Bella sedang berjalan menuju kelas Vian. Kebetulan dia disuruh Bu Heni untuk mengambil buku paket milik Bu Retno. Sebenarnya Bella mengajak Sita untuk menemaninya, hanya saja Bu Heni tidak mau dan menyuruhnya pergi sendiri.Bella sedikit terkejut ketika melihat Vian sedang berdiri di depan kelas dengan posisi satu kaki diangkat dan kedua tangan memegang telinga.“Hai Bell.” Vian tersenyum. Dia malu karena Bella melihatnya dihukum.“Vian! Angkat kaki kamu sebelum saya kasih hukuman tambahan!” teriak Bu Retno dari dalam kelas.Vian terkesiap. Dia segera menaikkan sebelah kakinya kembali. “Gue curiga profesi Bu Retno sebenarnya bukan guru, tapi peramal,” gumamnya.Memilih tidak peduli, Bella langsung mengetuk pintu kelas. Setelah mendapat izin untuk masuk, Bella pun masuk ke dalam.Tak sampai berapa menit, Bella sudah keluar.“Bell, semangat belajarnya, ya,” ucap Vian menyemangati Bella.Seperti sebelumnya, Bella masih tidak memberikan respons. Malah Bella pergi begitu saja tanpa basa-ba
“Bell, bangun!” Baron menggoyang tubuh Bella membuat tidur Bella terusik.Bella bangun dengan ekspresi kesal. “Apa?”“Buruan ke bawah ada tamu,” kata Baron.“Siapa?”“Gak tahu, kayaknya teman lo. Buruan. Kasihan tamunya nunggu lama.”“Gak usah narik-narik.” Bella memukul tangan Baron karena menarik Bella untuk bangun dari ranjang.Dengan malas dan wajah bantal Bella turun ke lantai bawah untuk menemui sang tamu.Bella mengembuskan napas ketika Vian tersenyum padanya. Ternyata tamu yang dimaksud oleh Baron adalah Vian. Pantas saja Baron tadi mendesaknya. Benar-benar kakak yang menyebalkan. Hanya karena Vian, waktu tidur siangnya jadi terganggu.“Lo baru bangun tidur, ya? Sorry, udah ganggu ....”“Ada perlu apa?” potong Bella cepat.Bella benar-benar tidak ada niat untuk berbicara dengan Vian.“Gue bawain makanan buat lo. Gue mau minta maaf soal yang tadi. Gue tahu gue salah. Gak seharusnya gue nyelesain masalah dengan kekerasan.” Vian memberikan sebuah kantung kresek berisi makanan p
Vian segera menangkap bola basket yang hampir saja mengenai Bella. Kebetulan Bella berjalan melewati lapangan.Bella seketika terkejut. Vian menoleh pada Bella dengan wajah khawatir. “Lo gak papa?”Bella mengangguk. “Thank’s”Untung saja Vian menolongnya, kalau tidak ada Vian mungkin Bella sudah terkena bola basket. Entah kenapa Vian selalu menolongnya di saat-saat seperti ini.Vian melempar kembali bola pada para cowok yang bermain bola basket. “Lain kali kalau main hati-hati,” tegurnya.“Sorry, Yan,” ucap cowok yang menangkap bola basket tersebut.“Minta maaf sama orangnya bukan sama gue.”“Sorry, ya.” Cowok itu meminta maaf pada Bella.Bella hanya mengangguk sebgai respons. Setelah itu Bella langsung pergi. Buru-buru Vian menyusul Bella.“Bell, pulang sekolah lo sibuk gak? Kalau gak sibuk ....”“Gue sibuk,” potong Bella dengan cepat.Vian tersenyum. “Oh, oke. Kalau gitu selamat belajar, ya.” Vian kemudian pergi.Bella jadi tidak enak pada Vian. Apalagi tadi Vian sudah menolongnya.
“Buruan dikerjain. Jangan liatin gue terus,” ketus Bella merasa risih karena terus ditatap oleh Vian.Harusnya sekarang Bella sudah pulang, tapi dia diminta oleh Ibu Tia untuk mengawasi Vian mengerjakan tugas sebagai hukuman karena ketahuan tidur di kelas. Yang Bella heran dari sekian banyak murid, kenapa harus dirinya yang disuruh untuk mengawasi Vian? Kalau disuruh mengawasi orang lain mungkin Bella tidak keberatan, tapi ini Vian. Bukannya apa hanya saja Bella tidak nyaman bersama Vian. Ditambah pandangan Vian yang sama sekali tidak beralih darinya.“Bell, gue boleh minta tolong gak?” Vian bertanya.“Apa?”“Boleh minta tolong jelasin cara kerjain soal yang nomor dua gak? Soalnya gue gak ngerti.”“Cari contohnya di buku paket,” ucap Bella datar.“Contohnya beda sama soalnya. Gue sama sekali gak ngerti. Lo mau kan jelasin? “Bella menarik napas sejenak lalu mengembuskannya. Perlahan, Bella mengambil buku paket untuk melihat soal tersebut. Bella pun mulai menjelaskan dengan perlahan ag
“Woi!” Bella terkejut karena Baron menepuk pundaknya secara tiba-tiba.“Kenapa lo? Lagi ada masalah?” tanya Baron.Bella mengembuskan napas. “Gue disuruh ngajarin Vian.”“Hah? Maksudnya gimana? Emang lo guru?”Bella pun menjelaskan pada Baron mengenai Bu Tia yang memintanya untuk mengajari Vian.Baron seketika langsung tertawa. Bella tak segan melempar Baron dengan bantal sofa.“Kok lo malah ketawa sih?” Bella kesal.“Gue cuma lucu aja. Lo kan mau menghindar dari dia, tapi sekarang malah harus dekat. Fix, Vian jodoh lo sih.”“Ngawur lo!”“Feeling gue itu gak pernah salah. Lo harus percaya sama gue. Waktu gue bilang cowok itu gak baik lo gak percaya, tapi ternyata gue benar, kan?”Tatapan Bella seketika berubah datar. “Bisa gak lo gak usah bahas masa lalu lagi?”“Sorry, Bell, gue gak bermaksud ....” Baron meminta maaf, namun belum sempat selesai Bella sudah beranjak dari duduknya. Pergi menuju ruang makan karena sang ibu sudah memanggil untuk makan malam.***“Bell, lo beneran disuruh
Vian tersenyum lalu mengeluarkan buku paket dari dalam tasnya membuat Bella menatapnya dengan ekspresi datar.“Maksud lo bohongin gue apa?”“Sengaja biar mau liat reaksi lo gimana. Dan ternyata seperti biasa lo selalu kejam,” jawab Vian masih tersenyum.“Buka halaman seratus satu,” suruh Bella.“Siap bos!” Vian kembali duduk lalu membuka buku paketnya.Bella menjelaskan materi yang ada pada buku paket tersebut pada Vian.“Permisi. Maaf ya tante ganggu. Tante bawain minum sama camilan. Jangan lupa diminum, ya,” ujar Lani membawakan minum dan juga camilan.“Makasih tante. Jadi ngerepotin.”Lani tersenyum. “Sama sekali gak ngerepotin kok. Justru tante mau bilang makasih karena akhirnya Bella mau ngajakin teman barunya ke sini. Udah beberapa bulan pindah sekolah, tapi dia gak pernah bawa temannya ke rumah.”“Mama.”“Tante tinggal dulu, ya.”“Iya tan.”Vian tersenyum menatap Bella. Jadi selama ini hanya dirinya yang pernah diajak ke sini. Bahkan sudah dua kali Vian ke rumah Bella. Padahal
“Hai Bell.” Sani menghampiri Bella yang sedang membaca buku. Saat ini Bella sedang berada di perpustakaan. Seperti bias, mengambil waktu luang untuk belajar sebelum ulangan harian minggu depan.“Gue dengar dari Regan sama Beno lo disuruh Bu Tia buat ngajarin Vian, ya?” Sani bertanya.“Iya.”“Kalau Vian agak susah dibilangin marahin aja. Soalnya dia kalau diajarin agak susah. Gue aja sampe nyerah sama dia.”“Lo pernah ngajarin dia?” Kini giliran Bella yang bertanya.Sani mengangguk. “Tapi gak sampe sebulan. Baru seminggu lebih dia udah gak mau lagi. Katanya dia capek belajar tapi gak masuk otak. Karena gue gak mau maksa dia ya udah akhirnya gue berhenti ngajarin dia. Lo sendiri ada kendala gak waktu ngajarin dia kemarin?”“Enggak sih, tapi dia harus dijelasin lebih dari dua kali baru ngerti.”“Gue tahu dia sebenarnya bisa cuma malas aja. Semoga lo bisa bikin dia lebih semangat buat belajar, ya.”Bella hanya tersenyum. Sejujurnya Bella juga tidak yakin bisa berhasil membuat Vian lebih t
“Permisi Bu.”Bu Tia tersenyum ketika Bella datang. “Duduk Bella.”Bella mengangguk. Dia menarik kursi lalu duduk.“Ibu sebenarnya cuma mau tanya kemarin jadi kamu ngajarin Vian?”“Jadi Bu.”“Kamu ngajarin sampai berapa lama?”Bella berpikir sejenak. “Sekitar dua sampai tiga jam, Bu.”Bu Tia tersenyum lega. “Syukurlah, saya senang dengarnya. Biasanya saya ngajar baru lima belas menit dia udah gak betah. Ibu berharap nilai Vian bisa bagus kali ini karena belajar sama kamu.”“Saya juga berharap seperti itu, Bu. Tapi semuanya balik lagi ke Vian. Apa dia mau rajin belajar atau tetap malas.”Bu Tia manggut-manggut. “Iya. Ya sudah, kalau begitu kamu boleh kembali ke kelas.”“Iya Bu. Saya permisi.”Bella berjalan menuju kelasnya. Sejujurnya Bella juga cukup bingung dengan Vian. Cowok itu sangat malas ketika mengikuti pelajaran di kelas, sehingga sering bolos. Tapi kenapa dengannya Vian betah sekali? Bahkan sampai berjam-jam. Atau sebenarnya Vian mempunyai dua kepribadian? Bella segera mengge