Bab 96: Balon Gas
Bersamaan dengan berakhirnya lagu Gemu Famire dari alun-alun tadi, Aje pun sampai di dalam taman. Bersama Tiara di dalam tas gendongnya ia berjalan berputar-putar, mencari Anjeli.
Ramainya orang di dalam taman ini membuat ia kesulitan mencari sosok wanita yang ia harap bisa menjadi pelabuhan yang berikut bagi cintanya itu.
Beberapa saat Aje masih berjalan berputar-putar di dalam taman. Sembari berjalan itu, ia mengambil ponselnya dari saku celana, dan mencoba menelepon Anjeli lewat sebuah aplikasi.
Tetapi, sayang. Mungkin akibat jaringan seluler yang sedang sibuk, panggilan Aje itu tidak terhubung. Sampai beberapa kali mengulang panggilan, tetap juga tidak terhubung.
Sementara Tiara yang menempel di gendongan depan, tampak riang saja. Kali ini ia sedikit tak acuh pada keramaian orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ia begitu asyik memandang ke atas, pada balon Hello Kitt
Bab 97:Ada Kecut-kecutnya Hari sudah beranjak siang. Orang-orang sudah mulai berduyun pulang. Suasana alun-alun semakin sepi, menyisakan beberapa orang saja yang tengah sibuk membersihkan dan membereskan sisa acara senam massal tadi.Sementara itu, di dalam taman, Hekal duduk termangu di salah satu bangku. Rasa kecewa akibat penampikan dari Ayumi belum lama tadi, ditambah rasa cemburu karena Ayumi telah dimiliki oleh lelaki lain, membuat sang teknisi Naikin ini kehilangan semangat untuk melakukan apa-apa.Hekal terus saja melamun. Sampai lewat tengah hari, driver ojek part time ini tetap saja melamun. Ia berpikir, dan berkata-kata di dalam hati untuk menawarkan rasa pahit yang seakan tak mau pergi ini.“Alaah..! Cuma Ayumi!”“Siapa sih dia?”“Cuma seorang perempuan yang bekerja sebagai petugas administrasi di Naikin.”Hekal mengingat-ingat lagi,
Bab 98:Aku Yupi Padamu Olive terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka, bahwa Hekal benar-benar membelikannya sebungkus yupi! Bukan bungkus yang kecil, tetapi bungkus yang besar, satu kilo!“Nih, yupi, aku bawain untuk kamu,” kata Hekal, menyodorkan sebungkus yupi pada Olive, persis ketika sang Polwan ini sudah mempersilahkan Hekal masuk ke dalam rumahnya.“Ooo..! Jadi ini yang namanya yupi.” Batin Olive, sambil menerima pemberian Hekal dengan tangannya. Tanpa berkata apa-apa Olive lalu membuka bungkus yupi, mengambil beberapa butir sekaligus, untuk selanjutnya langsung ia emut dan ia kunyah-kunyah.Ternyata, yupi adalah sejenis permen atau gula-gula, dengan tekstur yang lunak lembut serupa jelly, dan permukaannya terdapat taburan gula. Dalam satu bungkus ini terdiri dari warna yang bermacam-macam. Tetapi semua rasanya sama saja. Yaitu, kenyal legit man
Bab 99:Yang Cemberut Beberapa saat kemudian, Olive masih saja mencari cara untuk mengusir Hekal. Sulit memang, berkata-kata menggunakan majas kepada orang yang sedang tidak peka.Hingga akhirnya, Olive pun sampai pada keputusannya akan berkata secara blak-blakan. Namun, mendadak saja terdengar suara salam dari ambang pintu.“Assalamu alaikum..,”Hekal dan Olive serentak menoleh.“Waalaikum salam,” jawab mereka pula berbarengan.Ternyata, yang mengucap salam dan lantas memasuki rumah barusan adalah ibunda Olive sendiri.Setelan yang dikenakan ibunda Olive sekarang berupa baju kurung, berwarna hijau muda dengan jilbab yang coraknya senada. Mungkin, ibu Olive ini baru saja pulang dari arisan RT, atau pengajian di mushola.Hekal yang memang telah mengenali pun sontak bangkit dari sofa. Sedikit grogi ia lantas menganggukkan kepalanya ramah, disambut pula
Bab 100:Doa Yang Cengeng Pukul tiga sore, akhirnya Hekal pun pulang dari rumah Olive. Ia mengendarai motornya dengan perasaan seperti melayang di awang-awang.Untuk sebentar tadi, ia memang merasa terhibur dengan perbincangannya bersama ibu Olive dan juga Olive sendiri. Meskipun, sang Polwan itu menunjukkan gelagat seperti orang yang bisulnya mau pecah.Hekal memaklumi saja hal itu, dan ia masih punya banyak stok prasangka baik untuk Polwan yang kini telah menjadi sahabatnya itu.“Sahabat?” Tanya Hekal dalam hati.“Iya, sahabat, tidak kurang, tidak lebih.”“Lagipula, mana mungkin dia suka kepadaku. Apalagi jatuh cinta!”“Seandainya pun dia suka kepadaku, manalah mungkin aku berani memacari dia.”“Aku tembak dia dengan cinta, dia balas menembak aku dengan pistol. Dor! Aaaak..! Matilah aku!”Sesekali, Hekal ma
Bab 101:Kanan Kirieee…! Akan tetapi, betapa terkejutnya si driver ojol part time ini, ketika melihat ada seorang gadis yang tengah bersedih sedang duduk di teras rumahnya.“Lho??” Hekal tercengang sakit tak percaya dengan penglihatan matanya sendiri.“Olive??” Tanya Hekal seraya mematikan mesin motor.“Kok, kamu di sini?” Hekal menurunkan tuas stander motornya lalu berjalan ke arah teras di mana Olive berada.Sang Polwan ini tampak sedang menunggu Hekal. Ia duduk si sebuah kursi panjang yang ada di teras. Kepalanya yang tadi menunduk seketika terangkat ketika menyadari kedatangan Hekal.Sang Polwan, alias sang Duta, alias sang jomblowati yang tengah patah hati ini memasang wajah seperti debt collector. Kedua matanya menyorot pada Hekal, tajam, dan seram.Hekal merasa heran plus bingung. Ia sama sekali tidak mendapatkan korelasi yang
Bab 102:Tausiyah “Kok kita tidak ketemu? Kamu ada di mana?”“Mau di kanane mau di kirieee…, terserah aku eeee..!”Hekal merasa jengkel sekaligus geli melihat sikap Olive yang kekanakan ini. Hampir-hampir saja ia lupa bahwa Olive adalah seorang Polwan dengan pangkat Briptu, alias Brigadir Polisi Satu.Lain dari itu, Hekal tetap saja tidak sadar bahwa sosok Polwan yang ia sangka sebagai Olive di atas panggung ketika di CFD itu sebenarnya memang Olive. Ia pun terperangah lagi.“Oh, Oliiive.., Olive.” kata Hekal seraya menarik nafas, seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pula. Ia kembali menengadah, menatap Olive yang masih saja berkacak pinggang di depannya.“Seandainya kamu tahu apa yang sesungguhnya terjadi padaku tadi pagi, uuuh..!”Wajah Hekal mengguratkan ekspresi yang nelangsa.“Untung saja, Liv, untung saja ma
Bab 103:Pangkat Yang Percuma “Ayim..,” Suara Diana lembut menggugah Aje.“Hemm, ada apa, Sayang?” Sahut Aje dengan mata yang tetap terpejam, sementara tangannya sendiri sejak tadi tidak berhenti mengelus-elus perut Diana yang telah membesar.Diana menggerakkan sedikit kepalanya, supaya ia bisa melihat wajah sang suami yang berbaring di sampingnya.“Terkadang, aku merasa takut,” kata Diana lirih.“Takut kenapa?” Sahut Aje.“Kita tahu sendiri, biaya hidup di Jakarta ini sangat besar. Sementara kebutuhan kita semakin bertambah dari hari ke hari. Kita sama-sama tahu seberapa besar gaji kamu, dan juga gaji aku.”“Nah, kemudian di saat-saat yang seperti itu, demi anak kita di perutku ini aku sudah tidak boleh bekerja lagi. Otomatis penghasilan kita sudah berkurang setengahnya.”“Aku tidak bisa melahirka
Bab 104:Dari Selangor Ke Jatinangor Pagi hari.., kling! Klingg..!Hekal bangun tidur dengan iringan sebuah pesan chat yang masuk ke ponselnya. Bukan, bukan sebuah, tapi beberapa.Kling..!Kling..!Kling..!Tangan kiri Hekal mengucek-ucek mata, tangan kanannya pun meraba-raba, mencari letak ponsel di sekitar bantal dan segera meraihnya. Dengan mata yang masih berat sang teknisi Naikin ini lantas membuka kunci layarnya.Beberapa pesan chat yang masuk barusan tadi ternyata dari..,Karena masih mengantuk, mata Hekal menyipit untuk membaca nama sang pengirim pesan, yaitu; POLWAN DEDEMIT!“Hemmh, Olive, ustazah gadungan,” gumam Hekal pelan.Ada pun isi pesannya adalah..,“Abang Naikin..!”“Abang Ojeeeeek..!”“Bangun..!”Hekal menguap. Hoooaaakh..! Sekarang, ia malah ingin tidur lagi! Eiiit..
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma