Asfha dan Fika sudah tiba disekolah, mereka kini berada diparkiran dirapihkannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ketika Fika sedang bercermin, dia melihat seorang lelaki dari pantulan cermin itu dengan memakai kacamata hitam pakaian yang sama seperti siswa disini karena penasaran, dia berbalik langsung mematung matanya pun melotot sampai mau copot.
"Fha!" panggilnya pelan tapi masih bisa didengar oleh Asfha.
"Diem gue lagi ngerapihin rambut," ucapnya tak melirik dan masih fokus.
"Ih liat dulu i-tu siapa?" cicitnya sambil menggigit ibu jari.
Asfha penasaran siapa yang dimaksud dengan temannya alhasil dia menoleh, Asfha yang awalnya sedang merapikan rambut pergerakannya terhenti matanya tak berkedip sama sekali.
Sesekali lelaki itu memandang Asfha dan Fika tak lama kemudian lelaki itu menghampiri Asfha dan Fika.
"Permisi saya mau tanya ruang kantor berada dimana?" tanyanya to the point.
Asfha dan Fika tak menjawab, mereka terus menatap tanpa berkedip apalagi Fika bertingkah genit mengedip-ngedipkan sebelah mata.
"Saya bertanya," ucapnya tegas.
"Ah iya maaf kakak ganteng yuk, aku anterin," ucap Fika.
"Eh-eh lo udah punya laki pamali kalo mau dua, jangan serakah! Itu milik gue jadi lo minggir aja," cerocosnya mendorong pelan sahabatnya dan langsung bergelayut ditangan lelaki itu.
Fika tak terima, dia merasa tersaingi apalagi melihat tangan Asfha memegang lelaki itu. Secepat mungkin Fika berusaha melepaskan, tapi Asfha memegang sekuat tenaga agar tidak mudah dilepas.
"Fha! Lo apaan sih si ganteng itu milik gue," sarkas Fika.
"Ini milik gue. Nanti deh gue kasih kalo bosen atau Pak Alzam jadi milik gue," ucapnya tak berdosa.
"Gila! Dikira, dia monkey apa? Dah lepasin!" titahnya memaksa merebut tangan lelaki itu dari Asfha.
Tak sampai sedetik, lelaki itu menepis kasar kedua tangan Asfha dan Fika, dia melirik sekilas pada kedua gadis itu dengan lirikan tajam lalu pergi meninggalkan mereka tanpa berucap.
"Lo sih udah punya si curut masih mau sama yang lain jadinya kan dia pergi," ucap Asfha menyalahkan Fika.
"Lah ko gue? Elo yang centil pegang-pegang tangan dia," lawan Fika tak terima karena disalahkan.
"Emang lo siapa dia? Bakalan yakin dia cinta juga? Gak-kan? Jadi suka-suka gue dong," ucapnya pergi.
Fika terdiam merenung ucapan Asfha.
"Bener juga ya? Ko gue terobsesi sih udah punya laki masih mau sama yang lain," ucapnya.
"Fha! Tungguin woy, dah jauh juga tuh anak," lanjutnya. Fika lari menyusul Asfha dan mensejajarkan.
Asfha dan Fika masuk kelas disana sudah banyak siswa yang berbagai macam mereka lakukan. Baru saja Asfha duduk rambutnya dijambak oleh Arsad, Asfha membalikkan badan dengan wajah galak.
"Shhh apasih?" tanya Asfha.
"Gak. Gue cuma demen aja ngajakin lo berantem," jawabnya.
"Heuh unfaedah banget," ucapnya dan berbalik badan kedepan.
"Fha!" panggil Arsad pelan.
"Hmm," jawabnya singkat.
"Balik badan dong!" titahnya.
"Gak."
"Heh," ucapnya menjambak rambut lagi.
"Ih Arsad!!!" teriaknya kencang sampai mengundang orang yang berada di sekelilingnya terdiam menatap dirinya.
Asfha yang dilihat semua orang menjadi malu, dia menatap Arsad yang dilihat hanya cengar cengir tak jelas. Baru saja Asfha akan berbicara guru idaman para siswa telah datang, semua orang melihat takjub dengannya dan ada juga yang takut karena belum memenuhi tugas dari guru tersebut. Siapa lagi jika bukan Pak Alzam, guru pemikat dan penakut semua murid.
"Pagi anak-anak," sapa Pak Alzam.
"Pagi, Pak," ucap serempak.
Asfha kembali duduk setelah semua murid menjawab sapa-an dari Pak Alzam.
"Saya ingin menanyakan tugas kemarin. Silahkan kumpulkan kedepan!"
Pak Alzam menunggu tapi tak ada satupun yang maju kedepan, semua murid tertunduk hanya satu murid memangdang Pak Alzam dengan tersenyum. Dia adalah Asfha.
Pak Alzam memandangnya Asfha tak ada senyuman tak ada lirikan tajam hanya tampang muka datar namun masih terlihat menawan.
Beberapa menit mereka saling pandang, Pak Alzam membuyarkan pandangan dengan memalingkan wajah.
"Kenapa kamu senyum? Mana tugas kamu?" tanyanya pada Asfha yang masih memandang.
"Belum, Pak. Kemarin langsung tidur," jawabnya jujur.
"Kenapa langsung tidur? Apakah tugas saya tidak begitu penting?" tanyanya lagi, kali ini Pak Alzam menanyakan dengan serius.
"Betul, Pak. Tugas bapak tidak begitu penting justru yang paling penting itu cinta Bapak ke aku," ucapnya lantang.
Semua murid yang sedari tadi menunduk menjadi terangkat dan tertawa.
Huhu romantis
Pak Alzam ditembak nih yee?
Malu gak sih itu sama guru
Masih banyak sorak para netizen, Asfha tersenyum bahagia berhasil mencairkan suasana entah kenapa dirinya bisa bertingkah gila seperti itu. Dalam hati dia hanya berniat mencairkan suasana tidak bermaksud untuk nembak apalagi suka dengan seorang guru.
Asfha akui jika Pak Alzam itu idaman para wanita banyak yang menyukainya namun dia tak ada niatan untuk mencintai apalagi memiliki.
"Asfha! Kamu ikut saya ke ruang kantor!" titahnya pergi dari kelas.
"Dengan senang hati, Pak," teriaknya berdiri lalu pergi sambil melambai-lambaikan tangan tak lupa kiss.
"Cieeeee," sorak semua murid dan ada yang geli juga.
"Gila tuh si Asfha. Bisa-bisanya godain Pak Alzam," ucap Arsad. Fika membalikkan badan.
"Urat malu dia dah ilang. Tapi bagus juga sih yang awalnya kita lagi tegang terus si Asfha membuyarkan," ucap Fika sambil tertawa.
Asfha terus mengikuti dari belakang banyak yang menatapnya heran karena melihat wajah Asfha yang terseyum sepanjang perjalanan. Jalannya pun elegan tak ada sikap bar-bar.Pak Alzam masuk dan langsung duduk ditempatnya sambil mempersilahkan Asfha duduk. Yang dipersilahkan menurut sambil tersenyum."Kamu tau? Alasan saya membawa kamu ke kantor?" tanya Pak Alzam memulai, dia juga bersikap tegas duduknya pun tegap.Asfha menggelengkan kepala sebagai jawaban bahwa dirinya tidak tahu dan masih tetap tersenyum.Pak Alzam mengerutkan keningnya, dia berpikir kenapa dengan Asfha? Bukankah dirinya selalu bar-bar? Lantas kenapa dia mendadak bersikap elegan seperti itu? Namun Pak Alzam tetap biasa dan menatap sambil mengelus-nge
Hampir 2 jam lebih, dua orang itu masih belum mengeluarkan suara. Entah apa yang berada dipikirannya masing-masing, namun yang jelas diantaranya sedang menunggu salah satunya mengeluarkan suara.Hampir 2 jam, Pak Alzam belum lagi ngeluarin suara? Dan begonya gue masing disini, batin Asfha sedikit menghentakan kakinya.Pak Alzam bisa melihat kejengkelan wanita yang didepannya itu, dia semakin memperhatikan gerak-geriknya.Saya tau kamu jengkel, tapi saya tidak akan mengeluarkan suara sebelum kamu memulai, batin Pak Alzam.Tring Tring TringBel berbunyi memberitahukan kepada seluruh siswa/i untuk belajar di esok hari.
Lelaki itu melotot, dia tak menyangka apa yang dilakukan wanita didepannya. Lelaki itu sangat jengkel dengan tingkahnya dari awal masuk sekolah sampai detik dia membungkam wanita itu."Maksud lo apa sih? Gak liat apa banyak orang yang mandang aneh? Baru kali ini gue nemu cewek aneh kayak lo. Lain kali jadi cewek tuh elegan dikit gak usah bar-bar, jual mahal jangan ngejar-ngejar kayak gini. Kodrat seorang wanita itu dikejar bukan ngejar."Ucapan lelaki itu begitu nusuk ke hati Asfha, matanya menatap dengan tatapan sinis. Lelaki itu sadar jika dirinya telah ditatap akhirnya dia juga menatap.Lama-kelamaan pikirannya membeludak tiba-tiba Asfha memukul lelaki itu."Suka-suka gue dong, itu bukan urusan lo," lawan Asfha t
Seluruh ruangan sekolah sudah dipenuhi oleh para pelajar, kini mereka sudah berada dikelasnya masing-masing termasuk murid pengheboh bernama Asfha sudah berada di lingkungan sekolah sebelum 15 menit bel berbunyi.Asfha sedang berdiri didekat pintu kepalanya celangak-celinguk melihat keluar sesekali, dia juga duduk pada kursi yang ada didekatnya namun tak lama dia kembali berdiri layaknya seperti orang yang sedang menunggu sesuatu."Eh, Asfha. Mau jadi penunggu pintu? Gue liat dari kejauhan celangak-celinguk mulu keluar. Nungguin siapa sih?" tanya teman kelasnya yang baru datang, dia bernama Arsad."Bukan urusan lo!" jawabnya sinis."Wadaw galak bener. Ya udah minggir," ucapnya lewat sambil nyenggol bahu Asfha.
"Tapi … gue pengen deket doang, Fik. Lagiankan cuma deket.""Iya gue tau cuma deket. Tapi gak semua orang bisa berteman dengan kata dekat pasti bakal ada sebagian orang akan membawa perasaan. Terus deketnya, lo itu bisa menciptakan suka deh.""Kata siapa? Peramal bukan so' tau aja. Lo aja kali gak suka gue deket sama si aa itu yah?" goda Asfha."Dih ngelak kata siapa juga sih? Punten gue udah punya pawang dan bakal setia," sombongnya."Ah masa sih?""Iya.""Ah masa?""Terserah lu dah. Gue males ah terus ngomong sama lo gak ada beres
Kesekian kalinya Asfha melihat Pak Alzam marah dan membentaknya lagi. Dengan wajah yang sangat merah, dia menghampiri pada murid yang sangat terus membuatnya jengkel.Asfha menunduk tak berani menatap mata tajam Pak Alzam, tubuhnya gemetar disaat Pak Alzam menghampirinya apalagi air matanya ikut keluar bertuturan."Kenapa menangis? Apakah saya telah melukai dirimu?"Asfha menggeleng tanda dia baik-baik saja."Lantas?""Air mata ini keluar karena kepala aku sedang menunduk jadi ikut menetes, Pak." jawabnya tak berdosa dan masih menunduk.Awalnya Pak Alzam akan membentak dan m
"Ya gak bakal, Kak.""Kenapa?""Karena kita nggak jodoh. Kita mampu mencintai, tapi … tidak bisa berharap lebih, jika Tuhan tidak berkata iya. Maka rasa harus merelakan dan melupakan.""Hmm bijak dalam perbucinan. Good!""Udah handal dongs," sombongnya sambil mengedipkan satu sebelah mata dan tak lupa menyeruput minumannya."Ya gue percaya itu. Dalam percintaan juga udah ketebak pasti banyak korban yang udah dighosting," ucapnya meremehkan."Eeeeee salah banget, Kak. Aku belom pernah ngerasain yang namanya jatuh cinta apalagi jadi pemain ghosting," ucapnya lantang sampai banyak mata ya
"Arghhh," prustasinya sambil memukul dinding yang berada dihadapannya.Hati Aksan setiap kali membayangkan bagaimana perhatian seorang Asfha kepada lawannya itu selalu membuat hatinya tercubit. Dia merasa tak terima Asfha memberi perhatian apalagi layaknya seorang kekasih."Ada apa dengan gue?" lirihnya tertunduk lesu.Hati Aksan benar-benar sudah tak bisa diajak berdamai luka yang tak tahu harus bagaimana disembuhkan? Kini dirinya bersandar pada dinding dengan kaki ditekuk dan kepala menunduk.Diujung ruang terlihat seorang gadis melihat Aksan yang sedang tertunduk. Hatinya juga ikut terluka, lelaki yang dia tahu adalah lelaki yang jarang terlihat sakit. Apakah dia baik-baik saja? Atau sedang buruk? Gadis itu akan
Fika tersenyum bahagia, dia juga memeluknya kembali."Oke. Gue minta maaf, Fha. Gue udah salah paham sama lo, harusnya gue lebih sadar dan berpikir dulu sebelum dimasukin ke hati.""Gak usah minta maaf. Harusnya yang minta maaf itu gue, karena lo korban dari bentakan nada bicara gue dari kesekian orang. Hahaha, lagian salah lo juga sih apa-apa dimasukin ke hati.""Haha iya-iya. Tapi, sekarang gue lebih bersyukur punya sahabat seperti lo.""Jadi sebelumnya lo gak pernah bersyukur?" tanya menguraikan pelukan dan langsung menatap lekat sahabatnya."Hilih kebalikan nih, jadi lo yang dimasukin kehati."
Jam 8 pagi matahari sudah nampak diatas nabastala memancarkan cahaya menerangi alam semesta. Indahnya pancaran itu memberi kesejukan bagi penghuni makhluk yang berada di bumi dan langit.Dilangit Kicauan burung berbondong-bondong mengelilingi angkasa. Dibumi pohon bersemi kembali, lantas nikmat mana yang kami dustakan?"Satu dua satu dua.""Fha mau gak?" tawar Fika membawa kantung kresek hitam yang berisi makanan.Asfha menoleh lalu menghampirinya.Dua makhluk itu sedang berolahraga dibelakang rumah Asfha mengisi waktu libur dihari minggu. Sudah hampir 2 jam mereka melakukan runititas itu.
Lelaki itu memangutkan kepala. "Ya gapapa. Katanya belum beres belanjanya? Dilanjut!"Asfha menyengir kuda, sebenarnya bukan belum selesai belanja tapi karena dia ingin berlama-lama dengan lelaki itu."Ah nggak udah ko," alibinya."Oh udah? Pulang gih! Nanti orang tua lo marah. Gak baik anak gadis keluyuran lama-lama diluar tengah malem!"Asfha mendengus kesal mencibirkan bibirnya. Lelaki itu tak mengerti apa yang diinginkan Asfha. Dengan seperti itu keinginannya harus musnah tertelan sebelum waktunya, dia tak bisa mencari alasan lagi hanya pasrah.Bingung jika harus saling diam akhirnya Asfha izin untuk pamit pulang terlebih dahulu.
Tit Tit TitAsfha memalingkan wajahnya melihat kedepan ternyata benar suara mobil itu berhenti tepat didepan rumahnya."Tuh kayaknya udah dateng. Izinin yah? Bentar doang … hmm yah bener deh bentar doang. Kesian Fika udah kesini kalo aku gak diizinin," pintanya memelas."Ya udah, Pah. Izinin ajah, mereka cuma belanja," ucap Mamahnya membantu meminta izin.Papahnya dia sejenak, berpaling melirik Asfha. "Ya udah sana. Tapi hati-hati jangan ngebut apalagi sambil bercanda!""Yey oke siap, Pah," jawabnya antusias sambil hormat.Asfha berdiri dan menyalami orang tuanya. Dia juga diantar oleh
"Haduh. Huft hah huft hah."Asfha mencoba menormalkan pernapasannya. Dia berjalan kembali menghampiri meja lalu menengok kearah bawah, dia penasaran siapa yang telah bersikap tidak sopan."Keluar!" titahnya sambil menggebrakkan meja.Orang yang berada dibawah itu menoleh. "Ada apa, Neng?" tanyanya sambil keluar tanpa berdosa."Oh kamu, Mang. Cepet-cepet keluar!"Semua orang ikut keluar dan menunggu apa yang akan terjadi."Amang kentut ya?" tanya Asfha to the point.Mang Udin menyengir. "Iya hehe, tapi tadi loh kentutnya."
Deras hujan mengguyur rumah disertai gemerlapan petir, jalan basah kuyup, pepohonan ikut bergoyang karena tiupan angin.Tang kolentrang tangSuara rintikan hujan menggema berirama diatap rumah, apalagi atap rumah itu terbuat dari Asbes.Ruangan cukup redup hanya pancaran cahaya remang-remang terdapat seorang gadis sedang belajar, ralat bukan belajar melainkan melukis. Gadis itu mencoreng-coreng tinta diatas kertas putih. Lukisan itu menampakkan kepala seseorang, entah laki-laki atau perempuan yang jelas lukisan itu baru separuh.Namun ditengah kepokusan melukis, dia merasa terganggu dengan adanya suara kebisikan tang kolentrang yang terdengar keras dan semakin keras.
Pergerakan Asfha terhenti disaat dia sudah membuka pintu. Asfha menuruti dan masuk, Pak Alzam memutar dan duduk didekat Asfha tepatnya ditempat pengemudi, dia memakai sabuk pengaman. Dirasa sudah siap, Pak Alzam belum melajukan mobilnya melainkan memajukan badan yang berada didepan muka Asfha. Muka mereka hanya berjarak beberapa cm. Asfha membelalakan matanya jarak antara wajah mereka sangat dekat pergerakan Asfha pun terkunci, dia menahan napas kuat-kuat. Pak Alzam pun tak dapat terbohongi hatinya ikut berdebar, sebelum beranjak dia sempat melirik Asfha. Mata mereka saling bertemu debaran-debaran dihati mereka semakin kencang. Rasa canggung dan keringat mengajalar menusuk jiwa mereka. "Emm a-nu, Pak," lirihnya terbata-bata.  
Aksan bisa merasakan bahwa badan Sang Ibu bergetar isakan itu pun menjalar terdengar jelas. Aksan menguraikan pelukan menatatap terlihat mata sembab lalu diusap jejak air matanya dan Sang Ibu menerbitkan senyuman diterima hangat oleh Aksan."Jangan nangis!" lirihnya."Nggak sayang. Jadi bagaimana dengan gadis itu? Apakah kamu menyukainya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Gerakan Aksan yang mengusap jejak air mata Sang Ibu berhenti. Dia ingin sekali menjelaskan namun terselip rasa malu dalam benaknya. Selama ini juga dia tidak pernah bercerita siapapun yang sudah mengusik hatinya."Ceritalah, Nak!" titahnya seolah-olah tahu jika dia sedang malu.
Tok tok tok Ketukan suara pintu, Fika yang sedang duduk santay dengan rasa malas dia terpaksa berdiri lalu berjalan membuka pintu tersebut, disaat dibuka ternyata yang datang adalah Asfha dan seorang lelaki yang berada dibelakangnya adalah Pak Alzam. Awalnya Fika akan memarahi namun disaat dia melihat Pak Alzam, dia mengerutkan keningnya seolah-olah menanyakan kenapa bisa dengannya? Asfha tahu jika Fika menanyakan tapi dia tidak menjawabnya melainkan masuk begitu saja, dia berjalan ke brangkas melihat temanya seperti orang yang sudah tak berdaya. Dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan biasa, dilihat dari ujung kepala sampai ujung kaki sekujur wajahnya bengkak karena pukulan matanya pun sampai tak terlihat.