Amanda baru saja membuka ponsel miliknya. Rasanya begitu sepi saat semua keluarganya berhenti menghubungi dirinya. Surat persidangan dari pengadilan di Indonesia pun sudah memanggilnya untuk mengikuti mediasi, namun Amanda menolak. Ia menyerahkan semua perceraiannya kepada sang pengacara yang sudah ia tunjuk. Amanda memang sudah bulat untuk bercerai dari Elzaino. Pria itu pun sama, bahkan El mendahului Amanda untuk mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan agama. Amanda tak menyangka jika El akan mengabulkan gugatannya. Ada rasa kecewa dalam hatinya, namun buru buru ia tepis. Amanda tak boleh goyah, ia sudah hidup bersama Dareen. Pria yang sangat dicintainya dari dulu. "Aku sudah sangat sejauh ini bertindak, aku tak akan melepaskan apa yang sudah menjadi milikku. Aku tak akan pernah kehilangan Dareen lagi," batin Amanda penuh tekad. Bell apartemen berbunyi. Amanda segera membuka pintu saat melihat wajah Dareen di monitor pintu. Hatinya berbunga sekali saat melihat pria yang ia ci
Hati Elzaino masih terganggu dengan foto yang dikirimkan oleh Dareen. Walau dipaksakan untuk fokus, tetap saja pikiran El terasa berkecamuk hingga ia memutuskan untuk meliburkan diri di rumah. Elzaino ingin mendinginkan dan menenangkan pikirannya. ia tidak bisa memaksakan diri untuk bekerja.Malam hari, tubuh Arga mendadak demam dan menggigil. Alana mengambil termometer untuk mengecek suhu tubuh Arga. Seketika mata Alana terbelalak saat melihat suhu yang hampir tiga puluh sembilan derajat. "Sayang, kamu kenapa? Tadi kamu gak apa-apa," Alana tampak sangat khawatir. Ia membuka semua baju yang melekat di tubuh Arga, dan segera menggantinya dengan baju yang memiliki bahan yang tipis. Arga tampak tak rewel, mata bayi itu terpejam. Arga tertidur begitu lelap. Namun suhu tubuhnya terus naik, membuat Alana panik dan khawatir. El yang mendengar keresahan Alana saat melewati kamar putranya pun masuk ke dalam kamar itu. Ia terkejut saat melihat Alana yang tampak sibuk membawa baskom yang b
Heri yang sudah sangat lelah memutuskan untuk pulang ke kediaman orang tuanya. Ia juga bingung harus pulang ke mana lagi selain ke rumah kedua orang tuanya. Dendam Heri semakin kesumat ketika ia mengetahui jika rumah Alana sudah terjual. Heri bertekad harus mengambil uang itu dari Alana karena ia merasa berhak atas uang itu. "Selama ini aku yang mencari nafkah. Rumah itu harusnya menjadi milikku," gumam Heri kala ia sampai di kediaman orang tuanya. "Kenapa kamu, Ri?" Pekik Darmi, sang ibu yang melihat wajah putranya babak belur. "Namanya laki, Bu," jawab Heri sembari melepaskan sepatunya dan berjalan masuk ke dalam rumah orang tuanya. Pria yang gemar bermain judi itu langsung merebahkan tubuhnya di sofa. "Siapa yang mukulin kamu, Hah?" Tanya Darmi yang kini sudah membawa baskom kecil beserta dengan handuk kecil yang ia bawa untuk mengompres luka sang putra. Darmi menyimpan alat-alat untuk mengompres itu dan kemudian berjalan kembali ke arah nakas. Ia mengambil obat merah di san
Elzaino belum bisa memejamkam matanya. Pria itu mencari posisi yang nyaman agar ia bisa segera tertidur. El memandang langit-langit kamar, pikirannya melayang memikirkan pernikahannya dengan Amanda yang akan segera berakhir. Perasaannya kepada Amanda sudah ia buang jauh-jauh. Tak ada lagi alasan untuknya mengharapkan Amanda kembali. Bahkan El sudah tidak mempermasalahkan Arga yang tak mengenal sosok ibunya. Semoga saja ia dapat memberikan pengertian yang baik kepada putranya jika Arga sudah mengerti kelak. Elzaino yang tak bisa tidur itu segera bangkit dari tidurannya. Ia ingin melihat Arga di kamarnya. El berjalan mengendap-endap menuju kamar Arga dan Alana, tak ingin membangunkan orang rumah karena waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Elzaino menatap isi rumah yang gelap gulita. Dengan pelan tapi pasti ia sudah sampai di depan kamar Alana dan Arga. Elzaino membuka pintu kamar Arga dan Alana dengan pelan. Ia melihat Alana tengah menggendong Arga dengan penuh kasih sayang.
Dareen membanting majalah forbes yang ada di tangannya. Majalah itu memperlihatkan jika Elzaino masih masuk ke dalam salah satu orang terkaya dan berpengaruh di negara berkode +62 itu. Dareen menjambak rambutnya frustasi. Ia bingung karena dirinya merasa sudah menghancurkan setengah hidup pria itu. Ia sudah mengambil Amanda kembali dan membuat Elzaino menjadi ayah sekaligus ibu bagi putranya. Dareen berpikir perusahaan Elzaino akan terguncang hebat. Namun faktanya perusahaan Elzaino masih tetap berdiri dan berjaya hingga kini. Foto panas yang ia kirimkan pada Elzaino pun hanya dilihat oleh pria itu. Tak ada balasan atau panggilan sama sekali. Padahal Dareen sudah berharap Elzaino murka dan segera memberikan perhitungan padanya. Dengan begitu, fokus ayah dari Arga itu akan terpecah dari perusahaan. "Si*alan!!" Dareen membanting vas bunga yang ada di ruangan kerjanya hingga pecahan vas bunga itu tercecer di lantai. Asisten pribadinya yang bernama Erlan segera masuk ketika mendenga
Elzaino baru saja melakukan meeting dengan klien. Hasilnya selalu saja luar biasa. Elzaino selalu memenangkan kontrak kerja sama dengan beberapa perusahaan raksasa yang sudah sekelas internasional. Bahkan perusahaan El di dapuk menjadi perusahaan yang masuk dalam daftar perusahaan terbaik. Ini adalah prestasi yang sangat membanggakan. Kehilangan Amanda nyatanya membuat El semakin bekerja keras untuk memajukan perusahaan, semua Elzaino lakukan untuk masa depan Arga. Mireya, sang adik yang mendengar kabar baik itu pun segera berjalan ke ruang meeting. Ia ingin mengucapkan selamat pada sang kakak. Saat Mireya membuka sedikit pintu ruangan kakaknya, ia mendengarkan percakapan Elzaino dan Ziyyan. "Selamat, Tuan! Kau memang bisa diandalkan," puji Ziyyan yang terdengar sangat jelas di telinga Mireya. "Jangan terlalu berbicara formal jika tak ada orang lain, kau itu masih adikku!" Tegur Elzaino, karena sangat geli jika mendengar Ziyyan memanggilnya dengan sebutan tuan. Mereka adalah sepup
Heri berencana untuk menjalankan aksinya hari ini. Pria yang sudah tidak memiliki pekerjaan itu berjalan keluar dari kediaman orang tuanya. Ia menatap layar ponselnya yang sedari tadi terus berdering. Itu adalah panggilan dari Arman, si bos judi yang menginginkan Alana untuk segera dibawa padanya. Heri menghela nafasnya. Bukan karena iba pada Alana, akan tetapi Heri takut jika hari ini ia tidak bisa membawa Alana kepada Arman, karena Arman pasti tidak akan mengampuni dirinya. Bahkan Arman bisa saja melenyapkan Heri jika ia gagal membawa Alana. hari ini "Kenapa, Ri?" Tanya Darmi yang melihat raut wajah putranya tampak gelisah. Heri tampak menolak panggilan dari Arman dan memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Tak apa, Bu," ucap Heri. Ia tak mungkin berterus terang pada sang ibu jika dirinya akan menyerahkan Alana pada seorang pria hidung belang. Ya, Arman si bandar judi memang pria hidung belang. Pria itu kerap menikmati wanita wanita penghibur di luar sana. "Jang
Meri yang saat ini tengah berada di dalam mobilnya memutar kembali video dan foto yang dikirimkan oleh Dareen pada Elzaino, putranya. Ya, Dareen memang mengirimkan kembali bukti kemesraannya pada Elzaino berupa sebuah video. Meri sendiri sudah memforward pesan itu pada ponselnya agar ia bisa melihat lagi bagaimana murahannya seorang Amanda yang pernah ia jadikan menantu kesayangannya. Tangan Meri mengepal, ia yang baru saja menenangkan dirinya di klinik kecantikan langganannya tersulut emosi kembali saat melihat ulang gambar panas Amanda dengan Dareen. Hati ibu mana yang tak terluka jika anaknya dikhianati sedemikian rupa. Bahkan Amanda dengan tanpa belas kasih meninggalkan bayinya yang baru lahir ke dunia. "Aku harus memberitahukan ini pada orang tua wanita s*ndal itu!" Gigi Meri bergemerutuk. "Tolong ke rumah orang tua Amanda sekarang, Mang!" Ucap Meri pada Mang udin yang tengah menyetir. "Baik, Nyonya," Mang Udin langsung membelokan mobilnya menuju kediaman kedua orang tua a
Amanda dan Dareen sedang makan malam di balkon. Mereka terlihat begitu mesra. Namun, tidak dengan hati Dareen. Hatinya merasa kosong meskipun ada Amanda di sisinya. Dareen sangat mengerti dengan dirinya sendiri, rasa cinta untuk Amanda sudah pupus tak tersisa. Dareen ingin segera melancarkan aksi balas dendamnya, ia tak ingin terlalu lama hidup bersama Amanda. Setelah misi balas dendamnya berakhir, Dareen akan kembali ke Amerika untuk mengurus induk perusahaan. Ia akan pergi jauh meninggalkan Amanda. Ia tak ingin wanita itu mencarinya nanti. "Sayang, beberapa hari lagi peresmian anak perusahaanku. Tolong, kamu urus semua dekorasi untuk acaranya!" Dareen tersenyum, mereka baru saja selesai dengan makan malam mereka. "Tentu saja, sayang! Aku akan mengurus semuanya. Aku harap acara perusahaanmu itu berjalan dengan sangat sukses," timpal Amanda, ia mengambil air di gelas kaca dan meminumnya. "Acara pestanya di Aula perusahaan, banyak para pengusaha yang akan aku undang. Nanti, aku ak
Alana membersihkan luka di punggung Elzaino dengan berhati-hati. Sesekali ayah dari Arga itu terdengar memekik kesakitan. Ziyyan yang melewati kamar Arga segera masuk begitu mendengar suara pekikan tuannya. Ia awalnya cukup terkejut melihat Elzaino tengah berdua dengan Alana tanpa Arga di dalamnya. Akan tetapi, akalnya segera mencerna bahwa Elzaino sedang tertimpa masalah. Pasalnya El bukanlah pria yang suka berduaan dengan lawan jenis terkecuali dengan Amanda. Dengan relasi bisnisnya sekali pun Elzaino selalu menjaga jarak. "Apa yang terjadi denganmu, Tuan?" Ziyyan masuk dan memperhatikan luka di tubuh Elzaino. "Hanya luka kecil saja, Ziyyan," jawab Elzaino sembari menoleh ke arah orang kepercayaan sekaligus sepupunya itu. "Maaf Tuan saya lancang," Alana tak enak hati saat tatapan Ziyyan menyelidik padanya. "Nanti aku ceritakan," ucap Elzaino agar Ziyyan tak bertanya apapun pada Alana. Ziyan segera menelfon dokter keluarga El. Dokter itu akan datang dengan cepat, tak mungkin luk
Elzaino tak mengejar anak buah Arman yang pontang panting menyelamatkan diri. Baginya tak penting, CEO tampan itu segera berlari ke arah dalam basecamp, yang ia pikirkan adalah keselamatan Alana. Di sana terlihat pria berompi yang sedang berjaga di kursi yang diduduki Alana. Saat El akan mengambil ancang-ancang menyerang, pria berompi itu segera menjauh dan berlari lewat pintu belakang. Ia melihat lewat jendela, bagaimana El menumbangkan bosnya Arman, dan rekan-rekannya. "Alana!" Pekik El, pria tampan itu segera mendekati kursi yang diduduki Alana. Di sana tangan dan kaki Alana diikat. Elzaino membuka lakban hitam yang menutup bibir Alana, El membukanya dengan perlahan. Hatinya merasa tak terima melihat Alana di perlakukan sedemikian rupa. Ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan, entah apa. El pun tak tahu. "Alana, maafkan saya yang terlambat!" Ucap El penuh sesal, saat semua ikatan di tubuh Alana terlepas. Tubuh Alana bergetar, ia masih sangat ketakutan dengan kejadian bar
Amanda mengobati wajah Dareen yang lebam karena pukulan dari Handoko, ayahnya. Sesekali Dareen terlihat meringis saat Amanda menempelkan handuk kecil yang telah dibasahi air hangat pada wajahnya."Tahan ya, setelah ini aku akan meneteskan obat merah," ucap Amanda seraya mengambil obat merah yang ada di atas meja dan meneteskannya sedikit di sudut bibir Dareen."Aw, sakit sekali!" Rintih Dareen yang merasakan perih dan sakit sekaligus di area luka yang diteteskan obat merah oleh Amanda."Tuan, apa perlu saya suruh dokter keluarga untuk datang memeriksamu?" Tanya Erlan, asisten kepercayaan Dareen."Tidak perlu, Erlan. Ini hanya luka kecil," tolak Dareen. Erlan mengangguk, kemudian ia meninggalkan kembali tuannya itu berdua dengan Amanda di ruang tengah."Maafkan Papaku ya?" Amanda berkata dengan sendu."Tidak. Seharusnya aku yang meminta maaf karena aku mengambilmu dari keluargamu," timpal Dareen dengan wajah yang dibuat sedih.Sejujurnya hatinya sudah sangat muak dengan Amanda. Rasa il
Elzaino yang mempunyai firasat tidak baik segera pergi ke garasi miliknya. Ia mengeluarkan sebuah motor yang biasa ia pakai untuk pergi ke gunung. El memilih memakai motor agar ia lebih cepat mengejar motor Heri yang membawa Alana. "Semoga feelingku salah. Semoga pria itu tak berbuat macam-macam terhadap Alana," harap El dalam hatinya."Tuan, ada apa?" Tanya pengawal Elzaino yang selalu siap siaga ada di sekitar Elzaino."Tidak apa. Hanya masalah kecil," jawab Elzaino sembari memakai jaket miliknya."Kami siap mendampingi Tuan," salah seorang bodyguard berambut panjang berjalan menghampiri Elzaino."Tidak usah. Hanya gangguan lalat kecil saja," jawab Elzaino kemudian."Tolong kabari kami jika terjadi sesuatu, Tuan," ucap bodyguard berwajah sangar itu. "Iya," Elzaino memakai helm miliknya, kemudian mulai melajukan motornya. Ia kemudian melihat taksi online yang ditumpangi oleh Heri dan Alana. Elzaino mengambil jarak yang lumayan jauh agar keberadaannya tidak dicurigai oleh Heri. "Ma
Handoko baru saja pulang dari kantornya. Pria itu tak lantas pulang ke rumahnya. Ia langsung menyuruh supir pribadinya tancap gas ke kediaman Dareen yang baru. Tentu Handoko tahu di mana Dareen dan Amanda tinggal karena ia sudah memerintahkan orang-orang suruhannya untuk mencari tahu di mana keberadaan putrinya. Tak lupa juga mobil yang dikendarai Handoko dikawal oleh beberapa mobil yang berisi bodyguarnya. Walau hatinya sangat kecewa, akan tetapi Handoko tetaplah seorang ayah. Ia tak bisa diam saja melihat kehancuran yang akan hinggap dalam hidup putrinya. Handoko menatap jalanan dari kaca mobil yang ia tumpangi. Ingatannya kembali ke masa lalu di mana Amanda menikah dengan Elzaino. Handoko tak menyangka jika sang putri malah mengkhianati orang yang sudah menyelamatkan harga dirinya saat itu. "Amanda, ada apa denganmu? Apa yang salah dengan didikan Papa?" Handoko membenarkan letak kaca mata yang bertengger di matanya. Handoko adalah pria yang begitu setia. Ia benci pada sebuah
Heri membawa Alana ke arah basecamp Arman dengan menaiki taksi onine yang ia pesan Kebetulan di sana Arman dan anak buahnya sudah menunggu. Heri berbohong pada Alana tentang makam keluarganya yang terletak di desa sebelah. Wanita itu percaya saja mengingat jika memang keluarga Darmi memiliki kerabat di desa yang bersebelahan dengan desa mertuanya itu.Awalnya Alana sedikit ragu, namun ia tepis pikiran buruk itu demi buah hatinya. Baginya ia harus menyaksikan sendiri jasad anaknya dikebumikan untuk yang kedua kali. "Cepat, Mas! Keburu anakku dikebumikan lagi. Aku ingin melihatnya sekali lagi," Alana berbicara dengan suara parau, sejak dari tadi ia sudah resah memikirkan almarhum putrinya itu. "Sabar, Alana! Ibu juga tidak akan menguburkan putri kita tanpa kehadiran kamu," Heri tersenyum simpul, matanya masih fokus pada jalanan. Ia sudah tak sabar mendapatkan uang yang banyak dari Arman karena sudah berhasil membawa Alana. "Katanya tadi kita harus cepat sebelum ibu mengebumikan an
Hati Alana seakan dir3mas oleh sesuatu yang tak kasat mata saat melihat pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya sedang duduk di sofa. Mata Alana mengembun, hatinya sangat sakit jika mengingat perlakuan Heri padanya selama mereka menjalin rumah tangga. Heri menatap Alana yang berjalan ke arahnya. Pria itu tersenyum, berpura-pura baik agar nanti Alana mau ikut bersamanya. "Alana?" Heri berdiri dari duduknya. Ini adalah pertemuan pertama Alana dengan Heri setelah insiden kekerasan yang menyebabkan Alana harus kehilangan darah dagingnya. Setelah itu Heri melarikan diri dan Alana baru melihat wajah pria itu lagi sekarang. "Ada apa kamu ke mari? Belum puas kamu mengambil sesuatu yang sangat berharga dariku, Mas?" Alana bercucuran air mata. Tatapannya penuh benci pada pria yang tak pernah mengayomi dirinya itu selama menjalin biduk rumah tangga. "Aku minta maaf untuk anak kita, Alana. Aku tidak menyangka akan seperti itu kejadiannya," Heri menundukan wajahnya, berpura-p
Dareen dan Amanda baru saja sampai di bandara internasional, Tangerang. Mereka tampak sangat mesra seperti sepasang pengantin baru. Mereka tak segan memperlihatkan kemesraan mereka di khalayak ramai. Outfit mereka sebagai jutawan pun sangat mencolok. Beberapa orang di bandara memerhatikan mereka yang bak couple artis Hollywood. Koper keduanya di bawa oleh beberapa ajudan Dareen. Dareen tak membiarkan Amanda membawa satu tas pun, pria itu begitu meratukan Amanda. Ia ingin Amanda semakin betah di dekatnya. Dareen membukakan pintu mobil untuk Amanda. Tentulah hati Amanda semakin meleleh dengan sikap manis Dareen. Sang asisten segera melajukan mobil sang majikan ke arah perumahan elite yang ada di pusat kota. Dareen memang membeli rumah mewah itu khusus untuk dirinya dan Amanda. "Honey, apa kamu suka rumahnya?" Tanya Dareen saat mereka sampai di rumah mewah yang bergerbang tinggi menjulang itu. Dareen memeluk Amanda, ia pun menciumi Amanda agar Amanda semakin bertekuk lutut pad