Bab 3
“Puas kamu, Nda? Anak kita sudah meninggal!” Roy berucap dengan suara lantang. Saat ini dia berbicara dengan Adinda lewat panggilan suara. Tentunya masih lewat nomor luar negeri karena saat ini Adinda belum ganti nomor w******p-nya. Adinda senjaga tidak mengganti kontak w******p-nya, karena dia masih ingin membongkar kebusukan suami dan keluarga suaminya itu “Apa, Ikhsan meninggal? Yang benar saja kamu, Mas?” Adinda ikut bersandiwara sama seperti suaminya yang licik itu. “Aku akan pulang sekarang, aku akan melihat langsung putra kita.” “Tidak usah kamu pulang, karena kamu tidak akan bisa lihat Ikshan lagi. Sebentar lagi dia akan dimakamkan.” “Kamu adalah Ibu yang jahat. Kamu ibu yang jahat, Adinda! Ikshan pasti sangat benci dengan kamu!” Roy terus saja mengatai Adinda jahat. “Aku pulang sekarang, Mas. Aku sudah ada di depan rumah.” Saat ini Adinda sudah di depan rumah megah dua lantai itu. Rumah itu adalah hasil jerih payanya selama ini. Rumah yang dia beli dengan hasil keringatnya selama kerja di luar negeri. Roy dan keluarganya gelegapan saat mendengar perkataan Adinda yang mengatakan dia sudah di depan rumah. Roy melangkah ke arah jendela dan mengintip Adinda dari jendela. Roy kaget bukan main, dia sangat syok melihat istrinya berdiri di depan pintu. “Adinda beneran ada di depan, dia benaran sudah pulang.” Roy memberitahu keluarganya. Lina, Mira dan Ita dan juga Ridho langsung beranjak menuju jendela dan mengintip Adinda dari jendela. “Bagaiaman ini? Apa yang harus kita lakukan?” Roy bingung sendiri. Ditambah lagi mendengar suara ketukan pintu membuat Roy dan keluargannya itu bingung. “Mas? Mas Roy? Buka pintunya Mas,” panggil Adinda. ‘Pasti mereka sedang Menyusun rencana untuk membohongiku lagi, aku tidak akan biarkan kalian terus mebohongiku. Aku akan buat kalian semua menderita.’ Adinda bergumam dalam hati. “Dho, kamu bukain pintu!” Mira meminta suaminya yang buka pintu, sedangkan mereka kembali bersandiwara dengan berpura-pura menangis. Ridho melangkah ke arah pintu dan mebukakan pintu untuk Adinda. Melihat kedatangan Adinda, Roy menangis histeris. Dengan Langkah pelan, Adinda melangkah mendekati Roy. Dia hendak memeluk Roy, tetapi tangannya ditarik oleh Lina, Ibu mertuanya. “Jangan peluk anak saya, kamu istri yang jahat! Ibu yang jahat yang hanya mementingkan hidupmu sendiri. Kamu adalah Ibu yang jahat yang rela membiarkan anaknya meninggal. Kamu lebih sayang uang kamu!” Lina terus saja mencecar Adinda. “Pergi kamu dari sini!” Mira ikut mengusir Adinda. Adinda mengabaikan Lina dan Mira. Dia terus mendekati Roy dan meminta penjelesan dari suaminya itu. “Mas, mana Ikshan? Mas hanya bohongi aku saja kan? ikshan putraku tidak meninggal kan, Mas?” Dengan isak tangis Adinda bertanya pada suaminya. Adinda tetap berssndiwara sama seperti Roy yang lainnya. “Ikshan sudah meninggal dan itu semua karena kamu, karena kamu yang tidak kamu memberikan uang untuk pengobatannya!” Roy berucap dengan intonasi tinggi dan mempersalahkan Adinda. Roy dan keluargannya terus saja bersandiwara dan terus mempersalahkan Adinda. “Kamu pergi dari sini, Ibu jahat sepertimu tidak pantas untuk tinggal di rumah ini!” pekik Mira yang ikut mengusir Adinda. Wanita itu tidak tahu diri dan tidak tahu malu. seharusnya dia yang pergi dari rumha itu karena dia dan suami dan anaknya hanya numpang di rumah itu. Adinda yang sudah tidak kuat dengan iparnya itu, dia pun menatap tajam Mira dengan kedua tangan yang mengepal kuat. “Seharusnya kamu, suami dan anakmu yang pergi dari rumah ini! Ini bukan rumah kamu, dan kamu tidak pantas tinggal di rumah ini!” pekik Adinda tajam. Dia sudah tidak bisa tahan dengan sikap iparnya itu. Plak! “Cukup, Adinda! Mira Adik aku, dia berhak untuk tinggal di rumah ini!” Roy menampar Adinda dan lebih membela Adiknya,. “Pergi kamu dari sini! Kamu pembunuh, kamu tidak pantas tinggal rumah ini!” pekik Roy mengusir Adinda. Adinda tersenyum penuh arti, kemudian dia melihat ke arah wanita yang wajahnya baru baginya. Wanita yang ditatap oleh Adinda adalah Ati, istri kedua Roy. Sesudah itu Adinda kembali melihat ke arah Roy. “Oke, aku akan pergi dari rumah ini. Tapi Mas harus antar aku ke makam Ikshan,” ujar Adinda. “Ikshan tidak mau melihat Ibu gila sepertimu, Ikshan tidak mau melihat Ibu pelit sepertimu!” kata Roy terus beralasan. “Lebih baik kamu pergi dari sini, kamu tidak pantas berada di rumah ini!” Roy kembali mengusir Adinda. Pria itu mencoba menarik tangan Adinda keluar, tetapi Adinda menepis tangan Roy dan menatap tajam suaminya itu. “Sekali lagi kamu usir aku dari rumah ini, maka kamu akan aku laporkan pada pihak kepolisian!” ancam Adinda tajam. Sesudah itu Adinda menarik kopernya dan melangkah menuju kamarnya. Mira dan Lina hendak menarik tangan Adinda, tetapi Adinda dengan kasar menepis tangan kedua wanita itu. Adinda menepis tangan Lina hingga wanita paruh baya itu jatuh tersungkur. “Kalian yang harus pergi dari rumahku, kalian semua tidak berhak tinggal di rumah ini!” seru Adinda. Sesudah itu Adinda melangkah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar dengan cara membanting. Adinda mengerutkan kening saat matanya melihat dalaman wanita yang tergeletak di atas tempat tidur. Adinda mengabaikan pakaian dalam itu, dia melangkah menuju lemari pakaian dan di dalam lemari itu penuh dengan pakian wanita. Pakaian itu milik Ita, istri kedua Roy. Hati adinda semakin sakit saat melihat foto pernikahan Roy dan Ita yang ada di dalam lemari. “Ternyata tidak hanya anakku yang kalian sakiti, tetapi kalian juga menyakiti hatiku. Kalian sangat jahat pada aku dan putraku, kalian akan aku buat menderita.” Tidak berpikir panjang lagi, Adinda keluarkan semua pakaian dari dalam lemari itu dan dia isikan ke dalam tong sampah. “Aku akan membakar semua pakaian ini,” ucap Adinda. Roy berlari masuk ke dalam kamar dan sangat terkejut melihat pakaian Ati yang sudah dikeluarkan dari dalam lemari. Adinda melihat ke arah Roy dengan tatapan sendu. “Kamu nikah lagi?” tanya Adinda dengan suara pelan. “Iya, aku nikah lagi karena aku rasa kamu itu istri tidak berguna! Kamu tidak bisa beri aku kepuasan. Dan istri kedua aku, dia bisa semuanya. Dia bisa buat aku bahagia dan dia bisa melayani aku layaknya seorang suami dan istri.” “Jadi kamu anggap aku tidak berguna? Terus bagaimana dengan uang yang aku kirim selama ini? Apakah itu masih kurang untuk kamu dan keluarga benalu kamu itu?!” Adinda bertanya dengan intonasi yang tinggi. “Kembalikan uang yang selama ini aku kirim.” Adinda kembali meminta uangnya yang ratusan juta yang dia kirimkan selama ini. “Uang itu sudah saya gunakan untuk biaya sekolah Ikshan,” kilah Roy. Adinda tersenyum sinis dengan perasaan sakit. Adinda melangkah lebih dekat lagi dengan suaminya itu. “Biaya sekolah Ikshan atau kamu dan keluargamu buatnya gila?” tanya Adinda setengah berbisik. Roy sangat terkejut dan syok mendengar perkataan Adinda. Bersambung …Bab 4"Nda, tolong cepat ke rumah sakit. Ikshan terus saja berontak dan memanggil kamu," ujar dokter Ibnu dari seberang sana. "Baik, Dok. Saya akan segera ke sana," jawab Adinda. Adinda keluar dari kamarnya dan mengunci pintu kamar. Dengan langkah panjang Adinda melangkah keluar. Adinda berjalan ke arah jalan raya mencari taksi untuk mengantarnya ke rumah sakit jiwa. Ponsel Adinda terus saja berdering ada panggilan masuk dari dokter Ibnu. Adinda mengabaikan panggilan itu karena perasaannya saat ini tidak tenang dan pikirannya sudah jauh melayang tentang putranya tercinta. [Kamu ada di mana? Bisa lebih cepat] pesan masuk dari dokter Ibnu. [Saya masih dalam perjalanan.] Adinda akhirnya membalas pesan dokter Ibnu. Karena sudah tiga hari dokter Ibnu merawat Ikshan di rumah sakit membuat Adinda akrab dengan dokter berjenis kelamin laki-laki itu. Setibanya di rumah sakit, Adinda bergegas keluar dari mobil dan membayar ongkos taksi pada pak sopir. Sesudah itu Adinda berlari kecil mas
Bab 5Adinda baru saja pulang dari rumah sakit. Wanita itu melangkah masuk ke dalam rumah. Rumah itu sangat sepi karena para penghuni lain sudah pada tidur. Adinda melangkah menuju kamarnya, dia membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Karena seharian jagain putranya di rumah sakit. Adinda menjatuhkan bokongnya di samping tepat tidur. dia memejamkan matanya dan seketika itu juga bayangan tentang Ikshan muncul dalam benaknya. 'Ikshan, maaf Ibu belum bisa tidur berdua denganmu,' gumam Adinda lirih. Tidak terasa air matanya mengalir dari pelupuk matanya. Akhir-akhir ini air mata itu terus saja mengalir tak henti saat mengetahui sang buah hati gilaAdinda menyeka air matanya dan dia bergegas bangkit berdiri dan merenggangkan otot-otot tangannya yang terasa remuk redam. Sesudah itu Adinda melangkah menuju kamar mandi, dia akan mengguyur tubuhnya guna melepaskan rasa penat dan juga rasa stres yang tengah melandanya. Tanpa diketahui oleh Adinda jika ada seseorang yan
Bab 6 anakku disiksa mertua dan ipar sampai gila.Suasana duka menelimuti keluarga Roy. Di mana saat ini, keluarga itu tengah di landa duka yang mandalam atas meninggalnya Ita, istri kedua Roy. Semua orang yang datang di rumah itu memakai pakaian warna hitam sebagai lambang duka.Roy, Lina, Mira dan Ridho. Mereka terus saja menangis sesenggukkan merasa kehilangan orang yang mereka cinta dan juga orang yang selama ini mereka anggap sebagai ladang uang. Jika saat ini Roy dan keluarga menangis sesenggukan berbeda dengan Adinda, wanita itu terlihat sangat cantik dengan gaun warna merah.Penampilan Adinda berbeda dari yang lainya. Wanita itu merias wajahnya dengan sangat cantik dan juga memeloskan lipstik berwarna merah senada dengan gaun yang dipakainya. Semua parah melayat yang ada di rumah itu menatap Adinda dengan tatapan sinis. Tetapi tatapan mereka tidak membuat nyali Ibu satu anak itu menciut, justru tatapan sinis itu membuat Adinda semakin percaya diri dan berani.Adinda melangkah
"Kamu ...?" "Iya, aku ... Aku yang akan bongkar kebusukan kalian semua dan aku yang akan melaporkan kalian semua ke kantor polisi karena sudah membuat Ikshan g i l a!" ujar pria paruh baya itu dengan tegas. Roy mengepalkan kedua tangannya kuat. Dia tidak menyangka kalau pria paruh baya yang hilang selama ini kembali ke rumah. Pria paruh baya itu adalah Ferri, ayahnya Roy dan Mira. Ferri, sudah satu setengah tahun tidak kembali ke rumah itu karena dia tidak tega melihat anak dan istrinya yang terus berperilaku kasar pada Ikshan. Roy, Lina, Mira, dan Ridho. Mereka mereka tidak tenang dengan kembalinya Ferri, karena dengan kembalinya pria itu membuat posisi mereka terancam. Mereka terancam akan masuk penjara jika Ferri membeberkan semua perlakuan mereka pada pihak polisi. Roy dan Ridho mendekati pria itu dan menyeret pria dengan kondisi kaki kiri pincang masuk ke dalam rumah."Lepaskan Ayah, Roy! Sudah cukup kalian jahat sama Ikshan dan memeras Adinda untuk kepentingan kalian." Fer
Jarum jam sudah di angka 04.00 subuh, Roy belum juga tertidur. Pria itu terus saja kepikiran dengan orang misterius yang masuk ke dalam kamarnya itu.Pria itu terus saja guling ke kiri dan ke kanan, dia merasa tidak tenang.'Apa aku tidur saja di ruang tamu?' Pria itu bergegas turun dari tempat tidurnya dia menyambar selimut dan guling dibawanya ke ruang tamu. Roy meletakan guling di samping di sofa lalu dia tidur di sana. Roy langsung memejamkan matanya dan sekarang dia baru bisa tidur nyenyak. Sedangkan di dalam kamar Adinda sudah bangun tidur. Ibu satu anak turun dari ranjangnya dan berjalan ke arah toilet. Setelah dari toilet, Adinda membasuh wajahnya di kamar mandi. Selesai membasuh wajahnya, Adinda bersiap diri. Dia akan berangkat ke pasar pagi guna membelikan bahan masakan. Dia akan memasak untuk dia bawakan ke rumah sakit untuk sang putra. Adinda keluar dari kamarnya dan mencari sendalnya yang kemarin dia letakkan di teras rumah, tapi sekarang sendal itu sudah tidak ada di
“Apa kamu sudah menemukan keberadaan ayah?” “Belum, sepertinya pria tua dan tidak berguna itu sembunyi dari kita.” Ridho sudah berusaha mencari keberadan Ferri ke sana kemari, tetapi tak kunjung menemukan ayah mertuanya.“Apa katamu? Berani sekali kau mengatakan ayahku tidak berguna! Mulutmu itu aku sumbat nanti!” Roy tidak terima Ridho yang mengatai ayahnya tidak berguna.“Bukankah kamu juga mengatakan ayahmu begitu?” Ridho bingung dengan sikap Roy.Roy mengepalkan kedua tangannya dan rahangnya mengeras. Kemudian Roy mendekati Ridho menarik baju Ridho. “Hanya aku yang boleh mengatai kedua orang tuaku! Dan kamu tidak boleh mengatakan itu, jika sekali lagi aku mendengar mulutmu akan aku pecahkan!”“Oke, aku tidak akan ulangi lagi.” Ridho menepis tangan Roy yang menarik bajunya.Roy menepis tangannya dan menjauh dari suami Kakak perempuannya itu. “Sekarang juga kamu harus mencari keberadaan ayah dan bawa pria tua itu ke hadapan aku.” Roy kembali perintah Ridho untuk memncari keberadaa
"Dokter Ibnu?" "Iya, saya." Ternyata dokter Ibnu lah yang membekap mulut Adinda dan membawa wanita itu ke dalam mobilnya. "Kita harus pergi dari sini sebelum suamimu dan keluarganya tahu." Dokter Ibnu melesatkan mobil menuju ke rumah sakit. "Ikshan sudah membaik, tapi luka pada tubuh bagiannya juga sudah kering. Saat ini dia butuh kamu untuk selalu ada di sampingnya," kata Dokter Ibnu. "Iya, Dok. Maaf sudah merepotkan Dokter," ucap Adinda. "Tidak masalah, asal Ikshan sembuh dan bisa kembali beraktifitas seperti anak-anak lain." Dokter Ibnu sangat kasihan pada Adinda dan Ikshan, oleh sebab itu dia membantu Ibu dan anak itu. Dokter Ibnu juga memberikan perawatan dan pengobatan yang terbaik untuk Ikshan."Saya minta kamu untuk tetap ada di samping, Ikshan. Dia butuh Ibu dan pelukan hangat darimu." Dokter Ibnu meminta Adinda untuk tetap di rumah sakit. "Iya, aku akan tetap ada di sampingnya. Tapi untuk sementara aku harus mencari tahu semua kebusukan suami dan keluarganya. Aku akan
"Siapa yang letakkan rekaman ini?" gumam Adinda.Adinda yang penasaran dengan isi rekaman itu, dia sambungkan alat itu di ponselnya dan mulai mengotak atik rekaman itu. video rekam itu masih berputar beberapa detik dan setelah itu tampillah video yang membuat Adinda membulatkan matanya kedua tangannya menutup muulutnya."Ridho?" Tangan Adinda bergetar hebat saat melihat video yang diputar lewat ponselnya. Di mana di dalam video itu terlihat jelas Ridho tengah melakukan hal yang seharusnya tidak pantas dilakukan seorang paman pada ponakannya. tapi di dalam video itu terlihat Ridho seperti bukan seorang paman, tetapi seperti setan. Melihat Ridho melakukan hal bejat membuat Adinda langsung lempar rekaman itu di atas tempat tidur. Dia tidak kuat melihat sang putra yang menangis histeris saat laki-laki bertubuh kekar itu melakukan hal bejat padanya. Air matanya tak henti-hentinya luruh dan tubuhnya bergetar hebat. Ditambah lagi mendengar teriakan Ikshan di dalam video itu membuat uluh
“Apa-apaan kamu, Sari!” pekik Ikshan. Dia berusaha mendekati Sari dan memegang kedua tangan dokter wanita itu. “Sekali lagi kamu nyakitin aku, tidak segan-segan aku laporkan kamu ke kantor polisi!” ucap Ikshan. Dia berhasil membawa Sari keluar dari ruangannya. Mendengar suara Ikshan dan Sari yang bertengkar di dalam ruangan beberapa perawat langsung berlari ke arah kedua dokter. Lusi selaku perawat di rumah sakit itu ia langsung melerai keduanya. “Kamu tidak pernah balas perasaan aku, kamu jahat Ikshan!” ujar Sari dengan suara lantang. “Kamu lebih memilih wanita gila itu, kamu dan dia sama-sama gila!” Sari terus saja berteriak dan memukul dada bidang Ikshan. Ikshan tidak peduli dengan perkataan dokter Sari, dia meminta pada salah satu perawat untuk mengobati luka yang dilempari oleh Sari. Lusi berteriak memanggil satpam meminta satpam untuk mengamankan Ikshan dan Sari.Setelah satpam mengamankan Sari, Lusi menemui Ikshan dan dia mengambil alih dari perawat lain untuk mengobati
Setelah kejadian Robby yang masuk ke dalam halaman rumah Jannah dan mencoba untuk meneror dan menghabisi Jannah, Ikshan terus saja menjaga wanita itu dan bawa Jannah ikut bersamanya. Apa lagi ada kejanggalan saat Jannah yang dipindahkan ke rumah sakit lain, membuat Ikhsan bertekat untuk bawa Jannah dan dia akan mencari tahu orang yang sudah menyuntik obat keras ada tubuh Jannah hingga wanita itu berteriak dan berontak seperti orang gila. Kedatangan Robby ke rumah Jannah sudah diketahui oleh kedua orang tua Jannah dan juga Ikshan. Mereka sudah mengeceknya lewat CCTV. Walaupun Robby memakai topeng, tetapi kedua orang tua Jannah mengenalinya. Kedua orang tua Jannah juga akan melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian dan sekarang pihak polisi tengah menyelidiki.Saat ini, Ikshan dan Jannah baru saja sampai di kediaman Ikshan. Ikhsan sendiri yang ada piket pagi pun harus berangkat kerja, dia langsung bersiap diri untuk berangkat ke rumah sakit. “Kamu di rumah saja,” kata Ikshan pada
Ikshan menginap di kediaman Jannah. Mereka juga sudah bawa Jannah keluar dari rumah sakit. Hanya selama ini kondisi Jannah memburuk karena ada orang jahat yang menyuntikkan obat ke dalam tubuh Jannah, sehingga wanita itu berontak dan teriak seperti orang gila. Saat ini kondisi Yura sudah kembali normal dan sebenarnya wanita itu sudah sembuh sejak di rumah sakit tempat Ikshan bekerja, tetapi karena disuntik dengan obat keras yang membuat Jannah berontak dan teriak-teriak seperti orang gila yang membuatnya terus dirawat di rumah sakit. “Apa bisa Jannah ikut bersama saya?” Ikshan meminta izin untuk bawa Jannah ikut bersamanya. Dia ingin menyelidiki lebih lanjut mengenai orang yang menyuntik otak ke dalam tubuh Jannah. “Boleh, dok. Tapi, apakah tidak merepotkan dokter?” Kedua orang mengizinkan Jannah ikut bersama dokter Ikshan, tetapi mereka takut merepotkan laki-laki itu. “Tidak ada yang merepotkan, justru saya senang. Karena nantinya Jannah bisa nemenin adik saya di rumah.” Ikshan
ANAKKU GILA S2 Semua masalah tentang Arunika sudah diurus oleh Ikshan. Laki-laki tampan itu rela ambil cuti demi mengurus masalah adik sepupunya. Selama satu bulan Ikshan cuti dia mengurus semuanya, tidak hanya mengurus masalah Arunika, tetapi Ikshan juga mengurus keberangkatan kedua orang tuanya ke tanah suci. Setalah semua urusannya selesai, Ikshan kembali masuk kerja seperti biasanya. Dokter tampan itu sangat bersemangat setelah cuti satu bulan penuh. Dia melangkah kakinya ke arah ruangannya, dia meletakkan tasnya diatas meja. sesudah itu dia kembali meninggalkan ruangan kerjanya. Dia melangkah ke ruangan rawat Jannah. Tentunya dia sangat merindukan pasiennya yang satu itu. Sesampai di ruang yang ditempati oleh Jannah, ruang itu sudah ditempati pasien lain.Ikshan menghentikan langkahnya dengan penuh kebingungannya, dan saat itu juga dia bertanya pada perawat yang tengah menangani pasien di dalam ruangan itu. “Sus? Pasien yang ada di ruangan ini pindah kemana?” tanya Ikshan. “
ANAKKU GILA S2 Semua masalah tentang Arunika sudah diurus oleh Ikshan. Laki-laki tampan itu rela ambil cuti demi mengurus masalah adik sepupunya. Selama satu bulan Ikshan cuti dia mengurus semuanya, tidak hanya mengurus masalah Arunika, tetapi Ikshan juga mengurus keberangkatan kedua orang tuanya ke tanah suci. Setalah semua urusannya selesai, Ikshan kembali masuk kerja seperti biasanya. Dokter tampan itu sangat bersemangat setelah cuti satu bulan penuh. Dia melangkah kakinya ke arah ruangannya, dia letakkan tasnya di atas meja. sesudah itu dia kembali meninggalkan ruangan kerjanya. Dia melangkah ke ruangan rawat Jannah. Tentunya dia sangat merindukan pasiennya yang satu itu. Sesampai di ruang yang di tempati oleh Jannah, ruang itu sudah ditempati pasien lain.Ikshan menghentikan langkahnya dengan penuh kebingungannya, dan saat itu juga dia bertanya pada perawat yang tengah menangani pasien di dalam ruangan itu. “Sus? Pasien yang ada di ruangan ini pindah ke mana?” tanya Ikshan. “
ANAKKU GILA S2 12Ibnu baru saja pulang dari kantor polisi, dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk bisa menolong Arunika dari kasus tersebut. Karena orang yang melaporkan Arunika ke pihak polisi memiliki bukti yang sangat kuat. Bukti berupa video dan juga foto saat Arunika saat membunuh korban. “Ayah tidak bisa membantu Arunika, semua bukti yang diserahkan ke kantor polisi sudah sangat jelas kalau dialah pelaku yang bunuh korban.” Ibnu berucap lirih dengan raut wajah sendu. “Jika barang bukti sudah membuktikan Arunika adalah pelaku, Ikhsan rasa kita tidak perlu mencari pembelaan apapun. Itu adalah kesalahannya dan dia harus terima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.” Ikshan meminta kedua orang tuanya untuk tidak perlu mencari pembelaan untuk memperingankan hukuman pada sepupunya. “Tapi bagaimana kalau keluarga korban meminta hukuman mati?” Ibnu masih memikirkan Arunika, dan dia juga merasa kasihan pada gadis yang dia besarkan dengan kasih sayang. Ya, walaupun Arunika sering m
ANAKKU GILA SAAT AKU JADI TKWArunika berdiri di depan pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Raut wajahnya terlihat sangat kegirangan. Ia tampak sangat senang melihat kedatangan Ivan.Ivan terlihat sangat buru-buru dengan raut wajah cemas. Laki-laki itu menyeret tangan Arunika masuk ke dalam rumah kontrakan wanita itu.Sikap Ivan membuat Arunika bingung dan penuh tanda tanya. Dia melepaskan tangan Ivan hingga tangan laki-laki itu menjauh darinya.“Apa-apaan kamu?!” bentak Arunika setelah berhasil melepaskan tangannya dari cengkeraman Ivan.Ivan menatap nyalang Arunika, begitu pula dengan Arunika yang tak kalah sengit menatap laki-laki di hadapannya.“Mana uang hasil kamu jual adik sepupu aku yang sialan itu?!” Arunika mengulurkan salah satu tangannya, meminta uang dari Ivan.Ivan mengibas tangan wanita itu dan tersenyum sinis. “Apa katamu? Uang? Tidak ada uang!” ucap Ivan sambil mendorong tubuh Arunika menjauh darinya.“Tidak ada uang? Adik sepupumu itu sudah bunuh ketiga
Jelita menundukkan kepalanya, membenamkan wajah di antara kedua lututnya. Tubuhnya bergetar hebat saat sebuah tangan menyentuh pundaknya dari belakang.“Kak Ikshan, Ibu, Ayah. Jelita takut,” gumam Jelita dalam hati, disertai isak tangis yang tidak bisa ia bendung lagi.“Jelita?” panggil suara seorang pria.“Jangan sentuh saya! Saya mohon, jangan perkosa saya,” Jelita memohon pada orang itu untuk tidak menyentuhnya, sambil menepis tangan yang ada di punggungnya.“Jangan takut, Jelita,” ucap pria itu, memegang kuat punggung Jelita dan merangkulnya dengan erat. Pria itu adalah Ibnu.Ibnu berhasil melacak keberadaan putrinya dan menemukannya menangis di pinggir jalan dalam keadaan takut.“Ini Ayah, Jelita.”Mendengar perkataan Ibnu, Jelita perlahan membuka matanya dan menoleh ke arah belakang. Ia menangis histeris saat melihat ayahnya memeluknya.“Ayah? Jelita takut.” Jelita semakin menangis.“Ayah, ada laki-laki bajingan yang mau menodai Jelita. Jelita takut, Ayah,” ucap Jelita sambil te
“Dia masih perawan. Jadi, saya minta bayarannya lebih mahal dari yang kemarin.” Laki-laki itu tengah bernegosiasi dengan teman-temannya. Laki-laki itu adalah Ivan, dan orang yang dimaksud olehnya adalah Jelita.Ivan menculik gadis itu saat dia tengah menunggu taksi di halte sekolah, dan itu semua atas perintah Arunika. Arunika sengaja melakukan itu agar bisa menggantikan dirinya untuk melayani teman-teman Ivan, dan uang dari teman-teman Ivan dibagi dua dengannya.“Bagaimana? Apa kalian mau?” tanya Ivan.“Berapa yang harus kami bayar?” tanya salah satu temannya Ivan. Laki-laki berperut buncit dan berkulit hitam itu adalah orang yang meniduri Arunika kemarin.“Kalian bertiga cukup membayarnya 10 juta, dan kalian bisa memakainya seharian,” ucap Ivan, menyebutkan nominal yang harus dibayar oleh teman-temannya.Ketiga teman Ivan masih berpikir, mereka saling memandang dan mencoba untuk berdiskusi.Sedangkan di dalam kamar, Jelita tengah berusaha untuk kabur dari laki-laki bejat itu.‘Aku h