Alana baru saja menjemur Arga di halaman rumah. Setelah merasa bayi susunya itu hangat, gegas wanita itu masuk kembali ke dalam kamar."Semakin hari badanmu semakin gemoy. Sehat-sehat ya, sayang?" Alana tersenyum riang. Arga menatap Alana dengan mata yang berbinar. Terlihat sekali bayi itu sangat nyaman dengan Alana. Arga sangat cocok dengan Alana, bahkan tubuhnya pun mengalami kenaikan signifikan, semuanya terjadi karena ASI dari Alana. "Lapar ya, sayang?" Tanya Alana. Walaupun bayi itu belum bisa menjawab, tapi Alana sangat komunikatif. Ia selalu mengajak berbicara Arga. "Mimi dulu ya, Nak! Kamu pasti haus kan?" Alana menggendong Arga, ia pun mulai menyusui Arga. Alana menatap Arga, pun bayi itu yang menatap Alana sambil menyusu. Tangan Alana mengusap rambut Arga dengan sangat lembut. Alana tersenyum haru, hatinya merasa getir saat ia mengingat anaknya yang telah meninggal. Namun, Alana sangat bersyukur karena kini ia harus mengurus seorang bayi yang ditinggalkan ibunya. Ya, A
Heri menggebrak meja ketika ia kalah lagi dalam berjudi. Semua temannya tergelak tertawa melihat wajah kusut dari pria yang masih berstatus suami dari Alana itu. Selain bermain judi online, pria itu juga gemar bermain judi secara langsung bersama teman-temannya. "Lagi engga nih?" Seorang temannya makin tertawa lebar melihat wajah frustasi dari Heri. "Uang gue udah abis!" Heri mengacak rambutnya frustasi. "Ya udah sono pulang dulu dan minta uang ke istri lu!" Perintah bandar judi yang wajahnya terlihat garang. "Ngutang dulu deh kaya biasa. Kalau menang langsung gue bayar!" Heri menatap dengan penuh permohonan. "Engga ada. Hutang lu udah banyak banget! Bentar lagi juga jatuh tempo!! Awas aja kalau lu engga bisa bayar!!" Bandar judi mengultimatum. "Iya, iya," Heri lebih memilih mengalah. Ia pergi dari tempat itu dengan berjalan gontai. Sedangkan yang lain tertawa melihat pria itu. Merasa puas karena mereka semua ternyata memperdayai Heri agar kalah. "Gimana nih bos? Uang dia udah
Elzaino yang baru pulang bertemu clien di Swiss membawa oleh-oleh yang cukup banyak untuk keluarganya. Pria itu memang tak pernah lupa dengan keluarga. Ke mana pun ia pergi selalu membawa buah tangan untuk keluarga yang amat ia cintai itu. "Kak El bawa apa?" Tanya Mireya saat sang kakak baru mendudukan dirinya di atas sofa empuk yang ada di ruang keluarga. "Bawa oleh-oleh buat kalian. Kamu buka aja!" Elzaino menghela nafas sebentar dan menghembuskan dengan berat. Pria tampan itu terlihat sangat kelelahan, mungkin karena penerbangan yang menghabiskan waktu lama. Mireya tersenyum girang kemudian ia segera membuka kantong belanja yang berserakan di atas sofa yang lain. "Wah cantiknya!" Mireya menatap dress yang begitu cocok dengan ukurannya. Memang El begitu hapal dengan ukuran dan selera adiknya. "Tuan, ini ada undangan makan malam dari rekan bisnis kita. Pak William berulang tahun," Ziyyan menyerahkan secarcik undangan mewah pada Elzaino. Elzaino menilik dan membaca undangan
Arga dinyatakan bisa dibawa bepergian oleh dokter spesialis anak karena acara itu hanya makan malam saja. Tak ada musik kencang di sana. Bermodal itu, Elzaino memutuskan untuk datang membawa Arga. Elzaino sendiri memberitahukan tema ulang tahun rekan bisnisnya. Sebenarnya Elzaino melalui Ziyan sudah membelikan Alana sebuah dress pesta. Hanya saja Alana tidak memakainya karena gaun itu tidak friendly dipakai busui seperti dirinya. Jadi, Alana terpaksa tidak menggunakan gaun pemberian dari majikannya. Sepertinya Ziyan sendiri tidak terlalu peka dengan dress yang Alana butuhkan. Alana membuka lemari miliknya, ia menghela nafas karena tak ada gaun yang sesuai dengan tema pesta. Pesta yang diusung William, partner bisnis El adalah gaun berwarna Baby Pink sebagai dress codenya. Alana bingung, haruskah ia membeli gaun dengan uang gajinya? Alana pun tak kuasa menyampaikan keluhannya terkait dress yang Elzaino berikan. Akhirnya Alana membuka ponselnya, ia melihat M-Banking di menu ponsel i
Alana menaiki angkutan umum untuk kembali ke rumah. Tak ia pikirkan ucapan Viona yang lumayan menyentil hatinya tadi. Walaupun Alana harus membawa kekecewaan karena tak berhasil mendapatkan gaun untuk nanti malam. Alana teringat lagi akan Viona, Alana heran, apa salahnya pada teman SMA nya itu? Alana mencoba menfokuskan pikirannya dan melupakan Viona. Ia segera turun dari angkutan umum setelah perumahan El terlihat. Wanita itu berjalan sedikit untuk sampai di rumah majikannya. Setelah sampai, Alana segera berbicara pada security yang berjaga. Alana memasuki istana mewah milik El setelah diizinkan masuk oleh tim keamanan. "Kemana aja sih tadi kamu? Lama banget! Lihat nih Arga dari tadi rewel! Sampai bingung saya nenanginnya," Sewot Meri yang melihat Alana baru saja berganti baju dan membersihkan diri. "Maaf, Nyonya!" Hanya itulah kata yang Alana ucapkan. Ia tak ingin memperpanjang masalah dengan ibunda El yang terkenal galak itu. "Maaf, ya anak ganteng! Ibu ninggalin kamu terlalu
Elzaino yang telah menyelesaikan meeting segera pulang ke rumahnya. Ziyan sendiri yang menjemput majikannya itu. Sesekali El menatap arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia tak mau sampai terlambat datang ke acara besar Tuan William. Elzaino memang tak suka menunggu dan tak suka membuat orang lain menunggu."Apa gaun yang aku belikan sudah kau berikan pada Alana?" Tanya El, ia melirik Ziyyan yang ada di depannya. Asistennya itu sedang fokus mengemudi. "Sudah, sepertinya anda terlihat perhatian Sekali! Jangan-jangan!" Goda Ziyyan, sesekali ia melirik spion di atasnya untuk melihat ekspresi sang tuan. "Jangan-jangan apa?" Elzaino menendang kursi Ziyyan dari belakang, membuat sekretarisnya itu terkekeh. "Jangan-jangan anda berpikir akan menjadikan Alana ibu sambung Arga selamanya!" Ziyyan cengengesan meneruskan godaannya. "Aku tidak berpikir ke arah sana. Aku hanya sedang berusaha kuat untuk membesarkan Arga dengan baik," Elzaino tiba-tiba saja berubah melow. Ia me
"Kamu gak apa-apa kan, Alana?" Tanya El lembut. Spontan Alana menatap manik mata cokelat itu. Kini mereka menjadi perhatian semua orang di sana. "Tidak apa-apa," Alana memaksakan senyumnya. Viona membulatkan matanya saat melihat El membantu Alana. Ada hubungan apa antara El dan Alana? Tiba-tiba saja wajah Viona pucat pasi, mengingat butik yang ia tempati adalah bangunan yang ia sewa milik Elzaino. "Nona, jika anda berjalan lihat-lihat jalan! Jangan jalan pakai mata kaki," ketus El, ia sangat tahu Viona adalah owner butik ternama yang menyewa gedung miliknya. "Tidak apa-apa, tuan. Viona ini tidak sengaja. Iya kan, Viona?" Alana tersenyum penuh maksud, seolah tahu jika Viona melakukannya secara sengaja. "Apa katanya? Tuan?" Batin Viona saat melihat kedekatan El dan Alana. "I.iya aku tak sengaja, maaf Alana," Viona meremas gaun miliknya.Tba-tiba saja owner butik itu menjadi gugup. Namun ia merasakan kebencian yang luar biasa saat melihat senyuman Alana yang seolah mengejeknya. Ama
Alana sedang menggendong Arga di halaman belakang ketika Bi Narti memanggilnya. Asisten rumah tangga senior itu terlihat memperlihatkan mimik wajah yang serius. "Alana, ada tamu buat kamu!" Ucap Bi Narti masih dengan raut wajahnya yang serius. "Siapa, Bi?" Dahi Alana mengernyit. Baru pertama kali ada yang mencarinya kala ia tengah bekerja. "Ibu dan bapak mertua kamu," ucap Bi Narti setengah berbisik. Bi Narti memang mengetahui kedua mertua Alana karena Heri cukup lama bekerja di rumah Elzaino sebagai tukang kebun. Otomatis ia juga tahu orang tua Heri karena mereka kerap datang dengan alasan mempunyai urusan dengan Heri. "Mau apa mereka ya, Bi?" Tanya Alana heran. Pasalnya sejak bayinya meninggal dunia, tak ada satu pun keluarga Heri yang datang untuk sekedar berbela sungkawa. "Mungkin mereka baru tahu anakmu sudah meninggal, Alana," Bi Narti menyatakan asumsinya walaupun dirinya sebenarnya juga tak yakin. "Gimana ya, Bi?" Alana terlihat bimbang. "Den Arga kan sudah t
Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke
Heri mengelap keringat yang mengucur deras di dahinya dengan sebuah sapu tangan kecil. Pria itu baru saja beristirahat. Ia memang diterima di tempat Fauzan bekerja karena teman dari Heri itu memohon agar Heri diterima bekerja walau pria itu belum mempunyai pengalaman menjadi seorang kuli bangunan. Untungnya mandor yang sudah dekat dengan Fauzan itu menerima Heri bekerja di proyek pembangunan sebuah gedung ini. Pekerjaannya sebagai kuli bangunan amat membuat Heri kesusahan. Maklum saja, saat bekerja di rumah Elzaino, pekerjaan itu cenderung ringan karena hanya merawat kebun yang sudah ditata rapi oleh ahlinya. Heri tak perlu kerja keras banting tulang seperti ini saat di rumah Elzaino. Pria itu juga bisa pulang dengan sesuka hati jika pekerjaannya sudah selesai dilaksanakan. Heri mengambil kotak makanan bagiannya, bermaksud untum menghilangkan lapar dan dahaga yang sedari tadi mengganggu dirinya. Pria itu membuka kotak nasi yang diberikan oleh seorang ibu paruh baya yang di tunjuk o
Amanda manut. Ia duduk di sofa. Berhadapan dengan El, Meri, dan Mireya. Mireya memilih menutup mulutnya rapat-rapat. Banyak sekali uneg-uneg yang ingin ia sampaikan, bahkan Mireya ingin sekali menjambak wanita yang ada di hadapannya ini. Hanya saja, Mireya menghormati sang kakak. Ia memberikan kesempatan kepada El untuk berbicara. "Selama ini aku baru sadar. Aku menyesal, aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan," Amanda mengawali pembicaraan. "Sesalmu itu tak akan mengubah semua yang telah terjadi!" Sinis Meri angkuh. "Aku tahu, Ma! Aku sangat tak layak dimaafkan oleh keluarga kalian. Hanya saja setiap malam aku tersiksa, Ma. Bayangan wajah putraku mengganggu tidurku. Bahkan ia menyadarkan aku dari kesalahanku selama ini. Tidurku tak nyenyak, makanku tak enak. Aku benar-benar merindukannya!" Tutur Amanda, air matanya terus berderai membasahi pipinya yang merona. "Ketika kamu pergi, anakmu itu selalu menangis. Dia rewel karena tak cocok susu formula. Kami masih berhar
Amanda yang merasakan rasa rindunya semakin membuncah pada Arga tak kuasa lagi membendungnya. Amanda menguatkan hati, ia akan bertandang ke rumah Elzaino. Tak peduli apa respon Elzaino dan keluarganya. Lambat laun Amanda memang harus mendatangi Arga. Amanda sadar ia adalah ibu kandung Arga, dan tak ada yang bisa memutuskan ikatan darah itu. Amanda merasa jauh lebih berhak untuk merawat Arga bukan Alana. Amanda mengendarai mobilnya. Ia melajukan mobilnya di gelapnya malam. Malam ini mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Amanda pun menambah laju kecepatan, tak sabar bisa melihat Arga. Namun, hati tak bisa dibohongi. Ada perasaan cemas dan gugup yang bercokol di hatinya. Demi Arga, ia akan menebalkan wajahnya dari rasa malu. Mobil yang dikendarai Amanda kini sudah sampai di depan gerbang rumah mewah milik Elzaino. Wanita yang resmi menyandang status janda itu menatap nanar ke arah gerbang. Rumah ini adalah saksi kehidupannya bersama Elzaino. Rasa penyesalan itu hadir ke