“Hai Bell.” Sani menghampiri Bella yang sedang membaca buku. Saat ini Bella sedang berada di perpustakaan. Seperti bias, mengambil waktu luang untuk belajar sebelum ulangan harian minggu depan.“Gue dengar dari Regan sama Beno lo disuruh Bu Tia buat ngajarin Vian, ya?” Sani bertanya.“Iya.”“Kalau Vian agak susah dibilangin marahin aja. Soalnya dia kalau diajarin agak susah. Gue aja sampe nyerah sama dia.”“Lo pernah ngajarin dia?” Kini giliran Bella yang bertanya.Sani mengangguk. “Tapi gak sampe sebulan. Baru seminggu lebih dia udah gak mau lagi. Katanya dia capek belajar tapi gak masuk otak. Karena gue gak mau maksa dia ya udah akhirnya gue berhenti ngajarin dia. Lo sendiri ada kendala gak waktu ngajarin dia kemarin?”“Enggak sih, tapi dia harus dijelasin lebih dari dua kali baru ngerti.”“Gue tahu dia sebenarnya bisa cuma malas aja. Semoga lo bisa bikin dia lebih semangat buat belajar, ya.”Bella hanya tersenyum. Sejujurnya Bella juga tidak yakin bisa berhasil membuat Vian lebih t
“Permisi Bu.”Bu Tia tersenyum ketika Bella datang. “Duduk Bella.”Bella mengangguk. Dia menarik kursi lalu duduk.“Ibu sebenarnya cuma mau tanya kemarin jadi kamu ngajarin Vian?”“Jadi Bu.”“Kamu ngajarin sampai berapa lama?”Bella berpikir sejenak. “Sekitar dua sampai tiga jam, Bu.”Bu Tia tersenyum lega. “Syukurlah, saya senang dengarnya. Biasanya saya ngajar baru lima belas menit dia udah gak betah. Ibu berharap nilai Vian bisa bagus kali ini karena belajar sama kamu.”“Saya juga berharap seperti itu, Bu. Tapi semuanya balik lagi ke Vian. Apa dia mau rajin belajar atau tetap malas.”Bu Tia manggut-manggut. “Iya. Ya sudah, kalau begitu kamu boleh kembali ke kelas.”“Iya Bu. Saya permisi.”Bella berjalan menuju kelasnya. Sejujurnya Bella juga cukup bingung dengan Vian. Cowok itu sangat malas ketika mengikuti pelajaran di kelas, sehingga sering bolos. Tapi kenapa dengannya Vian betah sekali? Bahkan sampai berjam-jam. Atau sebenarnya Vian mempunyai dua kepribadian? Bella segera mengge
“Selamat ya, San.” Bella memberikan ucapan selamat pada Sani karena memenangkan olimpiade mewakili sekolah.Sani tersenyum lalu menyambut tangan Bella. “Thanks ya. Oh iya, makasih juga ya udah bantuin Vian, Beno, sama Regan. Maaf jadi ngerepotin lo.”Bella hanya tersenyum. “Sama-sama.”“Bell, gue cariin daritadi tahunnya malah di sini.” Sita menghampiri.“Hai.” Sani menyapa.Bella menyikut lengan Sita menyuruhnya untuk membalas sapaan Sani.Sita menampilkan senyum terpaksanya. “Selamat ya.” Sita memberi selamat.“Thanks.”“Oh iya Bell, kapan-kapan kita belajar bareng, yuk. Sesuaikan sama jadwal lo ngajar Vian aja biar lebih rame. Gimana?” ajak Sani.“Kenapa tiba-tiba ngajak Bella belajar bareng?” Sita mengajukan pertanyaan.Bella menatap tajam Sita agar dia berhenti berbicara sinis pada Sani.“Gue bosan belajar sendiri mulu. Gue pengin sekali-kali belajar bareng biar lebih seru aja. Lo mau kan, Bell?”“Sikapnya aja kayak gitu ya gak bakal ada yang mau diajak belajar bareng.”“Sita,” t
Vian tersenyum ketika menatap layar ponselnya. Membuat Beno dan Regan menatapnya heran.“Kenapa lo senyum-senyum gitu?” tanya Beno.Vian menaruh kembali ponselnya di saku celana lalu menatap kedua sahabatnya. “Pulang sekolah gue belajar bareng sama Bella.”“Kayaknya kalau lo rajin belajar sama Bella nilai lo bakal bagus,” kata Regan.“Mana ada. Dia tujuannya buat liat Bella doang bukan buat belajar.” Beno menyahut.Vian tak segan menoyor kepala Beno. “Gak usah sotoy. Gue emang tujuan belajar kok.”“Belajar sih tujuan kedua, tujuan utamanya kan dekatin Bella,” ujar Beno lalu tertawa.“Vian.” Sani menghampiri mereka.“Pulang sekolah kita belajar bareng di rumahnya Bella. Bareng Sita juga.”“Iya tadi Bella juga chat gue.”“Nanti gue bareng lo, ya?”“Terus Bella sama Sita gimana?” tanya Vian.“Katanya mereka nanti order taksi.”“Lo gak mau bareng sama mereka aja? Kalau sama gue nanti lo panas-panasan. Mobil kan lebih adem.”Sani menggeleng. “Enggak deh, gue mau sama lo aja. Udah jarang ju
Vian menghela napas beberapa saat ketika menyelesaikan hukumannya. Karena begadang, Vian bangun terlambat dan berujung dihukum berlari mengitari lapangan selama lima belas kali. Padahal tadi malam dia sudah memasang alarm agar tidak telat, tapi ternyata alarm yang dia pasang tidak bisa membangunkannya. Dan lebih parahnya lagi Bella harus melihat Vian menjalani hukuman.Vian tidak mau karena dia datang terlambat dan dihukum malah membuat Bella makin tidak suka dengannya. Apalagi dia sudah berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar disukai Bella.“Gue kira lo udah capek dihukum, ternyata masih senang dihukum, ya.” Sita mendekati Vian yang duduk di pinggir lapangan. Kebetulan kelas mereka hari ini adalah olahraga.“Gue telat bangun bukan sengaja mau dihukum.” Vian menyeka keringatnya dengan tangan.“Nih, buat lap keringat lo.” Sita memberikan saputangan berwarna merah muda pada Vian.“Gak usah.” Vian menolak.“Udah terima aja. Ini punya Bella. Dia suruh gue kasih ke lo.”Vian ti
“Kenapa berhenti?” Kening Bella mengerut ketika Vian memarkirkan motornya di pinggir jalan.“Tunggu bentar, ya. Gak lama kok.”Setelah mendapat anggukan dari Bella, Vian pun menyeberang. Dia mendekati seorang nenek yang sedang berjualan kue di pinggir jalan. Nenek itu terlihat senang karena Vian membeli semua dagangannya. Vian pun kemudian segera kembali. Tidak mau membuat Bella menunggu lama.“Nih, buat lo.” Vian memberikan kantung kresek berisi banyak kue yang tadi dibelinya.“Ini kebanyakan.”“Nanti kan bisa makan bareng sama keluarga lo. Atau dibagiin ke tetangga lo.”“Kenapa lo beli semuanya?”“Kasihan neneknya udah jualan dari pagi gak ada yang beli. Katanya dia gak mau pulang sebelum ada yang beli. Makanya gue beli semua biar neneknya pulang dan bisa istirahat.”Bella manggut-manggut. Ternyata Vian sangat peduli dengan orang lain. Padahal dia tidak mengenalnya. Bella pikir Vian adalah cowok yang selalu bersikap semaunya dan tidak peduli dengan orang lain.“Bell? Kok diam?”Bell
“Wah! Rumah lo besar banget, Yan.” Sita begitu kagum ketika tiba di rumah Vian.Sebenarnya mereka berencana akan belajar di rumah Bella, tapi karena Sani mengusulkan untuk belajar di rumah Vian dan Sita menyetujui akhirnya Bella pun ikut. Kalau saja itu ide Sita mungkin dengan tegas Bella langsung menolak, tapi ini Sani. Dia tidak enak kalau menolak Sani.Vian tersenyum. “Enggak, biasa aja. Ayo masuk.”Vian membuka pintu mempersilakan mereka masuk.Lagi-lagi Sita dibuat takjub dengan rumah Vian. Tidak heran dari luar saja sudah kelihatan megah apalagi di dalamnya. Bella sendiri juga sedikit takjub dengan rumah Vian.“Dulu gue sering ke sini belajar bareng Vian, tapi karena udah enggak gue jadi jarang,” ucap Sani.“Gue ke atas dulu, ya. Mau ganti baju.” Vian segera naik ke lantai atas menuju kamarnya.“Lo berdua mau minum apa? Biar gue bilang sama Bi Sumi.” Sani bertanya.“Emang ini rumah lo? Nawarin minum segala,” ketus Sita.Bella menatap Sita sambil menggeleng. Menyuruh Sita untuk
"Hai!" Bella menoleh sejenak. Dia sedikit terkejut melihat cowok yang menyapanya."Bentar Bell." Bella segera menepis tangan cowok itu."Gue lagi gak mau diganggu Frans," ucap Bella dengan ekspresi datarnya. Rasanya hidup Bella sudah cukup tenang karena Frans sudah lama tidak mengganggunya. Semenjak Vian memperingati cowok itu.Entah kenapa cowok itu malah tiba-tiba muncul di hadapannya."Gue cuma mau minta maaf karena udah sempat ganggu lo. Gue benar-benar nyesal. Gue harap lo mau maafin gue."Bella menatap Frans sejenak. Kenapa tiba-tiba Frans meminta maaf? Dilihat darimana pun Bella tahu karakter Frans. Cowok itu tidak mungkin akan meminta maaf semudah ini. Cukup mencurigakan."Disuruh siapa?"Frans mengernyitkan keningnya. "Maksudnya?""Lo disuruh siapa buat minta maaf?"Frans menggeleng. "Gue gak disuruh siapa-siapa. Gue emang niat mau minta maaf sama lo. Gue gak pengin lo benci sama gue. Lo mau kan maafin gue?"***"Lo ngapain duduk di sini?" ketus Sita ketika Frans mengambil d