Beranda / Romansa / ASI Untuk Bosku / Bab 6 Radit Ikut Sarapan

Share

Bab 6 Radit Ikut Sarapan

Penulis: Manila Z
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 17:00:39

Elina baru saja terlelap dalam mimpi-mimpinya yang tenang saat tiba-tiba suara klakson mobil mengusiknya. Dengan cepat, dia terbangun, matanya masih setengah terpejam, namun suara klakson itu sudah cukup membuatnya terkejut.

"Astaga, dia sudah datang," gumamnya panik, mengenali mobil itu dari jauh. Itu adalah mobil Radit, bosnya yang selalu datang tanpa pemberitahuan.

Dia bergegas bangun dan berlari ke jendela untuk melihat lebih jelas. Radit, pria itu, selalu membuatnya merasa cemas tanpa alasan yang jelas. Padahal hanya bos, tapi entah kenapa, setiap kali bertemu dengannya, Elina merasa ada ketegangan yang tak bisa dia hindari.

"Sialan, kenapa harus sepagi ini," kata Elina, kesal pada dirinya sendiri. Seharusnya dia bisa lebih santai, tapi pertemuan pagi ini selalu membuatnya cemas. Dia hanya bisa mengumpat sambil mengambil langkah cepat menuju kamar mandi. Pagi ini, sepertinya dia harus lebih berhati-hati, karena Radit tampaknya datang tanpa memberi amaran sebelumnya.

Dia mandi dengan cepat, berusaha membersihkan dirinya secepat mungkin. Sambil berpikir, "Kenapa juga dia datang sepagi ini? Ada apa ya?"

Namun, ketika dia keluar dari kamar mandi, Elina merasa sedikit lega, karena setidaknya dia sudah mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Tapi, saat dia berdiri di depan cermin dan menatap penampilannya, dia terkejut mendengar suara ketukan keras di pintu.

Tok tok tok.

"Tunggu sebentar!" serunya dengan sedikit gugup. Wajahnya yang sebelumnya rapi kini sedikit berantakan karena terburu-buru. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum memutuskan untuk membuka pintu.

Ketika pintu terbuka, mata Elina langsung tertumbuk pada Radit yang berdiri dengan ekspresi tenang namun sedikit tajam. Seperti biasa, pria itu selalu tampak sempurna, berpakaian rapi, dan ada aura yang membuat Elina merasa seolah-olah dia sedang diperhatikan lebih dari yang seharusnya.

"Lama sekali," ujar Radit dengan nada yang sedikit menuntut, namun masih ada senyuman samar di wajahnya yang sulit ditafsirkan.

Elina buru-buru mundur, mempersilakan bosnya masuk dengan canggung. "Pak Radit, tunggu saja di luar," ujarnya, mencoba bersikap formal meskipun hatinya berdebar-debar.

"Saya belum sarapan. Jadi saya ke sini mau minta makan," jawab Radit dengan santai, seolah-olah meminta sesuatu yang biasa saja.

Elina terdiam, merasa canggung. Minta makan? Pikirnya, agak terkejut. Bagaimana mungkin bos sekelas Radit, pria kaya dan sukses itu, malah meminta makan padanya yang tinggal di kontrakan kecil dan sederhana?

"Pak Radit, Anda... Anda bisa makan di luar sana. Saya..." Elina merasa tidak enak. "Saya kan... hanya orang biasa. Saya tidak tahu apa yang bisa saya sajikan untuk Anda."

Radit menatapnya sejenak, lalu dengan suara pelan namun pasti, dia berkata, "Jangan khawatir. Saya hanya lapar, dan saya pikir sarapan bersama kamu akan lebih menyenangkan. Lagipula, saya sudah terbiasa dengan hal-hal yang tidak terduga."

Elina merasa hatinya mencelos mendengar itu. "Tapi saya..." dia terdiam, merasa bingung. Dalam pikirannya, dia berusaha menenangkan diri. "Baiklah," akhirnya Elina mengalah. "Masuklah kalau begitu. Saya juga belum sarapan."

Radit hanya tersenyum tipis setelah mengetahui kalau semuanya akan jadi seperti ini. Apalagi dia tahu kalau semuanya jadi begini.

Dia memang tadi langsung berangkat ke sini untuk menjemput Elina dan kebetulan sekali dia belum sempat makan. Terlebih dia semalam tidak bisa tidur karena memikirkan Elina terus.

"Pak Radit tidak tahu malu sekali, masa minta makan sama orang miskin seperti saya."

Elina sengaja menyindir Radit, dia kan orang kaya, bisa sarapan di mana saja sesuai dengan kemauannya. Kenapa juga malah milih makan bersama dengan dirinya.

Menurutnya juga ini sedikit aneh, laki-laki itu seolah mendekati dirinya dengan berani.

"Jadi kamu tidak mau memberikan saya makan?" ujar Radit.

Gawat, kalau sampai bosnya itu marah dengan dirinya. Bisa-bisa nanti dia dipecat dari kantor. Elina tidak mau kalau sampai hal itu terjadi dengan dirinya.

"Cih yaudah masuk, saya juga belum sarapan."

Elina tidak mempunyai pilihan lain sekarang. Akhirnya dia mempersilahkan bosnya itu untuk masuk bersama dengan dirinya. Setidaknya semuanya sudah dia atur dengan baik sekarang.

"Terimakasih banyak."

Radit mengatakan itu dan dia duduk sambil menunggu Elina yang akan memasak untuk dirinya. Dia diam-diam memperhatikan leher jenjang Elina. Wanita itu terlihat mengikat rambutnya dengan rapi.

Wanita itu tengah masak sekarang dan dia merasa senang ketika memperhatikan Elina.

Radit diam-diam mengambil ponselnya dan dia memfotonya, rasanya sangat bagus sekali ketika melihat Elina yang tengah masak sekarang.

"Wanita itu terlihat cantik," puji Radit tanpa sadar.

Dulu mantan istrinya tidak pernah mau masak untuk dirinya, maklum saja dulu mereka menikah bukan karena cinta. Dia dengan istrinya hanya sekedar perjanjian bisnis saja. Wanita egois yang membius dirinya karena ingin anak untuk menguasai hartanya. Tetapi sayang ketika wanita itu melahirkan anaknya, wanita itu tidak bertahan lama dan malah meminta maaf padanya.

Begitu kehidupan dirinya dulu dengan mantan istrinya. Tidak ada kebahagiaan, bahkan ketertarikan sama sekali.

Berbeda dengan saat dia berdekatan dengan Elina. Dia malah merasa tertarik dan tubuhnya tidak bisa membohonginya. Seolah menginginkan wanita itu, tetapi dia berusaha untuk menahannya. Dia tidak ingin membuat sesuatu yang buruk untuk dirinya.

"Pak Radit melamun?" tanya Elina ketika melihat laki-laki itu malah terdiam sambil melamun.

"Eh, sudah jadi?" tanya Radit terkejut ketika Elina sudah dengan cepat menyiapkan makanan untuk dirinya.

Elina lantas duduk di dekat Radit. Dia merasa lega karena semuanya sudah jadi lebih baik sekarang.

"Saya membuat nasi goreng saja. Semoga Pak Radit suka," ujar Elina.

"Terimakasih."

Radit hanya mengatakan itu dan dia mengambil sendok yang ada di meja. Dia mencoba untuk mencicipi makanan buatan Elina.

Baru satu suap dia langsung terdiam sejenak, tidak menyangka kalau semuanya akan jadi lebih baik. Bahkan dia merasa lega karena bisa melihatnya dengan baik.

"Bagaimana rasanya?" tanya Elina yang memang penasaran dengan Radit. Dia sendiri pun penasaran dengan rasanya.

"Menurut kamu, rasanya seperti apa?" tanya Radit yang bertanya balik pada Elina.

Elina malah memutar bola matanya jengah ketika mendengar hal ini. Tidak paham laki-laki itu sepertinya dengan yang dia rasakan.

"Iya tentu saja masakan buatan saya itu paling enak."

Elina mengatakan itu dengan percaya diri. Dia yakin kalau masakan buatan dirinya memang sangat bagus. Dia juga suka dengan makanan yang dia buat.

"Berarti juga itu jawabanku," jawab Radit dengan santai.

Elina malah dibuat kesal dengan tingkah dari Radit, bisa-bisanya laki-laki itu malah berpikir seperti itu padanya. Dia jadi sedikit merasa tidak nyaman dengan ini.

"Terserah deh."

Elina memutar bola matanya jengah, percuma saja dia berdebat dengan bosnya itu. Toh dia tidak akan memang juga. Malah dia sendiri yang dibuat malu sekarang.

Elina kembali makan dengan lahap, tanpa sadar kalau Radit diam-diam memperhatikan wanita itu yang tengah makan.

Bibir yang terkena minyak karena makan nasi goreng membuat Radit malah meneguk salivanya. Dia sendiri tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang.

"Kenapa Pak Radit melihat saya terus?" tanya Elina yang habis makan tiba-tiba menjadi gugup.

Radit lalu mengambil tissue yang ada di meja dan diam-diam dia langsung mengusap bibir Elina dengan lembut. Rasanya dia ingin sekali melahap bibir tersebut tetapi dia mencoba untuk menahannya sekarang.

"Ada sisa nasi dekat bibirmu," ujar Radit yang tentu saja berbohong. Dia sendiri tadi tanpa sadar malah ingin mengusap bibir tersebut.

"Masa sih?" ujar Elina yang memang selalu makan dengan rapi.

Radit yang merasa salah dan takut dicurigai pun akhirnya memutuskan untuk langsung berdiri setelah selesai makan.

"Ayo Elina, kita hampir telat. Saya gak mau kalau kita jadi terlambat ke kantor gara-gara kamu," kata Radit mengalihkan pembicaraan mereka berdua sekarang.

Dia sendiri pun tidak ingin kalau sampai terjadi sesuatu dengan dirinya. Setidaknya semuanya sudah dia atur dengan baik.

"Siapa suruh Pak Radit mau menjemput saya ke sini. Salah sendiri dong," ketus Elina yang tidak mau disalahkan. Bagaimana pun semuanya gara-gara bosnya itu.

"Elina jangan banyak membantah kalau tidak ingin saya pecat!" Radit mengatakan itu dan dia sudah lebih dulu keluar dari rumah kontrakan Elina. Dia berjalan menuju ke arah mobilnya yang memang terparkir di depan.

"Bos sialan!" umpat Elina yang benar-benar dibuat kesal sekarang.

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ASI Untuk Bosku   Bab 7 Rumor Tentang Elina

    Elina tengah berada di dalam mobil milik Radit sekarang. Ia mengumpat dalam hati, merasa jengkel karena bosnya itu begitu semena-mena dengan dirinya. Bahkan Elina merasa dirinya sudah cukup sabar, tetapi tingkah Radit yang seolah sengaja mengusiknya membuat kesabaran itu mulai terkikis."Kamu tidak mau turun, Elina?" tanya Radit dengan nada santai, seolah tidak ada yang aneh."Hah?" Elina terkejut, menyadari dia melamun begitu lama. Seketika dia melihat ke luar jendela dan baru sadar kalau mereka sudah sampai di depan kantor."Kamu nggak khawatir orang lain berpikir aneh-aneh, kan, ketika tahu kita lama berada di dalam mobil?" Radit goda dengan nada yang sedikit nakal.Tiba-tiba Elina merasa darahnya berdesir. Radit benar. Jika orang-orang tahu dia terlalu lama berada di mobil bersama bosnya, pasti akan ada banyak gosip tak jelas yang tersebar. Ia tidak mau menjadi bahan pembicaraan di kantor. Itu akan sangat memalukan.Dengan cepat, Elina membuka pintu mobil dan keluar tanpa menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • ASI Untuk Bosku   Bab 8 Rencana Jahat

    Elina melihat Radit sedang mengobrol dengan seseorang di seberang ruangan. Sesuatu dalam dirinya tiba-tiba terasa tidak nyaman. Ada perasaan yang sulit dijelaskan, mungkin cemburu, atau bahkan kesal, melihat Radit begitu akrab dengan orang lain."ELINA!"Elina menoleh cepat, mendengar teriakan Radit yang terdengar keras dan memecah keheningan. Dia merasa sedikit bingung dan bertanya-tanya dalam hati, Apa yang membuat dia marah seperti itu?"Sial!" umpat Elina pelan, merasa kesal."Jangan mengumpat begitu, cepat hampiri bosmu sebelum gajimu dipotong," ujar Dani yang kebetulan berada di dekatnya."Iya, Dani. Kalau begitu aku ke sana dulu," Elina berkata sambil sedikit menghela napas, lalu berpamitan dengan Dani yang selama ini banyak membantunya."Lama sekali," omel Radit dengan nada kesal."Iya, Pak Radit tahu kan tadi saya sedang mengobrol dengan Dani?" Elina membela diri, meski dia tahu ini tidak akan merubah apapun."Jangan dekat-dekat dengan dia, kamu tahu dia itu buaya darat, bany

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • ASI Untuk Bosku   Bab 9 Radit Sakit Perut

    Elina akhirnya memutuskan untuk kembali ke ruangan dirinya bersama dengan Radit. Dia benar-benar kesal karena banyak orang yang menatap dirinya sinis. Mungkin semua orang merasa iri dengan dirinya karena dia dekat dengan bos."Pak Radit tidak mengatakan apapun, kita jadi pusat perhatian sekarang," ujar Elina dengan nada marah."Saya sih sudah terbiasa dengan banyak gosip di kantor ini, banyak orang yang mengatakan aneh-aneh tentang saya," balas Radit dengan santai, akhirnya dia membuka makanan yang memang sudah dipesan Elina."Iya, tapi saya tidak mau jadi bahan gosip, apalagi kalau sampai dituduh aneh-aneh," balas Elina dengan nada kesal, matanya melirik ke sekitar, memastikan tidak ada yang terlalu mengawasinya. Rasanya aneh sekali, seolah-olah semua mata di kantor tertuju pada mereka, menghakimi setiap gerakan.Radit hanya mengangguk ringan, seakan sudah terbiasa dengan suasana seperti ini. "Sudahlah Elina, daripada kamu terus menyalahkan saya seperti ini, lebih baik kamu temani sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • ASI Untuk Bosku   Bab 10 Radit Ditolong Dokter Rian

    Elina berdiri di ruang kantor Radit, tangan menggenggam erat tas tangannya, mata tak lepas memandang Radit yang terkulai lemas di kursi. Hatinya berdebar cemas, meski mencoba terlihat tenang. Apakah makanan itu benar-benar mengandung sesuatu? Atau ada yang sengaja melakukan ini padanya?"Pak Radit... sabar, ya. Dokter Rian akan segera datang," ucap Elina, suaranya bergetar meskipun berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Radit hanya mengangguk lemah, wajahnya pucat. Badannya terlihat gemetar, tak tahu harus berbuat apa lagi selain menunggu bantuan. Sesekali, dia merintih kesakitan, tubuhnya bolak-balik ke toilet, setiap kali dengan ekspresi yang semakin gelisah.Beberapa menit kemudian, Rian tiba. Mata Rian langsung tertuju pada Radit yang tampaknya semakin terpuruk. Sekilas dia memandang Elina, sedikit curiga, tetapi tidak bertanya dulu. Segera, dia menghampiri Radit."Radit, apa yang terjadi?" tanya Rian, suaranya penuh keprihatinan. "Elina, kamu tahu apa yang terjadi?"Elina cepat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • ASI Untuk Bosku   Bab 11 Ada Yang Menghalangi

    Elina merasa perasaannya semakin panas. Sejak pagi tadi, segala sesuatunya terasa mengganggu, dan kini, setelah hampir keluar dari kantor, ada saja yang menghalangi. Kina yang tiba-tiba muncul dan bertanya dengan nada mencurigakan hanya menambah beban pikirannya."Hei, mau ke mana? Buru-buru sekali," kata Kina, matanya menyelidik Elina.Elina mengerutkan dahi. Rasanya sudah cukup dia diganggu pagi ini. "Aku tidak ingin mencari ribut, jadi menyingkir lah," jawabnya dengan nada dingin, langkahnya semakin cepat.Kina terkekeh, tidak terima dengan sikap Elina. "Cih, dasar sombong!" gumamnya, lalu menatap Elina dengan tatapan penuh sindiran.Elina sudah hampir mencapai pintu keluar, tetapi tiba-tiba seseorang memanggilnya. Belum sempat dia bernafas lega, suara Bela datang menyapanya dari belakang."Kamu baik-baik saja, Elina?" tanya Bela, dengan ekspresi yang sedikit khawatir, meski terlihat tidak begitu tulus.Elina menoleh, bingung dengan pertanyaan itu. Sejak kapan Bela peduli padanya?

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • ASI Untuk Bosku   Bab 12 Rencana Yang Jahat

    Radit meminum obat tersebut dan kini merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ia merasa lega karena semuanya akhirnya berjalan dengan baik.Namun, tiba-tiba matanya menatap tajam ke arah Elina. "Kamu tidak memasukkan sesuatu ke makanan saya, kan?" tanyanya dengan nada datar, namun penuh curiga."Demi apapun, Pak Radit, saya tidak memasukkan apapun," Elina membela diri dengan tegas, merasa tidak bersalah sama sekali.Dr. Rian, yang ada di ruangan itu, segera mengambil tasnya dan berniat untuk pamit karena kondisi Radit sudah membaik."Sudah, Radit. Jangan terlalu terburu-buru menyalahkan Elina. Saya akan membantu untuk menyelidiki kasus ini," kata Dr. Rian, memberi dukungan pada Elina."Terima kasih banyak, Dr. Rian," jawab Radit dengan nada penuh rasa terima kasih.Elina merasa lega, terutama karena Dr. Rian mau membantu dirinya. Semoga saja semuanya terungkap, dan ia bisa membuktikan bahwa dia tidak salah dalam hal ini. Terlebi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • ASI Untuk Bosku   Bab 13 Pulang Dari Kantor

    Elina merasa lega karena akhirnya semua tugas di kantor selesai. Sejenak, dia membenarkan tas di bahunya dan menatap layar laptopnya yang sudah kosong. Pikirannya melayang ke rumah yang akan segera dia tempati bersama bosnya, Radit. Satu atap dengan pria itu... Elina menggigit bibir, tidak tahu harus bagaimana meresapi kenyataan ini."Pak Radit, saya pamit pulang dulu ya," ujarnya dengan suara pelan, namun yakin itu adalah keputusan yang tepat.Radit menoleh ke arahnya, matanya tetap tertuju pada layar laptop, tapi nada suaranya tetap tegas dan penuh kewibawaan. "Tunggu dulu, kamu tidak ingat akan tinggal bersama saya di rumah?" kata Radit, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi berubah.Elina terdiam sesaat. Sesuatu di dalam dadanya terasa berat. Ya, dia ingat dengan jelas bagaimana Radit, setelah berbagai pertimbangan, memutuskan bahwa Elina akan tinggal bersama dengan dirinya. Namun, saat ini, apa yang ada di pikirannya tak bisa sekadar dicerna begitu saja. Apa yang akan terjadi se

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • ASI Untuk Bosku   Bab 14 Di Rumah Radit

    Radit menghentikan mobilnya dengan perlahan ketika mereka sampai di halaman rumah besar miliknya. Rumah itu terlihat megah, dengan taman luas yang rapi dan sebuah kolam renang kecil di sudut kanan halaman. Elina yang semula tampak ragu-ragu, kini melangkah keluar dari mobil mengikuti langkah Radit, meski suasana hati sedikit berat. Perintah Radit untuk ikut ke rumahnya membuatnya terdiam, tetapi ia tahu, ini adalah bagian dari kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Radit menatapnya sekilas dan berkata dengan suara datar, "Baju-baju kamu yang sudah ada di koper tadi pagi sudah dibereskan oleh Lisa." Elina mengerutkan kening. "Apa kamu serius?" tanyanya, menatap wajah Radit penuh tanda tanya. Radit hanya mengangguk, ekspresinya tetap tenang. "Iya, saya serius. Kalau ada masalah, bisa katakan sekarang. Jangan ragu untuk berbicara," jawabnya, suaranya lebih lembut daripada yang Elina duga. Elina hanya tersenyum tipis. Ia sudah cukup lama mengenal Radit, dan meskipun ada ketegang

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09

Bab terbaru

  • ASI Untuk Bosku   Bab 19 Kamu Beneran Suka Elina?

    “Kamu kenal, Elina?”Suara Rian tenang, tapi sorot matanya menusuk seperti pisau tajam yang menembus lapisan luar Radit.Radit menoleh, dan tanpa perlu berkata apa-apa, ia tahu Elina akan membenarkannya.Elina berdiri di dekat pintu, tubuhnya tegak, tapi jemarinya mengepal di samping tubuh. Ada sesuatu di sorot matanya—entah luka, entah kecewa, atau mungkin… keduanya.“Dia Kina. Dari divisi yang sama dengan Bela,” katanya pelan, tapi tegas.Radit mengangguk sekali, rahangnya mengeras.“Panggil dia ke sini.”“Baik, Pak Radit.”Elina berbalik, langkahnya cepat, nyaris seperti ingin segera menjauh dari ruangan itu. Tapi setiap langkahnya terasa berat, seolah ada yang menahannya untuk tetap tinggal.Begitu pintu tertutup, suasana di dalam ruangan berubah drastis. Sunyi. Tegang. Seolah udara ikut menahan napas.Rian menyilangkan kaki, menatap Radit dari balik meja.“Kamu beneran tertarik sama Elina?”Radit tak langsung menjawab. Ia menatap meja, lalu jendela, lalu kembali pada sahabatnya.

  • ASI Untuk Bosku   Bab 18 Kamu Kenal Elina?

    Elina menghela napas panjang. Matanya masih terpaku pada kejadian barusan—Radit, lelaki yang selama ini mengisi hatinya, tampak begitu hangat tertawa bersama Bela. Tatapan mereka, kedekatan mereka, semuanya membuat dada Elina terasa sesak."Menyebalkan sekali!" umpat Elina, suaranya pelan namun tegas, menggigit udara sore yang mulai dingin.Tanpa pikir panjang, Elina berbalik dan melangkah keluar. Dia tak sanggup melihat lebih lama. Hatinya terlalu rapuh untuk menyaksikan kebersamaan yang menyakitkan itu. Kepalanya penuh dengan bayangan—Bela yang selalu tampil sempurna, Radit yang akhir-akhir ini berubah dingin. Apa aku hanya pelarian? batinnya resah.Duk.Langkahnya yang terburu membuatnya menabrak seseorang.“Oh maaf—” Elina langsung mendongak dan terkejut saat melihat sosok di depannya.“Kamu melamun, Elina?” tanya pria itu dengan senyum hangat. Dokter Rian.“Dokter Rian? Tumben sekali datang ke sini,” ucap Elina, mencoba menyembunyikan kegelisahannya di balik senyum canggung.Rian

  • ASI Untuk Bosku   Bab 17 Hasil Penyelidikan Rian

    Aroma asap dari ayam bakar yang sedang dipanggang menusuk hidung Rian saat ia berdiri di depan restoran Ayam Taliwang itu. Sederhana, tapi ramai. Letaknya tidak jauh dari kantor tempat Elina dan Radit bekerja. Dan ya, inilah restoran yang disebut Elina—tempat dia memesan makanan untuk Ramon beberapa waktu lalu.Rian tak datang untuk makan siang. Ia datang untuk mencari tahu—siapa yang mencoba mencelakai Radit lewat makanan.Ia melangkah masuk. Pelanggan terlihat sibuk menyantap makanan, tertawa ringan. Tak ada yang terlihat mencurigakan. Tapi Rian tahu, sesuatu terjadi di balik dapur yang tertutup itu.“Selamat siang, Kak. Mau makan di sini atau bungkus?” sapa seorang pelayan perempuan.“Bukan. Saya ingin bertemu manajernya. Tentang pesanan makanan beberapa hari lalu,” jawab Rian, suaranya datar tapi tegas.Tak lama, seorang wanita keluar. Wajahnya kaku, matanya tajam. “Saya manajernya. Ada apa?”“Saya hanya ingin tahu, adakah yang aneh dengan pesanan atas nama Elina beberapa hari lal

  • ASI Untuk Bosku   Bab 16 Berangkat Bersama

    Pagi hari yang cerah.Pagi hari yang cerah.Langit bersih tanpa awan, matahari menggantung rendah dengan sinarnya yang hangat menembus dedaunan dan menyentuh kap mobil hitam milik Radit yang terparkir rapi di depan rumah.Radit sudah duduk di balik kemudi, tapi mesinnya belum menyala. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir, sementara matanya terus melirik jam tangan. Sesekali ia mendesah—tak sabar.Akhirnya, pintu rumah terbuka. Elina muncul dengan langkah cepat. Dia terkejut saat melihat mobil Radit masih terparkir. Keningnya berkerut, alis kirinya naik, mencerminkan rasa heran."Pak Radit belum berangkat?" gumamnya lirih.Radit menurunkan kaca jendela dan melirik tajam. "Lama amat. Ayo masuk!"Elina sedikit bingung, tapi langsung menuruti. "Saya kira Pak Radit udah duluan ke kantor.""Ayo cepat, jangan banyak tanya," potong Radit, nadanya terdengar malas menjelaskan.Elina membuka pintu penumpang dan masuk tanpa membantah lagi. Dia tahu bosnya itu bukan tipe orang yang suka diinterogasi

  • ASI Untuk Bosku   Bab 15 Jio Nyaman Dekat Elina

    "Kenapa kamu mengusir saya, Elina? Bukannya waktu itu kamu juga pernah menyelinap ke kamar saya!" bentak Radit, nadanya tajam, matanya menatap Elina penuh tuduhan.Elina sontak terdiam. Jantungnya berdebar. Kalimat itu membangkitkan kembali ingatan yang sudah lama ia kubur. Ia memang pernah masuk ke kamar Radit diam-diam… tapi bukan karena keinginannya sendiri."Itu… itu salah paham. Lisa yang menyuruh aku ke kamar Pak Radit malam itu," ujar Elina pelan, tapi cukup jelas untuk membuat Radit menghentikan langkahnya.Tatapan Radit berubah. Matanya kini menyipit, mencoba membaca raut wajah Elina. "Lisa yang menyuruh kamu?" tanyanya, suaranya turun satu oktaf, lebih tenang, tapi penuh tanda tanya.Elina mengangguk, menatap Radit dengan kebingungan. "Iya. Dia yang bilang harus ambil dokumen penting dari meja kerja kamu. Aku nggak ngerti kenapa harus buru-buru waktu itu. Tapi dia kelihatan panik."Radit terdiam. Ingatannya melayang pada malam itu—malam ketika pintu kamarnya terasa seperti a

  • ASI Untuk Bosku   Bab 14 Di Rumah Radit

    Radit menghentikan mobilnya dengan perlahan ketika mereka sampai di halaman rumah besar miliknya. Rumah itu terlihat megah, dengan taman luas yang rapi dan sebuah kolam renang kecil di sudut kanan halaman. Elina yang semula tampak ragu-ragu, kini melangkah keluar dari mobil mengikuti langkah Radit, meski suasana hati sedikit berat. Perintah Radit untuk ikut ke rumahnya membuatnya terdiam, tetapi ia tahu, ini adalah bagian dari kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Radit menatapnya sekilas dan berkata dengan suara datar, "Baju-baju kamu yang sudah ada di koper tadi pagi sudah dibereskan oleh Lisa." Elina mengerutkan kening. "Apa kamu serius?" tanyanya, menatap wajah Radit penuh tanda tanya. Radit hanya mengangguk, ekspresinya tetap tenang. "Iya, saya serius. Kalau ada masalah, bisa katakan sekarang. Jangan ragu untuk berbicara," jawabnya, suaranya lebih lembut daripada yang Elina duga. Elina hanya tersenyum tipis. Ia sudah cukup lama mengenal Radit, dan meskipun ada ketegang

  • ASI Untuk Bosku   Bab 13 Pulang Dari Kantor

    Elina merasa lega karena akhirnya semua tugas di kantor selesai. Sejenak, dia membenarkan tas di bahunya dan menatap layar laptopnya yang sudah kosong. Pikirannya melayang ke rumah yang akan segera dia tempati bersama bosnya, Radit. Satu atap dengan pria itu... Elina menggigit bibir, tidak tahu harus bagaimana meresapi kenyataan ini."Pak Radit, saya pamit pulang dulu ya," ujarnya dengan suara pelan, namun yakin itu adalah keputusan yang tepat.Radit menoleh ke arahnya, matanya tetap tertuju pada layar laptop, tapi nada suaranya tetap tegas dan penuh kewibawaan. "Tunggu dulu, kamu tidak ingat akan tinggal bersama saya di rumah?" kata Radit, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi berubah.Elina terdiam sesaat. Sesuatu di dalam dadanya terasa berat. Ya, dia ingat dengan jelas bagaimana Radit, setelah berbagai pertimbangan, memutuskan bahwa Elina akan tinggal bersama dengan dirinya. Namun, saat ini, apa yang ada di pikirannya tak bisa sekadar dicerna begitu saja. Apa yang akan terjadi se

  • ASI Untuk Bosku   Bab 12 Rencana Yang Jahat

    Radit meminum obat tersebut dan kini merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ia merasa lega karena semuanya akhirnya berjalan dengan baik.Namun, tiba-tiba matanya menatap tajam ke arah Elina. "Kamu tidak memasukkan sesuatu ke makanan saya, kan?" tanyanya dengan nada datar, namun penuh curiga."Demi apapun, Pak Radit, saya tidak memasukkan apapun," Elina membela diri dengan tegas, merasa tidak bersalah sama sekali.Dr. Rian, yang ada di ruangan itu, segera mengambil tasnya dan berniat untuk pamit karena kondisi Radit sudah membaik."Sudah, Radit. Jangan terlalu terburu-buru menyalahkan Elina. Saya akan membantu untuk menyelidiki kasus ini," kata Dr. Rian, memberi dukungan pada Elina."Terima kasih banyak, Dr. Rian," jawab Radit dengan nada penuh rasa terima kasih.Elina merasa lega, terutama karena Dr. Rian mau membantu dirinya. Semoga saja semuanya terungkap, dan ia bisa membuktikan bahwa dia tidak salah dalam hal ini. Terlebi

  • ASI Untuk Bosku   Bab 11 Ada Yang Menghalangi

    Elina merasa perasaannya semakin panas. Sejak pagi tadi, segala sesuatunya terasa mengganggu, dan kini, setelah hampir keluar dari kantor, ada saja yang menghalangi. Kina yang tiba-tiba muncul dan bertanya dengan nada mencurigakan hanya menambah beban pikirannya."Hei, mau ke mana? Buru-buru sekali," kata Kina, matanya menyelidik Elina.Elina mengerutkan dahi. Rasanya sudah cukup dia diganggu pagi ini. "Aku tidak ingin mencari ribut, jadi menyingkir lah," jawabnya dengan nada dingin, langkahnya semakin cepat.Kina terkekeh, tidak terima dengan sikap Elina. "Cih, dasar sombong!" gumamnya, lalu menatap Elina dengan tatapan penuh sindiran.Elina sudah hampir mencapai pintu keluar, tetapi tiba-tiba seseorang memanggilnya. Belum sempat dia bernafas lega, suara Bela datang menyapanya dari belakang."Kamu baik-baik saja, Elina?" tanya Bela, dengan ekspresi yang sedikit khawatir, meski terlihat tidak begitu tulus.Elina menoleh, bingung dengan pertanyaan itu. Sejak kapan Bela peduli padanya?

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status