Bab 253: Kematian Yang Terhormat
Kematian yang terhormat..,
Seperti apakah prosesnya itu?
Atau, bagaimanakah caranya kematian yang layak untuk disebut terhormat itu?
Olive masih saja bertanya-tanya, sejak enam bulan yang lalu dan sampai saat ini. Ia masih belum menemukan jawaban dari pertanyaan yang kerap kali mengganggu pikirannya itu.
Sebab, Aipda Karin, yang biasa ia panggil ‘Mbak’ itu, tidak memberi contoh atau definisi yang rinci.
“Apakah ini seperti seorang prajurit militer yang gugur dalam suatu pertempuran? Membela ibu pertiwi? Begitukah?”
“Atau seperti seorang ibu yang meninggal dunia sewaktu melahirkan buah hatinya?”
Kematian yang terhormat, itu adalah kata-kata yang diucapkan Karin sesaat setelah usaha bunuh dirinya berhasil digagalkan.
Olive bahkan masih bisa mengingat semua kata-kata sang Srikandi itu ketika beru
Bab 254:Bidadari Turun ke Dunia Oh, tentu saja, Olive tidak bisa melupakan lelaki yang amat ia cintai itu. Rasa berdosanya pula yang telah membuat ia mengeluarkan sumpah.Yaitu, ia tidak akan menikah, dengan siapa pun, sampai kapan pun.Di sebalik itu semua, ia juga selalu berdoa kepada Allah SWT, semoga ia diberi satu kesempatan. Satu saja, untuk bisa kembali bertemu dengan Hekal Pratama.Betapa inginnya Olive pergi ke Negeri Intan sana, menemui ibunda Hekal, Eca dan Eci. Untuk menjalin silaturahmi.Namun, sungguh ia tidak berani melakukan itu. Karena Hekal pula yang telah mengutuk dirinya andai ia datang ke Negeri Intan.Penerimaan dan permaafan, mungkin hanya itulah yang Olive idam-idamkan di sepanjang pengabdiannya sebagai polisi sekarang, juga di sepanjang sisa hidupnya kini.********Terhitung sejak enam bulan yang lalu, setelah ia me
Bab 255:Oliver“Mencari saya, Pak?” Sapa Olive menghampiri.Si lelaki memutar badan, lalu bangkit dari kursinya untuk menyambut Olive.Sang Polwan ini terkesima beberapa saat, menyadari lelaki kurus dengan pakaiannya yang sederhana ini, adalah ayah dari jabang bayi yang pernah ia tolong di tepi jalan raya tempo hari.“Ibu Olivia?” Sapanya sedikit gugup.“Ya, saya sendiri,” Olive mengangguk ramah.“Oh, syukurlah, saya bisa menemui Ibu di sini.”“Ada yang bisa saya bantu, Pak? Eh, eh, silahkan duduk lagi, Pak. Silahkan duduk.”Olive mempersilahkan tamunya ini kembali duduk. Mereka berdua kini berhadapan pada sebuah kursi panjang yang ada di ruang tamu front office Ditlantas ini.“Sewaktu di rumah sakit, saya tidak sempat melakukannya. Saya mencari Ibu di semua pos dan markas polisi, hingga akhirnya saya s
Bab 256:Kiprah “Bismillah..,”“Duh, Ya Allah.., bahkan aku tak fasih menyebut nama-Mu.”“Duhai Tuhanku yang Agung lagi Perkasa, maafkan aku..,”“Maafkan jika permintaanku berikut ini akan terdengar cengeng atau kekanak-kanakan.”“Engkau pasti tahu bahwa aku mengharapkan kesempatan kedua dalam hidupku.”“Engkau juga tahu bahwa aku sedang mencari cara yang terhormat untuk mendapatkan kematian..,”“Maka, apa lagi yang harus kukatakan kepada-Mu?”“Oh, Ya Allah.., aku malu!”“Maaf, aku ingin bertanya. Apakah Engkau bisa tertawa, Tuhan?”“Kalau bisa, kumohon jangan tertawakan aku.”“Malam ini.., aku hanya ingin.., oh, ini saja..,”“Tolong sampaikan salamku..,”“Untuk seseorang yang amat kurin
Bab 257:Membujuk Tuhan Mengatasi rasa jenuh di kantornya, Karin tengah asyik menonton tayangan video di layar ponsel. Video ini adalah hasil rekaman yang ia buat beberapa hari yang lalu bersama Tiara. Ketika itu, ia membawa Tiara ke rumahnya sendiri, dengan izin Aje tentu saja. Ia memperlakukan Tiara bak anak darah daging sendiri, dan putri Aje itu pun segera menjadi bintang di rumahnya yang selama ini sepi.Ayah dan ibunya, tak luput Lestari sang keponakan, selalu berebut untuk menggendong dan menimang-nimang Tiara. Meski Tiara sendiri selalu judes dan menolak.Karena, toh ia sudah pandai berjalan. Meski, ya, belum lancar berbicara, dan rupanya hal itulah salah satunya yang paling membuat orang-orang gemas.Sudah beberapa kali memang, Karin membawa Tiara ke rumahnya. Kadang sampai menginap, kadang tidak.Selain meminta izin pada Aje, Karin juga memberi janji, bahwa Tiara akan ia
Bab 258:Anakku AnaknyaSore hari, masih di Jum’at yang sama..,Aje yang baru pulang setelah mengojek ini sontak heran. Ia tak mendapat sambutan dari Tiara sang putri, yang biasanya segera keluar dan menyambut begitu mendengar suara motor sang ayah.“Ara mana, Kak?” Tanya Aje pada Kak Eda.“Pergi main,” jawab Kak Eda, tengah sibuk menyetrika baju sambil menonton televisi di ruang depan.Aje kembali berbalik dan menoleh-noleh, mencari keberadaaan sang putri di sekitar halaman.“Main? Main ke mana?” Cemas juga Aje, mengingat putrinya itu yang baru berusia dua tahun. Takut terjadi apa-apa.“Main ke taman Damai Langgeng,” jawab Kak Eda lagi. Matanya begitu terpaku pada berita infotaimen di layar televisi.“Lho? Taman Damai Langgeng? Sama siapa?”“Sama bundanya.”“Bundanya? Bund
Bab 259: Harapan Asih “Briptu Olivia, personel Ditlantas.”Serrrr…! Darah Karin sontak berdesir.“Astaghfirullah..!” Pekiknya yang tiba-tiba terkejut. Tangannya yang memegang ponsel sampai gemetar membaca pesan di grup chat ini.Oh, ada apa dengan Olive? Pikir Karin yang tiba-tiba kalut. Padahal, beberapa jam sebelumnya ia saling berkirim pesan dengan Olive, dan bahkan saling bertelepon pula.“Ada apa, Mbak?” Tanya Aje, menyadari perubahan yang drastis pada wajah Karin.Karin, saat ini tak terpikir untuk protes karena dipanggil lagi dengan sebutan ‘mbak’. Ia menoleh pada Aje, wajahnya tampak panik, juga merasa bersalah. “Maaf, Aje.., sepertinya aku tidak bisa mengantar Tiara pulang ke rumah. Sekali lagi, maaf. Aku kembalikan Tiara ke kamu di sini saja ya?”“Iya, tidak apa-apa.”“Maa
Bab 260: Hancur “Ada yang bilang.., dia ditabrak mobil. Tapi ada juga yang bilang.., dia ditembak.”Keterangan dari Vivian itu membuat dada Karin sontak menggemuruh, hingga tanpa terasa air matanya pun jatuh satu persatu. Cepat ia menyekanya dengan punggung tangan.“Kamu sudah melihat Olive?”Vivian mengangguk lemah, dan isak tangisnya masih tak bisa dijeda. “Bagaimana kondisinya sekarang?”Vivian tak bisa menjawab. Ia hanya..,Huuuuu..! Menangis lagi, dan Karin pun memeluknya lagi.Beberapa saat kemudian, setelah Vivian sedikit tenang barulah Karin bisa teruskan langkahnya menuju ruang IGD di mana Olive berada.Karin tetap ditahan oleh beberapa perwira yang berdiri-diri di sekitar pintu masuk.“Kita biarkan tim dokter bekerja,” ujar seorang perwira Ditreskrimum, yang secara tidak langsung berarti atasan Karin sendiri.Sampai di sini, Karin sudah tidak bisa lagi memaksakan kehendaknya. Dengan langkahnya yang kuyu ia pun kembali lagi ke bangku di mana Vivian berada.Karin mengambil
Bab 261: Jayawijaya Sang Polwan ini pun mengangkat pistol yang tadi ia rebut, lalu menodongkan ke arah mobil yang melaju ke arahnya!Tiba-tiba saja..,Flash..! Flash..! Flash..!Bayangan yang amat mengerikan pun berlintasan di dalam benak Olive. Ia teringat pada Hekal, sang kekasih, yang pernah ia tembak, dan amat ia sesali.Ternyata, Olive trauma dengan senjata api!Hingga selanjutnya.., braakk..! Olive ditabrak oleh mobil perampok. Tubuhnya terbawa beberapa saat sebelum kemudian terjatuh, dan tergilas!Mobil perampok itu terus melaju, bersama suara mesinnya yang meraung-raung dan suara decit dari keempat rodanya yang trengginas.Sementara Olive, ia terkapar di atas aspal jalanan, yang segera basah dan memerah dengan darahnya sendiri.Betapa heroiknya aksi Olive itu. Ada banyak pasang mata yang menyaksikan, termasuk petugas keamanan yang sebelumnya telah jatuh mental akibat todongan para perampok di dalam bank.Bahkan, beberapa kamera CCTV yang ada di sekitar perkantoran itu, ikut
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma