"Master setengah langkah?"Awan tidak paham maksud ucapan Nando. Yang ia tahu, bahwa musuh sudah mengerahkan kekuatan penuhnya. Oleh karena itu, Awan tidak berpikir terlalu banyak dan bersiap menyambut serangan Barja dengan seluruh kekuatan yang ia miliki.Boom!Saat bentrokan pukulan keduanya bertemu, terdengar suara ledakan keras yang membuat lantai area sekitar ruko berguncang.Ekspresi Nando dan Vera terlihat sangat pucat karena mengkhawatirkan keselamatan Awan. Hanya melihatnya saja, mereka seakan bisa merasakan kengerian dari serangan Barja barusan dan benar saja, begitu pukulan keduanya berakhir ada seseorang yang melesat dengan sangat liar dan kencang hingga menghantam mobil yang sedang parkir dan membuat mobil hatchback itu langsung terbalik beberapa kali sebelum akhirnya berhenti di sudut pagar area ruko. Bisa dibayangkan betapa kuat daya hantam dari tubuh malang tersebut? "B-bos?"Vera dan Nando segera bergegas karena sosok yang barusan terpental adalah Awan. Perasaan ked
Nando dan Vera terdesak dan dibuat tidak berkutik di hadapan Barja. Serangan kombinasi keduanya seakan tidak berguna saat menghadapi seorang Barja yang sedang menggunakan kekuatan penuhnya.Penampilan keduanya terlihat menyedihkan.Satu lengan kiri Nando bahkan sudah patah dan tidak bisa lagi digunakan.Hanya karena semangat tempur dan keinginan untuk membalaskan dendam Awan yang membuat mereka tetap bertahan dan terus coba melawan meski semua usaha mereka tampak sia-sia."Menyerah saja! Percuma kalian melawan. Kalian berdua bukanlah lawanku.""Jangan bilang kalau aku tidak memberi jalan keluar untuk kalian berdua. Sekarang, cepat serahkan bocah itu padaku! Aku akan membawa kepalanya untuk mengklaim misiku."Barja sudah melihat cara bertarung dua orang di depannya yang sangat sistematis dan disiplin. Keterampilan bertarung seperti ini, hanya pernah ia lihat di militer. Tanpa bertanya sekalipun, ia yakin jika keduanya adalah pasukan khusus yang sedang menjalankan misi. Karena itu, Barj
"B-bos?" Ucap Vera lirih saat melihat sosok penyelamatnya.Vera berharap bisa mempercayai penglihatannya. Hanya saja, luka dalamnya sudah cukup parah dan Vera tidak sanggup lagi mempertahankan kesadarannya.Ini pasti halusinasinya! Tidak mungkin Awan bisa bangkit kembali setelah mendapat luka separah itu. Dalam ingatan terakhir Vera, Awan tampak sudah sekarat. Mustahil Awan bisa bangun, apalagi menyelamatkan dirinya!Tapi, meski itu hanya ilusi, Vera tampak tersenyum dalam ketidaksadarannya.Di sisi lain, sosok yang telah menyelamatkan Vera, benar adalah Awan. Ia berdiri dengan sikap gagah dan tatapan yang tajam. Seperti halnya Vera, Barja bahkan sampai tercengang dan tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Ia sendiri yang telah menghajar Awan dan mengirim setengah kaki Awan ke dewa kematian. Hampir separuh anggota tubuh Awan juga sudah hancur karena serangannya. Dengan kondisi seperti itu, bisa hidup saja adalah suatu keajaiban.Tapi, kenyataan di depannya seakan mematahkan
Di sisi lain, Awan dapat melihat semua pertarungan antara dirinya dan Barja. Karena itu, ia juga tahu betapa kuatnya ia saat ini. Hanya saja, Awan tidak memiki kendali atas tubuhnya. Ia seolah sedang berada dalam ruang bioskop besar dan menyaksikan semua yang ada di luar tanpa memiliki kendali atas apa yang terjadi. Apa ini kekuatan Indira? Bagaimana ia bisa sekuat ini? Lalu, siapa Indira sebenarnya? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Selama ini, Awan berpikir bahwa ia sudah mengenal Indira. Kenyataannya, ia masih belum mengenalnya sama sekali. Dengan kenyataan yang terpampang di depannya, jelas kalau Indira bukanlah sosok imajinatif seperti anggapannya selama ini. Meski begitu, Awan tidak merasakan sedikitpun rasa takut. Bagaimanapun, Indira tidak menunjukkan permusuhan ataupun niat jahat pada dirinya. Tapi, tetap saja Awan tidak bisa tenang. Pertanyaan tentang siapa Indira sangat menganggu pikirannya. "Sudah selesai!"Indira yang sedang mengendalikan raga
Bram baru saja sadar setelah pingsan selama beberapa jam. Tubuhnya terasa sakit akibat serangan brutal Awan sebelumnya. Namun, dibanding rasa sakit ditubuhnya, hatinya jauh lebih sakit. Kalah dari seorang junior seperti Awan dan dihadapan semua pendukungnya, membuat harga diri Bram terluka. Dibalik wajah bonyoknya, ekspresi Bram dipenuhi oleh kebencian dan berpikir bagaimana bisa membalaskan dendamnya terhadap Awan atau ia tidak akan pernah tenang seumur hidupnya. "Awan, lihat saja! Aku pasti akan membunuhmu!"Plak! Bram yang sedang memikirkan bagaimana cara membalaskan dendamnya, tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah tamparan di kepalanya. Untung saja tamparan itu tidak dilakukan dengan kasar dan hanya untuk memperingatkannya. Jika tidak, penampilan Bram mungkin akan terlihat semakin hancur. "Bona, apa maksud lu?" Teriak Bram kesal ketika menyadari bahwa orang yang barusan menamparnya adalah Bona, sepupunya. "Lu masih berpikir untuk balas dendam?" Tanya Bona seolah ia sedang bica
Paginya, dua saudara kembar Kirana dan Karina sudah menagih janji Awan ubtuk menjelaskan apa yang terjadi. Meski sebenarnya, tujuan keduanya agar bisa dekat dengan Awan. Hanya saja, suasana tampak sedikit canggung. Alasannya sederhana, karena kali ini keduanya berada di waktu yang sama berada di dekat Awan. Kaum hawa itu memang unik, mereka tahu jika mereka menyukai seorang cowok. Tapi di saat yang sama, mereka lebih suka tidak menunjukan perasaan mereka didapatkan saingan cinta mereka, meski saingan cinta tersebut adalah saudara mereka sendiri. Meski diam-diam mereka sudah sama-sama tahu tentang perasaan mereka masing-masing. Dalam hati, mereka sama-sama berharap jika Awan menyadari tentang perasaan mereka. Masalahnya, mereka mencintai cowok yang tidak peka seperti Awan. Alih-alih menangkap maksud terselubung kedua dara cantik ini, Awan dengan polosnya bercerita tentang kejadian semalam dan menjelaskan kalau Barja adalah preman mabuk yang kebetulan lewat dan melihat Karina terb
Penjelasan Nando seakan membuka pikiran Awan. Ia baru tahu, ternyata masih ada tingkatan yang melampaui tingkat pemahaman manusia. Tingkat seperti ini sudah melewati pencapaian manusia biasa. Selama ini ia hanya tahu berbagai aliran beladiri seperti silat, kung Fu, muaythai, karate, jujitsu dan semacamnya. Apa tingkatan tertinggi dalam setiap aliran beladiri tersebut, sabuk hitam? Sabuk merah? atau level ahli? Semua itu ternyata hanya tingkatan amatir dan bahkan sama sekali tidak dianggap oleh seorang master beladiri yang sebenarnya.Seorang master adalah mereka yang sudah berhasil membangkitkan potensi tersembunyi di dalam tubuhnya. Layaknya seorang superhero yang ada dalam cerita komik, menahan api atau menghancurkan besi dengan tangan kosong bukan lagi mitos semata tapi hal biasa bagi seorang master.Awan sudah pernah menghadapi Barja yang berada di level master setengah langkah. Level ini saja sudah membuatnya hampir kehilangan nyawanya. Tidak terbayangkan jika lawan yang ia hada
Cewek tersebut berkulit putih, ramping dan lumayan tinggi yang membuatnya sangat layak menjadi supermodel. Satu hal yang lebih penting, dia memiliki penggemar cowok yang sangat banyak.Bisa dikatakan satu sekolahan Awan mengagumi dirinya. Selain cantik, ia juga pintar. Sebagian piala dan piagam penghargaan yang ada di ruang prestasi sekolah diukir atas namanya. Belum lagi jika ditambahkan prestasi pribadinya, semua itu cukup membuat para penggemarnya semakin tergila-gila dengannya.Kenapa Awan bisa tahu? Hal itu karena selain hobi dan teman dekat, orang lain yang ia kagumi adalah orang pintar.Tapi, hanya sebatas itu. Rasa kagum Awan tidak sampai taraf di mana dia menggilai sosok cewek yang sedang duduk dan memandang dirinya dengan tatapan tajam itu layaknya penggemar fanatik.Ya, wanita yang sedang duduk di depan Awan adalah Jesika Pitaloka. Siswi kelas tiga dan sekaligus ketua senat siswa di sekolahnya.Tepat seperti ucapan Dirga sehari sebelumnya kalau Jesika sedang mencarinya unt