“Selamat ya, San.” Bella memberikan ucapan selamat pada Sani karena memenangkan olimpiade mewakili sekolah.Sani tersenyum lalu menyambut tangan Bella. “Thanks ya. Oh iya, makasih juga ya udah bantuin Vian, Beno, sama Regan. Maaf jadi ngerepotin lo.”Bella hanya tersenyum. “Sama-sama.”“Bell, gue cariin daritadi tahunnya malah di sini.” Sita menghampiri.“Hai.” Sani menyapa.Bella menyikut lengan Sita menyuruhnya untuk membalas sapaan Sani.Sita menampilkan senyum terpaksanya. “Selamat ya.” Sita memberi selamat.“Thanks.”“Oh iya Bell, kapan-kapan kita belajar bareng, yuk. Sesuaikan sama jadwal lo ngajar Vian aja biar lebih rame. Gimana?” ajak Sani.“Kenapa tiba-tiba ngajak Bella belajar bareng?” Sita mengajukan pertanyaan.Bella menatap tajam Sita agar dia berhenti berbicara sinis pada Sani.“Gue bosan belajar sendiri mulu. Gue pengin sekali-kali belajar bareng biar lebih seru aja. Lo mau kan, Bell?”“Sikapnya aja kayak gitu ya gak bakal ada yang mau diajak belajar bareng.”“Sita,” t
Vian tersenyum ketika menatap layar ponselnya. Membuat Beno dan Regan menatapnya heran.“Kenapa lo senyum-senyum gitu?” tanya Beno.Vian menaruh kembali ponselnya di saku celana lalu menatap kedua sahabatnya. “Pulang sekolah gue belajar bareng sama Bella.”“Kayaknya kalau lo rajin belajar sama Bella nilai lo bakal bagus,” kata Regan.“Mana ada. Dia tujuannya buat liat Bella doang bukan buat belajar.” Beno menyahut.Vian tak segan menoyor kepala Beno. “Gak usah sotoy. Gue emang tujuan belajar kok.”“Belajar sih tujuan kedua, tujuan utamanya kan dekatin Bella,” ujar Beno lalu tertawa.“Vian.” Sani menghampiri mereka.“Pulang sekolah kita belajar bareng di rumahnya Bella. Bareng Sita juga.”“Iya tadi Bella juga chat gue.”“Nanti gue bareng lo, ya?”“Terus Bella sama Sita gimana?” tanya Vian.“Katanya mereka nanti order taksi.”“Lo gak mau bareng sama mereka aja? Kalau sama gue nanti lo panas-panasan. Mobil kan lebih adem.”Sani menggeleng. “Enggak deh, gue mau sama lo aja. Udah jarang ju
Vian menghela napas beberapa saat ketika menyelesaikan hukumannya. Karena begadang, Vian bangun terlambat dan berujung dihukum berlari mengitari lapangan selama lima belas kali. Padahal tadi malam dia sudah memasang alarm agar tidak telat, tapi ternyata alarm yang dia pasang tidak bisa membangunkannya. Dan lebih parahnya lagi Bella harus melihat Vian menjalani hukuman.Vian tidak mau karena dia datang terlambat dan dihukum malah membuat Bella makin tidak suka dengannya. Apalagi dia sudah berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar disukai Bella.“Gue kira lo udah capek dihukum, ternyata masih senang dihukum, ya.” Sita mendekati Vian yang duduk di pinggir lapangan. Kebetulan kelas mereka hari ini adalah olahraga.“Gue telat bangun bukan sengaja mau dihukum.” Vian menyeka keringatnya dengan tangan.“Nih, buat lap keringat lo.” Sita memberikan saputangan berwarna merah muda pada Vian.“Gak usah.” Vian menolak.“Udah terima aja. Ini punya Bella. Dia suruh gue kasih ke lo.”Vian ti
“Kenapa berhenti?” Kening Bella mengerut ketika Vian memarkirkan motornya di pinggir jalan.“Tunggu bentar, ya. Gak lama kok.”Setelah mendapat anggukan dari Bella, Vian pun menyeberang. Dia mendekati seorang nenek yang sedang berjualan kue di pinggir jalan. Nenek itu terlihat senang karena Vian membeli semua dagangannya. Vian pun kemudian segera kembali. Tidak mau membuat Bella menunggu lama.“Nih, buat lo.” Vian memberikan kantung kresek berisi banyak kue yang tadi dibelinya.“Ini kebanyakan.”“Nanti kan bisa makan bareng sama keluarga lo. Atau dibagiin ke tetangga lo.”“Kenapa lo beli semuanya?”“Kasihan neneknya udah jualan dari pagi gak ada yang beli. Katanya dia gak mau pulang sebelum ada yang beli. Makanya gue beli semua biar neneknya pulang dan bisa istirahat.”Bella manggut-manggut. Ternyata Vian sangat peduli dengan orang lain. Padahal dia tidak mengenalnya. Bella pikir Vian adalah cowok yang selalu bersikap semaunya dan tidak peduli dengan orang lain.“Bell? Kok diam?”Bell
“Wah! Rumah lo besar banget, Yan.” Sita begitu kagum ketika tiba di rumah Vian.Sebenarnya mereka berencana akan belajar di rumah Bella, tapi karena Sani mengusulkan untuk belajar di rumah Vian dan Sita menyetujui akhirnya Bella pun ikut. Kalau saja itu ide Sita mungkin dengan tegas Bella langsung menolak, tapi ini Sani. Dia tidak enak kalau menolak Sani.Vian tersenyum. “Enggak, biasa aja. Ayo masuk.”Vian membuka pintu mempersilakan mereka masuk.Lagi-lagi Sita dibuat takjub dengan rumah Vian. Tidak heran dari luar saja sudah kelihatan megah apalagi di dalamnya. Bella sendiri juga sedikit takjub dengan rumah Vian.“Dulu gue sering ke sini belajar bareng Vian, tapi karena udah enggak gue jadi jarang,” ucap Sani.“Gue ke atas dulu, ya. Mau ganti baju.” Vian segera naik ke lantai atas menuju kamarnya.“Lo berdua mau minum apa? Biar gue bilang sama Bi Sumi.” Sani bertanya.“Emang ini rumah lo? Nawarin minum segala,” ketus Sita.Bella menatap Sita sambil menggeleng. Menyuruh Sita untuk
"Hai!" Bella menoleh sejenak. Dia sedikit terkejut melihat cowok yang menyapanya."Bentar Bell." Bella segera menepis tangan cowok itu."Gue lagi gak mau diganggu Frans," ucap Bella dengan ekspresi datarnya. Rasanya hidup Bella sudah cukup tenang karena Frans sudah lama tidak mengganggunya. Semenjak Vian memperingati cowok itu.Entah kenapa cowok itu malah tiba-tiba muncul di hadapannya."Gue cuma mau minta maaf karena udah sempat ganggu lo. Gue benar-benar nyesal. Gue harap lo mau maafin gue."Bella menatap Frans sejenak. Kenapa tiba-tiba Frans meminta maaf? Dilihat darimana pun Bella tahu karakter Frans. Cowok itu tidak mungkin akan meminta maaf semudah ini. Cukup mencurigakan."Disuruh siapa?"Frans mengernyitkan keningnya. "Maksudnya?""Lo disuruh siapa buat minta maaf?"Frans menggeleng. "Gue gak disuruh siapa-siapa. Gue emang niat mau minta maaf sama lo. Gue gak pengin lo benci sama gue. Lo mau kan maafin gue?"***"Lo ngapain duduk di sini?" ketus Sita ketika Frans mengambil d
"Sorry bang, gue telat." Vian baru saja tiba di sebuah cafe. Kebetulan Baron meminta Vian untuk bertemu."Gak papa santai aja. Pesan minum dulu."Vian kemudian memanggil waiters untuk memesan minuman."Sorry juga ya bang tadi gak anterin Bella pulang soalnya gue ....""Aman. Lagian Bella juga udah dianterin sama temannya.""Teman?"Baron mengangguk. "Teman cowok. Aneh kan? Padahal dia gak pernah mau dekat sama cowok bahkan cuma ngobrol aja dia gak mau. Tapi sekarang malah dia punya teman cowok. Agak aneh. Lo tahu gak cowok yang anterin Bella?"Vian terdiam sejenak. Jadi Bella pulang bersama Frans. Vian tidak menyangka Bella mau menerima tawaran Frans begitu saja. Berbeda kalau dengan dirinya. "Yan?""Ah, iya. Yang anterin Bella itu Frans.""Frans? Jadi lo kenal dia?"Vian mengangguk. "Satu sekolah gak suka sama dia karena suka bully anak-anak sekolah. Bahkan waktu awal-awal Bella pindah juga sering diganggu sama dia.""Jadi dia pernah bully Bella?""Gue udah peringatin dia dan dia se
"Gue boleh gabung gak?" Vian seketika langsung menatap datar Frans. Baru saja dia senang karena bisa makan dengan Bella di kantin, Frans malah datang dan mengganggu mereka."Meja kosong masih banyak," ujar Vian datar."Boleh." Bella menyahut membuat Vian seketika langsung menoleh tidak terima."Gak boleh.""Ya udah, gue pindah." Bella hendak pergi namun Vian segera menahannya. Dia tidak mau hanya karena Frans, Bella malah pergi."Lo boleh duduk di sini."Frans tersenyum lalu duduk di samping Bella. "Thanks.""Bell, gue boleh minta nomor lo?""Buat?""Em, gue mau nanya lo kalau gue gak bisa kerjain tugas Fisika. Gue dengar lo jago Fisika. Boleh gak?""Boleh." Bella menerima ponsel Frans untuk mengetik nomor ponselnya.Vian hampir tidak percaya mendengar jawaban Bella. Begitu mudahnya Bella memberikan nomornya pada Frans yang baru menjadi temannya selama dua hari. Sedangkan dirinya saja waktu itu tidak dikasih. Sosial media saja diblokir. Benar-benar tidak adil baginya."Bell, kok lo k