Asfha, dia harus berjalan kaki karena motornya mogok dan keterlambatan pulang. Meskipun dirinya mempunyai mobil dan motor dua tapi dia tidak ingin membebankan kedua orangtuanya.
Dibawah terik matahari yang begitu panas sesekali Asfha mengeluh kendaraan yang melalui dirinya tak ada satupun yang ingin membantu.
"Huh gini kali ya kalo hidup serba kekurangan gak ada yang bantuin berasa derita ditelen sendiri. Sungguh berat sekali epribadih," ucapnya pada diri sendiri sambil mengelap keringat yang berada di kening.
Ketika dia akan melangkah dia melirik kearah belakang merasa mendengar sedikit keributan dan ternyata benar ada segerombolan orang yang sedang mengejar pencuri. Ketika pencuri itu melewati Asfha secepat kilat dia menarik kerah baju si pencuri.
"Mau kemana lo tua berewok dah mau jadi calon mayat, kulit dah keriput bukannya insap malah maksiat," ucapnya nyerocos.
"Bukan urusan lo," ucapnya akan lari namun Asfha kembali menarik paksa.
"Eh main kabur aja adu panco dulu yo! Yang menang beliin es cream satu truk."
"Lu ngelawak atau mau adu panco banyak drama."
"Nyali lo bagus juga, belum tau siapa gue hah?"
"Halah cuma gadis kecil doang, yok!" ucapnya bersiap memposisikan kaki kuda-kuda.
"Gak usah banyak bacot!" ucapnya sambil menendang keras kemaluannya.
"Sh aww, cakep juga tendangan lu," ucapnya meringis.
Belum juga dimulai si pencuri itu sudah kesakitan karena tendangan Asfha yang begitu memautkan. Ketika ada peluang Asfha kembali menendang dagu si pencuri itu dan membabibu pukulan tepat dihidungnya. Disaat si pencuri itu akan melawan dengan lincahnya Asfha meng tangkis tangannya dan diputar kebelakang membuat si pencuri kesakitan.
"Boy sakit aduh lepasin!" pintanya.
"Boy boy emangnya gue laki," sarkas Asfha.
"Sakumaha gue," timpalnya.
"Dih bisa bahasa sunda juga. Anak indung gak boleh baong ya cakep. Kalo baong nanti dilemparin ke waduk empang!" ucapnya sambil menyentil telinga si pencuri layaknya seorang ibu sedang membeli pelajaran kepada anaknya.
"Belegug! Dikira gue anak lo lepasin!" pintanya memberontak tapi tenaga Asfha lebih besar.
"Bodo amat! Mana siniin dulu tas nya! Kalo gak ngasih? Gue kasih bau ketek yang belum dimandiin 1 bulan!"
"Geulis-geulis bau dih! Nih ambil!" ucapnya sambil menyodorkan tas.
Asfha mengambil tas itu, karena merasa belum puas dengan baku hantamnya, dia memberi ketiak dengan menjepitkan kepala si pencuri.
"Nih gue kasih ketek yang sedepnya minta ampun," ucapnya menggesek-gesek.
Si pencuri itu memberontak setelah berhasil keluar, dia lari sekencang mungkin apalagi melihat warga yang sudah membawa barang-barang tajam.
"Hahaha badan aja gede mentalnya ciut," ledeknya.
Ketika sudah merasa aman seorang wanita menghampiri Asfha, dia berbadan langsing muka cantik bagaikan ratu meskipun umurnya tak jauh dengan Ibunya, tetapi wanita itu sungguh menawan mungkin karena awet muda.
"Eh … kamu gapapa?" tanyanya.
"Eh hehe gak, Bu. Ini tas-nya lain kali hati-hati disini rawan rampok," ucapnya sambil menyodorkan tas.
"Ya terima kasih."
"Ya, Bu. Saya pamit dulu hari dah sore takut dicariin, Mamah apalagi anak-nya kayak aku udah cakep jago silat lagi," ucapnya kepede-an.
"Haha kamu ini, saya antarkan!"
"Hah? Enggak deh makasih banget," tolaknya halus.
"Saya gak mau tau dan gak nerima penolakan," ucapnya pergi begitu saja.
"Lah? Ko emak-emak model gitu maksa. Tapi ya udah lah terima aja so'-so'an nolak padahal hati mau," ucapnya menghampiri dan masuk ke dalam mobil. Dilajukan mobil tersebut dengan kecepatan rata-rata.
Selama perjalanan tak ada yang bersuara termasuk Asfha. Selama perjalanan pulang Asfha selalu meminta untuk diturunkan sudah berkali-kali tetap tak dijawab, dia merasa tidak enak hati jika harus merepotkan nona cantik itu.
Asfha tak biasa diam sampai berjam ingin sekali berbicara namun dia urungkan. Karena kejenuhan terus saja menyelimuti akhirnya dia membuka kaca mobil dan kepalanya sedikit dikeluarkan.
Hembusan angin menampar pipinya membuat dirinya ketawa bahagia. Asfha melambai-lambaikan tangan dan mengajak berbicara pada burung yang berada dilangit meskipun jarak diantaranya terpaut jauh.
"Hay burung lo lagi ngapain? Main ke rumah gue yuk! Disana ada makanan kucing," teriaknya.
Didalam mobil tak hanya nona cantik dan Asfha melainkan ada seorang laki-laki yang seumuran Asfha, awalnya lelaki itu sedikit ada rasa suka pada Asfha karena kepribadian Asfha yang diam. Tetapi rasa itu berubah menjadi tidak suka semenjak melihat kekonyolan Asfha yang mengajak kenalan dengan burung.
Diantaranya belum pernah bertegur sapa atau saling pandang tetapi lelaki itu bisa benci dengan melihatnya saja.
"Mah! Turunin aja dia!" titahnya pada Mamah.
"Loh? Emangnya kenapa?"
Lelaki itu tidak menjawab dengan rahang yang mengeras namun tetap santay dia kembali pokus mengemudi mobil tersebut.
Beberapa 30 menit sudah dilalui akhirnya berhenti tepatnya dirumah Asfha, dia turun dari mobil. Sebelum pergi Asfha pamit pada nona cantik.
"Makasih, Bu."
"Eh … jangan panggil Ibu berasa tua. Panggil aja tante."
"Hehe iya makasih, Tante. Eh ko ada orang? Itu siapa, Tan?" tanyanya sambil menunjuk pada lelaki yang berada disamping Nona cantik.
Belum sempat Nona cantik menjawab, lelaki itu sudah melajukan mobilnya dengan cepat sekali.
"Aduh itu orang tolol banget!" sarkasnya sambil memegang kepala."Ada apa, Neng?" tanya Bi Minah tiba-tiba yang sedang menyiram bunga.Bi Minah diperintahkan oleh Asfha untuk memanggilnya 'Neng'. Entah kenapa jika Asfha dipanggil 'Nona' dia selalu marah, karena tidak ingin Asfha marah akhirnya dia nurut."Enggak, Bi. Lanjutin aja nyiramnya! Udah makan belom, Bi?" tanyanya perhatian.Asfha adalah anak majikan dari pembantu. Tetapi Asfha selalu perhatian, tidak hanya dengan orang yang berada didalam rumah dengan orang yang diluar rumah juga. Orang tuanya selalu mendidik agar Asfha selalu adil dengan siapapun tidak memilih antara si kaya atau si miskin. Asfha juga di didik untuk memandang semua orang itu sama derajatny
Malam tiba, setelah makan bersama keluarga Asfha sudah berada dikamarnya masing-masing dan Asfha sekarang sedang rebahan sambil bermain handphone.Ketika seru-serunya scroll tiktok tiba-tiba notif WhatsApp bermunculan dan itu sangat membuat Asfha jengkel."Siapa sih heuh," gerutunya langsung lari ke WhatsApp.Dilihat banyak sekali yang chat apalagi grup kelas dengan pesan 300 nama grup XI Ipa 2. Dibuka grup tersebut, karena jenuh harus membaca pesan dia hanya scroll sampe bawah. Namun disaat dia scroll matanya melotot pada pesan 'weh tugas Pak Alzam liat'."Mampus. Ko bisa lupa gini ey," ucapnya.Asfha kembali menutup grupnya dan langsung mencari nama Fika.
Asfha dan Fika sudah tiba disekolah, mereka kini berada diparkiran dirapihkannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ketika Fika sedang bercermin, dia melihat seorang lelaki dari pantulan cermin itu dengan memakai kacamata hitam pakaian yang sama seperti siswa disini karena penasaran, dia berbalik langsung mematung matanya pun melotot sampai mau copot."Fha!" panggilnya pelan tapi masih bisa didengar oleh Asfha."Diem gue lagi ngerapihin rambut," ucapnya tak melirik dan masih fokus."Ih liat dulu i-tu siapa?" cicitnya sambil menggigit ibu jari.Asfha penasaran siapa yang dimaksud dengan temannya alhasil dia menoleh, Asfha yang awalnya sedang merapikan rambut pergerakannya terhenti matanya tak berkedip sama sekali.
Asfha terus mengikuti dari belakang banyak yang menatapnya heran karena melihat wajah Asfha yang terseyum sepanjang perjalanan. Jalannya pun elegan tak ada sikap bar-bar.Pak Alzam masuk dan langsung duduk ditempatnya sambil mempersilahkan Asfha duduk. Yang dipersilahkan menurut sambil tersenyum."Kamu tau? Alasan saya membawa kamu ke kantor?" tanya Pak Alzam memulai, dia juga bersikap tegas duduknya pun tegap.Asfha menggelengkan kepala sebagai jawaban bahwa dirinya tidak tahu dan masih tetap tersenyum.Pak Alzam mengerutkan keningnya, dia berpikir kenapa dengan Asfha? Bukankah dirinya selalu bar-bar? Lantas kenapa dia mendadak bersikap elegan seperti itu? Namun Pak Alzam tetap biasa dan menatap sambil mengelus-nge
Hampir 2 jam lebih, dua orang itu masih belum mengeluarkan suara. Entah apa yang berada dipikirannya masing-masing, namun yang jelas diantaranya sedang menunggu salah satunya mengeluarkan suara.Hampir 2 jam, Pak Alzam belum lagi ngeluarin suara? Dan begonya gue masing disini, batin Asfha sedikit menghentakan kakinya.Pak Alzam bisa melihat kejengkelan wanita yang didepannya itu, dia semakin memperhatikan gerak-geriknya.Saya tau kamu jengkel, tapi saya tidak akan mengeluarkan suara sebelum kamu memulai, batin Pak Alzam.Tring Tring TringBel berbunyi memberitahukan kepada seluruh siswa/i untuk belajar di esok hari.
Lelaki itu melotot, dia tak menyangka apa yang dilakukan wanita didepannya. Lelaki itu sangat jengkel dengan tingkahnya dari awal masuk sekolah sampai detik dia membungkam wanita itu."Maksud lo apa sih? Gak liat apa banyak orang yang mandang aneh? Baru kali ini gue nemu cewek aneh kayak lo. Lain kali jadi cewek tuh elegan dikit gak usah bar-bar, jual mahal jangan ngejar-ngejar kayak gini. Kodrat seorang wanita itu dikejar bukan ngejar."Ucapan lelaki itu begitu nusuk ke hati Asfha, matanya menatap dengan tatapan sinis. Lelaki itu sadar jika dirinya telah ditatap akhirnya dia juga menatap.Lama-kelamaan pikirannya membeludak tiba-tiba Asfha memukul lelaki itu."Suka-suka gue dong, itu bukan urusan lo," lawan Asfha t
Seluruh ruangan sekolah sudah dipenuhi oleh para pelajar, kini mereka sudah berada dikelasnya masing-masing termasuk murid pengheboh bernama Asfha sudah berada di lingkungan sekolah sebelum 15 menit bel berbunyi.Asfha sedang berdiri didekat pintu kepalanya celangak-celinguk melihat keluar sesekali, dia juga duduk pada kursi yang ada didekatnya namun tak lama dia kembali berdiri layaknya seperti orang yang sedang menunggu sesuatu."Eh, Asfha. Mau jadi penunggu pintu? Gue liat dari kejauhan celangak-celinguk mulu keluar. Nungguin siapa sih?" tanya teman kelasnya yang baru datang, dia bernama Arsad."Bukan urusan lo!" jawabnya sinis."Wadaw galak bener. Ya udah minggir," ucapnya lewat sambil nyenggol bahu Asfha.
"Tapi … gue pengen deket doang, Fik. Lagiankan cuma deket.""Iya gue tau cuma deket. Tapi gak semua orang bisa berteman dengan kata dekat pasti bakal ada sebagian orang akan membawa perasaan. Terus deketnya, lo itu bisa menciptakan suka deh.""Kata siapa? Peramal bukan so' tau aja. Lo aja kali gak suka gue deket sama si aa itu yah?" goda Asfha."Dih ngelak kata siapa juga sih? Punten gue udah punya pawang dan bakal setia," sombongnya."Ah masa sih?""Iya.""Ah masa?""Terserah lu dah. Gue males ah terus ngomong sama lo gak ada beres
Fika tersenyum bahagia, dia juga memeluknya kembali."Oke. Gue minta maaf, Fha. Gue udah salah paham sama lo, harusnya gue lebih sadar dan berpikir dulu sebelum dimasukin ke hati.""Gak usah minta maaf. Harusnya yang minta maaf itu gue, karena lo korban dari bentakan nada bicara gue dari kesekian orang. Hahaha, lagian salah lo juga sih apa-apa dimasukin ke hati.""Haha iya-iya. Tapi, sekarang gue lebih bersyukur punya sahabat seperti lo.""Jadi sebelumnya lo gak pernah bersyukur?" tanya menguraikan pelukan dan langsung menatap lekat sahabatnya."Hilih kebalikan nih, jadi lo yang dimasukin kehati."
Jam 8 pagi matahari sudah nampak diatas nabastala memancarkan cahaya menerangi alam semesta. Indahnya pancaran itu memberi kesejukan bagi penghuni makhluk yang berada di bumi dan langit.Dilangit Kicauan burung berbondong-bondong mengelilingi angkasa. Dibumi pohon bersemi kembali, lantas nikmat mana yang kami dustakan?"Satu dua satu dua.""Fha mau gak?" tawar Fika membawa kantung kresek hitam yang berisi makanan.Asfha menoleh lalu menghampirinya.Dua makhluk itu sedang berolahraga dibelakang rumah Asfha mengisi waktu libur dihari minggu. Sudah hampir 2 jam mereka melakukan runititas itu.
Lelaki itu memangutkan kepala. "Ya gapapa. Katanya belum beres belanjanya? Dilanjut!"Asfha menyengir kuda, sebenarnya bukan belum selesai belanja tapi karena dia ingin berlama-lama dengan lelaki itu."Ah nggak udah ko," alibinya."Oh udah? Pulang gih! Nanti orang tua lo marah. Gak baik anak gadis keluyuran lama-lama diluar tengah malem!"Asfha mendengus kesal mencibirkan bibirnya. Lelaki itu tak mengerti apa yang diinginkan Asfha. Dengan seperti itu keinginannya harus musnah tertelan sebelum waktunya, dia tak bisa mencari alasan lagi hanya pasrah.Bingung jika harus saling diam akhirnya Asfha izin untuk pamit pulang terlebih dahulu.
Tit Tit TitAsfha memalingkan wajahnya melihat kedepan ternyata benar suara mobil itu berhenti tepat didepan rumahnya."Tuh kayaknya udah dateng. Izinin yah? Bentar doang … hmm yah bener deh bentar doang. Kesian Fika udah kesini kalo aku gak diizinin," pintanya memelas."Ya udah, Pah. Izinin ajah, mereka cuma belanja," ucap Mamahnya membantu meminta izin.Papahnya dia sejenak, berpaling melirik Asfha. "Ya udah sana. Tapi hati-hati jangan ngebut apalagi sambil bercanda!""Yey oke siap, Pah," jawabnya antusias sambil hormat.Asfha berdiri dan menyalami orang tuanya. Dia juga diantar oleh
"Haduh. Huft hah huft hah."Asfha mencoba menormalkan pernapasannya. Dia berjalan kembali menghampiri meja lalu menengok kearah bawah, dia penasaran siapa yang telah bersikap tidak sopan."Keluar!" titahnya sambil menggebrakkan meja.Orang yang berada dibawah itu menoleh. "Ada apa, Neng?" tanyanya sambil keluar tanpa berdosa."Oh kamu, Mang. Cepet-cepet keluar!"Semua orang ikut keluar dan menunggu apa yang akan terjadi."Amang kentut ya?" tanya Asfha to the point.Mang Udin menyengir. "Iya hehe, tapi tadi loh kentutnya."
Deras hujan mengguyur rumah disertai gemerlapan petir, jalan basah kuyup, pepohonan ikut bergoyang karena tiupan angin.Tang kolentrang tangSuara rintikan hujan menggema berirama diatap rumah, apalagi atap rumah itu terbuat dari Asbes.Ruangan cukup redup hanya pancaran cahaya remang-remang terdapat seorang gadis sedang belajar, ralat bukan belajar melainkan melukis. Gadis itu mencoreng-coreng tinta diatas kertas putih. Lukisan itu menampakkan kepala seseorang, entah laki-laki atau perempuan yang jelas lukisan itu baru separuh.Namun ditengah kepokusan melukis, dia merasa terganggu dengan adanya suara kebisikan tang kolentrang yang terdengar keras dan semakin keras.
Pergerakan Asfha terhenti disaat dia sudah membuka pintu. Asfha menuruti dan masuk, Pak Alzam memutar dan duduk didekat Asfha tepatnya ditempat pengemudi, dia memakai sabuk pengaman. Dirasa sudah siap, Pak Alzam belum melajukan mobilnya melainkan memajukan badan yang berada didepan muka Asfha. Muka mereka hanya berjarak beberapa cm. Asfha membelalakan matanya jarak antara wajah mereka sangat dekat pergerakan Asfha pun terkunci, dia menahan napas kuat-kuat. Pak Alzam pun tak dapat terbohongi hatinya ikut berdebar, sebelum beranjak dia sempat melirik Asfha. Mata mereka saling bertemu debaran-debaran dihati mereka semakin kencang. Rasa canggung dan keringat mengajalar menusuk jiwa mereka. "Emm a-nu, Pak," lirihnya terbata-bata.  
Aksan bisa merasakan bahwa badan Sang Ibu bergetar isakan itu pun menjalar terdengar jelas. Aksan menguraikan pelukan menatatap terlihat mata sembab lalu diusap jejak air matanya dan Sang Ibu menerbitkan senyuman diterima hangat oleh Aksan."Jangan nangis!" lirihnya."Nggak sayang. Jadi bagaimana dengan gadis itu? Apakah kamu menyukainya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Gerakan Aksan yang mengusap jejak air mata Sang Ibu berhenti. Dia ingin sekali menjelaskan namun terselip rasa malu dalam benaknya. Selama ini juga dia tidak pernah bercerita siapapun yang sudah mengusik hatinya."Ceritalah, Nak!" titahnya seolah-olah tahu jika dia sedang malu.
Tok tok tok Ketukan suara pintu, Fika yang sedang duduk santay dengan rasa malas dia terpaksa berdiri lalu berjalan membuka pintu tersebut, disaat dibuka ternyata yang datang adalah Asfha dan seorang lelaki yang berada dibelakangnya adalah Pak Alzam. Awalnya Fika akan memarahi namun disaat dia melihat Pak Alzam, dia mengerutkan keningnya seolah-olah menanyakan kenapa bisa dengannya? Asfha tahu jika Fika menanyakan tapi dia tidak menjawabnya melainkan masuk begitu saja, dia berjalan ke brangkas melihat temanya seperti orang yang sudah tak berdaya. Dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan biasa, dilihat dari ujung kepala sampai ujung kaki sekujur wajahnya bengkak karena pukulan matanya pun sampai tak terlihat.