“Buruan dikerjain. Jangan liatin gue terus,” ketus Bella merasa risih karena terus ditatap oleh Vian.Harusnya sekarang Bella sudah pulang, tapi dia diminta oleh Ibu Tia untuk mengawasi Vian mengerjakan tugas sebagai hukuman karena ketahuan tidur di kelas. Yang Bella heran dari sekian banyak murid, kenapa harus dirinya yang disuruh untuk mengawasi Vian? Kalau disuruh mengawasi orang lain mungkin Bella tidak keberatan, tapi ini Vian. Bukannya apa hanya saja Bella tidak nyaman bersama Vian. Ditambah pandangan Vian yang sama sekali tidak beralih darinya.“Bell, gue boleh minta tolong gak?” Vian bertanya.“Apa?”“Boleh minta tolong jelasin cara kerjain soal yang nomor dua gak? Soalnya gue gak ngerti.”“Cari contohnya di buku paket,” ucap Bella datar.“Contohnya beda sama soalnya. Gue sama sekali gak ngerti. Lo mau kan jelasin? “Bella menarik napas sejenak lalu mengembuskannya. Perlahan, Bella mengambil buku paket untuk melihat soal tersebut. Bella pun mulai menjelaskan dengan perlahan ag
“Woi!” Bella terkejut karena Baron menepuk pundaknya secara tiba-tiba.“Kenapa lo? Lagi ada masalah?” tanya Baron.Bella mengembuskan napas. “Gue disuruh ngajarin Vian.”“Hah? Maksudnya gimana? Emang lo guru?”Bella pun menjelaskan pada Baron mengenai Bu Tia yang memintanya untuk mengajari Vian.Baron seketika langsung tertawa. Bella tak segan melempar Baron dengan bantal sofa.“Kok lo malah ketawa sih?” Bella kesal.“Gue cuma lucu aja. Lo kan mau menghindar dari dia, tapi sekarang malah harus dekat. Fix, Vian jodoh lo sih.”“Ngawur lo!”“Feeling gue itu gak pernah salah. Lo harus percaya sama gue. Waktu gue bilang cowok itu gak baik lo gak percaya, tapi ternyata gue benar, kan?”Tatapan Bella seketika berubah datar. “Bisa gak lo gak usah bahas masa lalu lagi?”“Sorry, Bell, gue gak bermaksud ....” Baron meminta maaf, namun belum sempat selesai Bella sudah beranjak dari duduknya. Pergi menuju ruang makan karena sang ibu sudah memanggil untuk makan malam.***“Bell, lo beneran disuruh
Vian tersenyum lalu mengeluarkan buku paket dari dalam tasnya membuat Bella menatapnya dengan ekspresi datar.“Maksud lo bohongin gue apa?”“Sengaja biar mau liat reaksi lo gimana. Dan ternyata seperti biasa lo selalu kejam,” jawab Vian masih tersenyum.“Buka halaman seratus satu,” suruh Bella.“Siap bos!” Vian kembali duduk lalu membuka buku paketnya.Bella menjelaskan materi yang ada pada buku paket tersebut pada Vian.“Permisi. Maaf ya tante ganggu. Tante bawain minum sama camilan. Jangan lupa diminum, ya,” ujar Lani membawakan minum dan juga camilan.“Makasih tante. Jadi ngerepotin.”Lani tersenyum. “Sama sekali gak ngerepotin kok. Justru tante mau bilang makasih karena akhirnya Bella mau ngajakin teman barunya ke sini. Udah beberapa bulan pindah sekolah, tapi dia gak pernah bawa temannya ke rumah.”“Mama.”“Tante tinggal dulu, ya.”“Iya tan.”Vian tersenyum menatap Bella. Jadi selama ini hanya dirinya yang pernah diajak ke sini. Bahkan sudah dua kali Vian ke rumah Bella. Padahal
“Hai Bell.” Sani menghampiri Bella yang sedang membaca buku. Saat ini Bella sedang berada di perpustakaan. Seperti bias, mengambil waktu luang untuk belajar sebelum ulangan harian minggu depan.“Gue dengar dari Regan sama Beno lo disuruh Bu Tia buat ngajarin Vian, ya?” Sani bertanya.“Iya.”“Kalau Vian agak susah dibilangin marahin aja. Soalnya dia kalau diajarin agak susah. Gue aja sampe nyerah sama dia.”“Lo pernah ngajarin dia?” Kini giliran Bella yang bertanya.Sani mengangguk. “Tapi gak sampe sebulan. Baru seminggu lebih dia udah gak mau lagi. Katanya dia capek belajar tapi gak masuk otak. Karena gue gak mau maksa dia ya udah akhirnya gue berhenti ngajarin dia. Lo sendiri ada kendala gak waktu ngajarin dia kemarin?”“Enggak sih, tapi dia harus dijelasin lebih dari dua kali baru ngerti.”“Gue tahu dia sebenarnya bisa cuma malas aja. Semoga lo bisa bikin dia lebih semangat buat belajar, ya.”Bella hanya tersenyum. Sejujurnya Bella juga tidak yakin bisa berhasil membuat Vian lebih t
“Permisi Bu.”Bu Tia tersenyum ketika Bella datang. “Duduk Bella.”Bella mengangguk. Dia menarik kursi lalu duduk.“Ibu sebenarnya cuma mau tanya kemarin jadi kamu ngajarin Vian?”“Jadi Bu.”“Kamu ngajarin sampai berapa lama?”Bella berpikir sejenak. “Sekitar dua sampai tiga jam, Bu.”Bu Tia tersenyum lega. “Syukurlah, saya senang dengarnya. Biasanya saya ngajar baru lima belas menit dia udah gak betah. Ibu berharap nilai Vian bisa bagus kali ini karena belajar sama kamu.”“Saya juga berharap seperti itu, Bu. Tapi semuanya balik lagi ke Vian. Apa dia mau rajin belajar atau tetap malas.”Bu Tia manggut-manggut. “Iya. Ya sudah, kalau begitu kamu boleh kembali ke kelas.”“Iya Bu. Saya permisi.”Bella berjalan menuju kelasnya. Sejujurnya Bella juga cukup bingung dengan Vian. Cowok itu sangat malas ketika mengikuti pelajaran di kelas, sehingga sering bolos. Tapi kenapa dengannya Vian betah sekali? Bahkan sampai berjam-jam. Atau sebenarnya Vian mempunyai dua kepribadian? Bella segera mengge
“Selamat ya, San.” Bella memberikan ucapan selamat pada Sani karena memenangkan olimpiade mewakili sekolah.Sani tersenyum lalu menyambut tangan Bella. “Thanks ya. Oh iya, makasih juga ya udah bantuin Vian, Beno, sama Regan. Maaf jadi ngerepotin lo.”Bella hanya tersenyum. “Sama-sama.”“Bell, gue cariin daritadi tahunnya malah di sini.” Sita menghampiri.“Hai.” Sani menyapa.Bella menyikut lengan Sita menyuruhnya untuk membalas sapaan Sani.Sita menampilkan senyum terpaksanya. “Selamat ya.” Sita memberi selamat.“Thanks.”“Oh iya Bell, kapan-kapan kita belajar bareng, yuk. Sesuaikan sama jadwal lo ngajar Vian aja biar lebih rame. Gimana?” ajak Sani.“Kenapa tiba-tiba ngajak Bella belajar bareng?” Sita mengajukan pertanyaan.Bella menatap tajam Sita agar dia berhenti berbicara sinis pada Sani.“Gue bosan belajar sendiri mulu. Gue pengin sekali-kali belajar bareng biar lebih seru aja. Lo mau kan, Bell?”“Sikapnya aja kayak gitu ya gak bakal ada yang mau diajak belajar bareng.”“Sita,” t
Vian tersenyum ketika menatap layar ponselnya. Membuat Beno dan Regan menatapnya heran.“Kenapa lo senyum-senyum gitu?” tanya Beno.Vian menaruh kembali ponselnya di saku celana lalu menatap kedua sahabatnya. “Pulang sekolah gue belajar bareng sama Bella.”“Kayaknya kalau lo rajin belajar sama Bella nilai lo bakal bagus,” kata Regan.“Mana ada. Dia tujuannya buat liat Bella doang bukan buat belajar.” Beno menyahut.Vian tak segan menoyor kepala Beno. “Gak usah sotoy. Gue emang tujuan belajar kok.”“Belajar sih tujuan kedua, tujuan utamanya kan dekatin Bella,” ujar Beno lalu tertawa.“Vian.” Sani menghampiri mereka.“Pulang sekolah kita belajar bareng di rumahnya Bella. Bareng Sita juga.”“Iya tadi Bella juga chat gue.”“Nanti gue bareng lo, ya?”“Terus Bella sama Sita gimana?” tanya Vian.“Katanya mereka nanti order taksi.”“Lo gak mau bareng sama mereka aja? Kalau sama gue nanti lo panas-panasan. Mobil kan lebih adem.”Sani menggeleng. “Enggak deh, gue mau sama lo aja. Udah jarang ju
Vian menghela napas beberapa saat ketika menyelesaikan hukumannya. Karena begadang, Vian bangun terlambat dan berujung dihukum berlari mengitari lapangan selama lima belas kali. Padahal tadi malam dia sudah memasang alarm agar tidak telat, tapi ternyata alarm yang dia pasang tidak bisa membangunkannya. Dan lebih parahnya lagi Bella harus melihat Vian menjalani hukuman.Vian tidak mau karena dia datang terlambat dan dihukum malah membuat Bella makin tidak suka dengannya. Apalagi dia sudah berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar disukai Bella.“Gue kira lo udah capek dihukum, ternyata masih senang dihukum, ya.” Sita mendekati Vian yang duduk di pinggir lapangan. Kebetulan kelas mereka hari ini adalah olahraga.“Gue telat bangun bukan sengaja mau dihukum.” Vian menyeka keringatnya dengan tangan.“Nih, buat lap keringat lo.” Sita memberikan saputangan berwarna merah muda pada Vian.“Gak usah.” Vian menolak.“Udah terima aja. Ini punya Bella. Dia suruh gue kasih ke lo.”Vian ti