Home / Romansa / ARI SIHOMBING / ARI SIHOMBING

Share

ARI SIHOMBING

Part 8

"Ya sudah ayo.." ketika mereka akan jalan pergi ke bandara, tiba-tiba ada tamu temennya Ari dan ternyata yang datang adalah Rio beserta keluarganya. jadi di urungkan kembali untuk perginya ke bandara.

"Hay Ari, kamu mau kemana sama Ibumu?" Itulah pertanyaan Rio pada Ari.

"Ini Rio aku mau kebandara sama Ibu." Membuat Rio penasaran lalu bertanya lagi.

"Mau ada perlu apa kebandara?" Membuat Ari bungkam dan binggung mau menjelaskannya.

"Ini mau daftar Ari pergi untuk pergi merantau, ya sudah. Ayo masuk Ibu, Pak, Rio. Jangan berdiri disitu ayo duduk-duduk." Ibunya Ari lah yang menjawab pertanyaan Rio, lalu mempersilahkan mereka duduk. Sambil menjamu mereka dengan makanan ringan seperti biskuit.

Rio setelah mendengarkan jawaban Ibunya Ari menjadi sedih mengetahui semua itu. Dan dia akan bener-bener berpisah dengan sahabatnya.

''Ayo silahkan dimakan biskuitnya Bu, Pak, Rio." Rio yang sedang melamun tersadar dengan ucapan Ibunya Ari.

"Iya Bu,terimakasih duh sampai repot-repot menyediakan ini semua." Itulah Ibunya Rio yang berucap.

"Iya nggak apa-apa ko, emang seadanya segini maaf ya."

"Iya nggak apa-apa ko Bu segini aja udah lebih dari cukup." Begitulah percakapan mereka.

Lalu hening diantaranya terus Ibunya Arilah yang membuka suara agar tidak terjadi saling diam.

"Maaf ya Bu, Pak kedatangan kesini ada perlu apa ya?"lalu Ibunya Ari membuka percakapan dan penasaran dengan kedatangan mereka.

"Oh.. nggak ada apa-apa ko Bu, kami kesini hanya ingin bersilahturahmi saja. Itu ada yang kangen sama Ari belum aja 1 minggu sudah kangen saja dan dia mengajak Ayahnya dan Ibunya, katanya dari pada liburnya di rumah mending maen ke rumah temen Rio gitu Bu." Ayahnya Ari melirik anaknya sendiri dengan kelopak matanya. dengan perkataannya sambil menyindir omongan anaknya kemarin.

"Ya ampun.. Rio.. kamu sampai segitunya padahal bisa kamu datang sendiri kesini. Ada-ada saja kau ini Rio." Mereka semua ketawa ketika Ibunya Ari berkata seperti itu sambil melihat ekspresinya Rio yang mukanya merah yang menahan malu. Padahal udah besar masih saja dia ingin bersama Ibunya. Dasar anak baru gede.

"Iya Rio, kalau kamu mau maen ya sudah maen saja, pintu selalu terbuka untuk mu." Celetuk Ari berbicara padanya.

"Hehehe, abisnya Ayah sama Ibu setiap hari libur cuma tiduran aja di rumah. Jadinya aku berinisiatif seperti ini aja." Rio berbicara sambil mesem-mesem setelah dia mengutarakan alasannya pada semuanya. Termasuk orang tuanya.

"Ah.. kau Rio alasan saja." Lalu mereka semuanya pada tertawa.

"Ngomong-ngomong kamu mau ngapain merantau Ri? Dan kapan kamu akan pergi merantau Ri? Kok kamu nggak bilang-bilang si? Kok kamu mau ninggalin aku si.. kan nanti aku, Roy dan Adi jadi sedih loh kalau kamu pergi." Itulah pertanyaan Rio yang beruntun.

"Ya ampun.. satu persatu dong nanya nya Rio.. sampai banyak kaya gitu. Gimana aku mau jawab semua pertanyaan kamu?" Begitulah jawaban Rio yang jawab Rio sampai Ibunya Ari dan orang tuanya Rio hanya tersenyum saja dengar percakapan Rio dan Ari yang saling bicaranya tanpa jeda dan tanpa napas. Ah mereka berdua kaya botol dan tutup saja ya yang nggak mau berpisah saja.

"Ok, sekarang aku mau nanya satu persatu. Kenapa kamu ingin merantau? Jawab hayo Ari, aku akan kasih waktu 5 menit cepet."

"Yaelah, ampe di kasih waktu. Ya sudah aku jawab. Ingin merubah nasib."

"Ok, kapan kamu akan pergi?"

"Ntah lah mungkin besok atau sekarang."

"Ih.. Ari kok gitu si.. nyebelin mau ninggalin." Ekspresinya Rio membuat semua yang ada di ruang keluarga jadi ketawa dengan wajah yang cemberutnya. Orang tuanya Rio dan Ari hanya menyimak obrolan mereka.

"Nanti kalau aku, Roy dan Adi kangen gimana? Apakah kita akan menyusul merantau atau tidak? Jawab hayo dikasih 5 menit ini pertanyaan yang aku kasihkan yang terberat." Begitulah Rio yang protektif membuat semuanya kembali tertawa lagi setelah mendengar ucapannya.

"Hmmm.. kamu itu kok protektif sekali si Rio.. jangan lebay dong.. kan nanti kita bisa telponan masa kamu harus pergi keperantauan yang aku tuju si.. kan jauh ah dasar kau aneh." Itulah jawabannya Ari pada Rio. Semuanya kembali tertawa lagi.

"Sudah, sudah. Kalian ini nggak usah berdebat lagi. Kamu lagi Rio lebay bangat dan protektif lagi sama Ari, nggak apa-apa lah terserah Ari. Itukan pilihannya Ari kenapa kamu harus kaya gini. Ihh.. Ibu jadi gemeskan dengan kelakuan mu ini." Begitulah Ibunya Rio jika marah pada Rio. Karena sudah memalukannya dengan sifatnya yang masih ke kanak-kanakkan.

"Ya sudah Bu, namanya juga anak baru gede." Begitulah Ibunya Ari yang melerainya.

"Iya Bu, maaf ya atas sifat anak saya."

"Iya nggak apa-apa. Itu si wajar-wajar saja Bu perkembangan anak-anak kan berbeda-beda."

"Iya Bu." Mereka semua tersenyum sedangkan Rio cemberut saja.

"Oh ya Bu kan di depan ada pohon mangga kita ngerujak dulu yu." Itulah inisiatif Ari pada Ibunya agar mereka semua tidak membahas lagi tentang dirinya.

"Ya sudah sana pergi duluan ke depan nanti Ibu nyusul. Jangan lupa ajak Rio."

"Siap Bu." Ari langsung mengajak Rio ke depan untuk memanjat pohon mangga biar bisa untuk di rujak bersama.

"Rio kamu mau manjat apa mau di bawah saja?"

"Aku ikut manjat saja deh." Itulah jawabannya Rio.

"Terus nanti siapa dong yang di bawah?" Ari binggung siapa yang akan di bawah yang akan menangkap-nangkapkan manggahnya.

"Ya sudah, sini Ibu saja yang di bawah." Tiba-tiba saja Ibunya Ari keluar dari rumah dan mengatakan seperti itu.

"Ok, siap-siap saja ya Bu. Nanti siapin kainnya dan bentangkan."

"Iya Ri, ini sudah disiapkan kok." Ari dan Ibunya saling teriak-teriak di depan rumahnya membuat suasananya menjadi ramai.

Ari dan Rio begitu serius dan telaten memetik mangga lalu di lemparkan ke kain yang membentarkan oleh Ibunya dan di bantu oleh orang tuanya Rio.

Ketika semuanya sudah selesai memetik manggah dari pohonnya. Baru mereka menyiapkan semua alat dan bahannya untuk ngerujak.

"Akhirnya kita sudah selesai ya memetik manggahnya padahal mangganya masih banyak tuh." Celetuk Rio pada semuanya dengan suara yang agak keras, membuat mereka semua hanya tersenyum dengan tingkahnya.

"Kalau mau nanti ambil lagi saja Rio. Buat dirumah. Banyak ini ko di pohonnya tinggal metik saja ya kan Bu." Ari melirik Ibunya dengan kelopak matanya. Ibunya Ari hanya tersenyum dengan ucapan Ari.

"Iya betul.. banyak ini ko di pohonnya."

"Nggak usah repot-repot ko, nanti juga aku manjat sendiri hahahahha." Semuanya jadi ikut-ikutan ketawa ketika Rio berucap seperti itu.

"Ya sudah, ayo jangan bicara aja Rio, kita ngulek-ngulek sambalnya." Ari mengajak Rio ke dapaur untuk menyiapkan bumbunya untuk buatkan sambal rujak.

''Aduh.. aku lupa!"

"Lupa kenapa Ri?"

"Lupa beli gula merahnya. Sebentar ya aku mau pergi dulu ke warung."

"Aku ikut ya."

"Jangan, kamu disini aja menyiapkan cabe dan lainnya." Ari melarang Rio untuk pergi kewarung.

"Tenang, nggak bakal lama ko."

"Hmmm.. Ari." Rio mengerucutkan bibirnya.

"Udah ah, jangan kaya anak kecil, bye hati-hati ya awas tar di usilin Rendy sekarang anaknya lagi bermain sama temennya. Sebentar lagi dia pulang.

"Iya, iya ya sudah sana pergi nggak sudah lama-lama."

"Iya siap.. sahabat ku." Ari mencubit pipinya Rio dengan gemes..

Iya begitulah Ari kalau bersama dengan Rio sering bercanda kadang mereka kaya seperti adik kakak.

"Ibu, Pak. Ari mau ijin pergi beli gulanya ya." Ari berpamitan pada orang tuannya dan orang tuannya Rio.

"Iya, hati-hati. Jangan lama-lama ya nak."

"Siap Bu." Ari selalu memberikan hormat jika akan mau bepergian atau jika di suruh seperti itulah Ari sifatnya yang berbeda jauh dengan Ayahnya. Dan sekarang ntahlah Ayahnya berada dimana.

"Ari mau kemana?" Ari bertemu dengan temen SMP nya. Yang jarang juga bertemu dengannya.

"Aku mau beli gula merah kawan." Lalu setelah mengatakan itu dan pamit untuk melanjutkannya menuju warung.

Setelah di warung...

Kenapa ya di warung?

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status