Mata Heri memicing saat kilau lampu mengenai retina matanya. Ia kini sedang duduk terikat di sebuah ruangan yang pengap. Kepalanya terasa pusing, wajahnya sudah babak belur, dan tubuhnya sakit di beberapa titik. Heri baru ingat jika tadi ia pingsan setelah di pukuli oleh bandar judi dan beberapa preman yang merupakan kaki tangan orang yang sering ia hutangi itu. Heri pikir akan dilepaskan oleh bandar judi kala ia pingsan tadi. Akan tetapi, ternyata pikirannya salah. Ia malah dibawa ke sebuah gudang dan disekap. "Sakit sekali!" Ringis Heri ketika ia mencoba menggerakan tangannya. "Sudah bangun dia?" Suara seseorang yang begitu ia kenal terdengar dari luar. "Sudah, Bos," jawab suara seorang pria yang sepertinya tengah menjaga ruangan Heri. Pintu terbuka. Yang Heri lihat adalah Arman, si bandar judi berjalan ke arahnya dengan memakai topi koboi kesukaannya. Pria yang sudah beristri dan beranak itu tersenyum sinis melihat keadaan Heri yang sudah babak belur. Kemudian ia terduduk d
Amanda baru saja membuka ponsel miliknya. Rasanya begitu sepi saat semua keluarganya berhenti menghubungi dirinya. Surat persidangan dari pengadilan di Indonesia pun sudah memanggilnya untuk mengikuti mediasi, namun Amanda menolak. Ia menyerahkan semua perceraiannya kepada sang pengacara yang sudah ia tunjuk. Amanda memang sudah bulat untuk bercerai dari Elzaino. Pria itu pun sama, bahkan El mendahului Amanda untuk mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan agama. Amanda tak menyangka jika El akan mengabulkan gugatannya. Ada rasa kecewa dalam hatinya, namun buru buru ia tepis. Amanda tak boleh goyah, ia sudah hidup bersama Dareen. Pria yang sangat dicintainya dari dulu. "Aku sudah sangat sejauh ini bertindak, aku tak akan melepaskan apa yang sudah menjadi milikku. Aku tak akan pernah kehilangan Dareen lagi," batin Amanda penuh tekad. Bell apartemen berbunyi. Amanda segera membuka pintu saat melihat wajah Dareen di monitor pintu. Hatinya berbunga sekali saat melihat pria yang ia ci
Hati Elzaino masih terganggu dengan foto yang dikirimkan oleh Dareen. Walau dipaksakan untuk fokus, tetap saja pikiran El terasa berkecamuk hingga ia memutuskan untuk meliburkan diri di rumah. Elzaino ingin mendinginkan dan menenangkan pikirannya. ia tidak bisa memaksakan diri untuk bekerja.Malam hari, tubuh Arga mendadak demam dan menggigil. Alana mengambil termometer untuk mengecek suhu tubuh Arga. Seketika mata Alana terbelalak saat melihat suhu yang hampir tiga puluh sembilan derajat. "Sayang, kamu kenapa? Tadi kamu gak apa-apa," Alana tampak sangat khawatir. Ia membuka semua baju yang melekat di tubuh Arga, dan segera menggantinya dengan baju yang memiliki bahan yang tipis. Arga tampak tak rewel, mata bayi itu terpejam. Arga tertidur begitu lelap. Namun suhu tubuhnya terus naik, membuat Alana panik dan khawatir. El yang mendengar keresahan Alana saat melewati kamar putranya pun masuk ke dalam kamar itu. Ia terkejut saat melihat Alana yang tampak sibuk membawa baskom yang b
Heri yang sudah sangat lelah memutuskan untuk pulang ke kediaman orang tuanya. Ia juga bingung harus pulang ke mana lagi selain ke rumah kedua orang tuanya. Dendam Heri semakin kesumat ketika ia mengetahui jika rumah Alana sudah terjual. Heri bertekad harus mengambil uang itu dari Alana karena ia merasa berhak atas uang itu. "Selama ini aku yang mencari nafkah. Rumah itu harusnya menjadi milikku," gumam Heri kala ia sampai di kediaman orang tuanya. "Kenapa kamu, Ri?" Pekik Darmi, sang ibu yang melihat wajah putranya babak belur. "Namanya laki, Bu," jawab Heri sembari melepaskan sepatunya dan berjalan masuk ke dalam rumah orang tuanya. Pria yang gemar bermain judi itu langsung merebahkan tubuhnya di sofa. "Siapa yang mukulin kamu, Hah?" Tanya Darmi yang kini sudah membawa baskom kecil beserta dengan handuk kecil yang ia bawa untuk mengompres luka sang putra. Darmi menyimpan alat-alat untuk mengompres itu dan kemudian berjalan kembali ke arah nakas. Ia mengambil obat merah di san
Elzaino belum bisa memejamkam matanya. Pria itu mencari posisi yang nyaman agar ia bisa segera tertidur. El memandang langit-langit kamar, pikirannya melayang memikirkan pernikahannya dengan Amanda yang akan segera berakhir. Perasaannya kepada Amanda sudah ia buang jauh-jauh. Tak ada lagi alasan untuknya mengharapkan Amanda kembali. Bahkan El sudah tidak mempermasalahkan Arga yang tak mengenal sosok ibunya. Semoga saja ia dapat memberikan pengertian yang baik kepada putranya jika Arga sudah mengerti kelak. Elzaino yang tak bisa tidur itu segera bangkit dari tidurannya. Ia ingin melihat Arga di kamarnya. El berjalan mengendap-endap menuju kamar Arga dan Alana, tak ingin membangunkan orang rumah karena waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Elzaino menatap isi rumah yang gelap gulita. Dengan pelan tapi pasti ia sudah sampai di depan kamar Alana dan Arga. Elzaino membuka pintu kamar Arga dan Alana dengan pelan. Ia melihat Alana tengah menggendong Arga dengan penuh kasih sayang.
Dareen membanting majalah forbes yang ada di tangannya. Majalah itu memperlihatkan jika Elzaino masih masuk ke dalam salah satu orang terkaya dan berpengaruh di negara berkode +62 itu. Dareen menjambak rambutnya frustasi. Ia bingung karena dirinya merasa sudah menghancurkan setengah hidup pria itu. Ia sudah mengambil Amanda kembali dan membuat Elzaino menjadi ayah sekaligus ibu bagi putranya. Dareen berpikir perusahaan Elzaino akan terguncang hebat. Namun faktanya perusahaan Elzaino masih tetap berdiri dan berjaya hingga kini. Foto panas yang ia kirimkan pada Elzaino pun hanya dilihat oleh pria itu. Tak ada balasan atau panggilan sama sekali. Padahal Dareen sudah berharap Elzaino murka dan segera memberikan perhitungan padanya. Dengan begitu, fokus ayah dari Arga itu akan terpecah dari perusahaan. "Si*alan!!" Dareen membanting vas bunga yang ada di ruangan kerjanya hingga pecahan vas bunga itu tercecer di lantai. Asisten pribadinya yang bernama Erlan segera masuk ketika mendenga
Elzaino baru saja melakukan meeting dengan klien. Hasilnya selalu saja luar biasa. Elzaino selalu memenangkan kontrak kerja sama dengan beberapa perusahaan raksasa yang sudah sekelas internasional. Bahkan perusahaan El di dapuk menjadi perusahaan yang masuk dalam daftar perusahaan terbaik. Ini adalah prestasi yang sangat membanggakan. Kehilangan Amanda nyatanya membuat El semakin bekerja keras untuk memajukan perusahaan, semua Elzaino lakukan untuk masa depan Arga. Mireya, sang adik yang mendengar kabar baik itu pun segera berjalan ke ruang meeting. Ia ingin mengucapkan selamat pada sang kakak. Saat Mireya membuka sedikit pintu ruangan kakaknya, ia mendengarkan percakapan Elzaino dan Ziyyan. "Selamat, Tuan! Kau memang bisa diandalkan," puji Ziyyan yang terdengar sangat jelas di telinga Mireya. "Jangan terlalu berbicara formal jika tak ada orang lain, kau itu masih adikku!" Tegur Elzaino, karena sangat geli jika mendengar Ziyyan memanggilnya dengan sebutan tuan. Mereka adalah sepup
Heri berencana untuk menjalankan aksinya hari ini. Pria yang sudah tidak memiliki pekerjaan itu berjalan keluar dari kediaman orang tuanya. Ia menatap layar ponselnya yang sedari tadi terus berdering. Itu adalah panggilan dari Arman, si bos judi yang menginginkan Alana untuk segera dibawa padanya. Heri menghela nafasnya. Bukan karena iba pada Alana, akan tetapi Heri takut jika hari ini ia tidak bisa membawa Alana kepada Arman, karena Arman pasti tidak akan mengampuni dirinya. Bahkan Arman bisa saja melenyapkan Heri jika ia gagal membawa Alana. hari ini "Kenapa, Ri?" Tanya Darmi yang melihat raut wajah putranya tampak gelisah. Heri tampak menolak panggilan dari Arman dan memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Tak apa, Bu," ucap Heri. Ia tak mungkin berterus terang pada sang ibu jika dirinya akan menyerahkan Alana pada seorang pria hidung belang. Ya, Arman si bandar judi memang pria hidung belang. Pria itu kerap menikmati wanita wanita penghibur di luar sana. "Jang
Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke
Heri mengelap keringat yang mengucur deras di dahinya dengan sebuah sapu tangan kecil. Pria itu baru saja beristirahat. Ia memang diterima di tempat Fauzan bekerja karena teman dari Heri itu memohon agar Heri diterima bekerja walau pria itu belum mempunyai pengalaman menjadi seorang kuli bangunan. Untungnya mandor yang sudah dekat dengan Fauzan itu menerima Heri bekerja di proyek pembangunan sebuah gedung ini. Pekerjaannya sebagai kuli bangunan amat membuat Heri kesusahan. Maklum saja, saat bekerja di rumah Elzaino, pekerjaan itu cenderung ringan karena hanya merawat kebun yang sudah ditata rapi oleh ahlinya. Heri tak perlu kerja keras banting tulang seperti ini saat di rumah Elzaino. Pria itu juga bisa pulang dengan sesuka hati jika pekerjaannya sudah selesai dilaksanakan. Heri mengambil kotak makanan bagiannya, bermaksud untum menghilangkan lapar dan dahaga yang sedari tadi mengganggu dirinya. Pria itu membuka kotak nasi yang diberikan oleh seorang ibu paruh baya yang di tunjuk o
Amanda manut. Ia duduk di sofa. Berhadapan dengan El, Meri, dan Mireya. Mireya memilih menutup mulutnya rapat-rapat. Banyak sekali uneg-uneg yang ingin ia sampaikan, bahkan Mireya ingin sekali menjambak wanita yang ada di hadapannya ini. Hanya saja, Mireya menghormati sang kakak. Ia memberikan kesempatan kepada El untuk berbicara. "Selama ini aku baru sadar. Aku menyesal, aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan," Amanda mengawali pembicaraan. "Sesalmu itu tak akan mengubah semua yang telah terjadi!" Sinis Meri angkuh. "Aku tahu, Ma! Aku sangat tak layak dimaafkan oleh keluarga kalian. Hanya saja setiap malam aku tersiksa, Ma. Bayangan wajah putraku mengganggu tidurku. Bahkan ia menyadarkan aku dari kesalahanku selama ini. Tidurku tak nyenyak, makanku tak enak. Aku benar-benar merindukannya!" Tutur Amanda, air matanya terus berderai membasahi pipinya yang merona. "Ketika kamu pergi, anakmu itu selalu menangis. Dia rewel karena tak cocok susu formula. Kami masih berhar
Amanda yang merasakan rasa rindunya semakin membuncah pada Arga tak kuasa lagi membendungnya. Amanda menguatkan hati, ia akan bertandang ke rumah Elzaino. Tak peduli apa respon Elzaino dan keluarganya. Lambat laun Amanda memang harus mendatangi Arga. Amanda sadar ia adalah ibu kandung Arga, dan tak ada yang bisa memutuskan ikatan darah itu. Amanda merasa jauh lebih berhak untuk merawat Arga bukan Alana. Amanda mengendarai mobilnya. Ia melajukan mobilnya di gelapnya malam. Malam ini mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Amanda pun menambah laju kecepatan, tak sabar bisa melihat Arga. Namun, hati tak bisa dibohongi. Ada perasaan cemas dan gugup yang bercokol di hatinya. Demi Arga, ia akan menebalkan wajahnya dari rasa malu. Mobil yang dikendarai Amanda kini sudah sampai di depan gerbang rumah mewah milik Elzaino. Wanita yang resmi menyandang status janda itu menatap nanar ke arah gerbang. Rumah ini adalah saksi kehidupannya bersama Elzaino. Rasa penyesalan itu hadir ke