dan bintang... langit malam... keindahan... menghapus beban hidup yang memandang."Mataku tak lepas dari langit di luar jendela. Bulan bersinar dengan tenang, bintang-bintang di sekelilingnya berkelip, seolah menyapa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang hampir kupegang. Aku merasakan denyut ide yang perlahan mulai terbangun di kepalaku."Keindahan... langit malam..." gumamku lagi, lebih dalam, mencoba merangkai makna di antara kata-kata itu. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan bayangan langit malam menari-nari di dalam pikiranku, berharap bisa memunculkan sesuatu yang nyata. Dan tiba-tiba.. seperti kilatan cahaya, 'aku t

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 4)

    Aku berbalik dan memandangnya dengan lelah. "Sebentar lagi, Lin," jawabku singkat, suaraku nyaris tenggelam."Aku mau ngaji dulu, sambil nunggu adzan isya'," tambahku, berharap Aline tak lagi mendesakku.Namun, dia tetap mendekat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. "Al, minum obat dulu, ya? Jangan ditunda-tunda," katanya sambil meraih kotak obat yang sudah kusiapkan di kamar untuk keadaan darurat. Dia menyodorkan obat itu kepadaku, seakan tak ingin memberi ruang bagi penolakan.Aku menatap pil-pil di tangannya, lalu mengangguk lemah. Perlahan, aku mengambil obat tersebut dan segera menelannya. Perasaan sedikit tenang menyelimuti, meski tidak sepenuhnya menghapus rasa sakit yang ada di dalam dada."Nah, gitu dong. Kalau gini kan aku bisa lebih tenang. Kamu lupa ya? Tadi Kafka nitip kamu ke aku," ucap Aline, mencoba mencairkan suasana.Kafka. Nama itu membuatku terdiam sejenak. Masih ada banyak hal yang harus kupertanyakan padanya, namun, malam ini, aku terl

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 3)

    Aline mengangguk pelan, "Iya," jawabnya lembut, tak pernah sekalipun melepaskan rangkulannya di pundakku.Abhi yang biasanya ceria terlihat lebih serius. "Cepet sembuh ya, neng Alsha," ucapnya dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kebingungan di matanya.Nevan menambahkan, "Iya, cepet sembuh, Al, biar Keenan nanti nggak kepikiran pas tanding." Kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk langsung ke hatiku. Air mataku yang sedari tadi kutahan semakin deras mengalir, namun aku tetap diam. Mereka tidak tahu. Tidak tahu bahwa sakit yang kurasakan bukan hanya karena pusing, tetapi karena pengkhianatan yang baru saja kulihat. Keenan. Orang yang mereka banggakan, orang yang mereka kira akan peduli padaku, ternyata sudah bersama orang lain. Gadis lain. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, aku memohon agar mobil berhenti. "Mampir ke masjid dulu... sholat Maghrib," pintaku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.Aline mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, dan su

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 2)

    Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang semakin mendekat membawaku kembali ke kenyataan. Aline tiba lebih dulu, diikuti oleh Kafka, Nevan, dan Abhi. Wajah mereka penuh kecemasan saat mereka menghampiriku. Aline duduk di sampingku, tanpa ragu langsung merangkulku dengan erat. Pelukan hangatnya seolah mencoba menarikku keluar dari keterpurukan yang tengah melingkupiku."Al, tiba-tiba banget sakitnya?" tanyanya lembut, suaranya bergetar samar dengan kekhawatiran.Aku hanya mengangguk pelan, masih menutupi wajah dengan kedua tanganku. Air mata yang membasahi pipiku tidak bisa kutahan lagi, dan aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya aku saat ini."Bentar, gue telfon supir gue dulu biar cepet kesini," Kafka berkata, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, bergema di antara pikiranku yang kacau. Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh sedikit, mungkin untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, tapi fokusku tak bisa sepenuhnya tertuju padanya.Aline menghela napas dalam

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa

    "Ketika rasa tak lagi mampu berlabuh di bumi, aku melangitkannya—membiarkannya terbang tinggi, menuju Tuhan, di mana segala harapan menemukan tempatnya yang abadi." -Alshameyzea Afsheena •••Di bawah langit senja yang memancarkan warna merah jingga lembut, bandara sore itu tampak bagaikan palet cat yang dipenuhi dengan warna-warna ceria dan energi yang tak tertahan. Namun, kontras antara suasana yang riuh dan keadaan batinku yang terpuruk tak pernah lebih jelas daripada saat ini. Setiap langkahku terasa seperti usaha sia-sia untuk menghapus bayangan yang baru saja menghantamku dengan keras, seakan dunia yang kukenal runtuh dalam sekejap. Napasku terasa semakin berat, masing-masing seperti beban yang menambah kekosongan yang menggelayuti hatiku. Tanpa rencana atau tujuan yang jelas, kakiku menarikku ke arah kamar mandi, mencari ketenangan di tempat yang sederhana. Mungkin, air wudhu' yang dingin dan menyegarkan bisa menjadi penawar sementara, menyelamatkanku dari kegundahan yang men

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 3)

    Aku terus memperhatikannya, merasa janggal dan penasaran. Gerakannya tenang, tapi matanya tampak sibuk mencari. Lalu, tak lama kemudian, muncul beberapa sosok yang sangat familiar-Rey, dokter Athala, dan bundanya. Mereka bergabung dengan Arshaka, tampak berbicara dengan penuh keseriusan.Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dadaku, semacam kekacauan emosional yang sulit kutafsirkan. Namun sebelum aku bisa mencerna lebih jauh, suara Aline memecah keheningan."Al, lagi liatin apa sih?" tanyanya dengan nada penasaran, membuyarkan lamunanku.Aku tersentak, refleks menggeleng pelan. Tapi saat aku kembali menoleh ke arah Shaka dan keluarganya, mereka sudah menghilang dalam keramaian bandara. Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri dari rasa tak menentu yang tiba-tiba melanda.Kami berhenti di area parkir. Aline segera membuka pintu dan keluar dengan cepat, sementara aku masih mencoba menenangkan pikiran. Beberapa detik kemudian, mobil Nevan dan Abhi tiba, disusul oleh mob

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 2)

    "Itu. Lanjutannya," jawabku sambil menatapnya lebih dalam, ingin melihat reaksinya.Keenan menarik napas dalam, tatapannya tak pernah lepas dari wajahku. "Masih," ucapnya mantap, tanpa ragu.Keheningan langsung menyelimuti kami. Meski di sekitar kami kelas dipenuhi dengan suara obrolan teman-teman yang riuh, rasanya seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkan kami dari hiruk pikuk itu. Hanya ada aku dan Keenan, duduk berhadapan dengan suasana yang kini terasa jauh lebih dalam dan rumit."Kamu mau ya, nganterin aku nanti?" tanyanya tiba-tiba, suaranya kini lebih lembut, penuh harap. "Bareng Kafka juga. Nanti ajak Aline."Aku menatapnya, kini wajahnya penuh dengan permohonan yang begitu tulus. Untuk sesaat, aku terdiam. Lalu, dengan senyum tipis, aku mengangguk pelan, tanda bahwa aku bersedia.---KRING! KRING! KRING!Bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari jam pelajaran hari itu. "Jam pelajaran telah selesai, seluruh siswa diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing,"

DMCA.com Protection Status