Kupelihara lukaku, agar aku tetap waras.
Bahwa....Pernah mencintai kamuSeberdarah ini.___________________
Drttttt...drttttt...drttttt....
Aku tersentak kala suara getaran dan nada dering HP yang sangat familar merambat di telinga.
Karena masih mengingat di mana semalam menaruhnya, tanganku dengan sigap terjulur menarik benda persegi panjang produksi negeri gingseng itu.
Hal pertama yang kutemui setelah menatap layar lima inci tersebut adalah gambarku bersama mas Sayhan ketika acara Family Gathering tahun lalu diadakan oleh perusahaan kami.
Pada permukaan layar berlapis tempered glass itu, telihat gambar mukaku yang tengah memejam mata dengan senyum lebar nan centil memamerkan gigi. Tak lupa menempelkan dua jari membentuk peace di pipi kiri. Sekitar lima meter di belakang mas Sayhan muncul memposisikan diri seolah sedang mencium pipi
Hingar bingar musik tak terdengar lagi, berganti lantunan murottal quran menggema di segala penjuru kota saling bersahutan.Hari hampir senja dan sejak empat jam lalu mempelai telah meninggalkan pelaminan, menyisahkan tarub pengantin tak berpenghuni.Meja dan kursi berlapis kain putih campuran coklat tempat bercengkrama serta menyantap sajian dari tuan rumah siang tadi belum berubah, tetap berjajar rapi, hanya saja tak ditemui lagi wajah-wajah turut berbahagia tamu undangan.Pesta benar- benar telah usai, walau satu dua orang masih terlihat lalu lalang mengangkut wadah-wadah prasmanan yang sudah kosong.Karena pagi tadi tante Dhuha mewanti agar kami tidak terburu-buru untuk kembali ke Redan, maka aku beserta menantu berlian mamak masih berada di kota yang memiliki icon macan dahan dan menempati salah satu kamar di rumahnya.Aku tidak menolak, hanya saja berbeda dengan Yusuf. Dia memang tak mengatakan keberatannya, namun dari tangannya yang langsung menggaruk
Beberapa dari kita tidak terkecuali aku, berpikir tuhan itu maha baik dari segala yang maha baik. Jadi, ketika menginginkan sesuatu, angkat saja tanganmu lalu panjatkan doa, maka pintamu akan terwujud tidak peduli senista apa tujuanmu. Namun ada hal yang kita atau aku lupa, adalah bahwa tuhan hanya mengabulkan doa hati yang tulus, doa hati yang baik dan doa yang mengandung kebaikan.Aku tidak mengatakan jika doa yang aku luncurkan kelangit minggu lalu adalah doa yang buruk. Demi tuhan itu harapan penuh kebaikan. Aku sungguh ingin ia ada di sini meminta restu mamak dan kakak-kakakku. Hanya saja, aku salah memaknai sebuah pengharapan, karena keinginanku agar mas Sayhan muncul rupanya adalah niat jahat terselubung untuk meginjak harga diri Yusuf.Sungguh tuhan maha penggabul. Lihat saja, asa burukku bahkan terwujud, walau tak tepat waktu. Dan inilah harinya di mana yang seharusnya terjadi minggu lalu justru kejadian malam ini. Mas-ku itu melangkah percaya diri bersama sen
Langit anakku!Langit anakku!Langit anakku!Omong kosong! Aku tidak percaya. Hati dan akalku bersatu menertawai keputus asaan Yusuf. Ia kira, dengan membawa nama tuhan aku akan yakin?Oh, Yusuf. Tenggelamlah kamu di laut merah bersama Fir'aun raja pendusta.Bagaimana aku harus percaya tipu dayanya, sedang alami kecelakaan yang mengakibatkan harus hilang ingatan saja tidak pernah. Maka sudah jelas, sekarang aku tidak dalam kondisi amnesia.Lalu, jika aku tak geger otak, mengapa potongan kenangan mengenai Langit setitikpun tak kuingat?Untuk pertanyaanku ini, aku rasa ia tidak punya jawaban. Kecuali hal tersebut adalah karangan maha hebatnya.Mungkin, Yusuf kira satu dasawarsa berlalu maka kepalaku telah melupa saat-saat aku membawa Bumi dalam perut. Pria itu jelas keliru, karena hakikatnya masih jelas terekam semua kenangan bahagia tentang calon bayiku walau masih berupa janin kecil nan lemah.Ck, payahnya diri ini. Dadaku
“Aku tidak bisa melihat Aling dibiarkan begini!”“Kamu siapa, hah? Hanya orang lain. Tidak perlulah merasa bertanggung jawab!”Tidurku terusik, samar gendang telinga mendengar debat di sekitar. Jam berapa sekarang? Kenapa sepagi ini mereka sudah memulai hari dengan mengencangkan urat leher. Apa mereka tidak tahu bahwa mood yang rusak di pagi hari akan berpengaruh sampai dua puluh empat jam kemudian?Dasar, pasti mereka orang-orang maha pengagum ego, merasa bangga bila berhasil memenangkan debatnya dan anggap hina bagi yang tak mampu mengimbangi. Lantas, tidak perlu dijelaskan lagi, suara ketus barusan sudah pasti runcing bibir kak Syahrin. Aku hapal setiap ritme pita suara itu, tak ada tandingannya dalam urusan menyentil hati orang lain.Aku baru hendak membuka kelopak untuk memastikan tebakanku saat sadar ternyata begitu sulit memisahkan kedua pelupuk mata. Sekali dua k
Wangi campuran bawang-bawangan dan rempah-rempah lainnya yang di tumis terhidu indra penciuman. Harum santan mendidih dengan campuran rimpang-rimpangan juga semakin mengoda perutku berbunyi. Lucunya aku bisa mendengar suaranya. Kapan terakhir aku makan? Kemarin di perjalanan pulang kalau tidak salah.Kali aku membuka mata, ini jauh lebih mudah, tak sesulit tadi pagi.Walau merasa berat dan pusing aku memilih memaksakan diri bangun duduk di pinggir ranjang.Kutarik napas sedikit panjang lalu menarik tungkai meninggalkan kamar.Tak ada siapapun di ruang tamu, riuh tawa justru terdengar dari halaman depan. Masa bodoh dengan gengsi yang kujunjung di langit ketujuh. Aku lapar dan perlu mengisi perut, jadi kuputuskan melangkah menuju dapur.Entah apa yang membuat tubuhku lemas seperti kehilangan tulang-tulangnya, beberapa kali aku harus berpegangan pada dinding tembok untuk m
Kita, telah matiSeperti pohon saksi berkasihAku tak ingat lagiLayaknya hijau pada akasia keringPercuma!Pupuk sesal tiada gunaHati, lama terbuangBerhenti....Ada baiknya saling melupa______________________Bodoh!Tak habis aku memaki diri. Siapa di muka bumi ini punyai otak dangkal lagi kecil macam diriku? Tak ada! Hanya wanita ini.Harusnya segala berjalan sesuai rencana mas Sayhan. Aku bertemu keluargaku, mencairkan kebekuan kami, lalu mas Sayhan menyusul untuk memintaku di hadapan keluarga.Ya, mestinya sesederhana itu. Tapi saksikanlah, bagaimana dungunya aku. Semua berantakan, segalanya menjadi tak terkendali dan jauh dari rencana awal.Terlaknatlah dendam yang kembali jerumuskanku dalam belenggu pernikahan bersama Yusuf. Bukan kepuasan seperti impian kudapati, melainkan kuperoleh sayatan luka baru.Siang tadi, Yusuf mengatakan akan membawaku bertemu Meylina. Demi tuhan, di mana otaknya? Di mana n
Pagi ini aku terbangun agak terlambat, tak ada yang berbeda. Hati dan otakku masih sama kusutnya seperti kemarin.Setelah membersihkan tubuh aku berniat mengunjungi rumah Ramlah. Agak tak tahu diri memang, karena baru ingin mencarinya setelah belasan tahun berlalu. Sahabat apa aku ini!"Dek, sarapan dulu." Kak Tera berjalan dari arah dapur. "Sayhan temanmu itu sudah sarapan, dan sekarang sedang berjalan-jalan bersama Langit mengelilingi desa." Bersama Langit? Astaga, semoga anak Yusuf tersebut tidak banyak bicara tentangku. Dadaku seketika bertalu."Ayo, ada Syahrin dan Yusuf juga. Mereka menunggumu." Pandai sekali kakakku ini melempar adik perempuan satu-satunya pada dua sosok jelmaan Ifrit."Aku tidak lapar."Kenyang dengan slide-slide gambaran Yusuf dan keluarga bahagianya kemarin. Mana mungkin aku punya nafsu makan."Sedikit saja, Syahrin ingin bicara. Sebentar lagi Kak Min dan Alfi juga akan datang." Kak Tera memegang tanganku, agak memaksa.
Mereka bilang percuma berlari,Ujung dunia kelam menanti.Bersihkan saja noda bathin,Maka sejengkal lega menyebar.Namun....Pongah lantang kupujiMenolak tunduk pada kebenaran.Sebab aku adalah busuk kebencian.Khianat di balas khianat,Iblisku nyalakan kembang api._____________________________"Turunlah, minimal seseorang di dalam sana memberi obat. Wajahmu sepucat kapas." Aku membuka mata saat mas Sayhan menyentuh bahu."Aku hanya butuh kita segera sampai di rumah, Mas. Selain itu, aku tak peduli.""Jangan membantah.""Aku tidak membantah, Mas. Kita sampai dan aku akan kembali sehat. Percayalah." Lagipula tidak ada obat untuk hampaku saat ini, dokter manapun belum menemukannya.Aku akan mengatupkan kedua kelopak lagi, ketika satu cengkraman pelan di lengan mengurungkan niat. "Sekali ini saja, turuti aku.Beberapa detik aku menatap wajah di depanku. Tak ada senyum, hanya raut datar. "Mas marah?"