Semilir angin kencang tampak tak membuat gadis tersebut beranjak dari balkon. Dia melewati makan malam untuk merenung.
Apakah benar bahwa gadis yang saat ini menghilang adalah gadis yang baru saja menginap di rumahnya? Apakah keadaannya baik-baik saja?
Andai tak ada acara liburan bersama pasti gadis tersebut tak hilang. Apakah dia dalam keadaan aman? Di manakah keberadaannya?
Dia melangkah menuju meja belajarnya. Dia meraba laci mencari foto awal perkenalan mereka berempat.
Ashima melangkahkan kakinya menghampiri meja Felicia. Felicia tengah menepis Reza pun seketika bergeming.
Mengapa Ashima menghampirinya? Bukankah gadis tersebut hanya akan selalu meliriknya? Ashima mendorong paksa Reza agar tidak menghalanginya.
Reza yang merasa siaga pun duduk di samping Ashima. Teman semeja Felicia hanya menyimak keadaan sembari berharap guru segera tiba.
&n
Setibanya di rumah dia segera mengurung di kamar. Beruntungnya sang ibu, adik, dan ayahnya tengah pergi sehingga tak diberi pertanyaan. Dia hanya melamun terbayang kisah masa SMP-nya. Kainando Givenantara, lelaki yang dingin dan tergolong nekat. Sudah cukup dia diam-diam menyukai gadis tersebut setahun.Saat kenaikan kelas 9 dirinya memutuskan untuk mengikuti ekstrakurikuler yang sama dengan gadis kesukaannya.Selama kelas 7 dan 8 dia tak mengikuti ekstrakurikuler kecuali pramuka karena diwajibkan. Itu pun dia lebih sering absen daripada mengikuti ekstrakurikuler tersebut.Teman-temannya yang mengetahui bahwa dia menyukai sang adik kelas pun kompak mengikuti ekstrakurikuler kebersihan tersebut. Teman-temannya tak yakin bahwa temannya akan berjalan mulus.Ditambah mereka tidaklah searah. Salah satu teman Ando yang menjadi kakak kelas sedari TK Felicia pun telah mewanti-wanti bahwa Felicia tidaklah mudah. Berbeda dengan teman Ando yang menjadi kakak kelas Felicia, seorang lagi diam-di
Seorang gadis mengedipkan matanya berulang. Netranya tak dapat menatap dengan fokus. Ntah telah berapa hari dia di sini.Bahkan dia lupa apakah sempat berpindah tempat atau tidak. Semu-semu dia mendengar langkah kaki menuju tempatnya.Aroma ini dia merasa pernah mengenalnya tapi siapakah? Orang tersebut berjongkok dan mencengkeram kencang dagu Felicia."Hai cantik, sayang sekali kamu tak bisa melanjutkan liburanmu."Felicia mendengus mendengar penuturan tersebut, "Lepaskan!""Jangan terlalu dingin, Nona."Felicia membuang wajahnya agar tak menatap pelaku penyekapan dirinya. Orang tersebut tak menyerah walau Felicia tak menganggapnya. Dia berputar dan mendongakkan paksa Felicia. Bukan dengan tatapan sendu tetapi Felicia melotot merasa risih akan tangan tersebut."Telinga anda masih utuh bukan? Apakah pendengaran anda berfungsi dengan normal dan baik?" Orang yang menyekap Felicia tersebut tampak terkejut dengan penuturan Felicia. Dia tak mengira apabila gadis ini memiliki nyali yang
Reza merasa telah tak sabar untuk bertemu dengan Sonya. Ntah mengapa hari ini dia merasa waktu lama berlalu.Dia menolehkan kepala ke arah jam kala terlalu lama bermain dengan kedua keponakannya. Matanya seketika membulat kala melihat jam.Dia segera berlari ke kamarnya dan bergegas berpamitan, "Ayah, Bunda, Bang, Kak, Eza pamit ya."Bunda dari kembar sepasang tersebut segera menggantikan Reza bermain dengan anaknya. Sang abang dan ayahnya pun hanya memunculkan kepala dari lantai 2."Mau kemana loe bocil!""Gue denger Abang!""Buna-buna." Eka menepuk-nepuk pipi sang bunda meminta perhatian."Ya sayang?""IH OM, MASIH BOCIL KAYAK BANG KA DAN IKA," teriak Ika membuat semuanya kaget. Eka yang sebenarnya ingin menanyakan pun tertunda."Ok, nggak om Za beliin oleh-oleh nanti." Perkataan Reza berhasil membuat si kembar sepasang tersebut hendak menangis.Bunda Reza yang mendengar kehebohan di ruang keluarga pun segera masuk, setelah menyirami bunga."Mau kemana, Za?" tanya Bunda Reza."Kumpu
Tiga hari telah berlalu, knalpot memekakkan telinga berbunyi tanpa henti. Balapan berlangsung di salah satu jalan yang telah terkenal sepi tanpa pengendara sedikit pun.Mereka kompak menunggu seorang gadis serta sang kakak yang tak kunjung datang. Mereka merasa curiga bahwa ini hanyalah jebakan belaka.Salah satu lelaki dari kumpulan mereka mencari keberadaan seseorang yang sedari tadi tak tiba-tiba. Dari arah kiri jalan dia merasa tak asing dengan cara berjalan gadis tersebut."Gue izin ke kamar mandi, ya," pamit lelaki tersebut hendak menghampiri sang adik.Teman-temannya kompak membalas dengan menganggukkan kepalanya. Setelah kepergian salah satu temannya, mereka melihat Sonya dan sang kakak berboncengan."Gas langsung mulai nggak usah banyak cincong!" tegur Asif merasa gemas sedari kemarin."Bentar-bentar Zacky mana dah lama amat ke toiletnya?" tanya Rafael. Semuanya kompak menengok ke kanan dan kiri mencari Zacky. Tanpa mereka sadari seorang dibalik helm tersenyum tampak terseny
Setibanya di kediaman Reza, ketiga lelaki tersebut hanya bergeming. Mereka takut akan reaksi diberikan orang tua Reza.Apa yang harus mereka katakan? Apakah setelah menjelaskan keadaan mereka akan baik-baik saja?Kish memberanikan diri untuk turun dari mobil. Hanya sebatas turun dan mondar-mandir bagai setrika. Rafael dan Satya yang merasa ini merupakan tanggung jawab mereka pun semakin takut.Apakah keberanian Kish telah terkumpul? Atau Kish tidak takut sama sekali? Apakah mereka juga harus ikut menyusul turun?Seorang lelaki mengintip dari balik jendela. Dia bertanya-tanya itu mobil tamu tetangga atau berniat ke rumahnya?"Ayah Ika ngantuk. Ayo bobo.""Eka sama Ika bobo dulu sama Bunda, ok?""Ayah mau pergi? Katanya malam-malam dingin," tanya Eka."Cuma sebentar kok."Setelah memberi tepukan kepala dan kecupan selamat tidur, Reyhan membuka pintu ruang tamu secara perlahan. Dia takut apabila orang tersebut berniat jahat dan membangunkan orang tuanya."Kalian?"Ketiga lelaki tersebut
Teman-teman sekumpulan Reza dan Felicia tak langsung pulang setelah pemakaman. Mereka berkeliling lebih dulu mencari tempat tongkrongan.Dina yang merasa gemas melihat teman-temannya tak kunjung menemukan tempat tongkrongan pun menyarankan tempat. Dia memberikan alamat kafe tersebut ke semua ponsel. Dina terus sedikit melirik ponselnya sembari berboncengan dengan Angel.Matanya membulat kala tak lama mereka sampai kafe. Kafe ini adalah kafe yang Dina rekomendasikan. Mengapa teman-temannya bisa mengetahui padahal tak ada satu pun yang membaca. Bahkan yang lebih tua seperti Kish atau Harnefer tak membuka pesannya."Kok kalian bisa tau?""Kita kompak non-aktifkan tanda pesan masuk, terkirim, dan terbaca sebelum ke pemakaman. Jadi kita semua baca pesan lo," jelas Rey.Dina tampak komat-kamit merasa kesal akan rencana para cowok lakukan. Kish hanya menggelengkan kepala heran melihat teman-teman adiknya.Dia menarik Harnefer yang tampak tak bersemangat. Ya apabila dia menjadi Harnefer pas
Felicia mengucek-ucek matanya, dia berbalik ke kanan-kiri, dan tengkurap. Ini adalah kedamaian sesungguhnya karena tak bersama sang Oma, Opa, dan abangnya.Tapi dia rindu akan masakan rumah. Bisa-bisanya lidahnya mati rasa karena terlalu banyak makanan instan, cepat saji, dan makanan restoran atau warung.Harnefer pasti telah puas makan banyak karena tidak ada dirinya. Apakah teman-temannya mencari tahu di mana dia?Dia rindu menggunakan ponselnya. Felicia menyibakkan selimut dan menata tempat tidurnya.Dia berjalan menuju jendela kamarnya. Perutnya seketika berbunyi kala melihat gerobak pedagang sate.Dia ingin menggunakan uang yang diberikan papa dari Tawarikh dan Clarissa, tapi apakah tidak masalah? Apakah pria itu tidak akan menagih? Apakah ini pertolongan tulus?Felicia menatap pintu kamarnya sembari menimbang-nimbang. Dia merasa pria tersebut tulus tapi di sisi lain dia juga takut.Dia juga tak tahu kapan bisa bertemu keluarga dan teman-temannya kembali. Felicia menuju kamar man
Bi Arum memanggil kakak-adik tersebut kala beberapa kali Oma Rizya dan Opa Adriel berteriak namun tanpa respon.Bi Arum mengetuk pintu kamar Harnefer selama lima belas menit barulah terbuka. Harnefer membuka pintu dalam keadaan bangun tidur.Bahkan masih dengan mata setengah terpejam dan rambut acak-acakan. Bi Arum ikut menguap kala Harnefer juga menguap."Ada apa?""Maaf saya mengusik waktu istirahat, Tuan Harn.""Siapa?" tanya Harnefer karena nyawanya belum terkumpul sempurna."Harnefer Ananta, Felicia Ananta bangunlah dan turun!" sela Oma Rizya dan Opa Adriel kompak mengulangi berteriak untuk membangunkan cucu-cucunya.Harnefer seketika membelalakkan mata terkejut. Dia tak menyangka bahwa telah saatnya makan malam."Loh Bi Arum?""Silakan turun untuk makan malam Tuan Harnefer, saya masih harus membangunkan Nona Felicia.""Felicia belum bangun, Bi?" Bi Arum membalas pertanyaan Harnefer dengan gelengan kepala."Bi Arum turun saja nggak pa-pa. Felicia biar saya yang membangunkan.""Tap