Bab 248: Satu Peluru
Perjalanan pulang pun mereka teruskan kembali. Hingga satu jam setelahnya, mereka telah sampai di jalan lintas penghubung antar kota.
Aneka macam kendaraan dengan berbagai jenis dan ukuran pun segera melarutkan mereka di dalam arus yang seakan tiada henti.
“Kamu yakin Liv, masih bisa nyetir?” Tanya Vivian dari posisi duduknya di jok kiri.
“Iya, aku yakin, Vian,” jawab Olive, sesekali masih terisak.
“Kamu tidur saja dulu. Nanti kalau aku capai, kamu aku bangunkan,” sambungnya lagi.
Tak lama kemudian, Vivian yang kedua matanya tetap awas memperhatikan jalan, mulai merasa aneh. Laju mobil Olive ini sepertinya tidak tetap di jalur kiri, akan tetapi semakin ke tengah.
Sementara itu, nun di sana, dari arah yang berlawanan, ada sebuah truk tronton besar yang tengah melaju ke arah sini.
Beberapa detik kemudian, jarak an
Bab 249: Cinta Seribu Tahun ********Teruntuk: Hekal Pratama.Seorang lelaki dalam keluarga cemara di Negeri Intan sana.Ah, Hekal..,Aku bahkan masih bisa mengingat dengan jelas, momen ketika dulu kita bertabrakan di jalan Melur itu.Hujan gerimis merinai tipis. Aku mengemudi mobilku dengan membawa sisa tangis. Pandangan mataku berbayang dan berkaca-kaca. Lalu dari balik persimpangan kamu muncul begitu saja.Pada akhirnya aku sadar Hekal.., bahwa ternyata memang akulah yang bersalah, karena tidak menyalakan lampu sein dan berbelok tiba-tiba.Kalau aku mengenang kejadian itu, aku merasa malu, Kal. Sungguh aku merasa malu.Aku ini seorang Polwan, di Polda, dari Ditlantas, seorang Duta pula, melakukan pelanggaran remeh ala emak-emak yang.., fiuh!Aku bilang, kamu yang salah.Kamu bilang, aku yang salah.Dan kita bertengkar tak sudah-sudah.
Bab 250:Antara Hidup dan Mati Pada momen yang amat kritis ini, Karin masih bisa bersyukur, karena sejak dari kantornya di Polda tadi ia tetap membawa pistol miliknya yang ia sembunyikan di balik baju.Mengapa? Karena pistol miliknya ini bisa ia pergunakan untuk..,“Olive..,” kata Karin tenang, meskipun jantungnya berdegup kencang tak keruan.Ia berjalan pelan, dan sangat hati-hati menuju ke jendela, lalu membuka tirainya setengah seakan ingin melihat keadaan di luar sana.Olive pun mundur ke belakang, menjauhi Karin, masih dengan pistolnya yang menempel dahi.“Pistol yang kamu pegang itu..,” ujar Karin sembari melipat kedua tangannya di dada, memandang ke luar jendela lewat tirai yang tadi ia buka setengah. “Itu kamu dapat dari Biro Logistik, kan?”“Maka, Mbak berani memastikan, bahwa pistol kamu itu jenisnya berb
Bab 251:Kisah Kasih di Cie-Cie ********BERBULAN-BULAN KEMUDIAN..,Kota Bandar Baru berdenyut seperti biasa. Menghadirkan romansa cinta bagi yang sedang mengalami. Juga menyajikan kisah tragis bagi mereka yang suka atau tidak suka terpaksa harus menjalaninya.Lalu lintas jalan raya tampak semarak di siang hari menjelang sore ini. Tak ada kemacetan yang berarti.Lampu merah tidak mau serakah, selalu bergantian berbagi waktu dengan saudaranya si kuning dan si hijau tanpa ada yang harus merasa kalah.“Aje..,” panggil Karin pelan. “Kamu masih mendengar ceritaku, kan?”“Iya, Bu, tentu saja masih,” sahut Aje.Karin memejamkan matanya sesaat. Sudah berlalu sekian bulan, sudah sekian kali pula Karin meminta untuk tidak dipanggil dengan sebutan ‘ibu’, tapi Aje masih saja memanggilnya begitu.Sementara di sisi Aje,
Bab 252: Siput “Siapa namanya? Mungkin aku kenal.”“Namanya..,” Karin melirikkan matanya ke atas, coba menyegarkan ingatannya pada lampu gantung yang terbingkai dengan ornamen bambu “Hekal, iya, aku ingat, namanya Hekal.”“Hekal..??” Tiba-tiba Aje terperangah.“Iya, kamu tahu?”“Hekal Pratama??”“Iya betul, itu nama lengkapnya.” Berganti Karin yang terperangah.“Asalnya dari Rokan Ulu, kan? Tepatnya kota Negeri Intan?” Tebak Aje lagi ingin memastikan.“I, iya, betul.”“Driver paruh waktu, cuma narik di malam hari, karena siangnya dia bekerja di dealer Naikin Electronic??”“Kamu tahu, Je?”“Ya tahulah!”“Serius, Je. Kamu kenal?”“Ya, kenallah! Dulu aku sangat ak
Bab 253:Kematian Yang Terhormat Kematian yang terhormat..,Seperti apakah prosesnya itu?Atau, bagaimanakah caranya kematian yang layak untuk disebut terhormat itu?Olive masih saja bertanya-tanya, sejak enam bulan yang lalu dan sampai saat ini. Ia masih belum menemukan jawaban dari pertanyaan yang kerap kali mengganggu pikirannya itu.Sebab, Aipda Karin, yang biasa ia panggil ‘Mbak’ itu, tidak memberi contoh atau definisi yang rinci. “Apakah ini seperti seorang prajurit militer yang gugur dalam suatu pertempuran? Membela ibu pertiwi? Begitukah?”“Atau seperti seorang ibu yang meninggal dunia sewaktu melahirkan buah hatinya?”Kematian yang terhormat, itu adalah kata-kata yang diucapkan Karin sesaat setelah usaha bunuh dirinya berhasil digagalkan.Olive bahkan masih bisa mengingat semua kata-kata sang Srikandi itu ketika beru
Bab 254:Bidadari Turun ke Dunia Oh, tentu saja, Olive tidak bisa melupakan lelaki yang amat ia cintai itu. Rasa berdosanya pula yang telah membuat ia mengeluarkan sumpah.Yaitu, ia tidak akan menikah, dengan siapa pun, sampai kapan pun.Di sebalik itu semua, ia juga selalu berdoa kepada Allah SWT, semoga ia diberi satu kesempatan. Satu saja, untuk bisa kembali bertemu dengan Hekal Pratama.Betapa inginnya Olive pergi ke Negeri Intan sana, menemui ibunda Hekal, Eca dan Eci. Untuk menjalin silaturahmi.Namun, sungguh ia tidak berani melakukan itu. Karena Hekal pula yang telah mengutuk dirinya andai ia datang ke Negeri Intan.Penerimaan dan permaafan, mungkin hanya itulah yang Olive idam-idamkan di sepanjang pengabdiannya sebagai polisi sekarang, juga di sepanjang sisa hidupnya kini.********Terhitung sejak enam bulan yang lalu, setelah ia me
Bab 255:Oliver“Mencari saya, Pak?” Sapa Olive menghampiri.Si lelaki memutar badan, lalu bangkit dari kursinya untuk menyambut Olive.Sang Polwan ini terkesima beberapa saat, menyadari lelaki kurus dengan pakaiannya yang sederhana ini, adalah ayah dari jabang bayi yang pernah ia tolong di tepi jalan raya tempo hari.“Ibu Olivia?” Sapanya sedikit gugup.“Ya, saya sendiri,” Olive mengangguk ramah.“Oh, syukurlah, saya bisa menemui Ibu di sini.”“Ada yang bisa saya bantu, Pak? Eh, eh, silahkan duduk lagi, Pak. Silahkan duduk.”Olive mempersilahkan tamunya ini kembali duduk. Mereka berdua kini berhadapan pada sebuah kursi panjang yang ada di ruang tamu front office Ditlantas ini.“Sewaktu di rumah sakit, saya tidak sempat melakukannya. Saya mencari Ibu di semua pos dan markas polisi, hingga akhirnya saya s
Bab 256:Kiprah “Bismillah..,”“Duh, Ya Allah.., bahkan aku tak fasih menyebut nama-Mu.”“Duhai Tuhanku yang Agung lagi Perkasa, maafkan aku..,”“Maafkan jika permintaanku berikut ini akan terdengar cengeng atau kekanak-kanakan.”“Engkau pasti tahu bahwa aku mengharapkan kesempatan kedua dalam hidupku.”“Engkau juga tahu bahwa aku sedang mencari cara yang terhormat untuk mendapatkan kematian..,”“Maka, apa lagi yang harus kukatakan kepada-Mu?”“Oh, Ya Allah.., aku malu!”“Maaf, aku ingin bertanya. Apakah Engkau bisa tertawa, Tuhan?”“Kalau bisa, kumohon jangan tertawakan aku.”“Malam ini.., aku hanya ingin.., oh, ini saja..,”“Tolong sampaikan salamku..,”“Untuk seseorang yang amat kurin
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma