“Gue liat-liat kayaknya lo udah akrab banget ya sama Bella,” kata Beno.Beno berjalan menuju kelas bersama Sani. Mereka tadi sempat bertemu dengan Bella di depan.Sani tersenyum. “Iya, emang kenapa? Lo cemburu?”“Ya kali gue cemburu sama Bella. Gue cuma heran aja lo bisa akrab sama orang lain selain kita. Lo kan pernah bilang kalau lo malas temenan sama cewek karena kalau ribut sesama cewek ribet.”Sani manggut-manggut membenarkan. “Iya sih, tapi gue ngerasa temenan sama Bella seru. Karena selera dia sama kayak gue. Dia juga bukan tipe cewek yang ribet.”“Sayangnya dia gak mau deket sama cowok. Coba aja dia mau. Udah gue jadiin pacar.”“Sayangnya gue yakin Bella gak mungkin mau sama lo.”“Lo berdua ngomongin apa?” Keduanya langsung menoleh.Beno tersenyum. “Eh, Vian. Cakep amat.” Jangan sampai Vian dengar omongannya. Karena Vian pasti akan marah padanya.“Udah tahu.”“Yan, semalam gue telfon kok gak diangkat?” tanya Sani.“Gue lagi di luar terus lupa bawa hp. Gue sampai rumah udah kem
“Udah di sini aja,” ucap Bella ketika sampai di depan cabang perumahan rumahnya. Rumah Bella masih jauh, tapi Bella menyuruh Vian untuk menurunkannya. Bukan tanpa alasan, hanya saja Bella tidak mau Vian tahu di mana rumahnya. Dia tidak mau tiba-tiba cowok itu datang setelah mengetahui rumahnya. Bukannya terlalu percaya diri, tapi jika dilihat dari sifat Vian sepertinya dia tipe orang yang seperti itu.“Enggak, gue mau antarin lo sampai rumah. Kan gue udah janji tadi.”“Turunin gue sekarang,” ucap Bella tidak ingin dibantah.Vian pun akhirnya menghentikan motornya. “Gue tahu rumah lo masih jauh. Lo yakin mau turun di sini?”Bella melepas helm lalu memberikannya pada Vian. “Makasih.”“Kak Baron!” Bella memanggil Baron yang kebetulan lewat.Dalam hati Bella sangat bersyukur karena bertemu Baron. Kalau tidak Bella harus jalan kaki sampai rumah. Sedangkan jarak dari cabang perumahan menuju rumahnya lumayan jauh.Baron menghentikan motornya. Baru saja Baron hendak turun dari motor untuk be
“Udahan yuk, Bell. Capek ini,” ujar Baron dengan napas tersengal-sengal. Karena sedang libur, Bella mengajak Baron jogging. Padahal mereka baru beberapa menit lari, tapi Baron sudah mengeluh saja. Baron memang malas berolahraga. Kalau bukan Bella yang menarik paksa Baron dari kasur, mungkin saat ini Baron masih saja tidur pulas. “Baru juga lima menit.” “Lima menit gimana? Udah tujuh menit ini,” kata Baron sembari menunjukkan arlojinya. “Selisih dua menit doang. Lanjut lagi. Jangan banyak ngeluh. Cowok kok lemah.” “Bukan lemah. Masalahnya lo kan tahu sendiri gue itu gak suka jogging.” “Bacot lo.” Bella mempercepat larinya. Karena sudah malas mendengar Baron yang terus mengeluh. *** “Tata.” Bella dan Baron bertemu Tata di taman. Mereka memutuskan untuk beristirahat di taman setelah berolahraga kurang lebih setengah jam. “Eh, Kak Bella. Kita ketemu lagi.” Tata tersenyum lalu beralih menatap Baron. “Pacarnya Kak Bella, ya?” tanyanya. “Enggak!” jawab Bella dan Baron bersamaan memb
“Jadi lo udah tahu rumah Bella?” Beno cukup terkejut.Vian mengangguk sembari tersenyum.“Hebat juga lo udah tahu rumah Bella aja. Suatu kemajuan ini.” Regan menimpali.Vian masih tersenyum. Dia merasa sepertinya memang Bella ditakdirkan untuknya. Walaupun dia tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Tapi, apapun yang terjadi Vian pasti akan menghadapinya. Karena dia sudah terlanjur jatuh cinta pada Bella.“Pagi guys!” Sani menghampiri mereka bertiga.Ketiganya tersenyum membalas sapaan Sani.“Nih, gue ada snack buat kalian.” Sani memberikan paper bag berisi makanan ringan dari luar negeri.“Wih, makasih ya, San.” Beno dan Regan langsung saja menerimanya. Keduanya langsung memakannya. Vian hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka.“Bokap lo udah pulang?” tanya Vian.Sani mengangguk. “Semalam. Makanya gue bawa makanan-makanan ini. Nanti lusa udah berangkat lagi. Sibuk banget bokap gue.”“Wajarlah bokap lo sibuk. Kan pilot.” Beno menyahut.“Iya sih, tapi jadinya gue jarang ngo
Bella sedang berjalan menuju kelas Vian. Kebetulan dia disuruh Bu Heni untuk mengambil buku paket milik Bu Retno. Sebenarnya Bella mengajak Sita untuk menemaninya, hanya saja Bu Heni tidak mau dan menyuruhnya pergi sendiri.Bella sedikit terkejut ketika melihat Vian sedang berdiri di depan kelas dengan posisi satu kaki diangkat dan kedua tangan memegang telinga.“Hai Bell.” Vian tersenyum. Dia malu karena Bella melihatnya dihukum.“Vian! Angkat kaki kamu sebelum saya kasih hukuman tambahan!” teriak Bu Retno dari dalam kelas.Vian terkesiap. Dia segera menaikkan sebelah kakinya kembali. “Gue curiga profesi Bu Retno sebenarnya bukan guru, tapi peramal,” gumamnya.Memilih tidak peduli, Bella langsung mengetuk pintu kelas. Setelah mendapat izin untuk masuk, Bella pun masuk ke dalam.Tak sampai berapa menit, Bella sudah keluar.“Bell, semangat belajarnya, ya,” ucap Vian menyemangati Bella.Seperti sebelumnya, Bella masih tidak memberikan respons. Malah Bella pergi begitu saja tanpa basa-ba
“Bell, bangun!” Baron menggoyang tubuh Bella membuat tidur Bella terusik.Bella bangun dengan ekspresi kesal. “Apa?”“Buruan ke bawah ada tamu,” kata Baron.“Siapa?”“Gak tahu, kayaknya teman lo. Buruan. Kasihan tamunya nunggu lama.”“Gak usah narik-narik.” Bella memukul tangan Baron karena menarik Bella untuk bangun dari ranjang.Dengan malas dan wajah bantal Bella turun ke lantai bawah untuk menemui sang tamu.Bella mengembuskan napas ketika Vian tersenyum padanya. Ternyata tamu yang dimaksud oleh Baron adalah Vian. Pantas saja Baron tadi mendesaknya. Benar-benar kakak yang menyebalkan. Hanya karena Vian, waktu tidur siangnya jadi terganggu.“Lo baru bangun tidur, ya? Sorry, udah ganggu ....”“Ada perlu apa?” potong Bella cepat.Bella benar-benar tidak ada niat untuk berbicara dengan Vian.“Gue bawain makanan buat lo. Gue mau minta maaf soal yang tadi. Gue tahu gue salah. Gak seharusnya gue nyelesain masalah dengan kekerasan.” Vian memberikan sebuah kantung kresek berisi makanan p
Vian segera menangkap bola basket yang hampir saja mengenai Bella. Kebetulan Bella berjalan melewati lapangan.Bella seketika terkejut. Vian menoleh pada Bella dengan wajah khawatir. “Lo gak papa?”Bella mengangguk. “Thank’s”Untung saja Vian menolongnya, kalau tidak ada Vian mungkin Bella sudah terkena bola basket. Entah kenapa Vian selalu menolongnya di saat-saat seperti ini.Vian melempar kembali bola pada para cowok yang bermain bola basket. “Lain kali kalau main hati-hati,” tegurnya.“Sorry, Yan,” ucap cowok yang menangkap bola basket tersebut.“Minta maaf sama orangnya bukan sama gue.”“Sorry, ya.” Cowok itu meminta maaf pada Bella.Bella hanya mengangguk sebgai respons. Setelah itu Bella langsung pergi. Buru-buru Vian menyusul Bella.“Bell, pulang sekolah lo sibuk gak? Kalau gak sibuk ....”“Gue sibuk,” potong Bella dengan cepat.Vian tersenyum. “Oh, oke. Kalau gitu selamat belajar, ya.” Vian kemudian pergi.Bella jadi tidak enak pada Vian. Apalagi tadi Vian sudah menolongnya.
“Buruan dikerjain. Jangan liatin gue terus,” ketus Bella merasa risih karena terus ditatap oleh Vian.Harusnya sekarang Bella sudah pulang, tapi dia diminta oleh Ibu Tia untuk mengawasi Vian mengerjakan tugas sebagai hukuman karena ketahuan tidur di kelas. Yang Bella heran dari sekian banyak murid, kenapa harus dirinya yang disuruh untuk mengawasi Vian? Kalau disuruh mengawasi orang lain mungkin Bella tidak keberatan, tapi ini Vian. Bukannya apa hanya saja Bella tidak nyaman bersama Vian. Ditambah pandangan Vian yang sama sekali tidak beralih darinya.“Bell, gue boleh minta tolong gak?” Vian bertanya.“Apa?”“Boleh minta tolong jelasin cara kerjain soal yang nomor dua gak? Soalnya gue gak ngerti.”“Cari contohnya di buku paket,” ucap Bella datar.“Contohnya beda sama soalnya. Gue sama sekali gak ngerti. Lo mau kan jelasin? “Bella menarik napas sejenak lalu mengembuskannya. Perlahan, Bella mengambil buku paket untuk melihat soal tersebut. Bella pun mulai menjelaskan dengan perlahan ag
"VIAN!"Vian terkesiap dia langsung bangun dari tidurnya. "Ada apa Bell? Lo kenapa?" tanya Vian yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya.Bella tak segan menimpuk Vian dengan buku yang sedang dipegangnya. Membuat Vian meringis."Lo tuh ya gue kan suruh lo kerjain soal. Kenapa lo malah tidur?""Sorry, Bell. Gue ngantuk banget. Soalnya semalam nobar bola bareng Regan sama Beno.""Oh, jadi semalam lo suruh gue tidur duluan biar lo bisa begadang gitu? Pantes aja waktu gue chat lagi langsung centang satu. Lo sengaja matiin hp biar gue gak ganggu lo, kan?"Vian segera menggeleng. "Gak gitu, Bell. Lo salah paham. Gue bisa jelasin.""Gue gak butuh penjelasan lo. Lo sadar gak sih kita itu udah kelas dua belas. Udah waktunya buat belajar persiapan ujian. Emang lo mau nilai lo jelek terus gak keterima di kampus impian lo?""Enggak. Sorry, Bell, gue janji gak akan kayak gitu lagi.""Gue udah males dengar janji-janji lo. Sekarang lo kerjain soal-soal ini waktu lo cuma tiga jam. Awas aja kalau
"Akhirnya tuan putri yang ditunggu-tunggu turun juga," ucap Vian ketika Bella menghampirinya.Bella sudah berpakaian rapi, tapi wajahnya terlihat jelas baru bangun tidur. Bahkan Bella beberapa kali menguap."Lo ngapain pagi-pagi ngajak gue pergi sih? Gue kan masih ngantuk. Masih pengin tidur.""Semalam kan gue udah sempat chat lo kalau kita mau jalan pagi.""Iya, tapi gue gak liat hp soalnya gue semalam begadang sama Sita sama Sani.""Ya udah, kalau lo gak mau pergi gak papa deh. Cancel aja.""Lah? Kok dibatalin sih? Kan gue udah siap-siap.""Iya, tapi lo kayak gak mau pergi gitu. Daripada nanti mood lo gak bagus mendingan gak usah aja." "Gue bukannya gak mau, Yan, tapi gue ngerasa kepagian aja perginya. Kan bisa kita keluarnya siang atau sore.""Gue ngajak pergi pagi karena gak mau kita kena macet, tapi kalau emang lo masih ngantuk ya udah tidur lagi aja.""Gimana sih lo? Gue kan udah siap-siap. Walaupun gue ngantuk, tapi kan gue mau pergi.""Percuma lo mau pergi kalau mood lo aja g
"Kalian yang semangat belajarnya, ya. Apalagi udah naik kelas dua belas. Harus lebih fokus biar nilainya bagus dan bisa masuk kampus impian kalian." Alan berpesan sebelum dia pergi.Saat ini mereka sedang berada di bandara untuk mengantarkan Alan pulang ke Surabaya. "Lo juga semangat. Semoga bisa cepat dapat cewek baru ya biar gak gangguin Bella lagi," ucap Vian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Bella."Safe flight ya, Lan. Kalau udah sampe kabarin kita," ujar Sita.Alan mengangguk lalu beralih menatap Sani. "San, kalau yang lain gue minta buat rajin belajar gue minta lo istirahat yang banyak, ya."Sani mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Lo mau nilai gue jelek? Lo gak suka gue kalau gue masuk kampus bagus?"Alan segera menggeleng tidak mau membuat Sani salah paham. "Gak gitu. Gue cuma pengin lo bisa atur waktu buat kapan belajar dan kapan istrirahat. Jangan lo gunakan semua waktu lo buat belajar. Manusia juga butuh istirahat. Emang lo mau drop lagi kayak kemarin-kemarin? Sekar
Vian mendekati Sani yang kebetulan sedang duduk di depan kelas. "San, gue minta maaf soal kemarin. Niat gue cuma mau nolongin lo.""San, kok lo diam aja?" Sani mengembuskan napas beralih menatap Vian. Beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Gue maafin kok.""Beneran?" Sani mengangguk. "Gue takut banget lo jadi benci sama gue karena kejadian kemarin. Terus bokap lo gimana? Marah sama lo gak?""Awalnya marah, tapi gue mutusin buat ungkapin semua yang selama ini gue pendam ke bokap gue. Karena gue capek selalu diam dan ikutin semua kemauan bokap gue. Syukurnya bokap gue sadar dan minta maaf ke gue. Bahkan hubungan kita udah jauh lebih baik."Vian tersenyum lega. Usahanya berhasil. "Syukur deh. Gue lega dengarnya. Soalnya dari kemarin Bella gak tenang banget.""Bella? Gak tenang gimana?""Ya dia takut lo malah diamuk sama bokap lo. Makanya dia jadi kepikiran terus.""Thanks ya, udah mau bantuin gue. Emang sih gue marah karena tindakan lo yang bisa dibilang lumayan membahayakan gue, tap
"Lo berdua ngapain ke sini?" Sani terlihat tidak senang ketika Vian dan Bella datang ke rumahnya.Mungkin kalau tidak ada mamanya Sani sudah mengusir mereka. Karena saat ini dia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun."Gue mau ketemu bokap lo."Sani mengerutkan keningnya. "Mau ngapain?" Tentu saja Sani heran karena tidak biasanya Vian ingin bertemu dengan papanya. "Mau kasih oleh-oleh dari bokap gue.""Harus banget nunggu bokap gue? Gak bisa dititipin ke gue?"Vian menggeleng. "Bokap gue udah kasih amanah buat gue untuk kasih langsung ke bokap lo tanpa perantara.""Tapi bokap gue baliknya malam. Lo mau nunggu lama?""Gak papa kok. Lagian kita juga gak ada urusan mendadak sih. Jadi kita bisa nunggu lama. Iya kan, Bell?"Bella hanya mengangguk.Sani mengembuskan napas kasar. Terlihat jelas dia tidak suka, tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan mereka.***"Loh, ada Vian." Irvan, papa Sani yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Untungnya mereka tidak dibuat menun
"Kenapa lo baru bilang kalau lo mau balik ke Surabaya? Kenapa lo cuma ngomong ke Bella? Kenapa gue enggak? Emang teman lo Bella doang?" Pertanyaan beruntun diberikan Sita pada Alan saat Alan memberitahunya kalau dia akan kembali ke Surabaya."Makanya sekarang gue bilang ke lo kan.""Tapi kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari lama? Bella udah tahu duluan. Lo gak anggap gue teman lo, ya? Iya, gue tahu emang gue jarang ngobrol sama lo, tapi kan setidaknya gue juga harus tahu." Ekspresi Sita terlihat kesal.Alan mengembuskan napasnya sejenak. "Oke, gue salah. Gue minta maaf karena baru ngomongnya sekarang. Lo mau kan maafin gue? Gue traktir apapun yang lo mau sebelum gue balik."Sita menatap Alan sinis. "Lo pikir gue bisa disuap sama makanan?""Gak gitu, Ta. Gue cuma pengin lo maafin gue aja. Kalau lo gak mau gue traktir terus lo mau gue gimana biar bisa lo maafin?"Sita terdiam cukup lama sembari sibuk dengan ponselnya. "Gue mau lo hari ini beliin semua yang gue mau. Nih listnya." Sita m
"Bella!" Sita berlari menghampiri Bella lalu memeluknya erat. "Gue bangga banget sama lo, Bell. Lo emang terbaik. Gue tahu lo emang hebat. Dengan kayak gini lo bisa nutup mulut orang-orang yang selalu beranggapan kalau lo itu gak ada apa-apanya dibanding Sani," ujar Sita sembari melirik sinis beberapa siswa yang lewat. Sita ingat betul kalau siswa-siswa tersebut adalah orang yang pernah meremehkan Bella karena Bella berhasil meraih peringkat pertama saat ujian tengah semester mengalahkan Sani.Bella mengembangkan senyumnya. "Makasih Ta, tapi kayaknya lo agak berlebihan deh mujinya. Gue biasa-biasa aja kok. Gak sehebat itu.""Udah deh gak usah merendah gitu. Gue tahu lo paling hebat. Sorry ya kemarin gue gak ngucapin."Bella mengangguk. "Iya, gak papa kok. Kan lo sakit. Masa gue mau marah sama lo yang lagi sakit.""Btw, gue belum liat Sani. Ke mana ya dia?"Bella menatap Sita sedikit heran. Tidak biasanya Sita menanyakan Sani. Apa mungkin Sita sudah tidak marah lagi dengan Sani?"Belum
"Yan, daftar peringkat nilai UAS udah keluar. Lo gak mau liat?" tanya Regan."Nanti aja." "Loh? Kenapa? Bukannya lo nunggu dari kemarin?""Emang, tapi gue gak siap. Gue takut gak sesuai sama harapan gue. Gue takut ngecewain Bella.""Lo kan udah usaha, Yan. Bella juga pasti ngerti kok."Vian menggeleng. "Syarat gue baikan sama dia kan peringkat gue harus bagus. Gue gak yakin kalau gue bisa masuk sepuluh besar.""Mungkin Bella ngomong kayak gitu biar lo lebih rajin belajar. Percaya sama gue Bella pasti bakal bangga sama lo apalagi ngeliat usaha lo yang belajar mati-matian.""Gan! Regan!" "Apasih Ben? Teriak-teriak emang gue budek.""Lo udah liat peringkat lo belum? Gila, lo di peringkat sebelas, bro! Gak nyangka gue. Keren juga lo," ucap Beno yang begitu antusias.Regan tersenyum bangga. "Iya lah, emang lo peringkat lima puluh."Beno menatap Regan sinis. "Sombong amat!" Beno beralih menatap Vian. "Lo gak mau ngecek peringkat lo? Tadinya mau gue foto, tapi keburu rame jadinya gak sempa
"Kenapa?"Terdengar helaan napas lega dari seberang sana ketika Bella menjawab telepon masuk. 'Akhirnya lo angkat juga. Gue telfon daritadi hp lo gak aktif.'"Sengaja gue matiin biar fokus belajar."'Masih belajar gak? Takutnya gue ganggu.'"Kenapa?" Bella kembali bertanya karena belum mendapatkan jawaban.'Gue cuma mau bilang kalau lo jangan salah paham ya soal yang lo liat tadi. Gue tadi cuma berusaha buat nenangin Sani.'"Oke." Setelahnya Bella langsung memutuskan sambungan panggilan begitu saja. Bella kembali mematikan ponselnya karena dia tahu Vian pasti akan kembali menghubunginya dan dia sedang tidak ingin diganggu.Bella mengerti kalau Vian memang mencoba untuk menenangkan Sani. Hanya saja sebagai pacar Vian tentu Bella merasa cemburu, tapi tidak mungkin dia memperpanjang masalah karena Bella malas ribut di hari-hari yang penting ini. Yang ada malah membuat dia tidak fokus belajar dan akan mempengaruhi nilai ujiannya. Lagipula Vian juga sudah berusaha untuk menjelaskan padanya