Prajurit pedang tajam = enam orang prajurit siap mati dan terkuat di bawah kepemimpinan Rahman Saka
Roy Winata yang sudah terdesak karena kemunculan Rahman Saka dan prajurit pedang tajamnya tidak memiliki pilihan selain bertarung habis-habisan. Akibatnya, pertarungan sengit pun tidak bisa dibendung.Namun, karena pihak Roy kalah jumlah, mereka terus ditekan oleh Rahman dan enam orang prajurit pedang tajamnya.Perlahan namun pasti, kelompok Roy semakin terdesak dan terluka. Hanya masalah waktu sampai mereka semua benar-benar tunduk dan kalah sepenuhnya.Sadar bahwa situasinya tidak lagi memungkinkan, para pengawal Roy mendesak Roy untuk pergi menyelamatkan diri."Tuan, kita tidak akan bisa bertahan lebih lama. Pergilah! Kami akan menahan mereka. Kami mungkin akan mati tapi anda tidak boleh tertangkap. Ingat! Anda harus mengambil alih keluarga Winata di masa depan." Ekspresi Roy tampak rumit dan enggan untuk pergi namun ia juga tidak memiliki pilihan yang lebih baik.Mereka kalah jumlah dan tidak mungkin bisa menghadapi Rahman dalam kondisi seperti ini. Sementara, kalau ia pergi, Ro
"Ko-komandan Rahman?" Ujar Lona terkejut begitu menyadari siapa sosok yang baru saja 'masuk' ke dalam ruangan tempat ia disekap.Lona tidak tahu bagaimana menggambarkan kata yang tepat untuk masuk karena komandan Rahman seperti dilemparkan ke dalam ruangan dibanding istilah masuk pada umumnya.Meski begitu, melihat komandan Rahman ada di sana, Lona bisa bernapas lega. Bagaimanapun, komandan Rahman adalah seorang jenderal bintang satu angkatan darat yang sangat populer dan bersama kakaknya, Arman Saka mereka telah menjadi panutan bagi rakyat kota Samarda. Sehingga, meski belum pernah bertemu langsung dengannya, Lona bisa langsung mengenalinya.Pertanyaannya, bagaimana mungkin seorang jenderal angkatan darat bisa muncul di sana? Apa ia datang untuk menyelamatkan dirinya?Masalahnya, siapa dia sampai membuat seorang jenderal bintang satu datang secara khusus untuk menyelamatkannya? Atau mungkin ia datang atas perintah permintaan Awan?Tidak! Bagaimana mungkin Awan bisa kenal dengan Rah
"Awan, keluar kamu! Kamu harus menjauhi putriku sekarang juga!"Di luar kamar, terdengar teriakan suara Alina yang memaksa masuk ke dalam kamar. Sementara Arya terdengar beberapa kali bicara untuk menahan istrinya agar tidak masuk."Sepertinya kita harus keluar." Ucap Nadya dengan senyum canggung dan tidak berdaya.Awan baru saja menceritakan apa yang terjadi setelah ia tidak sadarkan diri dan yang terpenting, Nadya sangat senang karena memiliki kekasih yang memiliki kemampuan penyembuhan yang sangat luar biasa. Karena Awan tidak hanya berhasil menyembuhkan bekas tamparan Gading tapi juga menghilangkan bekas lukanya.Siapapun wanitanya, mau itu cantik atau biasa, mereka pasti tidak akan percaya diri jika memiliki bekas luka di wajahnya. Bagi wanita, wajah adalah harta berharga yang tidak kalah pentingnya dengan kehormatan mereka."Tidak apa-apa! Percayakan saja pada Erika dan keluarga Saka. Mereka pasti bisa menemukan dan menyelamatkan Lona!" Ucap Nadya seraya mengenggam tangan Awan.
'Gila! Orang seperti apa dia sebenarnya? Aku bahkan tidak bisa merasakan kedalaman reikinya sama sekali!' Pikir prajurit utusan Rahman tampak agak canggung saat pertama kali bertemu dengan Awan.Sebelum pergi, komandan mereka sudah menjelaskan sedikit tentang kemampuan Awan.Saat itu, mereka masih meragukan jika Awan sekuat yang digambarkan komandan mereka. Mengingat usianya yang bahkan jauh lebih muda dari mereka.Namun, setelah bertemu langsung dengan Awan, mau tidak mau mereka bisa mengerti kenapa komandan mereka begitu memandang tinggi pemuda di depan mereka tersebut.Jika seorang kultivator tidak dapat merasakan kedalaman reiki seseorang maka kemungkinannya hanya ada dua yaitu antara orang itu benar-benar tidak memiliki reiki atau kemampuannya berada jauh di atas mereka sehingga tidak bisa terbaca.Namun, setelah melihat Awan dan kemampuannya berpindah tempat secara ajaib seperti yang digambarkan Rahman maka kemungkinannya adalah yang kedua, kemampuan Awan berada jauh di atas mer
Hanya saja, memiliki uang saja tidak cukup untuk mendirikan perusahaan apalagi di kota Samarda ataupun di seluruh pulau Kalmata.Erika menjelaskan kalau pasar bisnis di kota Samarda dikelola oleh sebuah serikat dagang atau istilah umumnya serikat dagang.Jika Awan dan Nadya ingin mendirikan perusahaan, mereka harus mendapat ijin dari serikat dagang kota Samarda.Untungnya, Awan dan Nadya tidak perlu repot-repot mencari mereka ataupun sampai harus membuat janji bertemu yang entah kapan waktunya. Karena Erika mengenal langsung ketua serikat dagang kota Samarda.Awan hampir saja lupa kalau Erika adalah putri keluarga Harsya yang merupakan keluarga kelas satu. Tentunya ia memiliki banyak relasi orang-orang penting.Jadi, diputuskan hari itu kalau Erika dan Awan akan pergi menemui ketua serikat dagang kota Samarda berdua. Sementara, Nadya menemani Lona beristirahat di rumah."Baguslah! Paman Sigit bisa bertemu kita hari ini." Ujar Erika senang saat membaca pesan di ponselnya.Ketua Serikat
Hari itu, seorang remaja dengan penampilan lusuh dan eskpresi malas baru saja memasuki gerbang sekolah. Padahal, ini adalah hari pertama sekolah setelah liburan semester. Seperti biasa, tidak ada seorang pun yang menganggap kehadirannya di sekolah ini. Meski sejatinya, ia memiliki rupa yang tampan. Hanya saja, ia terlalu cuek dengan penampilannya dan ditambah dengan ekspresinya yang terkesan pemalas, membuat orang yang menatapnya akan langsung merendahkannya tanpa terkecuali. Cowok tersebut bernama, Awan. Naman lengkapnya? Ya, Awan! Bukankah itu nama yang terlalu singkat? Tapi, memang itu nama yang diberikan oleh orang tuanya. Tiga semester berada di sekolah ini, Awan sudah terbiasa dengan tatapan acuh semua orang terhadap dirinya dan tidak pernah mempedulikan semua itu. Hari itu, ia merasakan perasaan yang sangat aneh. TIba-tiba saja, semua orang memperhatikan dirinya. Bahkan, orang yang tidak dikenalnya sekalipun, juga ikut-ikutan memandangnya. Tapi, bukan pandangan baik laya
Melihat banyak orang sedang membicarakannya, Awan tidak terima masalah pribadinya menjadi konsumsi publik. Apalagi mereka membuat penilaian yang terkesan sangat merendahkan dan menghakimi kehidupan pribadinya. Jika satu atau dua orang saja, ia mungkin bisa membuat perhitungan dengan mereka. Tapi, sekarang yang membicarakannya hampir seluruh siswa di sekolahnya? Apa ia harus menghajar mereka semua untuk melampiaskan kemarahannya? Tidak! Awan cukup sadar diri dengan posisinya. "Nak, ibu ingin melihatmu meraih impianmu di masa depan." "Apapun cita-citamu, ibu ingin melihatmu menjadi orang yang sukses dan bahagia!" Ucapan ibunya masih terngiang di dalam kepalanya dan terasa masih hangat. Seolah, ibunya baru mengucapkan kalimat itu beberapa hari yang lalu. Karena mengingat pesan ibunya, Awan terpaksa harus menahan semua kemarahannya. Untuk itu, Awan menarik napas beberapa kali untuk meredam emosinya. Ia meyakinkan dirinya, bahwa orang-orang ini tidak layak untuk membuatnya emosi.
Hari itu, Awan tidak mood seharian di sekolah. Semua pelajaran hari ini, tidak satupun yang hinggap di kepalanya. Meski semua itu tidak masalah, karena Awan masih bisa belajar sendiri seperti kebiasaannya selama ini. Gosip tentang dirinya yang membuat seisi sekolah menertawakan dan mencemoohnya, membuat Awan tidak bisa berkonsentrasi belajar. Ia bahkan tidak bisa tidur siang seperti kebiasaannya selama ini. Kondisi ini sangat menganggunya. Saat ini, Awan tidak bisa berbuat apa-apa. Meski begitu, Awan bukan tipe orang yang akan berdiam diri selamanya ketika dia dihina. Ia bersumpah, begitu menemukan siapa pelaku yang telah menyebarkan fitnah tentang dirinya, ia akan membuat orang itu membayar mahal atas apa yang telah dilakukannya. "Awan, ini!" Seorang gadis cantik dengan lesung pipit tipis di sudut pipinya, menyerahkan sebotol minuman mineral ke tangan Awan, saat ia baru saja melewati sebuah warung di jalan samping sekolah. Itu bukan jalur utama dan jarang di lewati oleh siswa dan