Elzaino menanda tangani berkas kerja sama antara perusahaan miliknya dan perusahaan besar yang ada di Dubai. Seharusnya pria bertubuh tinggi dan atletis itu gembira dan merayakan keberhasilan ini. Teringat ketika ia menceritakan harapannya bekerja sama dengan perusahaan raksasa asal Dubai ini pada sang istri. Walaupun waktu itu respon Amanda mengecewakan, tapi wanita itu berharap Elzaino memenangkan kerja sama yang berharga milyaran itu. Hati El kini terasa hampa dan sepi.
"Seharusnya kita merayakannya bersama-sama dengan Arga," lirih El. Matanya menatap jauh ke depan. Menatap pemandangan dari bangunan kantornya yang mencakar langit. Tangannya mengepa saat mengingat Amanda mencampakan dirinya. Saat itu ketika dirinya pulang dari kantor, Elzaino tak menemukan Amanda di rumah. Petugas keamanan yang berjaga berkata jika Amanda pergi dengan alasan bertemu dokter untuk mengecek luka pasca persalinan. Elzaino kemudian menemukan sepucuk surat jika sang wanitanya sudah tak ingin berada di sampingnya. Dalam surat itu Amanda menjelaskan jika tugasnya sudah selesai memberikan Elzaino keturunan. Amanda tidak akan mengambil Arga dari sisi El, asal Elzaino membiarkan Amanda pergi mengejar cinta sejatinya. Hati Elzaino remuk redam, harga dirinya seolah tercabik dengan pengkhianatan dari Amanda. Tak ia sangka jika sang istri masih menaruh asa pada mantan kekasihnya. "Kau menganggap Darren adalah cinta sejatimu, lalu bagaimana dengan Arga? Di tubuhnya mengalir darahmu. Tak pentingkah Arga di matamu?" Lirih El. Matanya berkaca-kaca. Elzaino mengerjapkan matanya. Ia tak ingin lemah dalam situasi sulit seperti ini. Masih ada Arga, ibu dan adiknya yang harus ia lindungi dan harus ia nafkahi. Kini harta yang paling berharga bagi El adalah kehadiran Arga. Elzaino mengusap wajahnya. Lantas ia membereskan kontrak kerja yang masih ada di atas meja. Ia bergegas untuk pulang, tak ingin menikmati kesindiriannya di lantai 60 itu. Dirinya harus memastikan jika Arga di rumah baik-baik saja dan ditangani oleh Alana dengan benar. **** Sementara itu Meri memperhatikan Alana yang baru saja memandikan Arga. Arga memang harus di mandikan dua kali dalam sehari. Alana terlihat telaten dalam membersihkan tubuh mungil putra Elzaino itu. "Awas saja kalau cucuku kenapa-kenapa!!" Meri memberikan ultimatum seraya berdiri di belakang Alana yang tengah memandikan Arga. "I-iya, Nyonya," Alana segera mengeringkan tubuh Arga dengan handuk dan membawanya keluar dari kamar mandi, tentunya Meri masih mengekor di belakangnya. Alana segera memakaikan piyama di tubuh kecil Arga. Wanita itu terlihat riang dan menikmati pekerjaan barunya ini. Menjadi ibu susu Arga seolah sedikit menghapus duka dan lara hatinya yang ditinggalkan oleh sang anak. Arga sendiri hanya menggeliat pelan dengan gerakan lembut yang Alana buat. Kolik yang diderita bayi itu pun seakan langsung sembuh karena ASI yang Alana berikan. "Anak kecil udah ganteng dan harum!!" Alana berkata riang. Meri hanya memutar bola matanya. Tak lama kemudian bayi mungil itu menangis. Alana paham jika Arga menginginkan susu. Segera Alana menggendong Arga dan menyusuinya. Arga langsung menghisap ASI yang diberikan Alana dengan cepat, seolah sedari tadi kehausan. "Dari tadi engga kamu kasih ASI, hah?" Meri membentak. "Kasih kok, Nyonya. Den Arga memang seperti ini menyusunya. Mungkin karena Den Arga laki-laki, jadi menyusunya kuat," Alana menjawab dengan takut. "Mana ada seperti itu? Itu buktinya cucu saya kaya kelaparan gitu!!" Meri masih tak terima. "Saya tidak bohong, Nyonya. Sebelum dimandikan, Den Arga sudah saya susui terlebih dahulu," Alana menjawab lagi. "Halah, palingan ASInya seret. Babu kaya kamu pasti kurang nutrisi, jadi ASInya seret," ucap Meri lagi dengan pedas. "Sudah saya pumping, Nyonya. Hasilnya ASI saya cukup banyak," Alana menyergah. "Lagian ngapain si El nyusuin bayinya ke babu! Ada ada aja!!" Gerutu Meri, lalu meninggalkan kamar Arga dengan wajah senewen. "Astagfirullah!!" Alana beristigfar, menenangkan dirinya. Walau dirinya dulu memang seorang asisten rumah tangga, tapi apakah layak dipanggil dengan sebutan "Babu"? Bukankah jika tidak ada asisten rumah tangga sepertinya mereka akan kerepotan? Alana menghela nafasnya. Ia tidak boleh terbawa suasana. Hatinya harus selalu ceria agar ASInya selalu melimpah. Alana mengalihkan perhatiannya pada Arga yang sedang menyusu padanya. Perasaan sedih yang tadi ia rasakan kini terbang entah ke mana. Alana tersenyum memperhatikan wajah Arga yang lucu. "Ganteng banget kamu, Nak! Masya Allah!" Puji Alana seraya memperhatikan bulu mata Arga yang lentik. "Kamu mirip Papamu ya, Nak?" Alana berujar kembali disertai dengan senyuman hangat. Sesekali tangannya mengusap rambut Arga dengan sayang. untuk mengusir sepi, Alana kemudian melantunkan shalawat yang biasa ia baca. Elzaino yang sudah sampai ke rumah pun segera berjalan ke kamar putranya. Ketika ia akan membuka pintu, hatinya tertegun mendengar shalawatan merdu dari Alana. Ia membuka pintu sedikit dan melihat Alana sedang memunggunginya. Elzaino tahu jika wanita itu kini sedang menyusui putranya. "Minum yang banyak ya, Nak! Tumbuhlah dengan sehat dan kuat," Alana berucap setelah ia melantunkan shalawat. Ia elus kembali kepala Arga dengan penuh kasih. Hati Elzaino menghangat. Ternyata memilih Alana sebagai ibu susu Arga adalah keputusan yang tepat. Beberapa menit kemudian Arga sudah tertidur di pangkuan Alana. Wanita itu segera menutup kancing kemejanya. Elzaino yang memperhatikan pun memutuskan untuk masuk. "Ehem," Elzaino berdehem. Alana terlonjak kaget. Ia langsung menoleh begitu mendengar suara seseorang. "Tu-tuan!" Alana terbata. "Saya hanya ingin melihat keadaan Arga," Elzaino melangkahkan kakinya masuk. "Den Arga sudah tidur, Tuan," Alana pun berdiri seraya memangku Elzaino di pangkuannya. "Saya ingin menimangnya," timpal Elzaino seraya memperhatikan wajah Arga yang tengah terlelap dengan damai. "Boleh, Tuan," Alana mendekatkan tubuhnya, hendak memberikan Arga pada ayahnya. Mata mereka kemudian bertatapan ketika Elzaino menerima bayi mungil itu dari tangan Alana.Pagi ini Alana sudah berpakaian dengan rapi, sejak menjadi ibu susu Arga, wanita itu tampil lebih cantik dan terawat. Jika sebelumnya ia selalu memakai daster lusuh, kini tidak lagi. El memberikannya baju-baju yang layak dan bersih agar Arga memiliki ibu susu yang sehat dan steril. Seperti hari ini, Alana memakai dress di bawah lutut. Ia mengucir rambut panjangnya agar tak mengganggu Arga saat menyusu kepadanya. Jika penampilan rapi, Alana sangat cantik. Bahkan terlihat seperti kakak dari Arga, bukan ibu susu. Hari ini Arga dijadwalkan untuk imunisasi ke Rumah Sakit Ibu dan Anak. El sudah berangkat dari pagi untuk bekerja. Mireya pun sudah resmi bergabung menjadi wakil direktur, Wakil dari El. Memang Mireya mempunyai kemampuan hampir menyamai kakaknya. Sementara di rumah hanya ada Meri dan beberapa pelayan. Meri memperhatikan Alana, dalam hati ia memuji paras Alana yang sangat cantik. Fisik Alana seperti kelas sosialita jika di dandani seperti sekarang. Padahal Alana tak memakai m
Di kota New York, Amanda telah terbangun dari tidurnya. Bibirnya menyunggingkan senyuman saat melihat pria di sampingnya yang tertidur dengan damai. Ya, dia adalah Dareen. Mantan terindah yang telah berhasil kembali ke sisinya. "Pagi, sayang!" Amanda menyentuh pipi Dareen yang kemerah-merahan. Wanita mengecup bibir Dareen sekilas, setelah itu ia bangun dari tidurnya untuk membuatkan Dareen sarapan. Amanda ingin sekali melayani Dareen dengan sepenuh hati. Amanda berjalan menuju jendela, ia menyibak gorden yang menutupi kamar apartemen mewah itu. Ia tersenyum saat melihat salju yang turun. Amanda memang sesuka itu dengan salju. Sekilas ia mengingat bayi yang ia lahirkan, tak menampik ada rasa rindu yang terasa saat mengingatnya. Namun, Amanda mengubur perasaan yang menurutnya bisa melemahkannya itu. Amanda sudah sejauh ini dengan Dareen, ia tak mau bayi itu menghalangi niatnya untuk kembali kepada Dareen selamanya. Apalagi Amanda telah menentang keluarga besarnya saat mengambil kepu
Alana baru saja menjemur Arga di halaman rumah. Setelah merasa bayi susunya itu hangat, gegas wanita itu masuk kembali ke dalam kamar."Semakin hari badanmu semakin gemoy. Sehat-sehat ya, sayang?" Alana tersenyum riang. Arga menatap Alana dengan mata yang berbinar. Terlihat sekali bayi itu sangat nyaman dengan Alana. Arga sangat cocok dengan Alana, bahkan tubuhnya pun mengalami kenaikan signifikan, semuanya terjadi karena ASI dari Alana. "Lapar ya, sayang?" Tanya Alana. Walaupun bayi itu belum bisa menjawab, tapi Alana sangat komunikatif. Ia selalu mengajak berbicara Arga. "Mimi dulu ya, Nak! Kamu pasti haus kan?" Alana menggendong Arga, ia pun mulai menyusui Arga. Alana menatap Arga, pun bayi itu yang menatap Alana sambil menyusu. Tangan Alana mengusap rambut Arga dengan sangat lembut. Alana tersenyum haru, hatinya merasa getir saat ia mengingat anaknya yang telah meninggal. Namun, Alana sangat bersyukur karena kini ia harus mengurus seorang bayi yang ditinggalkan ibunya. Ya, A
Heri menggebrak meja ketika ia kalah lagi dalam berjudi. Semua temannya tergelak tertawa melihat wajah kusut dari pria yang masih berstatus suami dari Alana itu. Selain bermain judi online, pria itu juga gemar bermain judi secara langsung bersama teman-temannya. "Lagi engga nih?" Seorang temannya makin tertawa lebar melihat wajah frustasi dari Heri. "Uang gue udah abis!" Heri mengacak rambutnya frustasi. "Ya udah sono pulang dulu dan minta uang ke istri lu!" Perintah bandar judi yang wajahnya terlihat garang. "Ngutang dulu deh kaya biasa. Kalau menang langsung gue bayar!" Heri menatap dengan penuh permohonan. "Engga ada. Hutang lu udah banyak banget! Bentar lagi juga jatuh tempo!! Awas aja kalau lu engga bisa bayar!!" Bandar judi mengultimatum. "Iya, iya," Heri lebih memilih mengalah. Ia pergi dari tempat itu dengan berjalan gontai. Sedangkan yang lain tertawa melihat pria itu. Merasa puas karena mereka semua ternyata memperdayai Heri agar kalah. "Gimana nih bos? Uang dia udah
Elzaino yang baru pulang bertemu clien di Swiss membawa oleh-oleh yang cukup banyak untuk keluarganya. Pria itu memang tak pernah lupa dengan keluarga. Ke mana pun ia pergi selalu membawa buah tangan untuk keluarga yang amat ia cintai itu. "Kak El bawa apa?" Tanya Mireya saat sang kakak baru mendudukan dirinya di atas sofa empuk yang ada di ruang keluarga. "Bawa oleh-oleh buat kalian. Kamu buka aja!" Elzaino menghela nafas sebentar dan menghembuskan dengan berat. Pria tampan itu terlihat sangat kelelahan, mungkin karena penerbangan yang menghabiskan waktu lama. Mireya tersenyum girang kemudian ia segera membuka kantong belanja yang berserakan di atas sofa yang lain. "Wah cantiknya!" Mireya menatap dress yang begitu cocok dengan ukurannya. Memang El begitu hapal dengan ukuran dan selera adiknya. "Tuan, ini ada undangan makan malam dari rekan bisnis kita. Pak William berulang tahun," Ziyyan menyerahkan secarcik undangan mewah pada Elzaino. Elzaino menilik dan membaca undangan
Arga dinyatakan bisa dibawa bepergian oleh dokter spesialis anak karena acara itu hanya makan malam saja. Tak ada musik kencang di sana. Bermodal itu, Elzaino memutuskan untuk datang membawa Arga. Elzaino sendiri memberitahukan tema ulang tahun rekan bisnisnya. Sebenarnya Elzaino melalui Ziyan sudah membelikan Alana sebuah dress pesta. Hanya saja Alana tidak memakainya karena gaun itu tidak friendly dipakai busui seperti dirinya. Jadi, Alana terpaksa tidak menggunakan gaun pemberian dari majikannya. Sepertinya Ziyan sendiri tidak terlalu peka dengan dress yang Alana butuhkan. Alana membuka lemari miliknya, ia menghela nafas karena tak ada gaun yang sesuai dengan tema pesta. Pesta yang diusung William, partner bisnis El adalah gaun berwarna Baby Pink sebagai dress codenya. Alana bingung, haruskah ia membeli gaun dengan uang gajinya? Alana pun tak kuasa menyampaikan keluhannya terkait dress yang Elzaino berikan. Akhirnya Alana membuka ponselnya, ia melihat M-Banking di menu ponsel i
Alana menaiki angkutan umum untuk kembali ke rumah. Tak ia pikirkan ucapan Viona yang lumayan menyentil hatinya tadi. Walaupun Alana harus membawa kekecewaan karena tak berhasil mendapatkan gaun untuk nanti malam. Alana teringat lagi akan Viona, Alana heran, apa salahnya pada teman SMA nya itu? Alana mencoba menfokuskan pikirannya dan melupakan Viona. Ia segera turun dari angkutan umum setelah perumahan El terlihat. Wanita itu berjalan sedikit untuk sampai di rumah majikannya. Setelah sampai, Alana segera berbicara pada security yang berjaga. Alana memasuki istana mewah milik El setelah diizinkan masuk oleh tim keamanan. "Kemana aja sih tadi kamu? Lama banget! Lihat nih Arga dari tadi rewel! Sampai bingung saya nenanginnya," Sewot Meri yang melihat Alana baru saja berganti baju dan membersihkan diri. "Maaf, Nyonya!" Hanya itulah kata yang Alana ucapkan. Ia tak ingin memperpanjang masalah dengan ibunda El yang terkenal galak itu. "Maaf, ya anak ganteng! Ibu ninggalin kamu terlalu
Elzaino yang telah menyelesaikan meeting segera pulang ke rumahnya. Ziyan sendiri yang menjemput majikannya itu. Sesekali El menatap arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia tak mau sampai terlambat datang ke acara besar Tuan William. Elzaino memang tak suka menunggu dan tak suka membuat orang lain menunggu."Apa gaun yang aku belikan sudah kau berikan pada Alana?" Tanya El, ia melirik Ziyyan yang ada di depannya. Asistennya itu sedang fokus mengemudi. "Sudah, sepertinya anda terlihat perhatian Sekali! Jangan-jangan!" Goda Ziyyan, sesekali ia melirik spion di atasnya untuk melihat ekspresi sang tuan. "Jangan-jangan apa?" Elzaino menendang kursi Ziyyan dari belakang, membuat sekretarisnya itu terkekeh. "Jangan-jangan anda berpikir akan menjadikan Alana ibu sambung Arga selamanya!" Ziyyan cengengesan meneruskan godaannya. "Aku tidak berpikir ke arah sana. Aku hanya sedang berusaha kuat untuk membesarkan Arga dengan baik," Elzaino tiba-tiba saja berubah melow. Ia me
Amanda dan Dareen sedang makan malam di balkon. Mereka terlihat begitu mesra. Namun, tidak dengan hati Dareen. Hatinya merasa kosong meskipun ada Amanda di sisinya. Dareen sangat mengerti dengan dirinya sendiri, rasa cinta untuk Amanda sudah pupus tak tersisa. Dareen ingin segera melancarkan aksi balas dendamnya, ia tak ingin terlalu lama hidup bersama Amanda. Setelah misi balas dendamnya berakhir, Dareen akan kembali ke Amerika untuk mengurus induk perusahaan. Ia akan pergi jauh meninggalkan Amanda. Ia tak ingin wanita itu mencarinya nanti. "Sayang, beberapa hari lagi peresmian anak perusahaanku. Tolong, kamu urus semua dekorasi untuk acaranya!" Dareen tersenyum, mereka baru saja selesai dengan makan malam mereka. "Tentu saja, sayang! Aku akan mengurus semuanya. Aku harap acara perusahaanmu itu berjalan dengan sangat sukses," timpal Amanda, ia mengambil air di gelas kaca dan meminumnya. "Acara pestanya di Aula perusahaan, banyak para pengusaha yang akan aku undang. Nanti, aku ak
Alana membersihkan luka di punggung Elzaino dengan berhati-hati. Sesekali ayah dari Arga itu terdengar memekik kesakitan. Ziyyan yang melewati kamar Arga segera masuk begitu mendengar suara pekikan tuannya. Ia awalnya cukup terkejut melihat Elzaino tengah berdua dengan Alana tanpa Arga di dalamnya. Akan tetapi, akalnya segera mencerna bahwa Elzaino sedang tertimpa masalah. Pasalnya El bukanlah pria yang suka berduaan dengan lawan jenis terkecuali dengan Amanda. Dengan relasi bisnisnya sekali pun Elzaino selalu menjaga jarak. "Apa yang terjadi denganmu, Tuan?" Ziyyan masuk dan memperhatikan luka di tubuh Elzaino. "Hanya luka kecil saja, Ziyyan," jawab Elzaino sembari menoleh ke arah orang kepercayaan sekaligus sepupunya itu. "Maaf Tuan saya lancang," Alana tak enak hati saat tatapan Ziyyan menyelidik padanya. "Nanti aku ceritakan," ucap Elzaino agar Ziyyan tak bertanya apapun pada Alana. Ziyan segera menelfon dokter keluarga El. Dokter itu akan datang dengan cepat, tak mungkin luk
Elzaino tak mengejar anak buah Arman yang pontang panting menyelamatkan diri. Baginya tak penting, CEO tampan itu segera berlari ke arah dalam basecamp, yang ia pikirkan adalah keselamatan Alana. Di sana terlihat pria berompi yang sedang berjaga di kursi yang diduduki Alana. Saat El akan mengambil ancang-ancang menyerang, pria berompi itu segera menjauh dan berlari lewat pintu belakang. Ia melihat lewat jendela, bagaimana El menumbangkan bosnya Arman, dan rekan-rekannya. "Alana!" Pekik El, pria tampan itu segera mendekati kursi yang diduduki Alana. Di sana tangan dan kaki Alana diikat. Elzaino membuka lakban hitam yang menutup bibir Alana, El membukanya dengan perlahan. Hatinya merasa tak terima melihat Alana di perlakukan sedemikian rupa. Ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan, entah apa. El pun tak tahu. "Alana, maafkan saya yang terlambat!" Ucap El penuh sesal, saat semua ikatan di tubuh Alana terlepas. Tubuh Alana bergetar, ia masih sangat ketakutan dengan kejadian bar
Amanda mengobati wajah Dareen yang lebam karena pukulan dari Handoko, ayahnya. Sesekali Dareen terlihat meringis saat Amanda menempelkan handuk kecil yang telah dibasahi air hangat pada wajahnya."Tahan ya, setelah ini aku akan meneteskan obat merah," ucap Amanda seraya mengambil obat merah yang ada di atas meja dan meneteskannya sedikit di sudut bibir Dareen."Aw, sakit sekali!" Rintih Dareen yang merasakan perih dan sakit sekaligus di area luka yang diteteskan obat merah oleh Amanda."Tuan, apa perlu saya suruh dokter keluarga untuk datang memeriksamu?" Tanya Erlan, asisten kepercayaan Dareen."Tidak perlu, Erlan. Ini hanya luka kecil," tolak Dareen. Erlan mengangguk, kemudian ia meninggalkan kembali tuannya itu berdua dengan Amanda di ruang tengah."Maafkan Papaku ya?" Amanda berkata dengan sendu."Tidak. Seharusnya aku yang meminta maaf karena aku mengambilmu dari keluargamu," timpal Dareen dengan wajah yang dibuat sedih.Sejujurnya hatinya sudah sangat muak dengan Amanda. Rasa il
Elzaino yang mempunyai firasat tidak baik segera pergi ke garasi miliknya. Ia mengeluarkan sebuah motor yang biasa ia pakai untuk pergi ke gunung. El memilih memakai motor agar ia lebih cepat mengejar motor Heri yang membawa Alana. "Semoga feelingku salah. Semoga pria itu tak berbuat macam-macam terhadap Alana," harap El dalam hatinya."Tuan, ada apa?" Tanya pengawal Elzaino yang selalu siap siaga ada di sekitar Elzaino."Tidak apa. Hanya masalah kecil," jawab Elzaino sembari memakai jaket miliknya."Kami siap mendampingi Tuan," salah seorang bodyguard berambut panjang berjalan menghampiri Elzaino."Tidak usah. Hanya gangguan lalat kecil saja," jawab Elzaino kemudian."Tolong kabari kami jika terjadi sesuatu, Tuan," ucap bodyguard berwajah sangar itu. "Iya," Elzaino memakai helm miliknya, kemudian mulai melajukan motornya. Ia kemudian melihat taksi online yang ditumpangi oleh Heri dan Alana. Elzaino mengambil jarak yang lumayan jauh agar keberadaannya tidak dicurigai oleh Heri. "Ma
Handoko baru saja pulang dari kantornya. Pria itu tak lantas pulang ke rumahnya. Ia langsung menyuruh supir pribadinya tancap gas ke kediaman Dareen yang baru. Tentu Handoko tahu di mana Dareen dan Amanda tinggal karena ia sudah memerintahkan orang-orang suruhannya untuk mencari tahu di mana keberadaan putrinya. Tak lupa juga mobil yang dikendarai Handoko dikawal oleh beberapa mobil yang berisi bodyguarnya. Walau hatinya sangat kecewa, akan tetapi Handoko tetaplah seorang ayah. Ia tak bisa diam saja melihat kehancuran yang akan hinggap dalam hidup putrinya. Handoko menatap jalanan dari kaca mobil yang ia tumpangi. Ingatannya kembali ke masa lalu di mana Amanda menikah dengan Elzaino. Handoko tak menyangka jika sang putri malah mengkhianati orang yang sudah menyelamatkan harga dirinya saat itu. "Amanda, ada apa denganmu? Apa yang salah dengan didikan Papa?" Handoko membenarkan letak kaca mata yang bertengger di matanya. Handoko adalah pria yang begitu setia. Ia benci pada sebuah
Heri membawa Alana ke arah basecamp Arman dengan menaiki taksi onine yang ia pesan Kebetulan di sana Arman dan anak buahnya sudah menunggu. Heri berbohong pada Alana tentang makam keluarganya yang terletak di desa sebelah. Wanita itu percaya saja mengingat jika memang keluarga Darmi memiliki kerabat di desa yang bersebelahan dengan desa mertuanya itu.Awalnya Alana sedikit ragu, namun ia tepis pikiran buruk itu demi buah hatinya. Baginya ia harus menyaksikan sendiri jasad anaknya dikebumikan untuk yang kedua kali. "Cepat, Mas! Keburu anakku dikebumikan lagi. Aku ingin melihatnya sekali lagi," Alana berbicara dengan suara parau, sejak dari tadi ia sudah resah memikirkan almarhum putrinya itu. "Sabar, Alana! Ibu juga tidak akan menguburkan putri kita tanpa kehadiran kamu," Heri tersenyum simpul, matanya masih fokus pada jalanan. Ia sudah tak sabar mendapatkan uang yang banyak dari Arman karena sudah berhasil membawa Alana. "Katanya tadi kita harus cepat sebelum ibu mengebumikan an
Hati Alana seakan dir3mas oleh sesuatu yang tak kasat mata saat melihat pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya sedang duduk di sofa. Mata Alana mengembun, hatinya sangat sakit jika mengingat perlakuan Heri padanya selama mereka menjalin rumah tangga. Heri menatap Alana yang berjalan ke arahnya. Pria itu tersenyum, berpura-pura baik agar nanti Alana mau ikut bersamanya. "Alana?" Heri berdiri dari duduknya. Ini adalah pertemuan pertama Alana dengan Heri setelah insiden kekerasan yang menyebabkan Alana harus kehilangan darah dagingnya. Setelah itu Heri melarikan diri dan Alana baru melihat wajah pria itu lagi sekarang. "Ada apa kamu ke mari? Belum puas kamu mengambil sesuatu yang sangat berharga dariku, Mas?" Alana bercucuran air mata. Tatapannya penuh benci pada pria yang tak pernah mengayomi dirinya itu selama menjalin biduk rumah tangga. "Aku minta maaf untuk anak kita, Alana. Aku tidak menyangka akan seperti itu kejadiannya," Heri menundukan wajahnya, berpura-p
Dareen dan Amanda baru saja sampai di bandara internasional, Tangerang. Mereka tampak sangat mesra seperti sepasang pengantin baru. Mereka tak segan memperlihatkan kemesraan mereka di khalayak ramai. Outfit mereka sebagai jutawan pun sangat mencolok. Beberapa orang di bandara memerhatikan mereka yang bak couple artis Hollywood. Koper keduanya di bawa oleh beberapa ajudan Dareen. Dareen tak membiarkan Amanda membawa satu tas pun, pria itu begitu meratukan Amanda. Ia ingin Amanda semakin betah di dekatnya. Dareen membukakan pintu mobil untuk Amanda. Tentulah hati Amanda semakin meleleh dengan sikap manis Dareen. Sang asisten segera melajukan mobil sang majikan ke arah perumahan elite yang ada di pusat kota. Dareen memang membeli rumah mewah itu khusus untuk dirinya dan Amanda. "Honey, apa kamu suka rumahnya?" Tanya Dareen saat mereka sampai di rumah mewah yang bergerbang tinggi menjulang itu. Dareen memeluk Amanda, ia pun menciumi Amanda agar Amanda semakin bertekuk lutut pad