"Sudah datang?""Hmn, menarik!"Seorang pria berusia empat puluhan awal dan seorang pemuda berbadan tinggi dan besar berdiri di lantai atas rumah sedang menatap ke arah Awan dengan tatapan penuh minat.Sudut bibir pria yang lebih tua mengukir sebuah senyum tipis dan tatapannya penuh dengan selidik, seakan-akan Awan adalah benda asing misterius yang membuatnya ingin menggali dan mencari tahu lebih banyak tentang pemuda di depannya itu.Lalu, saat Awan berjalan dan berdiri tepat beberapa langkah di depannya, pria yang terlihat lebih dewasa tersebut langsung melepas auranya yang membuat hawa disekitarnya langsung turun ke titik beku dan sekaligus memberikan tekanan yang sangat kuat bagi siapapun yang berada di dekatnya.Satu, dua, tiga dan hingga sepuluh detik berlalu namun hasil yang ia harapkan tidak kunjung terjadi dan membuatnya dengan terpaksa menarik kembali auranya."Swing!"Kening dua orang beda generasi tersebut berkerut tajam dan sekaligus menatap ke arah Awan dengan lebih pena
Pesan Nadya masuk saat Awan selesai bertemu dengan Ilham dan Pandu.Awan sudah menebak apa pilihan keluarga Wongso ketika ia bertemu dengan mereka sebelumnya. Jadi, ia tidak akan heran kalau keluarga Nadya akan diusir dari keluarga Wongso demi menyelamatkan diri. Namun, pilihan Nadya dan keluarganya yang memutuskan untuk pergi ke pulau Kalmata menemui keluarga ibunya Nadya untuk meminta perlindungan pada mereka, sama sekali di luar perkiraannya.Meski begitu, Awan tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Nadya dan keluarganya sudah memutuskan untuk mengikuti saran Alina, maka Awan mau tidak mau terpaksa mengikuti rencana mereka. Setelah membalas pesan singkat Nadya dan mengatakan kalau ia akan segera menyusul mereka, Awan pun masuk ke dalam ruang tamu.Di sana, tampak Theo dan yang lainnya sepertinya sudah selesai membahas nama 'kelompok' mereka. Tampak wajah cerah dan penuh keyakinan di wajah mereka semua."Jadi?" Tanya Awan mengerutkan keningnya."Yah, kami semua sudah sepakat menamai k
"Aku lupa, besok adalah hari ulang tahun ibu. Jika kita ingin meminta bantuan keluarga Dehen, paling tidak kita harus mengambil hati ibu terlebih dahulu.""Hmn, Ibu suka dengan barang antik dan batu giok. Nadya, bagaimana kalau kita membeli hadiah terlebih dahulu sebelum kita pergi ke rumah utama?" Tanya Alina sesaat sebelum pesawat mereka akan mendarat.Nadya tentu saja mengerti maksud ibunya. Hanya saja, keuangan mereka saat ini sangat terbatas dan tidak memungkinkan membeli kado mewah untuk hadiah neneknya. Semua aset dan tabungan mereka telah dibekukan oleh keluarga Wongso dan satu-satunya modal mereka saat ini adalah uang hasil penjualan mobil Nadya. Itupun tidak banyak, karena Nadya menjual kendaraannya dalam keadaan buru-buru.Jika mereka menggunakan uang tersebut, mereka harus berpikir keras mencari modal tambahan jika ingin membuka usaha nantinya.Saat Nadya menjelaskan masalah itu pada ibunya, Alina justru bersikeras mendahulukan hadiah yang akan mereka berikan pada ibunya
Alina dengan wajah menahan kesal memasuki sebuah toko perhiasan yang ada di sebuah pusat perbelanjaan perhiasan.Sebenarnya, ia sudah meminta sepasang saudara, Anton dan Maya untuk tidak perlu menemani mereka pergi berbelanja karena tujuan mereka saat itu adalah membeli perhiasan untuk hadiah nyonya besar Dehen. Alina tentu saja tidak mau kalau Anton dan Maya melihat hadiah yang akan mereka beli dan kemudian merendahkan pemberian mereka dan selain itu, Alina ingin memberikan hadiahnya secara diam-diam besok pada ibunya.Tapi, sepasang saudara ini tampak ngotot ingin menemani mereka dan pada akhirnya, Alina terpaksa menyerah dan membiarkan mereka ikut.Namun, baru saja memasuki toko perhiasan, terdengar cibiran dari bibir Maya, "Hmn, toko perhiasan biasa? Bibi Alina, aku kira bibi akan memilih ke toko HW, Tiffany atau minimal Cartier. Jangan bilang kalau selera bibi sudah menurun atau paman Arya sudah menjatah belanja bulananmu?""Kamu?" Sindiran Maya membuat Alina sampai tidak bisa b
"Mama, apa nenek akan bersedia membantu kita?" Tanya Nadya, sesaat sebelum mereka memasuki aula jamuan keluarga Dehen pada keesokan harinya.Terbersit sebuah keraguan di dalam hati Nadya, apa keluarga besar ibunya bersedia melindungi mereka dari pembalasan dendam keluarga Winata? Bagaimanapun, terdapat kesenjangan status sosial yang cukup besar antara keluarga Dehen dengan keluarga Winata.Keluarga Winata berasal dari provinsi yang sama dengan keluarga besar ibunya. Status mereka merupakan keluarga kelas dua dan sekaligus keluarga beladiri yang dihormati di kota ini. Sementara keluarga Dehen? Mereka hanya keluarga kelas tiga.Meski juga terhitung sebagai keluarga kaya, jelas masih terdapat kesenjangan yang cukup jauh."Sudahlah! Mama tahu apa yang kamu khawatirkan. Meski keluarga Dehen tidak sekaya keluarga Winata ataupun memiliki ahli beladiri, paling tidak kami memiliki koneksi dengan pejabat pemerintahan. Mama yakin, jika nenekmu mau membantu, dia bisa memanfaatkan koneksi keluar
Beberapa jam sebelumnya.Awan baru saja duduk di atas pesawat dan hendak memejamkan matanya. Namun, suara dingin seorang wanita membuat Awan terpaksa menurungkan niatnya."Hei, kamu salah duduk. Ini bangkuku!"Wanita tersebut mengenakan pakaian kasual dan rok sebetis dengan motif bunga minimalis membuat penampilannya terluhat segar dan enak dipandang. Tidak posturnya yang ramping dan tinggi, wanita itu juga memiliki kulit putih dan wajah yang cantik.Sayangnya, pembawaannya yang dingin membuat tidak sembarangan orang bisa mendekatinya.Awan sempat mengagumi kecantikan wanita tersebut awalnya. Namun, melihat caranya bicara membuat rasa simpatik Awan seketika menghilang.Awan malas berdebat dan hanya melihat nomor bangku dan ternyata memang benar kalau ia yang salah. Nomor bangku Awan dua belas dan seharusnya ia duduk di dekat jendela bukannya. Untuk itu, Awan meminta maaf pada si wanita dan dengan sadar diri segera pindah tempat duduk ke bangku di sebelahnya.Namun, meski Awan sudah mem
"Aku bisa menyelamatkannya!"Suara Awan seketika memecah keheningan yang sedang terjadi.Lona dan semua orang sontak menatap ke arah Awan dengan tatapan aneh seolah ia adalah sosok asing yang muncul tiba-tiba.Bagaimana tidak?Lona Dehen saja yang seorang koas dan satu-satunya harapan mereka untuk dapat menyembuhkan pria paruh baya tersebut tidak dapat berbuat apa-apa dan sudah menyerah. Apalagi Awan yang bukan siapa-siapa!"Nak, tolong selamatkan suamiku. Ku mohon! Aku hanya punya dia dan tidak ingin kehilangan dirinya!"Wanita paruh baya tersebut tidak lagi memikirkan siapa Awan, selama orang itu bisa menyelamatkan nyawa suaminya, ia bersedia melakukan apa saja."Tenanglah, bu... Aku akan menyembuhkan suami anda." Ujar Awan tenang dan kemudian mendekati suami si ibu yang sedang terbaring tidak sadarkan diri.Namun, sebelum Awan berhasil menyentuh pria tua tersebut, Lona menahannya dan memperingatkannya, "Hei, apa
"Dokter, tolong beritahu kami, apa bapak ini benar-benar telah sembuh?" Tanya orang yang telah memaki Awan pertama kali dengan penasaran.Bagaimanapun, ia telah memarahi Awan dan mengatainya sebagai penipu. Jika benar Awan telah menyembuhkan pria tua tersebut, betapa malu dirinya.Perasaan yang sama juga dirasakan oleh kebanyakan orang di sana. Terutama mereka yang terang-terangan telah menyalahkan Awan sebelumnya. Saat itu, Lona juga tidak tahu harus berkata apa. Karena ia juga sempat memandang rendah Awan dan menganggapnya sebagai penipu meski tidak bereaksi berlebihan seperti orang lain. Namun, dengan kenyataan yang ada di hadapannya, Lona justru merasa tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Awan.Sekarang, cara pandang Lona seakan berbalik seratus delapan derajat terhadap Awan.Bagaimana tidak? Lona sangat paham betapa serius kondisi pria tua di depannya itu. Namun, kondisi yang seharusnya hanya bisa ditangani melalui operasi bisa diselesaikan Awan hanya dengan satu sentu
"Apa yang mereka lakukan?""Bodoh! Mereka malah melakukannya sendiri tanpa perlu kita paksa. Hahaha!"Melihat dua tetua keluarga Saka yang dengan 'bodoh'nya coba menyelamatkan dua rekan mereka yang ada di tengah kolam membuat Edi tertawa terbahak-bahak. Ia melihat kalau keduanya sudah melakukan tindakan sangat bodoh tanpa menyadari ada 'sesuatu' di bawah permukaan kolam.Benar saja, saat tetua Dion dan tetua Armen melintasi permukaan kolam, seekor makhluk mengerikan berbentuk ular raksasa dengan kulit hitam gelap pekat dan sepasang taring tajam besarnya langsung menyergap dan hampir saja menelan keduanya secara hidup-hidup. Jika saja Awan tidak datang tepat waktu, niscaya keduanya sudah berpindah alam dan menjadi bagian dari isi perut sang ular.Meski begitu, apa yang dilakukan Awan tidak memberi dampak apa-apa selain hanya berhasil mengalihkan perhatian sang ular. Bahkan dengan serangan sekuat itu masih tidak cukup meninggalkan satu goresan di permukaan kulit monster tersebut.Edi yan
Di tempat lain.Ribuan binatang spritual berlarian masuk ke dalam gua seolah sedang berlomba untuk berebut makanan. Derap langkah mereka yang besar membuat seluruh gua bergetar hebat seolah sedang dilanda gempa bumi.Pemandangan ini akan membuat siapapun gemetar ketakutan. Bahkan tiga tetua pembentukan jiwa yang dibawa oleh Edi tidak urung merasa khawatir. Jika jumlahnya puluhan, mereka mungkin masih dapat dengan mudah membunuhnya layaknya menginjak kawanan semut.Namun, jika jumlahnya sudah sebanyak ini, mereka tidak akan bisa keluar tanpa cidera."Tuan muda, situasi ini tidak terlihat bagus. Kita harus bergerak cepat!""Tetua, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Edi yang ditanya seperti itu justru balik bertanya dengan ekspresi bingung dan tegang.Kepercayaan diri yang ia tunjukkan beberapa menit sebelumnya sudah berubah menjadi ekspresi tegang. Rencana yang seharusnya mudah justru menjadi sangat sulit saat ini. Meskipun mereka berhasil mendapatkan teratai bumi dan inti monster
"Tetua Arsyad, kenapa anda berhenti di sini?" Tanya salah seorang prajurit keluarga Saka heran.Karena tetua Arsyad yang memimpin mereka tiba-tiba berhenti, membuat semua orang di belakangnya ikut berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya,Seharusnya mereka harus bergegas kembali ke kediaman keluarga Saka. Karena disamping mereka harus membawa pil untuk kepala keluarga, mereka juga harus segera melaporkan tentang misi penyelamatan dua tetua mereka yang dipimpin oleh Dian dan meminta tim bantuan.Namun, bukannya harus bergegas kembali, tindakan tetua Arsyad yang tiba-tiba berhenti dan menunjukkan gelagat mencurigakan membuat semua orang kebingungan."Cony, serahkan pilnya padaku!" Ujar tetua Arsyad mengulurkan tangannya."Tetua, apa maksudmu? Kita harus bergegas kembali dan melapor pada keluarga utama." Ujar prajurit Cony tidak langsung menuruti permintaan seniornya tersebut."Apa perintahku kurang jelas? Cepat, serahkan pil itu padaku!" Ulang tetua Arsyad dingin."Maaf, tetua! Kami t
Ternyata, Awan sudah memperhitungkan semua kemungkinan bahaya yang dapat membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya. Itu termasuk semua orang yang pernah menentang Awan seperti halnya kelompok Shelma.Tetua Dion sempat meragukan kecurigaan Awan saat itu. Menurutnya, Shelma seperti halnya semua prajurit dalam keluarga Saka adalah karakter yang sangat loyal. Karena salah satu persyaratan agar mereka bisa diterima sebagai prajurit keluarga Saka adalah mereka harus bersumpah setia menggunakan darah yang membuat mereka tidak bisa mengkhianati keluarga Saka.Hanya saja, alasan akan cukup masuk akal dengan menjelaskan kalau dirinya hanya orang luar yang membuat Shelma ataupun rekan-rekannya bisa saja menghabisi dirinya. Ditambah jika ada seseorang yang mampu meyakinkan mereka.Siapa lagi, kalau bukan Edi Purnama.Itu sebabnya, sesaat sebelum masuk ke dalam gua, sesuai dengan arahan Awan, tetua Dion sengaja memberi tanggungjawab pada Shelma dan rekan-rekannya secara khusus menjaga keam
Edi sempat salah tingkah saat Awan tiba-tiba bertanya padanya dan menjawab dengan nada agak tinggi, "Apa maksudmu bertanya seperti itu? Bagaimana aku tahu apa yang ada di dalam sana! Seperti kata Dian, seharusnya kita menyelamatkan tetua Elang dan tetua Evan sebelum ular monster itu kembali.""Begitukah?" Ujar Awan dengan senyum licik yang membuat Evan merasa gelisah layaknya seorang maling yang baru saja tertangkap basah."Bagaimana kalau kamu sudahi saja sandiwara ini, tuan muda Edi? Atau, aku sendiri yang akan membongkar kebohonganmu?""Kebohongan apa maksudmu? Jika ada yang perlu dicurigai di sini maka itu adalah kamu. Kita semua sudah melihat kalau dua tetua Saka ada di sana. Tapi, bukannya bergegas menyelamatkan mereka, bajingan ini justru membuat tuduhan tidak mendasar dan mengulur waktu yang membuat nyawa mereka bisa saja tidak dapat diselamatkan." Balas Edi ketus dan membalikkan semua kesalahan pada Awan.Selain tetua Dion, para prajurit keluarga Saka tampak mulai termakan de
Rombongan Awan masuk ke dalam gua.Gua itu sendiri memiliki lebar tidak lebih dari dua setengah meter.Hanya saja, siapapun yang masuk ke dalam gua akan merasakan tekanan yang sangat besar seolah mereka sedang memasuki mulut harimau. Tidak terkecuali mereka yang berada di ranah pembentukan inti seperti halnya tetua Dion dan yang lainnya. Mereka merasakan tekanan yang belum pernah mereka hadapi.Tidak heran, Dian yang berada di ranah pembentukan fondasi tampak begitu tertekan. Sampai-sampai ia tidak berani berada jauh dari sisi Awan. Berada di dekat Awan satu-satunya cara yang membuatnya merasa agak aman.Karena di dalam gua terdapat binatang spritual tingkat empat dan juga lebar gua yang relatif sempit, mereka tidak memiliki pilihan selain berjalan kaki dan berusaha untuk menyembunyikan hawa keberadaan mereka.Hanya saja, belum lama mereka berjalan masuk ke dalam gua, mereka terpaksa berhenti karena di depan mereka terdapat beberapa lorong.Tanpa mereka sadari, gua tempat mereka ber
Keserakahan terkadang membuat seseorang bisa kehilangan akal sehat dan nuraninya. Itulah yang terjadi pada Edi Purnama.Menurut Awan, Edi memiliki tujuan utama yang membuatnya sampai rela menjadikan wanita yang disukainya sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Bisa jadi, Awan dan tim keluarga Saka akan dijadikan sebagai pengalih perhatian.Hanya saja, Awan tidak bisa menyimpulkan apa yang sedang dicari oleh Edi sampai berani mengorbankan banyak orang untuk mendapatkan keinginannya. Yang bisa dilakukan Awan saat ini adalah mengikuti permainan Edi dan membuat langkah antisipasi untuk menghindari jatuhnya korban di pihak mereka.Setelah menjelaskan rencananya pada tetua Dion, Awan lalu membuat pil pemulihan untuk kepala keluarga Saka seperti janjinya. Yang mengejutkan, pembuatan pil ini sendiri tidak menggunakan tungku alkimia seperti kebanyakan alkemis lainnya dan Awan bahkan hanya membutuh waktu kurang dari lima menit untuk memurnikan empat pil tingkat atas."Astaga! Dokter jeni
Awan dan tetua Dion sampai di area pinggir hutan yang relatif sangat sepi dan bagian belakang mereka adalah tebing yang cukup tinggi. Sebuah tempat yang cukup ideal untuk meramu pil."Dokter jenius Awan, katakan saja, apa yang anda ingin saya lakukan?" Tanya tetua Dion begitu hanya ada mereka berdua di tempat tersebut.Awan tersenyum kecil dan berkata, "Hmn, tetua Dion sangat bijak. Saya kagum, tetua dapat membaca maksud saya mengajak anda ke sini.""Jangan mengejek saya, dokter jenius Awan! Di depan anda, saya justru tidak ada apa-apanya.""Saat anda mengajak saya untuk menjaga anda membuat pil, saya menyadari kalau ada sesuatu yang anda inginkan dari saya tapi tidak ingin diketahui oleh yang lainnya. Saya melihat anda dapat mengalahkan hewan spritual tingkat tiga dengan mudah. Bagi orang lain, mungkin itu suatu keberuntungan karena mengira tetua Armen sudah tenaga dan melukai monster itu sebelumnya. Tapi, saya tidak melihatnya demikian. Ular itu bahkan tidak terluka sama sekali oleh
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Dian meminta saran Awan dan para tetua.Meski dalam hati Dian sangat ingin menyelamatkan dua orang tetuanya yang ditangkap oleh monster ular tersebut. Namun, Dian masih dapat mengendalikan ketenangannya dan mempertimbangkan jalan terbaik yang harus mereka ambil.Misi menyelamatkan dua tetuanya jelas adalah misi yang hampir mustahil. Pertama, mereka tidak tahu bagaimana nasib kedua tetua tersebut saat ini. Entah mereka masih hidup atau sudah mati. Kedua, kalaupun mereka nekad pergi menyelamatkan keduanya, peluang keberhasilan mereka sangatlah kecil.Bagaimanapun lawan yang menanti mereka adalah binatang spritual tingkat empat. Sementara mereka hanya memiliki empat ahli pembentukan inti tahap menengah. Itupun jika Edi Purnama bersedia membantu mereka serta ditambah oleh lima orang pembentukan inti tahap awal.Untuk Awan sendiri, Dian tidak mungkin melibatkannya dalam misi berbahaya ini. Bagaimanapun, Awan adalah harapan kesembuhan kakeknya.