Beranda / Romansa / ASI Untuk Bosku / Bab 7 Rumor Tentang Elina

Share

Bab 7 Rumor Tentang Elina

Penulis: Manila Z
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 17:21:03

Elina tengah berada di dalam mobil milik Radit sekarang. Ia mengumpat dalam hati, merasa jengkel karena bosnya itu begitu semena-mena dengan dirinya. Bahkan Elina merasa dirinya sudah cukup sabar, tetapi tingkah Radit yang seolah sengaja mengusiknya membuat kesabaran itu mulai terkikis.

"Kamu tidak mau turun, Elina?" tanya Radit dengan nada santai, seolah tidak ada yang aneh.

"Hah?" Elina terkejut, menyadari dia melamun begitu lama. Seketika dia melihat ke luar jendela dan baru sadar kalau mereka sudah sampai di depan kantor.

"Kamu nggak khawatir orang lain berpikir aneh-aneh, kan, ketika tahu kita lama berada di dalam mobil?" Radit goda dengan nada yang sedikit nakal.

Tiba-tiba Elina merasa darahnya berdesir. Radit benar. Jika orang-orang tahu dia terlalu lama berada di mobil bersama bosnya, pasti akan ada banyak gosip tak jelas yang tersebar. Ia tidak mau menjadi bahan pembicaraan di kantor. Itu akan sangat memalukan.

Dengan cepat, Elina membuka pintu mobil dan keluar tanpa menoleh lagi. Radit, yang duduk di kursi pengemudi, hanya bisa tersenyum tipis melihat reaksi Elina yang terlihat menggemaskan, meskipun dirinya kesal.

"Terlihat menarik," puji Radit tanpa sadar, namun Elina langsung mengabaikannya dan menutup pintu mobil dengan cepat.

Elina bergegas menuju pintu kantor, berharap tidak ada yang memperhatikan. Namun sayangnya, seiring langkah kakinya yang cepat, beberapa rekan kantor sudah berdiri di luar dan sepertinya memperhatikan dengan tajam setiap gerak-geriknya. Ketika dia turun dari mobil Radit, beberapa rekan terlihat saling berbisik dan memandang dengan pandangan penuh tanya.

"Kamu lihat nggak? Elina turun dari mobil Bos," ujar salah satu wanita dengan suara rendah namun terdengar jelas.

"Kira-kira mereka punya hubungan apa yah?" tanya wanita lain yang mengenakan rok span, memandang ke arah Elina dengan mata penuh rasa ingin tahu.

Elina berusaha mengabaikan mereka, namun di saat yang sama, dia merasa terjebak dalam situasi yang tak diinginkannya. Ketika dia melewati mereka, tanpa diduga, tangan salah satu wanita yang tadi berdiri menahan tangannya.

"Heh, Elina!" seru wanita itu dengan nada yang agak tinggi, menarik perhatian Elina dan membuatnya berhenti sejenak.

Elina menoleh, wajahnya tampak sebal. Tiga orang yang biasanya menjadi teman dekatnya di kantor kini menatapnya dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Elina merasa seolah-olah mereka sedang menyelidiki dirinya.

"Kenapa tarik tangan segala?" tanya Elina dengan nada ketus, jengah. Tangannya yang tertahan membuatnya sedikit marah.

Bela, salah satu teman yang biasa akrab dengan Elina, tersenyum nakal. "Memangnya kenapa? Kita butuh penjelasan, Elina. Kami kan teman. Jangan malah diam aja."

Elina menatap mereka dengan tatapan tajam, menyadari bahwa mereka sedang berusaha menggali informasi lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Maksudnya?" tanya Elina, mengangkat sebelah alis dengan penuh rasa ingin tahu. Namun, dia bisa merasakan ada sesuatu yang tak beres di sini.

Bela menatapnya dengan serius, lalu berkata dengan nada yang agak menuduh, "Gak usah pura-pura deh, kami tahu semuanya. Kamu habis turun dari mobil Pak Radit kan? Kamu punya hubungan apa sama dia?"

Kina, yang berdiri di sebelah Bela, ikut menimpali dengan nada meremehkan, "Iya nih, kita lihat sendiri kok, bisa-bisanya kamu malah menggoda bos seperti itu."

Elina merasa terkejut dan marah sekaligus. Tanpa bukti, mereka langsung menghakimi dirinya seperti itu. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi mereka sudah menyimpulkan begitu saja.

"Apaan sih kalian?" Elina menghela napas panjang, merasa kesal. Dia tidak menyangka teman-temannya yang seharusnya mendukungnya justru menambah masalah. "Aku nggak punya hubungan apapun dengan Pak Radit. Cuma karena kebetulan aja dia yang menjemput aku."

Bela dan Kina saling bertukar pandang, tetapi tidak ada tanda-tanda mereka akan berhenti bertanya. Mereka jelas belum puas.

"Gak usah bohong, Elina!" Bela menatap Elina dengan tatapan yang tajam, seperti ingin mengungkap rahasia yang ada. "Kita lihat dengan mata kepala kita sendiri. Bisa-bisanya kamu berdua itu berduaan begitu lama."

Elina merasa dunia seperti berputar lebih cepat. Sebelum dia sempat menjawab, Maya, yang sejak tadi diam, akhirnya ikut bicara. "Dengar Elina, kami cuma ingin tahu. Jangan bikin kami khawatir. Kalau kamu punya hubungan dengan Pak Radit, ini bisa jadi masalah besar."

"Aku tidak punya urusan dengan kalian, jangan ikut campur!" maki Elina.

Namun, Kina tidak tinggal diam. Dia bersungut-sungut, "Jangan terlalu sombong, Elina. Jangan kira kalau kamu dekat sama Pak Radit, kamu bisa seenaknya."

"Ah, terserah kalian deh," Elina akhirnya berkata dengan nada datar, lalu bergegas pergi.

Namun, di balik langkahnya yang cepat, Elina tahu bahwa ia takkan bisa menghindari gosip yang sedang berkembang tentang dirinya di kantor. Bahkan sekarang, dia merasa semakin terjepit oleh situasi yang diciptakan oleh teman-temannya sendiri.

Apalagi dia yakin kalau Radit mempunyai hubungan dengan Elina. Dia akan membuat Elina mengakui semua hubungannya.

"Kalian gak usah sok tahu jadi orang!" umpatnya dengan sedikit kesal.

"Memangnya kenapa? Ada masalah?" tanya Elina dengan nada yang sedikit berani melawan mereka. Dia tidak mau kalau sampai diremehkan oleh orang-orang yang ada di sana.

"Rupanya benar yah kalau kamu punya hubungan dengan Pak Radit."

"Sudah kalian jangan bergosip, aku juga mau bekerja." Elina langsung memotong pembicaraan karena memang dia tidak mau lama-lama bersama dengan mereka.

Bodo amat kalau mereka semuanya akan berpikir hal aneh tentang dirinya sekarang. Dia sudah mengatur semuanya sedari awal.

"Jangan sombong kamu Elina. Mentang-mentang punya hubungan dengan Pak Radit. Awas saja kamu," ancam Kina.

"Terserah."

Elina tidak mau berdebat dengan orang-orang yang ada di sana. Terlebih dia mengetahui sesuatu sekarang. Ini tentang Kina yang memang sedari awal tidak menyukainya.

Elina memutuskan pergi begitu saja, meninggalkan yang lainnya. Dia masih penasaran dengan hubungan antara Elina dengan bosnya.

"Kamu melihatnya bukan, sekarang Elina malah terlihat sombong karena dekat dengan bos," ujar Kina.

"Kamu benar Kina. Sepertinya kita harus memberikan pelajaran pada Elina. Biar wanita itu kapok," ujar Bela dengan senyuman yang penuh arti.

"Apa tidak akan terjadi sesuatu kalau kita memberikan pelajaran pada Elina? Bagaimana kalau nanti dia malah mengadu pada Pak Radit dan kita dikeluarkan dari perusahaan?" ujar Maya yang merasa khawatir.

Bela menatap ke arah Maya yang mengatakan itu padanya. "Gak usah khawatir, dia tidak akan berani macam-macam kok sama kita, percaya deh."

"Benar itu kata Bela. Wanita seperti dia harus kita kasih pelajaran, jangan takut dengan wanita seperti dia," kata Kina dengan senyuman penuh arti. Dia sudah merencanakan sesuatu untuk membuat wanita itu merasa malu.

"Baiklah aku akan ikut kalian saja." Maya hanya mengatakan itu saja, dia tidak punya rencana untuk melakukan hal yang buruk sekarang.

***

Sementara itu, di dalam lift, Elina mengumpat kesal seorang diri. Telinganya terus bergaung dengan suara gosip yang semakin menggema di kantor, terutama yang beredar tentang dirinya. Setiap kata yang ia dengar membuatnya semakin tertekan.

"Menyebalkan sekali," gumamnya, sambil memejamkan mata, mencoba menenangkan diri.

Dia tahu, di kantor ini, tak ada rahasia yang bisa bertahan lama. Setiap gerak-geriknya seolah selalu dipantau. Dan kini, gosip tentang dirinya yang beredar semakin memanaskan suasana.

Ketika pintu lift akhirnya terbuka, Elina menarik napas panjang, siap menghadapi apa yang ada di depan. Namun, saat matanya tertuju pada sosok yang paling tidak ingin dia temui sekarang, siapa lagi kalau bukan bosnya.

Radit berdiri di depan pintu lift dengan ekspresi santai, seolah tak ada yang aneh. "Lama sekali di bawah, habis bergosip dulu?" katanya sambil tersenyum sinis, seperti menyindir.

Elina menahan diri, mencoba tetap tenang meski ada dorongan kuat untuk membalas dengan nada yang lebih tajam. Namun, ia tahu itu hanya akan memperburuk keadaan. "Jangan asal tuduh, Pak Radit," jawab Elina, mencoba menahan amarahnya yang sudah hampir tumpah.

Radit menatapnya dengan tatapan yang entah mengapa semakin membuat Elina merasa tidak nyaman. "Kok asal tuduh, Elina? Tadi saya lihat sendiri kamu sedang berbicara dengan teman-temanmu itu. Sepertinya ada yang tidak beres," Radit berkata, sambil sedikit menyeringai.

Elina bisa merasakan ada yang berbeda dalam cara Radit berbicara. Seperti ada kecemasan di balik tatapan matanya. Namun, dia tidak ingin terlalu memikirkan hal itu. "Kamu tidak bisa begitu, Pak Radit. Jangan gampang menyimpulkan sesuatu," Elina menjawab dengan tegas, berusaha menunjukkan bahwa dia tidak takut dengan tuduhan yang ada.

Radit sebenarnya tidak masalah jika dirinya dikaitkan dengan Elina. Namun, ada satu hal yang membuatnya khawatir. Keluarga mantan istrinya, terutama ibu mertua Elina yang sangat perhatian pada anaknya, pasti akan segera tahu tentang gosip ini. Dan itu bisa merusak semuanya. Radit tidak ingin hal itu terjadi, apalagi sampai berpengaruh pada hak asuh anaknya yang sudah lama ia perjuangkan.

"Elina, kamu harus hati-hati dalam bertindak," ujar Radit, kali ini suara agak lebih serius. "Saya tidak mau ada gosip miring yang bisa merusak reputasi saya, apalagi sampai mempengaruhi anak saya."

Elina merasa sedikit terkejut mendengar nada serius Radit. Selama ini, dia mengenal Radit sebagai sosok yang tampaknya selalu santai, tidak mudah terbawa perasaan. Namun, ada sesuatu dalam kata-katanya yang membuatnya menyadari betapa dalamnya masalah ini bagi Radit. Mungkin ada lebih dari yang dia pikirkan.

"Terserah Pak Radit saja," Elina menjawab dengan suara datar, berusaha menahan rasa kesalnya. "Saya permisi untuk bekerja," ujarnya sambil menekan tombol lantai dan melangkah keluar dari lift dengan langkah cepat.

Radit tidak menjawab. Hanya menatapnya dengan pandangan yang agak ragu. Ada sesuatu yang membuatnya ragu apakah ia harus berbicara lebih lanjut dengan Elina atau membiarkannya pergi begitu saja.

Namun, sebelum Elina benar-benar keluar, Radit menyebutkan satu kalimat lagi, membuat Elina berhenti sejenak. "Saya harap kamu ingat apa yang saya katakan, Elina. Jangan sampai ada masalah yang lebih besar karena ini."

Elina menoleh, menatapnya dengan mata yang sudah lelah. "Pak Radit sendiri yang awalnya cari masalah. Kalau tidak mau ada gosip, seharusnya Pak Radit tidak menjemput saya tadi. Sampai depan lobi kantor pula, banyak yang lihat," Elina mengeluh, suara geram terdengar jelas.

Radit menyadari kesalahannya. Ada bagian dalam dirinya yang merasa bersalah, tetapi di sisi lain, ia merasa seolah tidak punya pilihan. Semua terjadi begitu cepat dan tanpa perencanaan. "Sudahlah, kembali bekerja," katanya akhirnya, dengan nada agak pasrah.

Elina menatapnya satu kali lagi, lalu melangkah pergi. Sesaat dia merasa lega bisa menjauh dari Radit, namun di sisi lain, hatinya tidak sepenuhnya tenang.

Gosip di kantor akan semakin berkembang, dan ia tahu, semakin lama ia tinggal di sana, semakin rumit masalah ini akan jadi. Ia hanya bisa berharap, Radit tidak akan mempersulit keadaan lebih jauh lagi.

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ASI Untuk Bosku   Bab 8 Rencana Jahat

    Elina melihat Radit sedang mengobrol dengan seseorang di seberang ruangan. Sesuatu dalam dirinya tiba-tiba terasa tidak nyaman. Ada perasaan yang sulit dijelaskan, mungkin cemburu, atau bahkan kesal, melihat Radit begitu akrab dengan orang lain."ELINA!"Elina menoleh cepat, mendengar teriakan Radit yang terdengar keras dan memecah keheningan. Dia merasa sedikit bingung dan bertanya-tanya dalam hati, Apa yang membuat dia marah seperti itu?"Sial!" umpat Elina pelan, merasa kesal."Jangan mengumpat begitu, cepat hampiri bosmu sebelum gajimu dipotong," ujar Dani yang kebetulan berada di dekatnya."Iya, Dani. Kalau begitu aku ke sana dulu," Elina berkata sambil sedikit menghela napas, lalu berpamitan dengan Dani yang selama ini banyak membantunya."Lama sekali," omel Radit dengan nada kesal."Iya, Pak Radit tahu kan tadi saya sedang mengobrol dengan Dani?" Elina membela diri, meski dia tahu ini tidak akan merubah apapun."Jangan dekat-dekat dengan dia, kamu tahu dia itu buaya darat, bany

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • ASI Untuk Bosku   Bab 9 Radit Sakit Perut

    Elina akhirnya memutuskan untuk kembali ke ruangan dirinya bersama dengan Radit. Dia benar-benar kesal karena banyak orang yang menatap dirinya sinis. Mungkin semua orang merasa iri dengan dirinya karena dia dekat dengan bos."Pak Radit tidak mengatakan apapun, kita jadi pusat perhatian sekarang," ujar Elina dengan nada marah."Saya sih sudah terbiasa dengan banyak gosip di kantor ini, banyak orang yang mengatakan aneh-aneh tentang saya," balas Radit dengan santai, akhirnya dia membuka makanan yang memang sudah dipesan Elina."Iya, tapi saya tidak mau jadi bahan gosip, apalagi kalau sampai dituduh aneh-aneh," balas Elina dengan nada kesal, matanya melirik ke sekitar, memastikan tidak ada yang terlalu mengawasinya. Rasanya aneh sekali, seolah-olah semua mata di kantor tertuju pada mereka, menghakimi setiap gerakan.Radit hanya mengangguk ringan, seakan sudah terbiasa dengan suasana seperti ini. "Sudahlah Elina, daripada kamu terus menyalahkan saya seperti ini, lebih baik kamu temani sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • ASI Untuk Bosku   Bab 10 Radit Ditolong Dokter Rian

    Elina berdiri di ruang kantor Radit, tangan menggenggam erat tas tangannya, mata tak lepas memandang Radit yang terkulai lemas di kursi. Hatinya berdebar cemas, meski mencoba terlihat tenang. Apakah makanan itu benar-benar mengandung sesuatu? Atau ada yang sengaja melakukan ini padanya?"Pak Radit... sabar, ya. Dokter Rian akan segera datang," ucap Elina, suaranya bergetar meskipun berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Radit hanya mengangguk lemah, wajahnya pucat. Badannya terlihat gemetar, tak tahu harus berbuat apa lagi selain menunggu bantuan. Sesekali, dia merintih kesakitan, tubuhnya bolak-balik ke toilet, setiap kali dengan ekspresi yang semakin gelisah.Beberapa menit kemudian, Rian tiba. Mata Rian langsung tertuju pada Radit yang tampaknya semakin terpuruk. Sekilas dia memandang Elina, sedikit curiga, tetapi tidak bertanya dulu. Segera, dia menghampiri Radit."Radit, apa yang terjadi?" tanya Rian, suaranya penuh keprihatinan. "Elina, kamu tahu apa yang terjadi?"Elina cepat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • ASI Untuk Bosku   Bab 11 Ada Yang Menghalangi

    Elina merasa perasaannya semakin panas. Sejak pagi tadi, segala sesuatunya terasa mengganggu, dan kini, setelah hampir keluar dari kantor, ada saja yang menghalangi. Kina yang tiba-tiba muncul dan bertanya dengan nada mencurigakan hanya menambah beban pikirannya."Hei, mau ke mana? Buru-buru sekali," kata Kina, matanya menyelidik Elina.Elina mengerutkan dahi. Rasanya sudah cukup dia diganggu pagi ini. "Aku tidak ingin mencari ribut, jadi menyingkir lah," jawabnya dengan nada dingin, langkahnya semakin cepat.Kina terkekeh, tidak terima dengan sikap Elina. "Cih, dasar sombong!" gumamnya, lalu menatap Elina dengan tatapan penuh sindiran.Elina sudah hampir mencapai pintu keluar, tetapi tiba-tiba seseorang memanggilnya. Belum sempat dia bernafas lega, suara Bela datang menyapanya dari belakang."Kamu baik-baik saja, Elina?" tanya Bela, dengan ekspresi yang sedikit khawatir, meski terlihat tidak begitu tulus.Elina menoleh, bingung dengan pertanyaan itu. Sejak kapan Bela peduli padanya?

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • ASI Untuk Bosku   Bab 12 Rencana Yang Jahat

    Radit meminum obat tersebut dan kini merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ia merasa lega karena semuanya akhirnya berjalan dengan baik.Namun, tiba-tiba matanya menatap tajam ke arah Elina. "Kamu tidak memasukkan sesuatu ke makanan saya, kan?" tanyanya dengan nada datar, namun penuh curiga."Demi apapun, Pak Radit, saya tidak memasukkan apapun," Elina membela diri dengan tegas, merasa tidak bersalah sama sekali.Dr. Rian, yang ada di ruangan itu, segera mengambil tasnya dan berniat untuk pamit karena kondisi Radit sudah membaik."Sudah, Radit. Jangan terlalu terburu-buru menyalahkan Elina. Saya akan membantu untuk menyelidiki kasus ini," kata Dr. Rian, memberi dukungan pada Elina."Terima kasih banyak, Dr. Rian," jawab Radit dengan nada penuh rasa terima kasih.Elina merasa lega, terutama karena Dr. Rian mau membantu dirinya. Semoga saja semuanya terungkap, dan ia bisa membuktikan bahwa dia tidak salah dalam hal ini. Terlebi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • ASI Untuk Bosku   Bab 13 Pulang Dari Kantor

    Elina merasa lega karena akhirnya semua tugas di kantor selesai. Sejenak, dia membenarkan tas di bahunya dan menatap layar laptopnya yang sudah kosong. Pikirannya melayang ke rumah yang akan segera dia tempati bersama bosnya, Radit. Satu atap dengan pria itu... Elina menggigit bibir, tidak tahu harus bagaimana meresapi kenyataan ini."Pak Radit, saya pamit pulang dulu ya," ujarnya dengan suara pelan, namun yakin itu adalah keputusan yang tepat.Radit menoleh ke arahnya, matanya tetap tertuju pada layar laptop, tapi nada suaranya tetap tegas dan penuh kewibawaan. "Tunggu dulu, kamu tidak ingat akan tinggal bersama saya di rumah?" kata Radit, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi berubah.Elina terdiam sesaat. Sesuatu di dalam dadanya terasa berat. Ya, dia ingat dengan jelas bagaimana Radit, setelah berbagai pertimbangan, memutuskan bahwa Elina akan tinggal bersama dengan dirinya. Namun, saat ini, apa yang ada di pikirannya tak bisa sekadar dicerna begitu saja. Apa yang akan terjadi se

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • ASI Untuk Bosku   Bab 14 Di Rumah Radit

    Radit menghentikan mobilnya dengan perlahan ketika mereka sampai di halaman rumah besar miliknya. Rumah itu terlihat megah, dengan taman luas yang rapi dan sebuah kolam renang kecil di sudut kanan halaman. Elina yang semula tampak ragu-ragu, kini melangkah keluar dari mobil mengikuti langkah Radit, meski suasana hati sedikit berat. Perintah Radit untuk ikut ke rumahnya membuatnya terdiam, tetapi ia tahu, ini adalah bagian dari kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Radit menatapnya sekilas dan berkata dengan suara datar, "Baju-baju kamu yang sudah ada di koper tadi pagi sudah dibereskan oleh Lisa." Elina mengerutkan kening. "Apa kamu serius?" tanyanya, menatap wajah Radit penuh tanda tanya. Radit hanya mengangguk, ekspresinya tetap tenang. "Iya, saya serius. Kalau ada masalah, bisa katakan sekarang. Jangan ragu untuk berbicara," jawabnya, suaranya lebih lembut daripada yang Elina duga. Elina hanya tersenyum tipis. Ia sudah cukup lama mengenal Radit, dan meskipun ada ketegang

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • ASI Untuk Bosku   Bab 15 Jio Nyaman Dekat Elina

    "Kenapa kamu mengusir saya, Elina? Bukannya waktu itu kamu juga pernah menyelinap ke kamar saya!" bentak Radit, nadanya tajam, matanya menatap Elina penuh tuduhan.Elina sontak terdiam. Jantungnya berdebar. Kalimat itu membangkitkan kembali ingatan yang sudah lama ia kubur. Ia memang pernah masuk ke kamar Radit diam-diam… tapi bukan karena keinginannya sendiri."Itu… itu salah paham. Lisa yang menyuruh aku ke kamar Pak Radit malam itu," ujar Elina pelan, tapi cukup jelas untuk membuat Radit menghentikan langkahnya.Tatapan Radit berubah. Matanya kini menyipit, mencoba membaca raut wajah Elina. "Lisa yang menyuruh kamu?" tanyanya, suaranya turun satu oktaf, lebih tenang, tapi penuh tanda tanya.Elina mengangguk, menatap Radit dengan kebingungan. "Iya. Dia yang bilang harus ambil dokumen penting dari meja kerja kamu. Aku nggak ngerti kenapa harus buru-buru waktu itu. Tapi dia kelihatan panik."Radit terdiam. Ingatannya melayang pada malam itu—malam ketika pintu kamarnya terasa seperti a

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10

Bab terbaru

  • ASI Untuk Bosku   Bab 19 Kamu Beneran Suka Elina?

    “Kamu kenal, Elina?”Suara Rian tenang, tapi sorot matanya menusuk seperti pisau tajam yang menembus lapisan luar Radit.Radit menoleh, dan tanpa perlu berkata apa-apa, ia tahu Elina akan membenarkannya.Elina berdiri di dekat pintu, tubuhnya tegak, tapi jemarinya mengepal di samping tubuh. Ada sesuatu di sorot matanya—entah luka, entah kecewa, atau mungkin… keduanya.“Dia Kina. Dari divisi yang sama dengan Bela,” katanya pelan, tapi tegas.Radit mengangguk sekali, rahangnya mengeras.“Panggil dia ke sini.”“Baik, Pak Radit.”Elina berbalik, langkahnya cepat, nyaris seperti ingin segera menjauh dari ruangan itu. Tapi setiap langkahnya terasa berat, seolah ada yang menahannya untuk tetap tinggal.Begitu pintu tertutup, suasana di dalam ruangan berubah drastis. Sunyi. Tegang. Seolah udara ikut menahan napas.Rian menyilangkan kaki, menatap Radit dari balik meja.“Kamu beneran tertarik sama Elina?”Radit tak langsung menjawab. Ia menatap meja, lalu jendela, lalu kembali pada sahabatnya.

  • ASI Untuk Bosku   Bab 18 Kamu Kenal Elina?

    Elina menghela napas panjang. Matanya masih terpaku pada kejadian barusan—Radit, lelaki yang selama ini mengisi hatinya, tampak begitu hangat tertawa bersama Bela. Tatapan mereka, kedekatan mereka, semuanya membuat dada Elina terasa sesak."Menyebalkan sekali!" umpat Elina, suaranya pelan namun tegas, menggigit udara sore yang mulai dingin.Tanpa pikir panjang, Elina berbalik dan melangkah keluar. Dia tak sanggup melihat lebih lama. Hatinya terlalu rapuh untuk menyaksikan kebersamaan yang menyakitkan itu. Kepalanya penuh dengan bayangan—Bela yang selalu tampil sempurna, Radit yang akhir-akhir ini berubah dingin. Apa aku hanya pelarian? batinnya resah.Duk.Langkahnya yang terburu membuatnya menabrak seseorang.“Oh maaf—” Elina langsung mendongak dan terkejut saat melihat sosok di depannya.“Kamu melamun, Elina?” tanya pria itu dengan senyum hangat. Dokter Rian.“Dokter Rian? Tumben sekali datang ke sini,” ucap Elina, mencoba menyembunyikan kegelisahannya di balik senyum canggung.Rian

  • ASI Untuk Bosku   Bab 17 Hasil Penyelidikan Rian

    Aroma asap dari ayam bakar yang sedang dipanggang menusuk hidung Rian saat ia berdiri di depan restoran Ayam Taliwang itu. Sederhana, tapi ramai. Letaknya tidak jauh dari kantor tempat Elina dan Radit bekerja. Dan ya, inilah restoran yang disebut Elina—tempat dia memesan makanan untuk Ramon beberapa waktu lalu.Rian tak datang untuk makan siang. Ia datang untuk mencari tahu—siapa yang mencoba mencelakai Radit lewat makanan.Ia melangkah masuk. Pelanggan terlihat sibuk menyantap makanan, tertawa ringan. Tak ada yang terlihat mencurigakan. Tapi Rian tahu, sesuatu terjadi di balik dapur yang tertutup itu.“Selamat siang, Kak. Mau makan di sini atau bungkus?” sapa seorang pelayan perempuan.“Bukan. Saya ingin bertemu manajernya. Tentang pesanan makanan beberapa hari lalu,” jawab Rian, suaranya datar tapi tegas.Tak lama, seorang wanita keluar. Wajahnya kaku, matanya tajam. “Saya manajernya. Ada apa?”“Saya hanya ingin tahu, adakah yang aneh dengan pesanan atas nama Elina beberapa hari lal

  • ASI Untuk Bosku   Bab 16 Berangkat Bersama

    Pagi hari yang cerah.Pagi hari yang cerah.Langit bersih tanpa awan, matahari menggantung rendah dengan sinarnya yang hangat menembus dedaunan dan menyentuh kap mobil hitam milik Radit yang terparkir rapi di depan rumah.Radit sudah duduk di balik kemudi, tapi mesinnya belum menyala. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir, sementara matanya terus melirik jam tangan. Sesekali ia mendesah—tak sabar.Akhirnya, pintu rumah terbuka. Elina muncul dengan langkah cepat. Dia terkejut saat melihat mobil Radit masih terparkir. Keningnya berkerut, alis kirinya naik, mencerminkan rasa heran."Pak Radit belum berangkat?" gumamnya lirih.Radit menurunkan kaca jendela dan melirik tajam. "Lama amat. Ayo masuk!"Elina sedikit bingung, tapi langsung menuruti. "Saya kira Pak Radit udah duluan ke kantor.""Ayo cepat, jangan banyak tanya," potong Radit, nadanya terdengar malas menjelaskan.Elina membuka pintu penumpang dan masuk tanpa membantah lagi. Dia tahu bosnya itu bukan tipe orang yang suka diinterogasi

  • ASI Untuk Bosku   Bab 15 Jio Nyaman Dekat Elina

    "Kenapa kamu mengusir saya, Elina? Bukannya waktu itu kamu juga pernah menyelinap ke kamar saya!" bentak Radit, nadanya tajam, matanya menatap Elina penuh tuduhan.Elina sontak terdiam. Jantungnya berdebar. Kalimat itu membangkitkan kembali ingatan yang sudah lama ia kubur. Ia memang pernah masuk ke kamar Radit diam-diam… tapi bukan karena keinginannya sendiri."Itu… itu salah paham. Lisa yang menyuruh aku ke kamar Pak Radit malam itu," ujar Elina pelan, tapi cukup jelas untuk membuat Radit menghentikan langkahnya.Tatapan Radit berubah. Matanya kini menyipit, mencoba membaca raut wajah Elina. "Lisa yang menyuruh kamu?" tanyanya, suaranya turun satu oktaf, lebih tenang, tapi penuh tanda tanya.Elina mengangguk, menatap Radit dengan kebingungan. "Iya. Dia yang bilang harus ambil dokumen penting dari meja kerja kamu. Aku nggak ngerti kenapa harus buru-buru waktu itu. Tapi dia kelihatan panik."Radit terdiam. Ingatannya melayang pada malam itu—malam ketika pintu kamarnya terasa seperti a

  • ASI Untuk Bosku   Bab 14 Di Rumah Radit

    Radit menghentikan mobilnya dengan perlahan ketika mereka sampai di halaman rumah besar miliknya. Rumah itu terlihat megah, dengan taman luas yang rapi dan sebuah kolam renang kecil di sudut kanan halaman. Elina yang semula tampak ragu-ragu, kini melangkah keluar dari mobil mengikuti langkah Radit, meski suasana hati sedikit berat. Perintah Radit untuk ikut ke rumahnya membuatnya terdiam, tetapi ia tahu, ini adalah bagian dari kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Radit menatapnya sekilas dan berkata dengan suara datar, "Baju-baju kamu yang sudah ada di koper tadi pagi sudah dibereskan oleh Lisa." Elina mengerutkan kening. "Apa kamu serius?" tanyanya, menatap wajah Radit penuh tanda tanya. Radit hanya mengangguk, ekspresinya tetap tenang. "Iya, saya serius. Kalau ada masalah, bisa katakan sekarang. Jangan ragu untuk berbicara," jawabnya, suaranya lebih lembut daripada yang Elina duga. Elina hanya tersenyum tipis. Ia sudah cukup lama mengenal Radit, dan meskipun ada ketegang

  • ASI Untuk Bosku   Bab 13 Pulang Dari Kantor

    Elina merasa lega karena akhirnya semua tugas di kantor selesai. Sejenak, dia membenarkan tas di bahunya dan menatap layar laptopnya yang sudah kosong. Pikirannya melayang ke rumah yang akan segera dia tempati bersama bosnya, Radit. Satu atap dengan pria itu... Elina menggigit bibir, tidak tahu harus bagaimana meresapi kenyataan ini."Pak Radit, saya pamit pulang dulu ya," ujarnya dengan suara pelan, namun yakin itu adalah keputusan yang tepat.Radit menoleh ke arahnya, matanya tetap tertuju pada layar laptop, tapi nada suaranya tetap tegas dan penuh kewibawaan. "Tunggu dulu, kamu tidak ingat akan tinggal bersama saya di rumah?" kata Radit, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi berubah.Elina terdiam sesaat. Sesuatu di dalam dadanya terasa berat. Ya, dia ingat dengan jelas bagaimana Radit, setelah berbagai pertimbangan, memutuskan bahwa Elina akan tinggal bersama dengan dirinya. Namun, saat ini, apa yang ada di pikirannya tak bisa sekadar dicerna begitu saja. Apa yang akan terjadi se

  • ASI Untuk Bosku   Bab 12 Rencana Yang Jahat

    Radit meminum obat tersebut dan kini merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ia merasa lega karena semuanya akhirnya berjalan dengan baik.Namun, tiba-tiba matanya menatap tajam ke arah Elina. "Kamu tidak memasukkan sesuatu ke makanan saya, kan?" tanyanya dengan nada datar, namun penuh curiga."Demi apapun, Pak Radit, saya tidak memasukkan apapun," Elina membela diri dengan tegas, merasa tidak bersalah sama sekali.Dr. Rian, yang ada di ruangan itu, segera mengambil tasnya dan berniat untuk pamit karena kondisi Radit sudah membaik."Sudah, Radit. Jangan terlalu terburu-buru menyalahkan Elina. Saya akan membantu untuk menyelidiki kasus ini," kata Dr. Rian, memberi dukungan pada Elina."Terima kasih banyak, Dr. Rian," jawab Radit dengan nada penuh rasa terima kasih.Elina merasa lega, terutama karena Dr. Rian mau membantu dirinya. Semoga saja semuanya terungkap, dan ia bisa membuktikan bahwa dia tidak salah dalam hal ini. Terlebi

  • ASI Untuk Bosku   Bab 11 Ada Yang Menghalangi

    Elina merasa perasaannya semakin panas. Sejak pagi tadi, segala sesuatunya terasa mengganggu, dan kini, setelah hampir keluar dari kantor, ada saja yang menghalangi. Kina yang tiba-tiba muncul dan bertanya dengan nada mencurigakan hanya menambah beban pikirannya."Hei, mau ke mana? Buru-buru sekali," kata Kina, matanya menyelidik Elina.Elina mengerutkan dahi. Rasanya sudah cukup dia diganggu pagi ini. "Aku tidak ingin mencari ribut, jadi menyingkir lah," jawabnya dengan nada dingin, langkahnya semakin cepat.Kina terkekeh, tidak terima dengan sikap Elina. "Cih, dasar sombong!" gumamnya, lalu menatap Elina dengan tatapan penuh sindiran.Elina sudah hampir mencapai pintu keluar, tetapi tiba-tiba seseorang memanggilnya. Belum sempat dia bernafas lega, suara Bela datang menyapanya dari belakang."Kamu baik-baik saja, Elina?" tanya Bela, dengan ekspresi yang sedikit khawatir, meski terlihat tidak begitu tulus.Elina menoleh, bingung dengan pertanyaan itu. Sejak kapan Bela peduli padanya?

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status