Bella menelepon Vian berulang kali dan juga mengirim pesan, tapi tidak ada jawaban dari Vian. Padahal mereka akan pergi nonton bisokop jam tujuh. Sekarang sudah jam setengah delapan, namun Vian belum juga datang. "Belum pergi juga lo?" Baron yang baru saja pulang dari menonton footsal bertanya. Pasalnya Bella sudah selesai siap saat Baron pergi dan sekarang Baron sudah pulang, tapi dia belum juga pergi.Bella menggeleng. "Vian belum datang. Dichat gak balas, ditelfon juga gak diangkat.""Apa jangan-jangan dia lupa?""Gak mungkinlah. Tadi sore aja dia masih sempat chat gue kok.""Jangan-jangan ..." Baron menggantung ucapannya membuat Bella penasaran."Jangan-jangan apa?""Jangan-jangan terjadi sesuatu sama Vian.""Lo jangan ngomong yang aneh-aneh deh, kak. Gue gak suka.""Gue kan cuma khawatir, apalagi dia daritadi belum nyampe. Kalau macet juga kayaknya gak mungkin selama ini."Bella diam, mendadak dia khawatir takut terjadi apa-apa dengan Vian. Dia berharap Vian baik-baik saja. Bell
"Lo jangan salah paham sama Vian. Dia samperin gue ke rumah sakit karena nyokap gue yang telfon." Sani menjelaskan pada Bella.Bella menoleh pada Sani dengan tatapan datarnya. "Thanks, tapi gue gak butuh penjelasann dari lo."Saat ini suasana hati Bella sedang tidak baik, jadi dia tidak ingin siapapun mengganggunya apalagi berbicara dengan Vian ataupun Sani. Yang ada malah malaha tambah membuatnya kesal."Gue cuma mau jelasin yang sebenarnya aja.""Thanks, tapi gak perlu." Bella bangkit berdiri. Dia sudah tidak berniat untuk membaca buku lagi. Setelah menaruh kembali buku yang dia ambil dari rak, Bella pun keluar dari perpustakaan. Karena merasa tidak betah saat Sani datang."Bell, akhirnya ketemu kamu. Kita ke kantin, yuk," ajak Vian."Gak." Bella menolak."Kenapa? Kamu masih marah sama aku? Kamu mau aku ngelakuin apa biar kamu maafin aku?""Minggir.""Aku bakal lakuin apapun yang kamu mau biar kamu maafin aku."Bella menatap Vian datar. "Minggir!" Kali ini suara Bella lebih sedikit
"Ngapain lo ngajakin ketemuan di sini?" tanya Bella dengan ekspresi datar. Vian sengaja mengajak Bella untuk bertemu di taman dekat rumah Bella. Tadinya Vian ingin mengajak Bella pergi sekaligus mengantarnya pulang saat masih berada di sekolah. Hanya saja Bella menghindarinya dengan pulang lebih dulu sebelum kelas Vian selesai. Bella tahu kalau Vian akan mencarinya, itulah kenapa Bella menghindar. Tapi Bella merasa kali ini mereka harus menyelesaikan masalah mereka agar selesai dan tidak lagi terjadi kesalahpahaman."Makasih Bell, karena lo udah mau ketemu sama gue. Tujuan gue cuma mau dapat maaf dari lo. Gue gak pengin lo jauhin gue kayak gini lagi. Gue gak bisa.""Harusnya lo sadar alasan gue kayak gini karena siapa.""Iya, gue tahu gue salah banget. Gue ....""Bentar." Bella menyela ucapan Vian. Dia lalu berlari kecil menghampiri penjual kue putu keliling yang kebetulan lewat.Vian mengembuskan napas. Bella benar-benar tidak bisa menahan diri kalau sedang melihat jajanan. Padahal
Vian sudah berada di rumah Bella. Dia berniat menjemput Bella agar berangkat sekolah bersama. Sekaligus menanyakan alasan kenapa Bella kemarin tidak mengangkat teleponnya."Loh, Vian." Vian mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu ketika Baron keluar.Vian tersenyum. "Bang. Bella ada?""Bella udah berangkat.""Udah berangkat? Daritadi?"Baron mengangguk. "Tadinya mau gue antar, tapi dia gak mau. Katanya pengin naik ojol aja. Emang dia gak ada bilang sama lo?"Vian menggeleng. "Gue telfon dari semalam gak diangkat. Chat juga gak dibalas."Baron terdiam sejenak. Dia lupa kalau Bella sedang marah dengan Vian."Padahal ini baru jam enam kurang. Tumben banget dia berangkat pagi.""Mungkin dia lagi pengin berangkat lebih pagi. Mending lo berangkat juga biar bisa ketemu dia.""Iya bang, kalau gitu gue pamit dulu.""Hati-hati."***"Bell, gak lama lagi kita bakal olimpiade. Lo deg-degan gak? Apalagi kan udah lama gak ikut lomba." Alan bertanya."Lan, kemarin lo ketemu Vian di rumah Sani dia
"Iya, sebentar." Bella sangat malas jika sedang sakit dan harus membukakan pintu ketika ada tamu yang datang. Tapi mau bagaimana lagi, sedang tidak ada orang di rumah. Baron sedang pergi mengerjakan tugas di rumah temannya, sedangkan Lani sedang pergi arisan."Sebentar! Gak sabaran banget sih." Bella menggerutu."Hai!" Bella semakin kesal ketika tahu yang datang adalah Vian. Bella hendak menutup pintu, namun Vian segera menahannya."Bell, tunggu bentar. Gue mau ngomong.""Gak ada yang perlu diomongin. Lepas gak?"Vian menggeleng. Masih tetap menahan pintu."Ya udah." Karena kesal Bella membiarkannya dan kembali ke dalam. Vian segera menyusul."Bentar Bell." Vian menahan lengan Bella."Gue lagi gak mau diganggu.""Gue gak mau ganggu lo kok. Gue cuma mau cek keadaan lo. Kata bang Baron lo lagi sakit dan lo sendirian di rumah, makanya gue ke sini.""Jagain aja Sani. Dia pasti sendirian di rumah," sindir Bella."Jangan gitu dong, Bell. Ini gue bawain bubur ayam buat lo. Dimakan dulu, ya.
"Sita!" Vian segera menghampiri Sita yang kebetulan hendak ke kelas.Sita menoleh. "Kenapa Yan?""Gue boleh minta tolong gak?""Minta tolong apa?"Vian memberikan buku paket pada Sita. "Gue boleh minta tolong lo buat kasih buku ini ke Bella gak?"Kebetulan beberapa hari yang lalu Vian sempat meminjam buku Bella untuk dipakai belajar.Sita mengernyitkan keningnya. "Kenapa gak dikasih langsung ke Bella?""Em, gue mau buru-buru ke kelas. Mau nyalin tugas. Minta tolong ya." Vian pun pergi.Sita menatap heran Vian yang sudah pergi. Dia merasa heran karena Vian tampak aneh. Padahal biasanya Vian selalu rajin pergi ke kelas untuk menemui Bella, tapi sekarang Vian malah seperti menghindar.***"Bell, ini buku lo." Sita memberikan Bella buku yang tadi dititipkan Vian."Kok bisa di lo?" Bella bertanya sedikit heran. Karena setahunya bukunya itu sedang dipinjam Vian."Tadi Vian nitip ke gue. Katanya dia buru-buru mau nyalin tugas jadi gak sempat balikin ke lo.""Oh gitu." Bella pun menerimanya.
Sani menatap Vian dan Bella sinis ketika keduanya asyik mengobrol, sesekali tertawa."Kenapa San?" Beno bertanya.Beno dan Regan mengambil duduk di depan Sani. Sehingga menutupi Vian dan Bella dari pandangannya.Sani menggeleng sembari meminum es tehnya. "Lo cemburu liat Vian sama Bella?""Enggak. Ngapain juga gue cemburu?" Sani mengelak."Kita sebagai teman lo yang udah kenal lo lama tahu banget lo gimana. Jadi mau lo bohong pun kita bakal tahu." Regan menyahut.Beno mengangguk menyetujui ucapan Regan."Jadi maksud lo gue bohong gitu? Selama kalian temenan sama gue kalian selalu ngira gue bohong?""Gak gitu maksudnya, San. Kita cuma pengin lo jujur aja kok. Kalau lo simpan semuanya sendirian yang ada lo yang sakit.""Mau gue sakit atau gimana pun gak ada urusannya sama lo berdua, kan? Gak akan ngerugiin lo berdua juga, kan?"Regan dan Beno makin bingung bagaimana harus menjelaskan agar Sani tidak salah paham dengan maksud dari ucapan mereka."Bukan gitu, San. Kita cuma ....""Udahla
"Ekhem, rajin amat bro baca buku pagi-pagi.""Biasalah, kan udah jadi pacarnya Bella jadi harus pintar juga dong. Kalau nilainya jelek kan Bella yang malu." Regan menyahut.Vian menatap keduanya malas. "Tumben banget lo berdua datang jam segini.""Lo yang tumben jam segini udah datang. Mana baca buku lagi. Biasanya datang telat.""Bella nyuruh datang lebih awal biar dia ada waktu buat belajar bentar. Soalnya waktu dia kebagi buat belajar uts sama olimpiade. Gue jadi kasihan sama dia," ujar Vian. Padahal Vian sudah menasehati Bella agar belajar secukupnya dan istirahat yang cukup, tapi sepertinya Bella tidak mendengar nasehatnya. Waktu Vian menjemput Bella saja gadisnya itu tampak seperti buru-buru dan wajahnya juga tampak baru bangun tidur. Mungkin karena begadang. Ketika Vian bertanya, Bella malah berbohong. Vian tidak mau Bella terlalu memaksakan diri dan akhirnya jatuh sakit. Apalagi sakit saat olimpiade. "Dia begadang juga ya kayak Sani?" Regan bertanya.Vian mengangguk. "Udah g