Saat ini Adinda Ibnu sudah sampai di rumah. Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh Ikshan. "Mama? Papa?" panggil Ikshan dan berlari ke dalam pelukan Ibnu. Ibnu sedikit membungkuk tubuhnya menyambut pelukan Ikshan. "Ayo, masuk dulu." ajak Marta. "Iya, Bu." Adinda, Ibnu dan Ikshan pun masuk ke dalam rumah. Ibnu langsung memberikan ponselnya membiarkan Ibnu untuk bermain game yang ada di ponselnya. Sedangkan Ibnu, Adinda dan kedua orang tua Ibnu mereka duduk di ruang keluarga. Adinda duduk bersebelahan dengan Marta, sedangkan Ibnu dia duduk didekat Ayahnya. "Nak Adinda sebelumnya saya selaku Ayah dari Ibnu meminta maaf kalau harus bicara sekarang sama kamu," ucap Rama dengan sangat hati-hati. Mendengar perkataan Ayah Ibnu, hati dan jantung Adinda berdebar sangat kencang. Tetapi dengan sebisa mungkin Adinda menenangkan hatinya. Ibnu melirik ke arah Adinda dan menganggukkan kepalanya seakan memberi kode pada Adinda untuk kuat. "Ayah harus bicarakan ini karena ada tetan
"Ayah?" "Iya, ini Ayah. Ayah yang kamu sekap di dalam gudang dalam keadaan kaki dan tangan kalian ikat," ucap Ferri. Mendengar perkataan sang Ayah, Roy tertunduk malu dengan mata yang berkaca-kaca. Dia menyesal karena telah melukai hati Ayahnya."Ayah? Roy, Roy minta maaf. Roy, salah Ayah." Dengan suara bergetar, Roy meminta maaf pada Ferri. Ferri melangkah lebih dekat dengan putranya itu dan duduk didekat Roy. Kini jarak Ayah dan anak itu sangat dekat. Ferri menepuk pundak Roy dan matanya menatap putranya. "Bagaimana kabar ibu kalian?" Ferri menanyakan kabar istrinya pada Roy, putranya. "Ibu, ibu sakit, Ayah. Ibu stroke," jawab Roy nasih dengan kepala yang menunduk dan masih dengan rasa bersalah. "Bagaimana dengan kakakmu dan keluarganya?" Ferri kembali bertanya dan kali ini beliau menanyakan kabar putri pertamanya. Mira. Roy yang tadinya hanya mengetes air mata secara diam-diam, kini dia tidak bisa bendung lagi air matanya dan isak tangisnya pecah. "Kak Mira sudah meninggal
Hari ini adalah hari bahagia Adinda dan Ibnu. Di mana saat ini dua pasangan itu tengah merayakan pernikahan mereka. Adinda sangat anggun dengan gaun pernikahan warna putih dan wajahnya terlihat sangat cantik dengan polesan make tipis. Sedangkan Ibnu, terlihat sangat tampan dengan setelan jas hitam yang sama dengan putra sambungnya. Kedua orang tua Ibnu sendiri memakai pakaian hitam putih sama seperti yang dikenakan oleh kedua mempelai. Sedangkan para undangan diwajibkan untuk memakai baju warna sage. Pernikahan Ibnu dan Adinda sangat meriah dengan dekorasi yang sangat bagus. Setelah bersalaman dengan kedua mempelai para tamu undangan langsung di arahkan untuk mengambil makanan yang sudah terhidang di atas meja makan. Selain para tamu undangan yang diundang oleh keluarga Ibnu, ada juga Ferri yang hadir di sana. Dia juga mengucapkan selamat pada Adinda dan Ibnu. Setelah itu pria paruh tua itu menyantap makanan bersama para tamu undangan yang lain. Ikshan duduk dan
16 TAHUN KEMUDIAN “Ibu, Ayah, Ikhsan berangkat dulu, ya?” pamit Ikshan pada kedua orang tuanya. “Iya, sayang. Hati-hati di jalan,” jawab Ibnu pada putra smabungnya. “Tunggu adik kamu, Ikshan.” Adinda meminta putranya untuk tunggu putrinya. “Iya, Bu. Ikhsan tunggu di mobil,” jawab Ikhsan dan melangkah menuju mobilnya. Pernikahan Adinda dan Ibnu dikarunia seorang putri cantik yang sekarang mas duduk kelas satu SMA. Putri Ibnu dan Adinda bernama Jelita Mukaira. Sedangkan Ikshan sendiri adalah seorang dokter spesialis kejiwaan. Ikshan mengikuti jejak Ayah sambungan dan sekarang dia ditugaskan di rumah sakit yang dulu Ayahnya bertugas. “Sayang, buruan kakak sudah nungguin di mobil.” Adinda meminta putrinya untuk cepat-cepat ke mobil karena sudah di tungguin oleh Ikhsan. “Iya, Bu.” Jelita keluar dari kamarnya dengan sedikit berlari sambil menggendong tas di pundaknya. “Arunika? Aru?” panggil Adinda. Putri dari mantan suaminya itu belum juga keluar dari kamar.”
“Anak Ayah kenapa pulang kerja mukanya murung? Apa ada masalah?” Ibnu menghampiri Ikshan yang duduk balkon kamar dengan tatapan kosong. “Cerita sama Ayah, siapa tahu Ayah bisa bantu.”Ikhsan menoleh ke arah laki-laki yang dengan tulus membesar dan merawatnya sampai dia beranjak dewasa. “Ayah? Apa Ikshan akan dianggap anak durhaka apa bila Ikshan tidak merawat orang yang telah menoreh luka di hati Ikshan?” tanya Ikshan dengan suara rendah. “Kenapa tanya seperti itu?” Ibnu mengerutkan keningnya saat bingung dengan pertanyaan putranya. Ikshan menghela nafas panjang dan matanya langsung berkaca-kaca. Dia mendongakkan kepalanya berusaha agar air matanya tidak mengalir. Melihat mata Ikshan berkaca-kaca, Ibnu bangun dari tempat duduknya dan melangkah ke arah pintu. Dia menutup pintu kamar putranya agar Adinda tidak masuk ke dalam kamar dan melihat Ikshan yang menangis. Sesudah itu Ibnu kembali ke tempat duduknya semula dan menepuk pundak putranya. Ikshan sendiri cepat-cepat menyeka air
“Banyak laki-laki?” Ikshan tidak percaya kalau Adik sepupunya itu tidur dengan banyak laki-laki. “Kenapa kau lakukan itu Arunika? Kenapa? Apa kau tidak memikirkan nasibmu kedepannya?” Ikshan dibuat syok dengan adiknya itu.Tidak menjawab Ikshan, Arunika berlari masuk ke dalam kamarnya. Dia membanting pintu dan menguncinya, dia meringkuk dan menangis di dalam kamarnya. Ikshan menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya gusar. Dia tahu kalau saat ini hati ibunya sangat sedih melihat anak gadis yang dibesarkan dengan kasih sayang hamil dengan banyak laki-laki. Ikshan sandarkan tubuhnya di dinding dengan kedua tangan yang menjambak rambutnya frustasi. “Kamu kamar, jangan pernah melakukan sesuatu yang merugikan dirimu.” Ikshan meminta Jelita masuk ke dalam kamar dan dia juga memberikan nasehat pada Adiknya untuk tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Arunika. Jelita menganggukkan kepalanya, kemudian dia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Tidak lupa Jelita mengunci pintu kamarny
“Dok, pasien di kamar 11 terus saja memanggil nama Dokter.” Pasien yang dimaksud oleh perawat itu adalah Roy.“Nanti saya ke sana.” Ikhsan menghela napas panjang, hatinya terasa berat untuk bertemu ayahnya. Ikhsan bangkit berdiri, dia mengambil sesuatu dari dalam laci, lalu dia masukkan ke dalam kantong bajunya. Dengan langkah panjang dan raut wajah datar, Ikhsan melangkah menuju ruangan Roy.Dengan perasaan yang susah dijelaskan, Ikhsan berdiri di depan pintu dengan kedua tangan yang masuk ke dalam kantong celananya. Sorot matanya terus saja melihat ke arah laki-laki yang darahnya mengalir di tubuhnya.Roy sendiri yang baru menyadari jika di depan pintu ada putranya yang dulu dia siksa dengan sangat keji hingga putranya itu mengalami gangguan jiwa. Sekarang putranya itu sudah tumbuh dewasa dan jadi dokter spesialis kejiwaan.“Ikhsan?” panggil Roy dengan mata berkaca-kaca.“Iya, aku Ikhsan. Aku Ikhsan yang kalian siksa kala itu, Ikhsan yang Ayah paksa kala itu untuk mengerjakan semua
Ikshan yang baru saja pulang kerja begitu terkejut mendengar suara kedua orang tuanya yang berbicara dengan suara keras dan bentak. Dengan cepat-cepat Ikshan berlari menaiki anak tangga menghampiri kedua orang tuanya yang berdiri di depan pintu kamar Arunika. Ikshan mengintip ke dalam kamar Arunika yang menangis di dalam kamar sembari memasukkan pakaian ke dalam tas. “Ada apa ini, Bu?” tanya Ikshan dengan suara pelan.“Arunika buat masalah lagi?” tanya Ikshan lagi. Kali ini pertanyaan Ikshan mendapatkan anggukkan kepala dari Ibnu, sedangkan Adinda terus saja mengomel Arunika yang tidak bisa atur. “Ayah dan Ibu ke kamar saja, biar Ikshan yang urus Arunika.” Ikshan meminta kedua orang tuanya untuk kembali ke kamar, dan dia yang akan mengurus sepupunya itu. Lagi dan lagi Ibnu menganggukkan kepala dan menuntun Adinda ke kamar mereka. Setelah kedua orang tuanya pergi, Ikshan melangkah masuk ke dalam kamar sepupunya yang dan dia akan bicara dengan wanita itu. Ikshan mendekati Arunika
“Apa-apaan kamu, Sari!” pekik Ikshan. Dia berusaha mendekati Sari dan memegang kedua tangan dokter wanita itu. “Sekali lagi kamu nyakitin aku, tidak segan-segan aku laporkan kamu ke kantor polisi!” ucap Ikshan. Dia berhasil membawa Sari keluar dari ruangannya. Mendengar suara Ikshan dan Sari yang bertengkar di dalam ruangan beberapa perawat langsung berlari ke arah kedua dokter. Lusi selaku perawat di rumah sakit itu ia langsung melerai keduanya. “Kamu tidak pernah balas perasaan aku, kamu jahat Ikshan!” ujar Sari dengan suara lantang. “Kamu lebih memilih wanita gila itu, kamu dan dia sama-sama gila!” Sari terus saja berteriak dan memukul dada bidang Ikshan. Ikshan tidak peduli dengan perkataan dokter Sari, dia meminta pada salah satu perawat untuk mengobati luka yang dilempari oleh Sari. Lusi berteriak memanggil satpam meminta satpam untuk mengamankan Ikshan dan Sari.Setelah satpam mengamankan Sari, Lusi menemui Ikshan dan dia mengambil alih dari perawat lain untuk mengobati
Setelah kejadian Robby yang masuk ke dalam halaman rumah Jannah dan mencoba untuk meneror dan menghabisi Jannah, Ikshan terus saja menjaga wanita itu dan bawa Jannah ikut bersamanya. Apa lagi ada kejanggalan saat Jannah yang dipindahkan ke rumah sakit lain, membuat Ikhsan bertekat untuk bawa Jannah dan dia akan mencari tahu orang yang sudah menyuntik obat keras ada tubuh Jannah hingga wanita itu berteriak dan berontak seperti orang gila. Kedatangan Robby ke rumah Jannah sudah diketahui oleh kedua orang tua Jannah dan juga Ikshan. Mereka sudah mengeceknya lewat CCTV. Walaupun Robby memakai topeng, tetapi kedua orang tua Jannah mengenalinya. Kedua orang tua Jannah juga akan melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian dan sekarang pihak polisi tengah menyelidiki.Saat ini, Ikshan dan Jannah baru saja sampai di kediaman Ikshan. Ikhsan sendiri yang ada piket pagi pun harus berangkat kerja, dia langsung bersiap diri untuk berangkat ke rumah sakit. “Kamu di rumah saja,” kata Ikshan pada
Ikshan menginap di kediaman Jannah. Mereka juga sudah bawa Jannah keluar dari rumah sakit. Hanya selama ini kondisi Jannah memburuk karena ada orang jahat yang menyuntikkan obat ke dalam tubuh Jannah, sehingga wanita itu berontak dan teriak seperti orang gila. Saat ini kondisi Yura sudah kembali normal dan sebenarnya wanita itu sudah sembuh sejak di rumah sakit tempat Ikshan bekerja, tetapi karena disuntik dengan obat keras yang membuat Jannah berontak dan teriak-teriak seperti orang gila yang membuatnya terus dirawat di rumah sakit. “Apa bisa Jannah ikut bersama saya?” Ikshan meminta izin untuk bawa Jannah ikut bersamanya. Dia ingin menyelidiki lebih lanjut mengenai orang yang menyuntik otak ke dalam tubuh Jannah. “Boleh, dok. Tapi, apakah tidak merepotkan dokter?” Kedua orang mengizinkan Jannah ikut bersama dokter Ikshan, tetapi mereka takut merepotkan laki-laki itu. “Tidak ada yang merepotkan, justru saya senang. Karena nantinya Jannah bisa nemenin adik saya di rumah.” Ikshan
ANAKKU GILA S2 Semua masalah tentang Arunika sudah diurus oleh Ikshan. Laki-laki tampan itu rela ambil cuti demi mengurus masalah adik sepupunya. Selama satu bulan Ikshan cuti dia mengurus semuanya, tidak hanya mengurus masalah Arunika, tetapi Ikshan juga mengurus keberangkatan kedua orang tuanya ke tanah suci. Setalah semua urusannya selesai, Ikshan kembali masuk kerja seperti biasanya. Dokter tampan itu sangat bersemangat setelah cuti satu bulan penuh. Dia melangkah kakinya ke arah ruangannya, dia meletakkan tasnya diatas meja. sesudah itu dia kembali meninggalkan ruangan kerjanya. Dia melangkah ke ruangan rawat Jannah. Tentunya dia sangat merindukan pasiennya yang satu itu. Sesampai di ruang yang ditempati oleh Jannah, ruang itu sudah ditempati pasien lain.Ikshan menghentikan langkahnya dengan penuh kebingungannya, dan saat itu juga dia bertanya pada perawat yang tengah menangani pasien di dalam ruangan itu. “Sus? Pasien yang ada di ruangan ini pindah kemana?” tanya Ikshan. “
ANAKKU GILA S2 Semua masalah tentang Arunika sudah diurus oleh Ikshan. Laki-laki tampan itu rela ambil cuti demi mengurus masalah adik sepupunya. Selama satu bulan Ikshan cuti dia mengurus semuanya, tidak hanya mengurus masalah Arunika, tetapi Ikshan juga mengurus keberangkatan kedua orang tuanya ke tanah suci. Setalah semua urusannya selesai, Ikshan kembali masuk kerja seperti biasanya. Dokter tampan itu sangat bersemangat setelah cuti satu bulan penuh. Dia melangkah kakinya ke arah ruangannya, dia letakkan tasnya di atas meja. sesudah itu dia kembali meninggalkan ruangan kerjanya. Dia melangkah ke ruangan rawat Jannah. Tentunya dia sangat merindukan pasiennya yang satu itu. Sesampai di ruang yang di tempati oleh Jannah, ruang itu sudah ditempati pasien lain.Ikshan menghentikan langkahnya dengan penuh kebingungannya, dan saat itu juga dia bertanya pada perawat yang tengah menangani pasien di dalam ruangan itu. “Sus? Pasien yang ada di ruangan ini pindah ke mana?” tanya Ikshan. “
ANAKKU GILA S2 12Ibnu baru saja pulang dari kantor polisi, dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk bisa menolong Arunika dari kasus tersebut. Karena orang yang melaporkan Arunika ke pihak polisi memiliki bukti yang sangat kuat. Bukti berupa video dan juga foto saat Arunika saat membunuh korban. “Ayah tidak bisa membantu Arunika, semua bukti yang diserahkan ke kantor polisi sudah sangat jelas kalau dialah pelaku yang bunuh korban.” Ibnu berucap lirih dengan raut wajah sendu. “Jika barang bukti sudah membuktikan Arunika adalah pelaku, Ikhsan rasa kita tidak perlu mencari pembelaan apapun. Itu adalah kesalahannya dan dia harus terima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.” Ikshan meminta kedua orang tuanya untuk tidak perlu mencari pembelaan untuk memperingankan hukuman pada sepupunya. “Tapi bagaimana kalau keluarga korban meminta hukuman mati?” Ibnu masih memikirkan Arunika, dan dia juga merasa kasihan pada gadis yang dia besarkan dengan kasih sayang. Ya, walaupun Arunika sering m
ANAKKU GILA SAAT AKU JADI TKWArunika berdiri di depan pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Raut wajahnya terlihat sangat kegirangan. Ia tampak sangat senang melihat kedatangan Ivan.Ivan terlihat sangat buru-buru dengan raut wajah cemas. Laki-laki itu menyeret tangan Arunika masuk ke dalam rumah kontrakan wanita itu.Sikap Ivan membuat Arunika bingung dan penuh tanda tanya. Dia melepaskan tangan Ivan hingga tangan laki-laki itu menjauh darinya.“Apa-apaan kamu?!” bentak Arunika setelah berhasil melepaskan tangannya dari cengkeraman Ivan.Ivan menatap nyalang Arunika, begitu pula dengan Arunika yang tak kalah sengit menatap laki-laki di hadapannya.“Mana uang hasil kamu jual adik sepupu aku yang sialan itu?!” Arunika mengulurkan salah satu tangannya, meminta uang dari Ivan.Ivan mengibas tangan wanita itu dan tersenyum sinis. “Apa katamu? Uang? Tidak ada uang!” ucap Ivan sambil mendorong tubuh Arunika menjauh darinya.“Tidak ada uang? Adik sepupumu itu sudah bunuh ketiga
Jelita menundukkan kepalanya, membenamkan wajah di antara kedua lututnya. Tubuhnya bergetar hebat saat sebuah tangan menyentuh pundaknya dari belakang.“Kak Ikshan, Ibu, Ayah. Jelita takut,” gumam Jelita dalam hati, disertai isak tangis yang tidak bisa ia bendung lagi.“Jelita?” panggil suara seorang pria.“Jangan sentuh saya! Saya mohon, jangan perkosa saya,” Jelita memohon pada orang itu untuk tidak menyentuhnya, sambil menepis tangan yang ada di punggungnya.“Jangan takut, Jelita,” ucap pria itu, memegang kuat punggung Jelita dan merangkulnya dengan erat. Pria itu adalah Ibnu.Ibnu berhasil melacak keberadaan putrinya dan menemukannya menangis di pinggir jalan dalam keadaan takut.“Ini Ayah, Jelita.”Mendengar perkataan Ibnu, Jelita perlahan membuka matanya dan menoleh ke arah belakang. Ia menangis histeris saat melihat ayahnya memeluknya.“Ayah? Jelita takut.” Jelita semakin menangis.“Ayah, ada laki-laki bajingan yang mau menodai Jelita. Jelita takut, Ayah,” ucap Jelita sambil te
“Dia masih perawan. Jadi, saya minta bayarannya lebih mahal dari yang kemarin.” Laki-laki itu tengah bernegosiasi dengan teman-temannya. Laki-laki itu adalah Ivan, dan orang yang dimaksud olehnya adalah Jelita.Ivan menculik gadis itu saat dia tengah menunggu taksi di halte sekolah, dan itu semua atas perintah Arunika. Arunika sengaja melakukan itu agar bisa menggantikan dirinya untuk melayani teman-teman Ivan, dan uang dari teman-teman Ivan dibagi dua dengannya.“Bagaimana? Apa kalian mau?” tanya Ivan.“Berapa yang harus kami bayar?” tanya salah satu temannya Ivan. Laki-laki berperut buncit dan berkulit hitam itu adalah orang yang meniduri Arunika kemarin.“Kalian bertiga cukup membayarnya 10 juta, dan kalian bisa memakainya seharian,” ucap Ivan, menyebutkan nominal yang harus dibayar oleh teman-temannya.Ketiga teman Ivan masih berpikir, mereka saling memandang dan mencoba untuk berdiskusi.Sedangkan di dalam kamar, Jelita tengah berusaha untuk kabur dari laki-laki bejat itu.‘Aku h