Malam harinya, Awan keluar dengan menggunakan hoodie berwarna gelap dan tudung kepala yang menutupi sebagian wajahnya. Penampilannya terlihat dingin, berbeda jauh dengan kesehariannya selama ini. Jika saja ada yang mengenal siapa Awan dan melihatnya saat ini, mereka akan mengira sedang melihat orang yang berbeda. Awan yang terlihat saat ini, sangat dingin dan mengesankan aura yang tak tersentuh. Seolah siapapun yang menyinggungnya akan berakhir dengan tragis.Awan terus berjalan ke luar komplek perumahan Nadya dan terus berjalan hingga sampai warung dekat gang sekolahnya. Jaraknyanya lumayan, lebh kurang sepuluh kilo dan menempuh waktu tiga puluh menit jalan kaki. Sebenarnya, Awan bisa saja menggunakan salah satu kendaraan koleksi Nadya. Tapi, ia lebih memilih berjalan kaki sebagai pemanasan sebelum beraksi malam ini.Di depan warung sudah menunggu Theo bersama Rinaldy dan juga Mukhtar. Melihat kemunculan Awan di kejauhan, Theo berkata, "Melihat penampilannya yang seperti ini, aku t
"Anton, kita mau ke mana?" Tanya Indah saat dirinya di ajak masuk Anton ke dalam sebuah ruko. Di dalamnya cukup terang dan banyak cowok serta beberapa cewek. Malam itu, Anton mengajak Indah keluar dan mengatakan kalau ia akan membelikannya beberapa pakaian kesukaan Indah. Hanya saja, di tengah jalan Anton mengatakan kalau ia ingin mengambil sesuatu di tempat temannya terlebih dahulu.Lalu, sampailah Indah ke ruko yang mereka masuki saat ini.Jika saja ruko tersebut sepi dan terbengkalai, Indah akan berpikiran jika Anton akan melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap dirinya. Untung saja, saat mereka datang, ruko tersebut lumayan ramai meski di dalamnya tidak ada isi apa-apa selain orang-orang ini.Anton mengeluarkan seringai licik dan berkata, "Bukankah sudah aku katakan, kita mampir sebentar untuk bertemu temanku. Kalau kamu takut, kamu bisa menunggu di luar." Ucapan Anton terkesan baik hanya untuk menghilangkan kecurigaan Indah. Namun, saat Indah melihat cowok-cowok di sana yang
Mendengar ucapan Theo, semua orang tercengang tidak percaya. Theo menyodorkan seorang junior untuk melawan primpjnan STM Dagon? Apa itu mungkin atau Theo terlalu meremehkan Bram?Saat semua orang masih diam, tiba-tiba terdengar tawa keras.Orang yang tertawa adalah Anton. Tentu saja ia mnertawakan Awan. Menurutnya, Awan hanyalah anak kutu buku yang cuma tahu tidur dan belajar. Mana mungkin ia bisa berkelahi? Apalagi sampai berani menantang Bram, orang terkuat di STM Dagon. Bahkan dunia terbalik pun, ia tidak mungkin mempercayainya.Dengan nada mencibir Anton berkata, "Awan mau menantang bang Bram? Apa dia layak? Bang Theo, kalau mau bercanda juga harus lihat-lihat. Dia cuma kutu buku dan bahkan sudah menjadi gelandangan setelah di usir oleh keluarganya sendiri. Kemampuan apa yang ia miliki sampai berani menantang bang Bram?"Anton terang-terangan meremehkan kemampuan Awan. Menurutnya, Awan bukan siapa-siapa. Jangankan menantang Bram, Awan bahkan tidak layak untuk menyemir sepatunya B
"Lu boleh nyerang duluan!""Anggap aja, gue ngasih lu kesempatan. Biar orang-orang yang jagoin lu, gak nganggap gue menganiaya yang lebih kecil nantinya." Ujar Bram dengan tatapan meremehkan sambil melirik Theo, Joe dan beberapa siswa berandal yang mengikuti Awan sebelumnya. Terlihat sekali, kalau Bram ingin menunjukkan kalau mereka semua telah membuat pilihan yang salah dengan melebih-lebihkan kemampuan seorang junior seperti Awan untuk menjadi lawannya, yang menurut Bram hanyalah seorang anak bawang.Meski begitu, Theo, Joe dan yang lainnya tidak menghiraukan sindiran Bram terhadap mereka. Karena mereka yang lebih tahu, orang sepeti apa Awan sebenarnya. Mereka semua sudah pernah menghadapi Awan. Jadi, mereka tidak meragukan sedikitpun kemampuan Awan. Yang ada, mereka justru menatap Bram dengan tatapan kasihan, karena ia tidak mengetahui orang seperti apa yang telah diremehkannya. Dibanding menggubris sindirian Bram, Theo dan yang lainnya justru lebih penasaran untuk melihat bagaim
"Dia- dia bangun? Bagaimana mungkin?" Yang paling tercengang saat melihat Awan berhasil bangkit adalah Anton. Menurutnya, Awan hanyalah siswa kutu biasa dan orang yang selalu direndahkannya. Jelas, ia tidak pernah mengharapkan Awan bisa bertahan dari pukulan Bram. Bahkan kalau bisa, Awan hancur di bawah serangan Bram. Di sisi lain, melihat Awan berhasil bangun setelah terkena serangan bertubi-tubi darinya, membuat Bram terperangah dan tidak percaya. Dia jelas sudah mengerahkan semua kemampuan terbaiknya untuk bisa menjatuhkan Awan barusan. Melihat hasil seperti ini, bagaimana ia bisa mempercayainya? Daya tahan Awan, jelas sangat menakutkan kalau seperti itu. Perlahan, rasa percaya diri Bram mulai menurun.Meski begitu, Bram yang tidak ingin kehilangan muka dihadapan penggemarnya sendiri, bersiap untuk kembali menyerang Awan. Menurutnya, tidak peduli bagaimana Awan berhasil bertahan dan bangkit setelah terluka akibat serangannya. Yang perlu ia lakukan adalah menjatuhkan Awan kembali
Seorang gadis berusia sebelas tahunan, mengenakan pakaian yang terkesan sangat primitif dengan hanya bertelanjang kaki, berlari-lari kecil di sekitar Awan.Meski masih kecil dan berusia sangat remaja, namun ia telah menunjukkan kecantikan yang dapat memikat lawan jenisnya.Awalnya, dia tampak seperti sedang bermain-main, layaknya seorang anak kecil. Namun, Awan yang tidak bergerak dalam waktu yang cukup lama dan dalam posisi tertelungkup, membuat gadis kecil ini penasaran dan perlahan mendekatinya."Kakak, kenapa kamu malah tidur di sini?" Tanyanya dengan polos.Beberapa detik telah berlalu dan ia tidak melihat Awan bergerak sama sekali dan itu membuatnya menjadi semakin penasaran dan sifat jahil khas kekanak-kanakannya pun muncul.Pertama-tama, gadis kecil ini menusuk-nusuk punggung Awan dengan jari telunjuknya. Tapi, karena Awan masih tidak meresponnya, membuatnya mulai merasa bosan.Sampai akhirnya, ia menemukan jika kepala belakang Awan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Tapi,
Sebagai jawaban, Bram langsung menyerbu Awan dengan mengerahkan seluruh kekuatannya. "Aaaa!" Bam! Tinju kanan Bram berhasil menghantam wajah Awan dengan telak. Pukulan itu menggunakan seluruh kekuatan Bram dan ia berharap, jika Awan akan langsung jatuh terkena serangan tersebut. Ditambah, jika Awan benar cidera karena hantamannya yang terakhir, ia pasti tidak akan bisa bertahan dari serangan ini. Bayangan Awan jatuh dan kalah, menari-nari dalam pikiran Bram dan itu membuat senyumnya segera merekah. Tapi, apa yang dibayangkan Bram, tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Orang yang ia harapkan jatuh dan kalah, ternyata masih berdiri kokoh di depannya. Awan hanya oleng sebentar dan mengusap tipis ujung bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah akibat serangan Bram barusan. "Hanya ini?" Tanya Awan dengan nada mengejek. Glek! 'Oh, tidak!' Ekspresi Bram langsung berubah jelek dan tanpa menunggu respon Bram, kali ini adalah giliran Awan melakukan serangan balasan. Baam! Seranga
Awan sebenarnya sangat enggan berhubungan lagi dengan Indah. Karena itu, setelah menyelamatkan Indah, Awan sengaja meminta Mukhtar untuk mengantarnya pulang. Sayangnya, cewek bertubuh semok ini tidak bisa di usir begitu saja.Berbeda dengan Awan yang ingin mengusirnya, Indah justru terlihat sangat ingin menempel erat dirinya dan tidak ingin melepas cowok jenius berparas tampan tersebut.Dengan tatapan memelas, Indah berkata, "Awan, bisakah aku pulang di antar kamu?"Bukan karena Indah tidak percaya dengan Mukhtar atau yang lainnya. Hanya saja, ia merasa lebih nyaman jika di antar oleh Awan. Selain itu, Indah semakin menyukai sisi lain Awan yang ia lihat malam ini. Di mata Indah, Awan terlihat sangat keren ketika bertarung dan berhasil mengalahkan Bram tadi. Bahkan, penampilan Awan yang sekarang tampak masih berdarah itu justru terlihat lebih heroik layaknya banyak cerita pahlawan yang ada dalam cerita novel.Bukankah wanita menyukai sosok pahlawan? Sekarang, ada kesempatan berdua den
"Apa yang mereka lakukan?""Bodoh! Mereka malah melakukannya sendiri tanpa perlu kita paksa. Hahaha!"Melihat dua tetua keluarga Saka yang dengan 'bodoh'nya coba menyelamatkan dua rekannmereka yang ada di tengah kolam membuat Edi tertawa terbahak-bahak. Ia melihat kalau keduanya sudah melakukan tindakan sangat bodoh tanpa menyadari ada sesuatu di bawah permukaan kolam.Benar saja, saat keduanya melintasi permukaan kolam yang tenang, monster ular yang sedang bersembunyi di bawah kolam langsung menyergap dan hampir saja menelan keduanya secara hidup-hidup. Jika saja Awan tidak datang tepat waktu, niscaya keduanya sudah berpindah alam dan menjadi bagian dari isi perut sang ular.Meski begitu, apa yang dilakukan Awan tidak memberi dampak apa-apa selain hanya berhasil mengalihkan perhatian si ular. Bahkan dengan serangan seperti itu tidak meninggalkan satu goresan di permukaan kulit ular monster tersebut.Edi tertawa mencemooh, "Hahaha, dia pikir dia siapa? Menyerang binatang spritual ting
Di tempat lain.Ribuan binatang spritual berlarian masuk ke dalam gua seolah sedang berlomba untuk berebut makanan. Derap langkah mereka yang besar membuat seluruh gua bergetar hebat seolah sedang dilanda gempa bumi.Pemandangan ini akan membuat siapapun gemetar ketakutan. Bahkan tiga tetua pembentukan jiwa yang dibawa oleh Edi tidak urung merasa khawatir. Jika jumlahnya puluhan, mereka mungkin masih dapat dengan mudah membunuhnya layaknya menginjak kawanan semut.Namun, jika jumlahnya sudah sebanyak ini, mereka tidak akan bisa keluar tanpa cidera."Tuan muda, situasi ini tidak terlihat bagus. Kita harus bergerak cepat!""Tetua, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Edi yang ditanya seperti itu justru balik bertanya dengan ekspresi bingung dan tegang.Kepercayaan diri yang ia tunjukkan beberapa menit sebelumnya sudah berubah menjadi ekspresi tegang. Rencana yang seharusnya mudah justru menjadi sangat sulit saat ini. Meskipun mereka berhasil mendapatkan teratai bumi dan inti monster
"Tetua Arsyad, kenapa anda berhenti di sini?" Tanya salah seorang prajurit keluarga Saka heran.Karena tetua Arsyad yang memimpin mereka tiba-tiba berhenti, membuat semua orang di belakangnya ikut berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya,Seharusnya mereka harus bergegas kembali ke kediaman keluarga Saka. Karena disamping mereka harus membawa pil untuk kepala keluarga, mereka juga harus segera melaporkan tentang misi penyelamatan dua tetua mereka yang dipimpin oleh Dian dan meminta tim bantuan.Namun, bukannya harus bergegas kembali, tindakan tetua Arsyad yang tiba-tiba berhenti dan menunjukkan gelagat mencurigakan membuat semua orang kebingungan."Cony, serahkan pilnya padaku!" Ujar tetua Arsyad mengulurkan tangannya."Tetua, apa maksudmu? Kita harus bergegas kembali dan melapor pada keluarga utama." Ujar prajurit Cony tidak langsung menuruti permintaan seniornya tersebut."Apa perintahku kurang jelas? Cepat, serahkan pil itu padaku!" Ulang tetua Arsyad dingin."Maaf, tetua! Kami t
Ternyata, Awan sudah memperhitungkan semua kemungkinan bahaya yang dapat membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya. Itu termasuk semua orang yang pernah menentang Awan seperti halnya kelompok Shelma.Tetua Dion sempat meragukan kecurigaan Awan saat itu. Menurutnya, Shelma seperti halnya semua prajurit dalam keluarga Saka adalah karakter yang sangat loyal. Karena salah satu persyaratan agar mereka bisa diterima sebagai prajurit keluarga Saka adalah mereka harus bersumpah setia menggunakan darah yang membuat mereka tidak bisa mengkhianati keluarga Saka.Hanya saja, alasan akan cukup masuk akal dengan menjelaskan kalau dirinya hanya orang luar yang membuat Shelma ataupun rekan-rekannya bisa saja menghabisi dirinya. Ditambah jika ada seseorang yang mampu meyakinkan mereka.Siapa lagi, kalau bukan Edi Purnama.Itu sebabnya, sesaat sebelum masuk ke dalam gua, sesuai dengan arahan Awan, tetua Dion sengaja memberi tanggungjawab pada Shelma dan rekan-rekannya secara khusus menjaga keam
Edi sempat salah tingkah saat Awan tiba-tiba bertanya padanya dan menjawab dengan nada agak tinggi, "Apa maksudmu bertanya seperti itu? Bagaimana aku tahu apa yang ada di dalam sana! Seperti kata Dian, seharusnya kita menyelamatkan tetua Elang dan tetua Evan sebelum ular monster itu kembali.""Begitukah?" Ujar Awan dengan senyum licik yang membuat Evan merasa gelisah layaknya seorang maling yang baru saja tertangkap basah."Bagaimana kalau kamu sudahi saja sandiwara ini, tuan muda Edi? Atau, aku sendiri yang akan membongkar kebohonganmu?""Kebohongan apa maksudmu? Jika ada yang perlu dicurigai di sini maka itu adalah kamu. Kita semua sudah melihat kalau dua tetua Saka ada di sana. Tapi, bukannya bergegas menyelamatkan mereka, bajingan ini justru membuat tuduhan tidak mendasar dan mengulur waktu yang membuat nyawa mereka bisa saja tidak dapat diselamatkan." Balas Edi ketus dan membalikkan semua kesalahan pada Awan.Selain tetua Dion, para prajurit keluarga Saka tampak mulai termakan de
Rombongan Awan masuk ke dalam gua.Gua itu sendiri memiliki lebar tidak lebih dari dua setengah meter.Hanya saja, siapapun yang masuk ke dalam gua akan merasakan tekanan yang sangat besar seolah mereka sedang memasuki mulut harimau. Tidak terkecuali mereka yang berada di ranah pembentukan inti seperti halnya tetua Dion dan yang lainnya. Mereka merasakan tekanan yang belum pernah mereka hadapi.Tidak heran, Dian yang berada di ranah pembentukan fondasi tampak begitu tertekan. Sampai-sampai ia tidak berani berada jauh dari sisi Awan. Berada di dekat Awan satu-satunya cara yang membuatnya merasa agak aman.Karena di dalam gua terdapat binatang spritual tingkat empat dan juga lebar gua yang relatif sempit, mereka tidak memiliki pilihan selain berjalan kaki dan berusaha untuk menyembunyikan hawa keberadaan mereka.Hanya saja, belum lama mereka berjalan masuk ke dalam gua, mereka terpaksa berhenti karena di depan mereka terdapat beberapa lorong.Tanpa mereka sadari, gua tempat mereka ber
Keserakahan terkadang membuat seseorang bisa kehilangan akal sehat dan nuraninya. Itulah yang terjadi pada Edi Purnama.Menurut Awan, Edi memiliki tujuan utama yang membuatnya sampai rela menjadikan wanita yang disukainya sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Bisa jadi, Awan dan tim keluarga Saka akan dijadikan sebagai pengalih perhatian.Hanya saja, Awan tidak bisa menyimpulkan apa yang sedang dicari oleh Edi sampai berani mengorbankan banyak orang untuk mendapatkan keinginannya. Yang bisa dilakukan Awan saat ini adalah mengikuti permainan Edi dan membuat langkah antisipasi untuk menghindari jatuhnya korban di pihak mereka.Setelah menjelaskan rencananya pada tetua Dion, Awan lalu membuat pil pemulihan untuk kepala keluarga Saka seperti janjinya. Yang mengejutkan, pembuatan pil ini sendiri tidak menggunakan tungku alkimia seperti kebanyakan alkemis lainnya dan Awan bahkan hanya membutuh waktu kurang dari lima menit untuk memurnikan empat pil tingkat atas."Astaga! Dokter jeni
Awan dan tetua Dion sampai di area pinggir hutan yang relatif sangat sepi dan bagian belakang mereka adalah tebing yang cukup tinggi. Sebuah tempat yang cukup ideal untuk meramu pil."Dokter jenius Awan, katakan saja, apa yang anda ingin saya lakukan?" Tanya tetua Dion begitu hanya ada mereka berdua di tempat tersebut.Awan tersenyum kecil dan berkata, "Hmn, tetua Dion sangat bijak. Saya kagum, tetua dapat membaca maksud saya mengajak anda ke sini.""Jangan mengejek saya, dokter jenius Awan! Di depan anda, saya justru tidak ada apa-apanya.""Saat anda mengajak saya untuk menjaga anda membuat pil, saya menyadari kalau ada sesuatu yang anda inginkan dari saya tapi tidak ingin diketahui oleh yang lainnya. Saya melihat anda dapat mengalahkan hewan spritual tingkat tiga dengan mudah. Bagi orang lain, mungkin itu suatu keberuntungan karena mengira tetua Armen sudah tenaga dan melukai monster itu sebelumnya. Tapi, saya tidak melihatnya demikian. Ular itu bahkan tidak terluka sama sekali oleh
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Dian meminta saran Awan dan para tetua.Meski dalam hati Dian sangat ingin menyelamatkan dua orang tetuanya yang ditangkap oleh monster ular tersebut. Namun, Dian masih dapat mengendalikan ketenangannya dan mempertimbangkan jalan terbaik yang harus mereka ambil.Misi menyelamatkan dua tetuanya jelas adalah misi yang hampir mustahil. Pertama, mereka tidak tahu bagaimana nasib kedua tetua tersebut saat ini. Entah mereka masih hidup atau sudah mati. Kedua, kalaupun mereka nekad pergi menyelamatkan keduanya, peluang keberhasilan mereka sangatlah kecil.Bagaimanapun lawan yang menanti mereka adalah binatang spritual tingkat empat. Sementara mereka hanya memiliki empat ahli pembentukan inti tahap menengah. Itupun jika Edi Purnama bersedia membantu mereka serta ditambah oleh lima orang pembentukan inti tahap awal.Untuk Awan sendiri, Dian tidak mungkin melibatkannya dalam misi berbahaya ini. Bagaimanapun, Awan adalah harapan kesembuhan kakeknya.