Anak buah Arman meringsek akan membawa Annida. Annida semakin bersembunyi di punggung Darmi. Begitu pula dengan Dani, pria itu berjalan tertatih -tatih untuk mengahalangi anak buah Arman yang akan membawa putrinya. "Jangan, Bos, saya mohon jangan bawa Adik saya! Saya tidak akan bisa memaafkan diri saya sendiri kalau dia sampai dijadikan alat penebus hutang!" Heri memeluk kaki Arman, berharap ada belas kasihan di hati bandar judi itu. Arman, pria itu hanya melihat Heri sekilas. Ia lalu menghempaskan kakinya hingga Heri terjengkang ke belakang. Bahkan kepala Heri membentur meja ruang tamu. Heri hanya menahan sakit, ia tak mungkin akan membalas Arman. Arman membawa anak buah yang sangat banyak pagi ini. "Ck! Kelamaan! Lu banyak cincong!" Dengus Arman. "Saya mohon, Tuan Arman. Jangan bawa putri saya. Dia satu-satunya anak perempuan saya," Darmi menangis histeris. Hati Darmi pagi ini begitu tersayat. Bagaimana tidak, pagi ini ia harus menerima kenyataan jika pria yang ia besarkan
Pagi hari yang hangat, matahari tampak bersemangat menyinari alam semesta. Alana yang melihat pagi hari sangat cerah segera menggendong Arga. Wanita cantik itu telah selesai memandikan Arga. "Sayang, ayo kita berjemur!" Alana tersenyum pada Arga yang sudah mulai berceloteh. Sesekali bayi tampan itu memasukan jari ke dalam mulutnya. "Gantengnya kamu, Nak! Mirip papamu!" Alana spontan menutup mulutnya, entah bagaimana ia refleks mengatakan demikian. Alana kemudian celingukan, takut-takut ada orang di rumah itu yang mendengar ucapannya. Alana menghembuskan nafas lega saat rumah mewah itu terlihat lengang. Mungkin semua orang masih berada di kamarnya atau masih berselimut tebal dan mengarungi alam mimpi. Alana memang terbiasa bangun sangat pagi, ini sudah kebiasannya sejak kecil. Alana kemudian berjalan dengan menggendong Arga di pangkuannya, ia pun duduk di taman istana megah itu. Sesekali Alana mengajak berbicara pada Arga. Alana pun membiarkan Arga tersinari sinar matahari. "H
Annida, Darmi dan Dani pergi ke rumah kontrakan milik adik dari Dani. Mereka yang sebenarnya tak akur dengan keluarga besar itu terpaksa harus pergi meminta tempat berteduh saat ini. Tak mungkin jika ketiganya harus menggelar koran di emperan ruko milik orang lain. "Aku engga mau Pak pergi ke rumah si Ratmi," keluh Darmi sembari menenteng tas yang berisi pakaian miliknya. Mereka kini sedang berjalan kaki menyusuri trotoar untuk sampai di kediaman adik Dani. "Dari pada kita diem di kolong jembatan, mending di rumah bude aja," Annida menjawab keluh kesah ibunya. Seharian ini ia sangat letih dan lelah. Belum lagi ketakutan merajai dirinya kala tadi ia hampir dibawa oleh Arman sebagai pembayar utang. Annida tak bisa membayangkan jika tadi ia benar-benar di bawa oleh Arman. Mungkin hidupnya akan langsung berantakan tak tersisa. Gadis yang baru lulus sarjana itu masih memiliki banyak mimpi, salah satunya adalah mimpi menjadi seorang istri pria kaya raya. "Anakmu bener, Bu. Singkirkan la
Sidang perceraian Elzaino dan Amanda kini sudah tahap akhir. Elzaino untuk pertama kali menghadiri sidang perceraian itu. El di antar oleh Meri dan Mireya. Meri dan Mireya akan meyakinkan bahwa Elzaino tak akan pernah kembali pada Amanda. Elzaino pagi ini terlihat sangat resmi sekali. Ia memakai setelan jas, karena setelah dari sini ia akan langsung berangkat bekerja. Wajahnya terlihat sangat cerah, seolah tak ada kesedihan lagi tentang nasib rumah tangganya. El sudah ikhlas jika rumah tangganya harus berakhir sampai di sini. "El, kamu baik-baik aja kan?" Tanya Meri yang duduk di sebelah putranya. Mereka kini berada di dalam mobil. "Tidak apa-apa, Bu. El sudah ikhlas dengan semuanya. El hanya menginginkan hak asuh Arga secara resmi. El takut wanita itu akan datang suatu hari nanti, dan mengambil Arga dari tangan kita," ketakutan El jelas terlihat di wajahnya, membuat Meri pun merasakan ketakutan yang sama. Ia tak mau kehilangan sang cucu. "Tidak akan, El. Selagi Ibu masih hidu
Pagi ini Alana telah selesai dengan pekerjaannya. Ia telah selesai memandikan Arga, menyusuinya, Alana pun telah mempumping ASInya untuk stok jika Arga haus nanti. Pagi ini Alana akan mendatangi pengadilan Agama. Hari ini adalah penentuan status pernikahannya dengan Heri. Alana sudah rapi, semalam ia sudah izin dengan El. Elzaino pun mengizinkan. Tak hanya itu, pria tampan itu mengutus Mang Udin untuk menemaninya ke pengadilan Agama. El takut, peristiwa penculikan Alana kembali terulang. Alana melangkahkan kakinya. Ia melihat El, Meri, dan Mireya sedang sarapan. Sedangkan Arga, Alana menitipkannya pada baby sitter yang masih bekerja di rumah itu. "Pagi tuan,Nyonya, Non. Hari ini saya pamit untuk pergi ke Pengadilan," Alana menghampiri semuanya saat mereka telah menyelesaikan sarapan paginya. "Iya, hati-hati, Alana! Semoga sidangnya lancar dan kamu bisa terbebas dari pria b3rengsek itu!" Jawab El yang membuat Meri dan Mireya saling berpandangan. "Aamiin, Terima kasih, Tuan!"
Setelah pesta itu sifat Darren menjadi lebih tempramental. Pria itu merasa sudah gagal total membuat Elzaino dan Handoko hancur. Belum lagi para relasinya kini memandang dirinya dengan buruk. Cap pebinor disematkan padanya setelah pesta yang seharusnya ia rancang untuk membuat Elzaino dan Handoko hancur malah berbalik menyerang personalnya sendiri. "Lihatlah! Gara gara kelakuan ayahmu aku dipermalukan!" Darren melemparkan ponselnya ke kasur. Amanda langsung memungut ponsel berkamera boba itu. Ia membaca rentetan chat yang menyindir secara terang-terangan kelakuan Darren yang merebut Amanda dari Elzaino. Amanda kemudian menghembuskan nafasnya. Helaan itu terdengar sangat berat seperti beban yang ia pikul kini. "Ini semua tidak akan terjadi jika kamu tidak mengundang El dan Papa, Honey," Amanda mencoba mengutarakan isi hatinya yang tertahan. Ingin ia ledakan emosinya sedari malam pesta itu. Tapi Amanda tahan karena ia takut Darren juga akan membuangnya. Amanda kadung basah, tak
Alana pulang dengan hati yang lapang. Ia tersenyum di dalam mobil. Semua ingatan mengenai kekerasan dalam rumah tangga selama membina rumah tangga dengan Heri terbayang di benaknya. Bukan mempunyai hati pendendam, hanya saja sangat sulit menemukan momen bahagia dalam pernikahannya karena sedari awal, Heri tak pernah mencintainya. Alana sendiri juga berusaha berbakti kepada suaminya itu walau tak pernah dihargai oleh Heri. "Alhamdulillah ya Alana semua sudah selesai," Mang Udin berucap sembari mengemudikan mobilnya pulang kembali ke kediaman Elzaino. "Iya, Mang. Semua sudah selesai," Alana tersenyum cerah. Rumah Elzaino akhirnya terlihat. Mobil itu langsung memasuki garasi. Alana turun dari mobil dan melihat Arga tengah di gendong oleh Elzaino. Alana tersenyum. Arga kini adalah dunianya. Ia amat menyayangi bayi kecil itu. Alana berjalan dengan cepat ke arah El. Elzaino seakan sudah menunggu kedatangannya. "Tuan, tidak bekerja?" Tanya Alana kemudian mengambil Arga dari pangkuan El k
Untuk pertama kalinya, Darren tak tidur sekamar dengan Amanda. Pria itu cenderung menjauhi Amanda, ia sangat muak dengan wanita itu. Dareen malam ini tidur di kamar tamu, ia merebahkan tubuhnya. Bayang-bayang penghinaan dari Elzaino dan Handoko begitu mengoyak harga dirinya. Dendam itu semakin membara pada Elzaino dan Handoko. Ya, kali ini Darren harusnya mengatur siasat lagi. Ia masih bisa memanfaatkan Amanda, ia tak boleh menyia-nyiakannya. Dareen akhirnya bangkit dari posisi tidurannya. Ia berjalan ke arah kamar utama, bermaksud ingin mengatur siasat liciknya lagi untuk memperdaya Amanda. "Honey!" Panggil Darren. Dareen membuka pintu kamarnya. Ia melihat Amanda sedang memeluk lututnya. Darren mendekati wanita itu, Amanda terlihat ketakutan saat Darren mendekatinya. "Honey, Maafkan aku! Aku sangat menyesal telah berkata kasar padamu," Darren memeluk Amanda, namun Amanda memberontak. Ia tak mau dipeluk oleh Darren. Sepertinya psikis Amanda sedang terguncang. "Pergi dar
Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke
Heri mengelap keringat yang mengucur deras di dahinya dengan sebuah sapu tangan kecil. Pria itu baru saja beristirahat. Ia memang diterima di tempat Fauzan bekerja karena teman dari Heri itu memohon agar Heri diterima bekerja walau pria itu belum mempunyai pengalaman menjadi seorang kuli bangunan. Untungnya mandor yang sudah dekat dengan Fauzan itu menerima Heri bekerja di proyek pembangunan sebuah gedung ini. Pekerjaannya sebagai kuli bangunan amat membuat Heri kesusahan. Maklum saja, saat bekerja di rumah Elzaino, pekerjaan itu cenderung ringan karena hanya merawat kebun yang sudah ditata rapi oleh ahlinya. Heri tak perlu kerja keras banting tulang seperti ini saat di rumah Elzaino. Pria itu juga bisa pulang dengan sesuka hati jika pekerjaannya sudah selesai dilaksanakan. Heri mengambil kotak makanan bagiannya, bermaksud untum menghilangkan lapar dan dahaga yang sedari tadi mengganggu dirinya. Pria itu membuka kotak nasi yang diberikan oleh seorang ibu paruh baya yang di tunjuk o
Amanda manut. Ia duduk di sofa. Berhadapan dengan El, Meri, dan Mireya. Mireya memilih menutup mulutnya rapat-rapat. Banyak sekali uneg-uneg yang ingin ia sampaikan, bahkan Mireya ingin sekali menjambak wanita yang ada di hadapannya ini. Hanya saja, Mireya menghormati sang kakak. Ia memberikan kesempatan kepada El untuk berbicara. "Selama ini aku baru sadar. Aku menyesal, aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan," Amanda mengawali pembicaraan. "Sesalmu itu tak akan mengubah semua yang telah terjadi!" Sinis Meri angkuh. "Aku tahu, Ma! Aku sangat tak layak dimaafkan oleh keluarga kalian. Hanya saja setiap malam aku tersiksa, Ma. Bayangan wajah putraku mengganggu tidurku. Bahkan ia menyadarkan aku dari kesalahanku selama ini. Tidurku tak nyenyak, makanku tak enak. Aku benar-benar merindukannya!" Tutur Amanda, air matanya terus berderai membasahi pipinya yang merona. "Ketika kamu pergi, anakmu itu selalu menangis. Dia rewel karena tak cocok susu formula. Kami masih berhar
Amanda yang merasakan rasa rindunya semakin membuncah pada Arga tak kuasa lagi membendungnya. Amanda menguatkan hati, ia akan bertandang ke rumah Elzaino. Tak peduli apa respon Elzaino dan keluarganya. Lambat laun Amanda memang harus mendatangi Arga. Amanda sadar ia adalah ibu kandung Arga, dan tak ada yang bisa memutuskan ikatan darah itu. Amanda merasa jauh lebih berhak untuk merawat Arga bukan Alana. Amanda mengendarai mobilnya. Ia melajukan mobilnya di gelapnya malam. Malam ini mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Amanda pun menambah laju kecepatan, tak sabar bisa melihat Arga. Namun, hati tak bisa dibohongi. Ada perasaan cemas dan gugup yang bercokol di hatinya. Demi Arga, ia akan menebalkan wajahnya dari rasa malu. Mobil yang dikendarai Amanda kini sudah sampai di depan gerbang rumah mewah milik Elzaino. Wanita yang resmi menyandang status janda itu menatap nanar ke arah gerbang. Rumah ini adalah saksi kehidupannya bersama Elzaino. Rasa penyesalan itu hadir ke